Draft Hasil Penelitian - Putri Wulan Anggoro Asih - 1717031092
Draft Hasil Penelitian - Putri Wulan Anggoro Asih - 1717031092
(Hasil Penelitian)
Oleh
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN
Analisis regresi merupakan cabang dari metodologi statistik yang fokus pada analisis
hubungan antara peubah terikat Y dengan peubah bebas X. Hal ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara peubah terikat dan peubah bebas sehingga mampu
memprediksi nilai Y jika diberikan nilai X dengan error terkecil. Regresi dibedakan
menjadi regresi linear sederhana dan regresi linear berganda yang digunakan untuk
mencari hubungan linear antara peubah bebas dan peubah terikat. Perbedaannya
terletak pada jumlah peubah bebas, pada regesi sederhana hanya ada satu peubah
bebas, sedangkan regresi linear berganda memiliki peubah bebas lebih dari satu.
Kemudian regresi data panel yang merupakan regresi bagi data cross section atau
data runtun waktu. Serta regresi spasial yang merupakan regresi bagi data yang
memiliki efek spasial (Anselin, 1998).
Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linear sederhana.
Pengembangan tersebut karena adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang
dianalisis. Sehingga, jika terdapat data dengan efek spasial maka analisis yang
digunakan adalah analisis regresi spasial. Sebab, jika menggunakan regresi linear
sederhana ataupun berganda maka model yang dihasilkan kurang akurat dan
menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error saling bebas tidak
terpenuhi (Winarno, 2009).
2
Analisis regresi spasial memiliki beberapa model yaitu Spatial Autoregressive Model
(SAR), Spatial Error Model (SEM), dan Spatial Autoregressie Moving Average
(SARMA). SAR mengasumsikan bahwa terdapat pengaruh spasial pada peubah
terikatnya. SEM merupakan model spasial yang mengandung pengaruh spasial pada
errornya. Sedangkan SARMA merupakan gabungan antara SAR dan SEM yaitu
model spasial yang mengandung pengaruh spasial pada peubah terikat maupun
errornya (Lesage, 1999).
Seiring perkembangan analisis spasial, berkembang metode regresi spasial pada tingkat
(order) yang lebih tinggi, yaitu spatial autoregressive and moving average (SARMA).
SARMA adalah metode regresi spasial yang digunakan apabila diasumsikan bahwa pengaruh
spasial bergantung pada variabel dependen dan sisaan. Model SARMA digunakan untuk
menganalisis data cross section dengan matriks pembobot spasial sebagai bentuk
hubungan antar daerah (Huang, 1984). Model regresi SARMA dibangun dari model
analisis deret waktu ARMA dengan matriks pembobot spasial sebagai pengganti faktor waktu
pada model ARMA yang menggambarkan hubungan antarlokasi.
Pada pemodelan regresi dengan efek spasial, maka harus disusun suatu matriks
pembobot spasial untuk mengetahui interaksi spasial yang terjadi antar wilayah satu
dengan yang lainnya. Jika interaksi antar wilayah berdasarkan pada persentuhan sisi
wilayah maka matriks pembobot spasial yang terbentuk adalah rook contiguity. Jika
interaksi antar wilayah berdasarkan persentuhan titik sudut maka matriks pembobot
spasial yang terbentuk adalah bishop contiguity. Sedangkan apabila interaksi antar
wilayah merupakan gabungan dari persentuhan sisi wilayah dan titik sudut, maka
matriks pembobot spasial yang terbentuk adalah queen contiguity (Anselin, 1998).
Salah satu metode yang digunakan pada pendugaan parameter adalah metode Maximum
Likelihood Estimation (MLE). Pradhan dan Kundu (2011) melakukan sebuah penelitian
3
Pada tahun 2019, Muhammad Firman Annur melakukan penelitian menggunakan regresi
spasial terhadap Indek Pembangunan Manusia di Kabupaten Landak. Model regresi yang
digunakan yaitu regresi linear berganda, Spatial Autoregressive Model (SAR), dan Spatial
Error Model (SEM). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa model SEM merupakan
model terbaik dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi Indek Pembangunan
Manusia di Kecamatan Kabupaten Landak.
Menurut Badan Pusat Statistik, otonomi daerah memberikan dampak yang sangat
besar terhadap pembangunan serta pemerataan kesejahteraan di masing-masing
daerah. Hal tersebut tentunya dapat diwujudkan dengan pengelolaan sumber daya
yang bertanggung jawab serta pengelolaan anggaran pemerintahan daerah secara
efektif, nyata, dan transparan. Pada dasarnya pembangunan regional berkenaan
dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu dengan variabel-variabel
seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk variabel dependen serta
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, Ekspor Barang dan Jasa, dan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga dalam daerah yang dibatasi secara jelas. Penelitian ini
mengaplikasikan model Spatial Autoregressie Moving Average (SARMA) pada data Produk
Domestik Regional Bruto di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2019 dengan
4
Analisis regresi diinterpretasikan sebagai suatu analisis yang berkaitan dengan suatu
ketergantungan (hubungan kausal) dari satu variabel tak bebas (dependent variable)
dengan satu atau lebih variabel bebas (independent variable) untuk menduga atau
memperkirakan nilai rata-rata populasi atau nilai dari variabel tak bebas berdasarkan
nilai tertentu dari variabel bebas atau variabel penjelas.
Analisis regresi mempelajari hubungan kausal antara satu variabel tak bebas dan satu
variabel bebas/variabel penjelas disebut analisis regresi sederhana. Sedangkan
analisis regresi yang mempelajari hubungan kausal antara satu variabel tak bebas
dengan dua atau lebih variabel bebas/variabel penjelas disebut analisis regresi
berganda (Aroef, 1991).
Bentuk umum model regresi linear berganda dengan k variabel independen adalah:
k
y i=β 0 + ∑ β j X ij +ε i
j=1
6
Dalam Analisis Regresi Terdapat beberapa uji asumsi klasik yang harus dipenuhi
antara lain sebagai berikut:
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Salah satu cara untuk
mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatter plot antara nilai
prediksi variabel terikat (ZPRED) dan nilai residualnya (SRESID) atau dengan
menggunkan uji Breusch-Pagan.
Perumusan hipotesis pada uji Breusch-Pagan (BP test) adalah sebagai berikut:
H 0 :σ 21=σ 22=…=σ 2n (Homoskedastis)
H 1 : paling tidak ada satu σ i2 ≠ σ 2j dimana i≠ j (Heteroskedastis)
Satistik Uji digunakan pada uji Breusch-Pagan adalah sebagai berikut (Anselin,
1988):
BP= ( 12 ) f Z (Z Z )
T T −1
ZT f
Pengujian secara empiris dilakukan dengan menggunakan statistik uji Durbin Watson
(Gujarati,2004). Hipotesis yang diuji adalah:
H 0 : tidak terdapat auto korelasi antar sisaan
H 1 : terdapat autokorelasi antar sisaan
Mekanisme uji Durbin Watson adalah:
a. Mengpenduga model regresi dengan metode kuadrat terkecil untuk memperoleh
nilai ε^ i.
b. Mencari nilai d yang diperoleh dengan rumus:
n
∑ ε^ 2i
i−1
c. Untuk ukuran sampel dan banyaknya variabel tertentu dapat dilihat pada tabel
Durbin Watson mengenai pasangan nilai kritis dL dan dU.
10
Dimana y adalah vektor peubah respon ukuran n x 1,W adalah matriks pembobot
spasial berukuran nxn, X adalah matriks peubah penjelas berukuran n x (p+1), β
adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran (p+1) x 1, dan u adalah
12
Model Spasial Autoregresif (SAR) adalah model regresi spasial yang terdapat
pengaruh spasial pada variabel terikatnya. Model ini ialah pengkombinasian model
regresi sederhana dengan lag spasial pada variabel terikat dengan menggunakan data
cross section. Model umum SAR ialah sebagai berikut (Baltagi & Liu, 2012):
y= ρWy+ Xβ +ε
ε i N (0 , σ 2 I )
Dimana:
Y = vektor variabel terikat berukuran n x 1.
ρ = Koefisien autokorelasi spasial pada variabel terikat.
W = Matriks Pembobot Spasial berukuran n x n.
X = Matriks variabel bebas berukuran n x (k + 1).
β =Vektor koefisien parameter regresi berukuran (k+1)x 1.
ε =vektor error yang bebas autokorelasi berukuran n x 1 (LeSage, 1999)
Koefisien lag spasial (ρ) menunjukkan tingkat pengaruh dari suatu lokasi terhadap
lokasi disekitarnya (Samadi dkk, 2016).
13
Model ini merupakan model spasial dengan errornya memiliki korelasi spasial.
Model SEM ditunjukkan dengan persamaan berikut:
y= Xβ|λ W 2 μ|ε ,
ε N (0 ,σ 2 I )
Dengan koefisien (λ) menunjukkan tingkat pengaruh error spasial dari suatu lokasi
terhadap lokasi lain di sekitarnya.
Model SARMA merupakan model spasial yang terjadi akibat adanya pengaruh
spasial pada variabel dependen dan pengaruh spasial pada error. Menurut Lesage
(1999), bentuk umum model SARMA sebagai berikut:
y= ρWy + Xβ +u
u=λ Wu+ ε
u=(I −λ W )−1 ε
y= ρWy + Xβ +(I −λ W )−1 ε
ε N (0 , I σ 2)
kedekatan antar wilayah satu dengan lainnya. Matriks ini berukuran n × n dengan n
adalah banyaknya lokasi amatan. Matriks pembobot spasial merupakan matriks
simetris dengan diagonal utama selalu bernilai nol (LeSage, 1997). Selain itu,menurut
Koesfeld (2006), Matriks pembobot spasial (W) adalah matriks biner n x n yang
entrinya adalah 0 atau 1. Diberi nilai sama dengan1 jika daerah i dan j bertetangga
dan 0 sebaliknya.
0 w12 … w 1n
w
[
W = 21
⋮
0 w 23
⋮
wn1 wn2 …
⋱
w2 n
⋮
0 ]
Menurut Koesfeld (2006),Lokasi harus dikuantifikasi untuk menganalisis efek spasial
yaitu ketergantungan spasial dan heterogenitas spasial. Informasi lokasi dapat
digunakan dari dua sumber yaitu hubungan ketetanggaan (neighbourhood) dan Jarak
(distance). Menurut LeSage (1998), ada beberapa cara dalam mendefinisikan
hubungan ketetanggaan salah satunya dengan matriks persinggungan sisi (rook
contiguity), persinggungan sudut (bishopcontiguity), dan persinggungan sisi-sudut
(queen contiguity).
a. Rook contiguity ialah persentuhan sisi wilayah satu dengan sisi wilayah yang lain
yang bertetanggaan. Pada gambar 2.1, wilayah 1 bersentuhan dengan wilayah 2
sehingga w 12=1 dan yang lain 0 atau pada wilayah 3 bersentuhan dengan wilayah
4 dan 5 sehingga w 34=1 , w35=1 dan yang lain 0.
b. Bishop contiguity ialah persentuhan titik vertek wilayah satu dengan wilayah
tetangga yang lain. Pada gambar 2.1, wilayah 2 bersentuhan titik dengan wilayah
3 sehingga w 23=1 dan yang lain 0.
c. Queen contiguity ialah persentuhan baik sisi maupun titik vertek wilayah satu
dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop contiguity.
Contoh w 32=1 , w34=1 , w35=1dan yang lain 0.
[ ]
1
W queen = 0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
Matriks Queen contiguity atau Rook contiguity yang sudah diperoleh, dibentuk
kedalam bentuk matriks normalitas atau distandarisasi berdasarkan baris, yaitu
matriks dimana jumlah dari setiap barisnya adalah satu, sehingga matriks normalitas
dari matriks W queen tersebut adalah:
0 1 0 0 0
[
1/ 2 0
0
0
1/2 0
W 1= 0 1/3 0 1/3
0 1 /2 0
0 1 /2 1/2
0
1/ 3
1/ 2
0
]
18
Pengujian efek spasial digunakan untuk menentukan model spasial yang akan
terbentuk. Efek spasial terhadap suatu wilayah terbagi menjadi dua, ketergantungan
spasial (spatial dependence) dan keragaman spasial (spatial heterogenity).
Efek ini merupakan efek yang menunjukkan adanya keragaman antar lokasi. Setiap
lokasi memiliki struktur dan parameter hubungan yang berbeda (Samadi, dkk, 2015)
Pengujiannya menggunakan uji Breusch-Pagan test (BP tes) sebagai berikut:
n n
BP= ( ∑ xi f i
i=1
)(∑ )
i =1
x i xTi
19
Indeks Moran adalah sebuah tes statistik lokal untuk mengetahui nilai autokorelasi
spasial, yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokkan
spasial atau autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel
dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang (Lembo, 2006).
20
(Banerjee, 2004).
Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan Indeks Moran berkisar antara -1 sampai
dengan 1. Nilai indeks moran bernilai nol mengindikasikan tidak berkelompok,
nilai indeks moran yang positif mengindikasikan autokorelasi spasial yang positif
yang berarti lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan cenderung
berkelompok, dan nilai indeks moran yang negatif mengindikasikan autokorelasi
spasial negatif yang berarti lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang berbeda
(Pfeiffer dkk, 2008). Signifikansi Indeks Moran dapat ditaksir di bawah
pendekatan normal.
Uji signifikansi Indeks Moran dilakukan dengan pendekatan normal dengan
ketentuan sebagai berikut :
i. Hipotesis
H 0 : I = 0 (Tidak ada autokeralasi spasial)
H 1 : I ≠ 0 (Terdapat autokorelasi spasial)
Tingkat Signifiansi α = 5% = 0.05
ii. Statistik Uji
I −E(I )
Z ( I )= N (0 ; 1)
√ var (I )
−1
Dengan nilai harapan E ( I )=I 0=
n−1
Ragam untuk pendekatan normal (Banerjee,2004)
21
S0=∑ wij , 1
Dengan S1= ∑ (w ij +w ji )2
i≠ j 2 i≠ j
S2=∑ ¿ ¿¿
k
Uji LM (Lagrange Multiplier) adalah uji untuk menentukan ada tidaknya efek spasial
pada suatu model. Bentuk tes LM (Anselin, 1988). Uji Lagrange Multiplier terdiri
dari LM lag dan LM error. LM lag digunakan untuk identifikasi Spatial
Autoregressive Model dan LM error digunakan untuk identifikasi Spatial Error
Model. Apabila keduanya signifikan maka model yang sesuai adalah Spatial
Autoregressive Moving Average (SARMA).
Pengujian hipotesis pada uji Lagrange Multiplier untuk ketiga model di atas adalah
sebagai berikut:yaitu:
2
ε'W y
LM lag=
[ ]
ε'ε
N
D
D=¿
2. Model Spatial Error (SEM)
H 0 : λ=0(Tidak ada ketergantungan galat spasial)
H 1 : λ ≠0 ( Ada ketergantungan galat spasial)
Statistik uji:
2
ε'W y
LM error =
[ ]
ε'ε
N
tr (W ' W +WW )
Dengan ε adalah vektor galat dari model regresi klasik berukuran nx1,W adalah
matriks pembobot spasial berukuran n x n, ^β merupakan parameter yang diduga dan
diperoleh dari hasil regresi klasik, dan σ^ 2 adalah kuadrat tengah galat dari hasil
regresi klasik, I adalah matriks identitas,serta tr menyatakan operasi teras matriks
yaitu penjumlahan elemen diagonal suatu matriks. Kriteria penolakan H 0, jika
2
statistik LM lebih besar dari χ ( p) dengan p banyaknya peubah spasial, atau dengan p-
value < α (Anselin,2009).
Menurut Anselin (1998), uji wald digunakan untuk menguji signifikansi parameter di
dalam sebuah model. Hipotesis yang digunakan yaitu:
i. H 0 : ρ=0 (parameter spasial lag tidak signifikan)
H 0 : λ=0 (parameter spasial error tidak signifikan)
H 0 : β p =0 (parameter variael independen ke-p tidak signifikan)
23
Ukuran kebaikan model regresi baik model regresi klasik maupun model regresi
spasial dalam penelitian ini adalah Akaike Information Criterion (AIC). Jika nilai
AIC suatu model lebih kecil dari model lainnya, model tersebut dikatakan lebih baik.
Persamaan untuk AIC adalah sebagai berikut:
AIC = –2 log (maximum likelihood) + 2p
dengan p adalah banyaknya parameter regresi (Akaike, 1974). Menurut metode AIC,
regresi terbaik adalah model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun akademik 2019/2020, bertempat
di Jurusan Matematika,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder tentang Produk
Domestrik Regional Bruto di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2019 yang
diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam penelitian ini akan dikaji karakteristik model regresi spasial SARMA dengan
metode pendugaan parameter Maximum Likelihood Penduga (MLE). Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dala penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan model regresi spasial error.
25
Pada bab ini akan dibahas tentang model regresi spasial error dan prosedur Maximum
Likelihood Estimation (MLE) untuk mengpenduga parameter pada model tersebut.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa model regresi spasial dibagi menjadi
model regresi spasial lag dan model regresi spasial error serta spatial autoregreesive
moving average. Pada bab ini akan membahas model regresi spasial yaitu spatial
autoregreesive moving average yang memperhitungkan spasial galat, sehingga
koefisien spasial lag dependen tidak diperhitungkan ( ρ=0). Adapun model regresi
spasial SARMA adalah sebagai berikut:
y= ρW 1 y + Xβ +u (4.1)
u=λ W 2 u +ε (4.2)
u=(I −λ W 2)−1 ε
y= ρWy+ Xβ +( I −λW )−1 ε
ε N (0 , I σ 2)
Dengan ε N (0 ,σ 2 I ) dan tidak ada autokorelasi. Sehingga rumus umum dari regresi
spasial SARMA adalah sebagai berikut:
y= ρWy+ Xβ +( I −λW )−1 ε
Dimana:
Y = vektor peubah dependen berukuran n x 1
27
[ ] [ ][
Y 2 = ρ2 w21 w22 ⋯
⋮
Yn
⋮ ⋮ ⋮
ρ p w n 1 w n2 ⋯
⋯ ⋮ ⋮
][ ] [
n2 n Y 2 + x 21
wnn Y n x n1
⋮
x 22 ⋯
⋮
xn 2 ⋯
⋯
][ ] ( [
x2 p β 2 + I −λ
⋮ ⋮
xnp β p
w21 w22 ⋯ n2 n
⋮ ⋮ ⋯ ⋮
wn 1 w n 2 ⋯ wnn
]) [ ]
+ Y2
⋮
Yn
( 1− ρW 1 ) y =Xβ+u
Ay=Xβ+ u dimana A=1−ρ W 1 (4.3)
28
( I −λ W 2 ) u=ε
Bu=ε dimana B=I −λ W 2 (4.4)
u=(I −λ W 2)−1 ε (4.5)
Dimana matriks varian kovarian error adalah
E [ ε T ε ] =Ω (4.6)
ε merupakan galat error yang diasumsikan memiliki rata-rata nol dan ragam Ω yang
masing-masing elemen berdiagonal σ 2, sehingga ditransformasikan dalam bentuk
persamaan normal baku v N (0,1) dengan elemen diagonalnya bernilai 1. Adapun
transformasi persamaan linear adalah sebagai berikut:
Maka persamaan (4.5) diubah dalam model berikut:
v=Ω1 /2 ε (4.7)
Diperoleh vektor galat acak v N (0,1), sehingga vektor error u pada persamaan (4.5)
menjadi:
u=B−1 Ω1 /2 v (4.8)
Dengan substitusi (4.8) pada persamaan (4.3) maka diperoleh:
Ay=Xβ+ B−1 Ω1 /2 v atau dapat ditulis
−1
2
Ω B ( Ay−Xβ )=v (4.9)
E [ v T v ] =I
Transformasi dari peubah acak V menjadi peubah acak Y dilakukan melalui
pendekatan metode Jacobian:
J=det ( ∂∂ vy )
∂ ( Ay Ω−1 /2 B−Xβ Ω−1/ 2 B )
¿ det ( ∂y )
29
∂ ( Ay Ω−1/ 2 B ) ∂ ( Xβ Ω−1 /2 B )
¿ det (( ∂y )(−
∂y ))
¿ det ( Ω−1 /2 BA )−0
30
Sehingga menjadi
¿ det ( Ω−1 /2 BA )
Berdasarkan sebaran normal baku gabungan pada vektor error v, maka fungsi log-
likelihood untuk gabungan vektor observasi y diperoleh sebagai berikut:
−1 T
n −1
(( Ay −Xβ ) B Ω )
( 1
)
2
(( Ay −Xβ ) B Ω−1/2)
L ( y| β , 1 )=∏ ye 2
i =1 √2 π
Fungsi likelihood (L) didefinisikan sebagai fungsi kepadatan bersama dari random
error. Ketika random error diasumsikan independent, maka distribusi peluang dari
Y i terhadap β dan σ 2 merupakan hasil dari fungsi tersendiri (marjinal), dimana
i=1,2,3 , … , n, yang dirumuskan sebagai berikut:
n −1
1 (( Ay− Xβ ) T BT Ω−1 B (Ay− Xβ) )
¿∏
i=1
( √2 π
ye 2
)
n −1
1
[ ]
¿¿
2
¿ ye
√2π
−1
1 2
( Ay− Xβ ) T BT Ω−1 B (Ay −Xβ )
¿ n
ye (4.11)
2
(2 π )
Selanjutnya persamaan (4.11) diubah ke dalam fungsi log-likelihood sebagai berikut:
−1
1
T T −1
( Ay− Xβ ) B Ω B (Ay −Xβ )
2
lnL ( β , σ | y )=ln
( (2 π ) σ
n
2
n
2
ye 2
)
−1
(Ay −Xβ )T BT Ω−1 B(Ay −Xβ )
−n
+ ln y+ln e 2
2
¿ ln (2 π )
−1 −1
Substitusi det ( )|∂v
∂y
= Ω 2 BA =Ω 2 |B||A| |
n −1
¿− ln ( 2 π )+ ln Ω−1/ 2∨B∨¿ A∨ ( Ay− Xβ )T BT Ω−1 B( Ay−Xβ)
2 2
n −1
¿− ln ( 2 π )+ ln Ω−1/ 2 +ln ∨B∨+ln ∨A∨ ( Ay−Xβ )T B T Ω−1 B( Ay− Xβ)
2 2
31
n 1 −1
¿− ln ( 2 π )− lnΩ+ ln∨B∨+ ln∨ A∨ ( Ay− Xβ )T BT Ω−1 B( Ay−Xβ) (4.12)
2 2 2
32
−1
|
dengan syarat determinan dari matriks Jacobian terpenuhi yakni Ω 2 AB >0, atau |
secara parsial memenuhi syarat sebagai berikut:
|I −ρ W 1|> 0
|I −ρ W 2|> 0
∑ ¿0,∀i
ii
Model regresi ini melibatkan spasial error, dengan asumsi bahwa A=1− ρW 1 dan
Ω=σ 2 I , sehingga bentuk log-likelihood pada persamaan (4.8) menjadi:
n 1 1
¿− ln ( 2 π )− lnΩ+ ln|B|+ ln | A|− ( Ay− Xβ )T BT Ω−1 B ( Ay−Xβ )
2 2 2
n 1 1
¿− ln ( 2 π )− lnΩ+ ln|B|+ ln | A|− ( Ay− Xβ )T BT Ω−1 B ( Ay−Xβ )
2 2 2
n 1 1 −1
¿− ln ( 2 π )− ln ( σ 2 I ) + ln |B|+ln | A|− ( Ay −Xβ )T BT ( σ 2 I ) B ( Ay−Xβ )
2 2 2
n 1 1
¿− ln ( 2 π )− ln ( σ 2 I ) + ln |B|+ln | A|− 2 ( Ay −Xβ )T BT B ( Ay− Xβ ) (4.13)
2 2 2σ
(Lessage,1999)
Metode maksimum likelihood, sesuai dengan namanya, metode ini terdiri atas
penduga dari parameter-parameter yang tidak diketahui dalam perilakunya bahwa
probabilitas dalam mengobservasi variabel Y yang telah ditentukan ini dilakukan
setinggi mungkin. Oleh karena itu, untuk mendapatkan penduga dengan metode
maksimum likelihood yaitu memaksimumkan persamaan tersebut terhadap parameter
yang akan dicari dengan menurunkan fungsi terhadap parameter.
33
−1
β=( X T B T BX ) X T BT BAy
Sehingga penduga β adalah sebagai berikut:
^β=b ML =( X T BT BX )−1 X T BT BAy (4.14)
Penduga (4.14) merupakan penduga yang bersifat umum. Oleh karena itu, dilakukan
substitusi B=I −λ W 2dimana W 2 yang merupakan matriks bobot yang menyatakan
adanya autokorelasi spasial. Sehingga persamaan (4.14) diubah menjadi:
^β=(X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) Ay
∂ ( lnL ( β , σ 2∨ y ) )
∂ σ2
¿∂¿¿
n 1
¿
[
∂ −( ) lnσ 2− 2 ( Ay−Xβ)T BT B( Ay−Xβ)
2 2σ ]
∂ σ2
n 1
¿− 2
+ ( Ay−Xβ)T BT B( Ay−Xβ)
2 2
2 σ 2 (σ )
1
σ 2= ( Ay− Xβ)T BT B( Ay− Xβ)
n
Sehingga penduga parameter σ 2 adalah sebagai berikut:
1
σ^ 2= ( Ay− Xβ)T BT B( Ay− Xβ) (4.15)
n
Var ( ε )=E ¿
Penduga σ 2 (4.15) merupakan penduga yang bersifat umum. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan penduga σ 2dari masing-masing lokasi dilakukan substitusi B=I −λ W 2
dimana W 2 yang merupakan matriks bobot yang menyatakan adanya autokorelasi
spasial. Sehingga diperoleh:
1
σ^ 2= ( Ay− Xβ)T BT B( Ay− Xβ)
n
1
σ^ 2= ( Ay− Xβ)T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) ( Ay−Xβ)
n
1 T
σ^ 2= ( ( I − λW 2 ) ( Ay−Xβ) ) ( I −λ W 2 ) ( Ay−Xβ)
n
Sehingga penduga σ 2 adalah sebagai berikut:
1 T
σ^ 2ML = ( ( I −λ W 2 ) ( Ay−Xβ) ) ( I − λ W 2 ) ( Ay−Xβ) (4.16)
n
1 1.2
¿ 0−0+ +0− 2 ( Ay−Xβ)T BT (Ay− Xβ)
B 2σ
1 1
= ( Ay−Xβ)T BT ( Ay− Xβ)
B σ2
σ2 T T
=( Ay− Xβ) B ( Ay−Xβ)
B
σ 2 T−1 T T T−1
B =( Ay−Xβ ) B B ( Ay −Xβ)
B
σ2 T T T−1
2
=( Ay −Xβ) B B ( Ay−Xβ )
B
2
σ T
=( Ay −Xβ) ( Ay− Xβ)
B2
2 σ2
B=
( Ay−Xβ)T ( Ay−Xβ)
σ2
B=
√ T
( Ay−Xβ) (Ay −Xβ)
Sehingga penduga ^B adalah
σ2
^B=
√ T
( Ay−Xβ) (Ay −Xβ)
Karena λ merupakan koefisien pembobot, maka nilainya ditentukan dari data
pengamatan.
Pada model regresi spasial error juga terdapat varian kovarian error yang dimisalkan
dengan Ω. Penduga parameter kovarian ditentukan melalui persamaan (4.13) yang
terlebih dahulu dibentuk menjadi:
−n n n n 1
L= lnπ − ln Ω+ ln|B|+ ln | A|− ( Ay−Xβ) BΩ−1 BT ( Ay− Xβ)T
2 2 2 2 2
Selanjutnya fungsi likelihood dideferensialkan terhadap Ω,
37
∂ ( lnL ( B , Ω∨ y ) )
=
∂ (−n2 lnπ− n2 lnΩ+ n2 ln|B|+ n2 ln|A|− 12 ( Ay− Xβ)B Ω
−1
B T ( Ay−Xβ)T )
∂(Ω) ∂(Ω)
n 1
¿ 0− +0+ ( Ay−Xβ)B BT ( Ay− Xβ)T
2Ω 2Ω 2
n 1
¿− + 2 ( Ay−Xβ ) B B T ( Ay− Xβ )T
2Ω 2Ω
n 1
= ( Ay−Xβ ) B BT ( Ay− Xβ )T
2Ω 2 Ω 2
2Ω 2 1 ( T T
= Ay− Xβ ) B B ( Ay−Xβ )
2Ω n
Sehingga penduga kovarian errornya adalah
^ = 1 ( Ay −Xβ ) B BT ( Ay−Xβ )T
Ω atau (4.17)
n
^ = 1 e ML B BT dimana
Ω e ML =( Ay−X β ML )
n
Hasil penduga (4.17) merupakan penduga global, sehingga harus dicari penduga
kovarian dari setiap lokasi pengamatan. Untuk mendapatkan penduga Ω dari setiap
lokasi maka digunakan persamaan (4.4), sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut:
B=I −λ W 2
Penduga yang baik adalah penduga yang mendekati nilai parameter sebenarnya. Ciri-
ciri penduga yang baik adalah tidak bias, efisien, dan konsisten.
38
−1 −1
¿ ( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) A ( Xβ ) + ( X T ( I −λ W 2) T ( I −λ W 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 )T
−1
¿ β + ( X T ( I − λ W 2 )T ( I −λ W 2) X ) X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) Au
maka
cov ( β^ EGLS ) =E ( ^β EGLS −E ( β^ EGLS ) )( ^β EGLS −E ( β^ EGLS ) )
¿ E ( β^ EGLS−β )( β^ EGLS−β )
−1
¿ E ( X T ( I −λ W 2 )T ( I − λW 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) Au x
( )
T −1 T T
T
(( X ( I −λ W 2) ( I −λ W 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) Au )
39
−1
¿ E ( X T ( I −λ W 2 )T ( I − λW 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) Au x
( )
T T T T −1
(u ( I − λ W 2 ) ( I −λ W 2) X ( X ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) AX ) )
−1
¿ E ( X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 )T ( I − λW 2 ) Ax
−1
uT u ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X ( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) AX )
¿( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) Ax
−1
E(u T u) ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X ( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) AX )
T
{
Karena E ( ut u )=E (( I − λW 2 ) ε ) ( ( I −λ W 2) A ) ε
−1 −1
}
¿( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) x
T T
{ −1 −1
}
E ( I −λ W 2 ) ε ( ( I −λ W 2 ) ε ) ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) x
T
X ( X T ( I −λ W 2) ( ( I −λ W 2) A ) X)
−1
¿( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) x
E {( I −λ W 2 )−1 ε ε T ( I − λ W 2 )−1T } ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) x
T
X ( X T ( I −λ W 2) ( ( I −λ W 2) A ) X)
−1
¿( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) x
T
( I −λ W 2 ) E ( εεT ) ( I − λ W 2 ) ( I −λ W 2) ( I −λ W 2 ) x
−1 −1T
T
X ( X T ( I −λ W 2) ( ( I −λ W 2) A ) X)
−1
¿( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 ) x
−1 2 −1T T
( I −λ W 2 ) σ I ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) x
T
X ( X T ( I −λ W 2) ( ( I −λ W 2) A ) X)
−1
¿ σ 2 ( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 X T ( I −λ W 2 )T ( I − λ W 2 )
−1 −1T T
( I −λ W 2 ) ( I − λ W 2 ) ( I −λ W 2) ( I −λ W 2 ) x
T
X ( X T ( I −λ W 2) ( ( I −λ W 2) A ) X)
−1
¿ σ 2 ( X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X )−1 ¿
40
T T −1
( I −λ W 2 ) X ¿ (X ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) X )
T
¿ σ 2 ( X T ( I −λ W 2 ) ( ( I −λ W 2 ) A ) X )
−1
T
Sehingga va r ( β^ ) =σ 2 ( X T ( I −λ W 2 ) ( I − λ W 2 ) X ) harus sekecil mungkin agar ^β
−1
efisien.
y−^y T
lim var ( β^ ) =lim σ 2 (X T ( I −λ W 2 )T ( ( I − λ W 2 ) A ) X ) =lim (X ( I − λW 2 )T ( ( I − λW 2 ) A ) X ) =¿ 0 ¿
−1 −1
n→∞ n →∞ n → ∞ n− p
1
¿
n
[
E ( I −λ W 2 )T ( A T y T −( ^
A T ) ( ^y T ) ) ( I −λ W 2 ) ( Ay−( ^
A T ) ( ^y T ) ) ]
1
¿ ( I −λ W 2 )T E ( uT u ) ( I −λ W 2) (4.20)
n
berdasarkan persamaan (4.20) diperoleh:
T
T
{ −1
E [ u u ]=E [ ( I −λ W 2 ) ε ][ ( I −λ W 2 ) ε ]
−1
}
1 T
¿ ( I −λ W 2 )T E [ ( I −λ W 2 )−1 ε ] ( I −λ W 2) E [ ( I − λW 2 )−1 ε ]
n
1 T
¿ ( I −λ W 2 )T [ ( I −λ W 2)−1 E ( ε ) ] ( I −λ W 2 ) [ ( I − λ W 2 )−1 E ( ε ) ]
n
1
¿ E [ εε T ]
n
1
¿ σ2I
n
1
¿ σ 2ε
n
Karena E( σ^ 2)≠ σ maka penduga tersebut dikatakan penduga bias sehingga E( σ^ 2)
memuat autokorelasi spasial.
^B=E
[√ σ2
( Ay−Xβ )¿T
( Ay− Xβ) ¿
]
^B=E ¿
^B=E
[√ σ2
( Ay− Ay )T ( Ay−Ay ) ]
42
Persamaan model linear spasial penduga untuk setiap pengamatan ke-I ( ^y i ) adalah
sebagai berikut:
^y = X ^β
¿ X T [ ( X T BT BX ) X T B T BAy ]
−1
(4.21)
Dari persamaan (4.21) dapat diperoleh:
u=Ay− ^
Ay
Sehingga
^B=E
[√ ] σ2
uT u
σ2
^B=E
√ E ( uT u )
(4.22)
σ2
^B=
√ {
E [ ( I −λ W 2 )−1 ε ][ ( I −λ W 2 )−1 ε ]
T
}
σ2
^B=
√{ 2
−1
2
−1 T
[ ( I −λ W ) ][ ( I −λ W ) ] E [ ε ε ]} T
σ2
^B=
√{ [ ( I −λ W ) ][ ( I −λ W ) ] σ }
2
−1
1
2
−1 T 2
^B=
√{ [ ( I −λ W ) ][ ( I −λ W ) ] }
2
^B= ( I −λ W 2 )( I − λ W 2 )T
−1
2
−1 T
√
43
^B= ( I −λ W 2 )2
√
^B=( I − λ W 2 )
^B=B
Sehingga terbukti bersifat unbias.
^ ) = 1 E Ay −X ( [ X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) X ] X T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) Ay)
−1
E (Ω
n { }
−1 T
T T
( T T T
( I −λ W 2 )( I − λW 2 ) Ay−X ([ X ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) X ] X ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) Ay ) )
1
¿
n
[ A ) ( ^y ) ) ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 )T ( A T y T −( ^
E ( Ay− ( ^ AT )( ^y T ) ) ]
Persamaan model linear spasial penduga untuk setiap pengamatan ke-i ( ^y i ) adalah
sebagai berikut:
^y = X ^β
T −1 T
[
¿ X T ( X T ( I −λ W 2 ) ( I −λ W 2 ) X ) X T ( I −λ W 2 ) ( I − λW 2 ) Ay ] (4.23)
1 T
¿ ( I −λ W 2 )T E [ ( I −λ W 2 )−1 ε ] ( I −λ W 2) E [ ( I − λW 2 )−1 ε ]
n
1 T
¿ ( I −λ W 2 )T [ ( I −λ W 2)−1 E ( ε ) ] ( I −λ W 2 ) [ ( I − λ W 2 )−1 E ( ε ) ]
n
1
¿ E [ εT ε ]
n
1
¿ σ2I
n
1
¿ σ2
n
^ ) ≠ Ω maka penduga tersebut dikatakan penduga bias sehingga E ( Ω
KarenaE ( Ω ^)
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ariael dependen dipengaruhi oleh
variabel-variabel independen, yang kemudian melihat apakah ada keterkaitan spasial
antar variabel dependen. Data uang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Lampung tahun
2019.
Setiap data di bentuk dalam data cross setion, yang terdiri dari 15 Kaupaten/Kota di
Lampung. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk variabel dependen serta Jasa Pendidikan,
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa Perusahaan sebagai variabel independen.
= rendah
= sedang
= tinggi
47
Dimana
1 Tulang Bawang 11 Lampung
. Barat 6. Pesisir Barat . Selatan
2 12
. Bandar Lampung 7. Way Kanan . Lampung Barat
3 13
. Pesawaran 8. Mesuji . Pringsewu
4 14
. Lampung Utara 9. Metro . Tulang Bawang
5 10 Lampung 15 Lampung
. Tanggamus . Tengah . Timur
Berdasarkan Gambar 4.1 Dapat kita lihat bahwa terdapat 12 wilayah yang tergolong
kedalam klasifikasi rendah meliputi Kabupaten/Kota Tulang Baang Barat, Bandar
Lampung, pesawaran, Lampung Utara, Tanggamus, Way Kanan, Mesuji, Metro,
Lampung Tengah, Lampung Selatan, Tulang Bawang, dan Lampung Timur. 2
wilayah berada pada klasifikasi sedang meliputi Kabupaten/Kota Lampung Barat dan
Pesisir Barat,serta 1 wilayah klasifikasi tinggi meliputi Kabupaten/Kota Pringsewu
pada tahun 2019.
0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0
[ ]
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0
1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
W ij = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1
0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0
Pada matriks diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah bertetangga di beri bobot 1 dan
wilayah tidak bertetangga di beri bobot nilai 0. Berikut adalah gambaran kedekatan
wilayah di Provinsi Lampung menggunakan tabel dengan pendekatan queen
contiguity:
Kabupaten/Kota yang
No. Kabupaten/Kota Jumlah Tetangga
bertetangga
Lampung Utara, Way Kanan,
1 Tulang Bawang Barat 5 Mesuji, Lampung Tengah,
Tulang Bawang
2 Bandar Lampung 2 Pesawaran, Lampung Selatan
Bandar Lampung, Tanggamus,
3 Pesawaran 5 Lampung Tengah, Lampung
Selatan, Pringsewu
Tulang Bawang Barat, Way
4 Lampung Utara 4 Kanan, Lampung Tengah,
Lampung Barat
49
Kabupaten/Kota yang
No. Kabupaten/Kota Jumlah Tetangga
bertetangga
Tulang Bawang Barat, Lampung
7 Way Kanan 3
Utara, Lampung Barat
Tulang Bawang Barat, Tulang
8 Mesuji 2
Bawang
Lampung Tengah, Lampung
9 Metro 2
Timur
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap produk domestik regional
bruto di 15 kabupaten di Provinsi Lampung diperoleh 3 variabel signifikan karena
masing-masing variabel memiliki nilai p-value<α. Variabel yang dimasukan
kedalam model yaitu Jasa Pendidikan, Jasa Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa
Perusahaan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selanjutnya akan
dilakukan uji asumsi klasik terhadap model regresi yang terbentuk. Adapun uji
asumsi klasik adalah sebagai berikut:
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual data berdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan Anderson-
Darling normality Test:
Berdasarkan tabel 4.3, diperoleh nilai p-value sebesar 0.3495. Selanjutnya, dengan,
H 0=¿ Galat berdistribusi normal dan H 1=¿ Galat tidak berdistribusi normal serta
nilai α= 0.05. Karena nilai p-value>α, maka dapat kita simpulkan bahwa tidak cukup
bukti untuk menolak H 0. Hal ini berarti residual atau galat dari data tersebut
berdistribusi normal.
Uji heteroskedastis merupakan uji yang digunakan untuk melihat homogen atau
tidaknya varians dari residual atau galat. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan mengunakan uji Bruesch-Pagan.
Berdasarkan tabel 4.4, dengan H 0 adalah ragam error bersifat homogen, H 1 ragam
error tidak homogen (heterogen) dan α =¿ 0.05, diperoleh nilai Bruesch-Pagan
sebesar 1.0644 dan p-value sebesar 0.3022. Karena p-value>α, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H 0, yang artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas atau ragam galat homogen.
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi korelasi
antar galat pengamatan. Uji autokorelasi bertujuan untuk memenuhi asumsi
independen yang ada pada model regresi. Uji ini dilakukan dengan uji Moran’I.
Moran I p-value
0.3932657 0.001277
52
Berdasarkan tabel 4.5 dengan hipotesis H 0 adalah tidak ada autokorelasi, H 1 ada
autokorelasi dan selang kepercayaan α= 0.05, diperoleh nilai Moran’I sebesar
0.3932657 dan p-value 0.001277. Karena p-value<α , maka tolak H 0 artinya dapat
disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi spasial. Terlihat pula nilai indeks moran
yaitu 0.393257. Nilai indeks moran berkisar antara -1 sampai dengan 1. Dimana jika
nilai indeks moran positif, maka menunjukan adanya autokorelasi positif.
Dari ketiga uji diatas, dapat disipulkan baha odel yang dibuat memenuhi seluruh
asumsi klasik yaitu asumsi kenormalan, kehomogenan, dan autokorelasi.
Pengjian efek spasial digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
spasial dari pengamatan. Pengujian efek spasial terbagi menjadi dua yaitu uji
dependensi spasial dan heterogenesis spasial.
Uji dependensi spasial digunakan untuk menunjukan ada atau tidaknya autokorelasi
spasial atau ketergantungan spasial disuatu wilayah dengan wilayah lainnya yang
saling berdekatan. Uji dependensi spasial dapat dilakukan dengan dua cara yaitu nilai
Indeks Moran dan uji Lagrange Multiplier. Berikut ini merupakan tabel uji
dependensi spasial:
Berdasarkan Tabel 4.6, dengan hipotesis H 0adalah tidak ada autokorelasi spasial, H 1
ada autokorelasi spasial dan selang kepercaaan α =0.05 diperoleh nilai indeks moran
sebesar 0.3932657 dan p-value 0.001277. karena nilai p-value<α,maka tolak H 0, yang
artinya terdapat autokorelasi spasial.
Akan tetapi,penggunaan indeks moran ini tidak benar-benar efektif untuk mendeteksi
ada atau tidaknya autokorelasi spasial data. Sehingga, perlu dilakukan uji dependensi
spasial yang lebih spesifik yaitu uji dependensi spasial terhadap lag,error atau
keduanya dengan menggunakan uji lagrange multiplier. Selanjutnya, dari uji
lagrange multiplier tersebut juga dapat diketahui model yang akan digunakan.
Berdasarkan tabel 4.6, dengan hipotesis H 0 adalah tidak ada autokorelasi lag atau
error, H 1 adalah ada autokorelasi lag atau error dan selang kepercayaan α =0.05,
diperoleh nilai uji lagrange multiplier lag sebesar 6.642323 dengan p-value sebesar
0.009958, karena nilai p-value<α maka tolak H 0 , maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat dependensi spasial terhadap lagnya.
54
Sedangkan nilai uji lagrange multiplier error diperoleh sebesar 8.375484 dengan p-
value 0.003803 , karena nilai p-value<α maka tolak H 0, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat dependensi spasial terhadap errornya. Sehingga, dari pengujian
lagrange multiplier lag dan error ini dapat disimpulkan bahwa kedua model regresi
spasial tersebut dapat digunakan atau signifikan. Artinya model regresi spasial ini
dapat dilanjutkan dengan menggunakan model Spatial Autoregressive Moving
Average.
Berdasarkan tabel 4.6, nilai uji lagrange multiplier (SARMA) diperoleh sebesar
8.464822 dengan p-value 0.014517 , karena nilai p-value<α maka tolak H 0, artinya
terdapat dependensi spasial terhadap lag (SARMA). Sehingga, dari pengujian
lagrange multiplier ini dapat disimpulkan bahwa model regresi spasial yang
digunakan adalah model Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA).
Uji heterogenitas spasial digunakan untuk menunjukan keragaman galat antar lokasi
pengamatan. Uji Heterogenitas spasial dilakukan dengan menggunakan uji Bruesh-
Pagan.
Berdasarkan Tabel 4.7, dengan hipotesis H 0 adalah ragam error bersifat homogen,
H 1 raga error tidak homogen dan α =0.005, diperoleh nilai Bruesch-Pagan sebesar
0.38918 dengan df sebesar 1 dan p-value 0.5327. Karena P-value>α, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H 0, yang artinya asumsi
kehomogenan variansinya tidak dilanggar atau varian dari residual homogen.
Berdasarkan hasil uji menggunakan lagrange multiplier terhadap lag dan error bahwa
semua model signifikan maka model yang tepat digunakan adalah spatial
autoregressie moving average (SARMA). Selanjutnya, akan dilakukan penduga
parameter model spatial autoregressive moving average sebagai beriktut:
Tabel 4.8 , dengan H 0 adalah parameter model SARMA tidak signifikan dan H 1
parameter model SARMA signifikan dan selang kepercayaan α = 0.05, diperoleh
bahwa p-value dari masing-masing variabel yang digunakan signifikan. Karena
masing-masing variabel tersebut nilai p-value<α, maka dapat disimpulkan tolak H 0.
Hal ini berarti parameter model SARMA signifikan. Sehingga dapat dibentuk model
SARMA sebagai berikut:
56
n n
Y =38.02312−0.14689 ∑ w ij y i +¿ 0.124 384 X 1 +0.142849 X 2−0.123741 X 3+ 0.69352 ∑ wij ε i ¿
j=1 ,i ≠ j j=1 ,i ≠ j
dengan :
X1 : Jasa Pendidikan
X2 : Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
X3 : Jasa Perusahaan
Setelah diperoleh persamaan regresi spasial dengan SARMA, maka dilakukan uji
asumsi regresi spasial tersebut. Pengujian asumsi pada model SARMA meliputi uji
normalitas dan heteroskedastis.
57
Uji normalitas regresi spasial dengan SARMA dapat dilakukan dengan uji Anderson-
Darling.
Tabel 4.9 Uji Anderson-Darling normality Test
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa diperoleh nilai Anderson-Darling sebesar
0.55307 dan p-value sebesar 0.1388 dengan H 0 adalah residual berdistribusi normal
dan H 1 residual tidak berdistribusi normal dan selang kepercayaan atau α =0.05.
Karena nilai p-value > , maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk
menolak H 0. Hal ini berarti residual dari data berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel 4.10 dengan H 0 adalah keragaman antar wilayah sama dan H 1
keragaan antar wilayah tidak sama dan selang kepercayaan atau α =0.05, diperoleh
nilai Bruesch-Pagan sebesar 0.31097 dan p-value sebesar 0.5771. Karena nilai p-
value>α, maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H 0. Hal
ini berarti keragaman antar wilayah sama atau homogen.
59
Uji Nilai
R Regresi Linear 0.999901
R2 Regresi Spasial 0.999922
AIC regresi linear 346.698
AIC regresi spasial 326.657
Berdasarkan Tabel 4.11, dapat dilihat aha nilai R2 model regresi spasial lebih besar
dibandingkan nilai R2 model regresi linear. Sedangkan nilai AIC odel regresi spasial
lebih kecil dibandingkan nilai AIC model regresi linear. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa jumlah nilai Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Lampung tahun
2019 lebih baik di modelkan dengan model SARMA.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penduga parameter β dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation
(MLE) yaitu :
−1
^β= ( X T −λ W 2 X T )T ( X−λ W 2 X )
[ ] T
( X T − λW 2 X T ) ( I −λ W 2 ) Ay
Penduga β pada model SARMA merupakan penduga yang tak bias bagi β karena
nilai harapannya sama dengan parameternya, penduga β ragam yang minimum
atau efisien dan konsisten jadi untuk ^β dengan Maximum Likelihood Estimation
merupakan penduga yang tak bias terbaik.
2. Penduga parameter σ 2 dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation
(MLE) yaitu :
1
σ^ 2= ( Ay −Xβ )T ( I −λ W 2 )T ( I −λ W 2 ) ( Ay−Xβ )
n
Karena nilai harapan σ^ 2 tidak sama dengan parameter itu sendiri maka penduga
pada model regresi spasial merupakan penduga yang bias.
3. Penduga parameter ^Bdengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation
(MLE) yaitu :
σ2
^B=
√ ( Ay−Xβ)T (Ay −Xβ)
Penduga ^B pada model SARMA merupakan penduga yang tak bias bagi ^B karena
nilai harapannya sama dengan parameternya, penduga ^B ragam yang minimum
atau efisien dan konsisten jadi untuk ^B dengan Maximum Likelihood Estimation
merupakan penduga yang tak bias terbaik.
54
Badan Pusat Statistik., 2020. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2020.
Lampung-Indonesia.
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Jakarta: Bumi
Aksara.
Baltagi H. Badi & Long Liu. 2012. Testing for Spatial Lag and Spatial Error
Dependence Using Doble Length Artifical Regressions. Stat Papers (2014)
55:477-486
Lee, J., & Wong, D. W.2001. Statistical analysis with ArcView GIS. Canada:John
Wiley & Sons, Inc.
Banerjee,S. 2004. Hierarchical Modeling and Analysis for Spatial Data.Chapman and
Hall/CRC, Boca Raton.