Anda di halaman 1dari 7

E.ISSN.

2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

PANDEMI COVID-19 DAN KESEIMBANGAN BEBAN PENGASUHAN


ANAK DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI ISLAM
Oleh:
Aep Saepuloh
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Email: asaepuloh2007@uinsgd.ac.id

Abstrak
Pengasuhan anak di banyak budaya memberi gambaran peran gender yang paling timpang. Pengasuhan
dianggap sebagai perpanjangan peran biologis perempuan yang telah hamil dan melahirkan. Sejak zaman
Hunter-Gatherer pengasuhan anak menjadi tugas perempuan (ibu) karena dia telah hamil, melahirkan, dan
menyusui. Tidak jarang tugas pengasuhan dan perawatan anak dilegitimasi oleh norma budaya, dimana kaum
laki-laki "terlarang" memasukinya. Tugas merawat, membersihkan kotoran, memberi makan anak, taboo
dilakukan oleh laki-laki (ayah) dan dianggap merendahkan martabat kelaki-lakian. Islam sejak awal
menekankan bahwa sesungguhnya beban pengasuhan terletak dipundak kedua orang tua (fa abawaahu) bukan
hanya dipundak ibu. Dengan menggunakan teori perubahan sosial, tulisan ini akan mengungkap bagaimana
bentuk pergeseran relasi gender dalam pengasuhan anak itu terjadi. Terjadinya pandemik yang memaksa semua
orang kembali ke rumah, telah memaksa peran pengasuhan kembali menjadi beban bersama ayah dan ibu.

Kata Kunci: Pandemik, Pengasuhan anak, Adil Gender.


gender dalam kehidupan berkeluarga. Penyebaran
1. PENDAHULUAN Covid-19 yang tidak terkontrol pada akhirnya
Munculnya gerakan feminis tidak lepas dari memaksa beberapa kepala daerah mengambil
mengakarnya budaya patriarki di tengah-tengah tindakan tegas berupa Pembatasan Sosial Berskala
masyarakat luas. Para aktifis feminis berupaya Besar (PSBB) (Ikhsanudin, 2020). Kebijakan ini
sedemikian kerasnya menyuarakan kesetaraan hak- berefek pada pembatasan aktifitas yang dilakukan di
hak kaum perempuan di tengah hegemoni kaum laki- luar rumah. Masyarakat diminta untuk melakukan
laki. Kaum perempuan seringkali dianggap sebagai segala kegiatannya di rumah masing-masing (Work
subordinat laki-laki, baik dari sisi adat istiadat, from Home). Akibatnya, kaum laki-laki yang
maupun doktrin agama. Realita ini mengantarkan biasanya banyak beraktifitas di luar rumah (depan
pada ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan publik) tiba-tiba “dipaksa” untuk kembali ke rumah.
perempuan dalam berbagai aspek kehidupan seperti Fenomena “terpaksanya” laki-laki untuk kembali ke
pengambilan keputusan dalam keluarga misalnya, rumah memunculkan beragam isu baik dari sudut
ataupun pembagian peran yang berkaitan dengan pandang ekonomi, sosial, bahkan gender.
fungsi keluarga (Aziz, 2017; Huriani & Annibras, Dalam perspektif gender, pandemic yang
2020). menimpa seluruh dunia menimbulkan efek yang
Gambaran ketimpangan yang paling nyata serius. Beberapa kajian mengungkapkan hal tersebut.
dalam pembagian peran gender di banyak budaya Sigiro, Gina & Komalasari (2020) dalam artikelnya
adalah pengasuhan anak. Pengasuhan dianggap yang berjudul Potret Dampak Penerapan
sebagai perpanjangan peran biologis perempuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Masa
yang telah hamil dan melahirkan. Sejak zaman Pandemik Covid-19 terhadap Perempuan dan
Hunter-Gatherer, pengasuhan anak menjadi tugas Kelompok Marginal melalui Pendekatan Feminisme
seorang perempuan (baca: ibu) karena dia telah Interseksional menyebutkan bahwa beban kaum
hamil, melahirkan, dan menyusui. Ironisnya, tidak perempuan setelah terjadinya pandemik menjadi
jarang tugas pengasuhan dan perawatan tersebut semakin bertambah. Kaum perempuan yang sudah
seolah dilegitimasi oleh norma budaya dimana kaum dibebani kesibukan domestic harus dibebani pula
laki-laki “terlarang” untuk memasukinya. Tugas beban-beban tambahan lainnya seperti pengasuhan
merawat, membersihkan kotoran, ataupun anak yang juga sama-sama terdomestifikasi
memberikan makan anak merupakan sesuatu yang pendidikannya sebagai akibat dari pandemik yang
taboo dilakukan oleh seorang laki-laki (baca: ayah) berkepanjangan. Situasi yang kurang lebih sama
karena dianggap sebagai suatu tindakan yang terjadi pula pada kaum perempuan yang memiliki
merendahkan martabat kelaki-lakian (Maulidiyah, keberuntungan akses untuk bekerja di ruang public.
2014; Maulida, 2020; Nurwati & Mulyana, 2021). Para dosen perempuan misalnya dihadapkan pada
Meluasnya penyebaran wabah Coronavirus situasi yang sulit. Penelitian yang dilakukan oleh
Disease 2019 (Covid-19) di seluruh penjuru dunia Muhammad Haekal menunjukkan bahwa dosen-
(termasuk Indonesia) hingga hari ini nyatanya dosen perempuan (baik dosen tetap ataupun tidak
membuka kemungkinan terjadinya pergeseran relasi tetap) memiliki beban yang berat. Kewajiban mereka

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 579
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

sebagai seorang dosen yang mesti dikerjakan, serta memasak, menjaga dan membersihkan perabot),
beban tanggung jawab domestic menjadi problem pengasuhan anak, hingga urusan reproduksi seksual.
yang rumit. Apalagi jika suami mereka tidak Sebaliknya, kaum laki-laki dengan bebas memiliki
memiliki support yang baik (Haekal & Fitri, 2020: akses yang luas di ruang publik. Kaum laki-laki
Maulida, 2020). difungsikan sebagai pencari nafkah utama yang
Terjadinya pandemic Covid-19 yang bertanggung jawab penuh atas nafkah keluarganya.
memaksa kaum laki-laki kembali ke rumah dalam Jikapun kaum perempuan ada yang tampil di ruang
perspektif penulis membuka peluang terjadinya public, biasanya mereka ditempatkan di sektor-sektor
perubahan relasi gender dalam keluarga, khususnya yang tidak membutuhkan kecerdasan atau
dalam hal pengasuhan anak. Perubahan relasi ini keterampilan yang tinggi. Mereka dihargai jauh lebih
dimungkinkan mengingat intensnya komunikasi rendah dibandingkan kaum laki-laki (Yuliatin, 2019).
yang terjadi antara laki-laki dan perempuan di Realita tersebut pada akhirnya melahirkan
wilayah domestic. Dengan menggunakan teori ketimpangan pola relasi dalam keluarga, seperti
Perubahan Sosial, tulisan ini akan mengungkap misalnya perempuan haruslah patuh dan
bagaimana bentuk pergeseran relasi gender dalam menghormati keputusan suami, seorang perempuan
pengasuhan anak itu terjadi. haruslah meminta izin dan berpamitan ketika hendak
berkegiatan di luar rumah, ataupun seorang
2. METODE perempuan haruslah bertanggungjawab pada urusan-
Penelitian ini bermaksud untuk melihat urusan yang sifatnya domestik. Sebuah realita yang
dinamika Pandemi Covid-19 dan Keseimbangan menyebabkan kaum perempuan dijadikan sebagai
Beban Pengasuhan Anak dalam Perspektif Sosiologi warga kelas dua, inferior, serta ketergantungan
Islam, Dalam penelitian ini digunakan metode materi terhadap pasangannya (Fujiawati, 2014).
penelitian kualitatif. Sedangkan teknik penelitian Ada beberapa faktor mengapa ketimpangan
yang digunakan yaitu Teknik penelitian studi relasi gender dalam keluarga di Indonesia banyak
deskriptif. Pengumpulan data akan dilakukan terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
dengan menggunakan teknik wawancara 1) Faktor Agama
mendalam, observasi non-partisipasi dan studi Islam sebagai agama yang dipeluk oleh
dokumentasi. mayoritas masyarakat Indonesia memegang peranan
Data yang digunakan dalam penelitian ini penting dalam membangun tatanan sosial
yaitu data primer dan data sekunder, untuk data masyarakat. Tidak hanya mengatur tentang
sekunder berasal dari studi dokumentasi dan bagaimana relasi seorang hamba dengan Tuhannya,
observasi yang dilakukan ketika penelitian dan studi Islam mengatur pula relasi antara seorang hamba
dari penelitian terdahulu. dengan hamba lainnya. Dalam konteks berkeluarga
misalnya, Islam mengatur dengan jelas bagaimana
3. HASIL PEMBAHASAN relasi antar anggota keluarga itu dibangun, serta hak
a. Relasi Gender Pra-Pandemik dalam dan kewajiban apa saja yang ada di dalamnya.
Keluarga: Dikotomi Domestik-Publik Dalam doktrin teologisnya, Islam secara tegas
Dalam perspektif Nasaruddin Umar, relasi melimpahkan tanggung jawab pencarian nafkah
gender dipahami sebagai sebuah bentuk konsep kepada kaum laki-laki sebagai kepala keluarga. Dia
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan yang bertanggung jawab penuh untuk menafkahi seluruh
didasari kualitas, skill, peran serta fungsi dalam anggota keluarganya. Adapun kaum perempuan,
konvensi sosial yang bersifat dinamis serta mereka bukanlah pencari nafkah utama. Mereka
mengikuti perkembangan zaman (Fujiawati, 2014). diposisikan sebagai sosok sentral dalam pengaturan
Pola relasi yang ideal ini pada realitanya tidaklah urusan-urusan yang berkaitan dengan harta benda
berjalan sebagaimana mestinya. Ada ketimpangan suami seperti rumah beserta isinya misalnya. Selain
disana yang membuat relasi antar keduanya berjalan itu, kaum perempuan diasosiasikan pula sebagai “al-
tidak humanis. Kaum perempuan mengalami madrasah al-ula” bagi anak-anaknya. Mereka
dehumanisasi yang disebabkan atas ketidakadilan disibukkan untuk merawat dan mendidik anak-anak
yang menimpa mereka dalam berbagai sisi, sedang mereka. Maka tidaklah mengherankan jika kaum
kaum laki-laki terjebak pula dalam kondisi yang perempuan tidak diperkenankan untuk meninggalkan
tidak humanis karena melanggengkan ketidakadilan rumahnya kecuali untuk urusan yang sifatnya
terhadap perempuan terjadi (Fujiawati, 2014). darurat. Dalam Q.S. al-Ahzab [33]: 33 Allah
Ketidakadilan relasi gender yang menimpa berfirman:
kaum perempuan dalam sektor keluarga misalnya َ‫ََقَ ْسنَ فِي بُيُُتِكُهَّ ََ ََل تَبَ َّسخْ هَ تَبَ ُّس َج ا ْل َدا ٌِ ِليَّ ِت ْاْلَُلَى ََأَق ِْمهَ الص َََّلة‬
terlihat dari dikotomi domestic-publik yang timbul ‫ش‬ ّ ِ ‫ع ْىكُ ُم‬
َ ْ‫السخ‬ َ ‫ِب‬ َ ٌْ‫َّللاُ ِليُر‬
َّ ‫َّللا ََ َزصُُلًَُ إِوَّ َما يُ ِسي ُد‬ َ َّ َ‫الزكَاةَ ََأَطِ ْعه‬ َّ َ‫ََآتِيه‬
karena adanya stereotipe dalam kultur/tradisi ً ٍِ ‫ط ٍِّ َسكُ ْم ت َ ْط‬
.‫يسا‬ َ ُ‫ت ََي‬ِ ‫أ َ ٌْ َل ا ْلبَ ْي‬
masyarakat, ataupun doktrin agama yang banyak “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
diamini masyarakat luas. Kaum perempuan dibatasi janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
gerakannya pada hal-hal yang bersifat domestic orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah
seperti mengurus kebutuhan rumah tangga (mencuci, shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 580
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak laki-laki dalam struktur tatanan masyarakat di
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan Indonesia turut mewarnai tradisi-tradisi yang
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” berkembang di tengah masyarakat (Kamahi. 2017).
Secara doctrinal, keberadaan ayat ini pada Dalam tradisi masyarakat Sunda misalnya,
dijadikan sebagai dasar legitimasi kaum laki-laki fatsun-fatsun semisal “awewe mah dulang tinande”
untuk melarang kaum perempuan berpergian keluar (perempuan itu mengikut apa kata laki-laki)
rumah tanpa adanya keperluan yang mendesak. Al- mengisyaratkan tentang terjadinya ketimpangan
Zuhaili (2006) berpendapat bahwa ayat di atas relasi gender dalam tatanan masyarakat Sunda
mengisyaratkan tentang perintah kepada kaum (Huraini & Annibras, 2020). Begitupula yang terjadi
perempuan untuk tidak keluar dari rumah-rumah pada tradisi masyarakat Jawa. Banyaknya fatsun-
mereka tanpa disertai adanya keperluan yang jelas. fatsun mengenai relasi gender yang timpang lalu
Akan tetapi, larangan ini tidak berlaku jika maksud dijadikan sebagai falsafah hidup dalam budaya Jawa
tujuannya adalah untuk pergi ke masjid dalam rangka menunjukkan betapa superiornya kaum laki-laki
menunaikan ibadah shalat. Senada dengannya, Al- dihadapan kaum perempuan. Steorotipe yang
Qurtuby (2006) menyatakan bahwa sekalipun secara menyatakan bahwa perempuan itu adalah kanca
historis ayat di atas ditujukan kepada isteri-isteri wingking misalnya. Steorotipe ini berisikan falsafah
Rasulullah, namun makna yang terkandung tentang kaum perempuan yang digambarkan sebagai
mencakup seluruh kaum perempuan. Kaum teman “belakang” dari kaum laki-laki yang
perempuan diperintahkan untuk dapat menahan diri diharuskan mengelola urusan domestic rumah
mereka agar tidak keluar dari rumah tanpa disertai tangga, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak
adanya kebutuhan yang mendesak. Selain itu, kaum dan lain sebagai (Hermawati, 2007). Kaum
perempuan juga diingatkan agar tidak berlebih- perempuan bukanlah pengambil keputusan dalam
lebihan dalam berhias (tabarruj) sebagaimana keluarga. Mereka didudukkan sebagai subordinat
kebiasaan kaum perempuan Arab Jahiliyyah dalam dari laki-laki yang harus mematuhi apapun yang
bersolek. Al-Qurtuby beralasan bahwa larangan ini dititahkan oleh pasangannya (swargo nunut nerako
semata-mata sebagai bentuk penghormatan atas katut).
kaum perempuan, bukan sebaliknya (Al-Qurtuby, b. Perubahan Relasi Gender Era Pandemik
2006). Mewabahnya penyebaran virus Covid-19
Di sisi lain, Yusuf al-Qaradawy memiliki hingga ke seluruh dunia (termasuk di Indonesia)
pemahaman yang berbeda tentang ayat tersebut. Al- menimbulkan beberapa persoalan baru dalam relasi
Qaradawy melihat adanya illat (alasan) dibalik gender khususnya pada sektor keluarga. Munculnya
larangan berpergiannya perempuan tanpa didampingi pandemikc tidak hanya menambah beban perempuan
mahram. Menurutnya, larangan tersebut disebabkan dari sisi fisik seperti beban dalam membersihkan
adanya kekhawatiran akan keselamatan jiwa mereka rumah dan segala perabotan yang ada di dalamnya,
apabila berpergian tanpa didampingi seorang suami namun juga dari sisi psikis seperti beban pengelolaan
atau mahram. Alasan ini merupakan alasan yang ekonomi rumah tangga yang meningkat karena
logis mengingat pada masa itu seseorang berpergian meningkatnya biaya konsumsi rumah tangga,
dengan menggunakan kendaraan berupa unta, bigal, ataupun beban dalam pengasuhan pendidikan anak
kuda ataupun keledai. Selain itu, kondisi lingkungan yang dilakukan secara online sebagai akibat dari
pada saat itu masihlah berupa padang pasir yang luas diberlakukannya School From Home (SFH) atau
serta banyak wilayah-wilayah yang jauh dari pembelajaran jarak jauh oleh Menteri Pendidikan
pemukiman manusia. Kondisi seperti ini sangat dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim (Sigiro,
rawan terjadinya tindak kejahatan yang mengancam Gina & Komalasari, 2020).
jiwa (Zuhad, 2015). Andaikan kondisi tersebut telah Selain itu, beban yang dihasilkan dari
berubah, tatkala perjalanan jauh bisa ditempuh dikotomi domestic-publik yang selama ini menjadi
dengan waktu yang singkat, serta keselamatan jiwa simbol ketimpangan gender mendadak sedikit
perempuan bisa lebih terjamin (karena padatnya bergeser seiring dengan kembalinya kaum laki-laki
rumah penduduk dan lain sebagainya), maka (baca: suami) ke rumah. Terpaksanya kaum lelaki
beraktifitasnya perempuan di luar rumah-rumah untuk beraktifitas dari rumah menimbulkan beban
mereka tidak lagi dipandang sebagai sebuah bentuk baru bagi kaum perempuan (baca: istri). Beban
pelanggaran akan ayat di atas. psikologis kaum laki-laki karena tidak terbiasa untuk
2) Kultur Budaya beraktifitas di sektor domestic, rasa jenuh melakuan
Ketimpangan relasi gender yang terjadi di segala aktifitas dari rumah (work from home),
tengah-tengah masyarakat tidak hanya dilandasi ataupun tanggungan ekonomi yang meningkat pada
faktor doktrin agama saja. Kebiasaan serta tradisi akhirnya memicu pertengkaran demi pertengkaran
budaya yang berkembang di tengah-tengah yang beberapa diantaranya mengarah pada kasus
masyarakat turut menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan yang menimpa kaum perempuan baik
dehumanisasi relasi gender. Mengutip teori Foucault secara verbal maupun fisik dalam rumah tangga
(2002) tentang relasi kuasa dan wacana, mereka (KDRT). Akibatnya, angka perceraian ketika
didudukkannya kaum perempuan sebagai subordinat pandemik pun meningkat (Tristanto, 2020).

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 581
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

Meningkatnya angka perceraian selama 2) Pola Asuh Permisif.


pandemikc terlihat melalui data statistik gugatan Pola asuh permisif adalah sebuah pola
perceraian yang ada. Misalnya adalah jumlah kasus pengasuhan anak yang memberikan kebebasan
gugatan cerai di Pengadilan Agama Kabupaten seluas-luasnya terhadap si anak. Anak diberikan
Bandung yang masuk selama bulan Juni 2020 kebebasan untuk melakukan apapun sesuka hatinya.
menunjukkan ada 1012 gugatan. Angka ini melonjak Orangtua cenderung bersikap kurang peduli terhadap
dari jumlah gugatan yang masuk sebelum era tumbuh kembang anak. Bagi mereka, bentuk
pandemikc yang berkisar 700 hingga 800 gugatan kepedulian terhadap tumbuh kembang anak diukur
per bulannya (Perdana, 2020). Mirisnya, dengan sedikit banyaknya materi yang mereka
meningkatnya angka ini rupanya hampir terjadi di berikan tanpa mau tau bagaimana anak tersebut
seluruh kota/kabupaten di Indonesia (Tristanto, mempergunakan atau memanfaatkan beragam
2020; Rubiana & Dadi, 2020). fasilitas yang orangtuanya berikan. Akibatnya, anak
Menariknya, disamping sisi negatif dari cenderung memiliki karakter egois, serta tidak
perubahan dikotomi domestic-publik dalam relasi memiliki kontrol diri yang baik.
gender di sektor keluarga, terdomestikannya kaum 3) Pola Asuh Demokratis.
laki-laki membuka sebuah peluang baru yang adil Berbeda dengan dua pola sebelumnya,
gender. Kaum laki-laki bisa berbagi peran dengan orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis
perempuan dalam pengurusan hal-hal yang sifatnya lebih memberikan kebebasan kepada anaknya
domestic, seperti membersihkan rumah, memasak, dengan menyertakan proses bimbingan disana.
hingga mengasuh dan mendidik anak mereka. Akibatnya, anak tumbuh dan berkembang secara
Kemungkinan terbukanya peluang untuk relasi yang wajar dan baik. anak lebih dapat bersikap terbuka
adil gender dalam keluarga di era pandemikc seperti dan bijaksana sebagai efek dari adanya komunikasi
ini ada pada pembahasan selanjutnya. dua arah antara orangtua dan anak (Rakmawati,
c. Islam dan Pola Pengasuhan Anak: From 2015).
Mother Centered to Parent Centered Sayangnya, ketiga pola pengasuhan anak
Baik buruknya tumbuh kembang seorang sebagaimana yang dicetuskan oleh Istina seringkali
anak baik secara fisik maupun mental sangat berjalan timpang. Kaum laki-laki dan perempuan
dipengaruhi siapa yang berperan penting dalam yang seharusnya berperan secara aktif dalam
mengawal atau mengasuh si anak dari sejak bayi. mengawal tumbuh kembangnya anak seringkali
Pengasuhan anak tidak hanya sebatas memenuhi berjalan sebaliknya. Peran utama dalam pengasuhan
kebutuhan fisik semata, namun diperlukan pula anak lebih sering diserahkan kepada kaum
dukungan, perhatian, serta waktu untuk memenuhi perempuan alih-alih dikerjakan bersama. Keadaan
kebutuhan mental serta sosial si anak yang sedang seperti ini terjadi misalnya dalam budaya masyarakat
dalam masa pertumbuhan (Rakmawati, 2015). Sunda. Falsafah “indung nu ngandung bapa nu
Menurut Darajat, pengasuhan anak atau parenting ngayuga; munjung lain ka gunung muja lain ka
dimaknai sebagai sebuah usaha dalam pendidikan sagara, tapi munjung kudu ka indung muja kudu ka
serta pemeliharaan anak dari mulai pengurusan bapa (Ibu yang mengandung bapak penyebabnya;
makan dan minumnya, pakaian, hingga menyanjung bukan ke gunung, memuja bukan ke
keberhasilannya dari awal kelahiran hingga dewasa. laut, tetapi menyanjung kepada ibu, memuja kepada
Pengasuhan anak yang biasanya dilakukan oleh bapak) menunjukkan adanya perbedaan peran dalam
orangtua biologis mencakup aneka macam aktivitas pengasuhan anak (Heryana, 2012). Hal yang sama
yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara pun terjadi dalam budaya masyarakat Jawa. Pola
optimal, bertahan hidup dengan baik, serta dapat pengasuhan anak dalam budaya Jawa lebih
menerima dan diterima oleh lingkungan sekitarnya mengedepankan sosok ibu sebagai sosok yang
(Rakmawati, 2015). Menurut Istina, ada sedikitnya melindungi. Sebaliknya, sosok ayah digambarkan
tiga macam pola pengasuhan anak yang dilakukan sebagai sosok yang otoriter dimana segala titahnya
oleh orangtua terhadap anak, yaitu: harus dijalani (masdayat.web.id., 2008).
1) Pola Asuh Otoriter Ketimpangan relasi gender seakan turut
Pola asuh otoriter merupakan sebuah model diperkuat dengan munculnya ungkapan al-Umm
pengasuhan anak yang memiliki pola memaksa serta Madrasatu al-Ula (ibu adalah sekolah pertama bagi
mengatur anak dengan cara atau sifat yang keras. anak-anaknya). Ungkapan ini seolah menjadi
Orangtua memaksakan kehendaknya kepada si anak legitimasi dari pen-dikotomi-an tugas antara kaum
tanpa ingin dibantah sedikitpun. Akibatnya, laki-laki dan perempuan; dikotomi domestic-publik.
perkembangan psikologis anak cenderung negatif. Perempuan bertanggung jawab penuh akan
Anak merasa kesulitan untuk mengendalikan diri dan pengasuhan anak mereka dari kecil hingga dewasa.
emosinya dihadapan orang lain. Biasanya, anak akan Adapun kaum laki-laki berkewajiban utama untuk
memiliki masalah dengan rasa percaya diri, tidak menafkahi istri dan anaknya. Pembagian tugas
kreatif, serta tidak mandiri. Bahkan, anak akan seperti ini sekilas merupakan sebuah pembagian
cenderung memiliki tingkat stress ataupun trauma yang adil. Namun pada nyatanya, pembagian tugas
yang tinggi. seperti ini hanyalah sebuah bentuk “pemasungan”

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 582
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

eksistensi terhadap kaum perempuan. Pembagian (ayah) (Padjrin, 2016). Pemamahaman tersebut
tugas yang tanpa disadari sangat merugikan seorang didapatkan dari sebuah riwayat yang disandarkan
perempuan, Ketika seorang anak melakukan kepada Rasulullah, bahwa dirinya pernah bersabda:
kesalahan maka orang pertama yang disalahkan :‫الز ٌْ ِس ّ ِ قَا َا‬ ُّ ْ‫عه‬ َ ‫ش‬ ُ ُ‫َّللا أ َ ْ َب َسوَا يُُو‬ِ َّ ‫ع ْب ُد‬ َ ‫ع ْبدَانُ أ َ ْ َب َسوَا‬ َ ‫َح َّد َىَا‬
adalah perempuan (ibu). Ayah dengan bebas lepas ًُ‫ع ْى‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫ي‬ ‫ض‬
َّ َ ِ َ َ َ ‫ز‬ َ ‫ة‬ ‫ْس‬ ‫ي‬ ‫ُس‬ ٌ ‫ا‬ ‫ب‬
َ َ ‫أ‬ َّ‫ن‬َ ‫أ‬ ‫ه‬ ‫م‬ ْ‫ح‬
ِ َ َّ‫الس‬ ‫د‬
ِ ‫ب‬
ْ ‫ع‬
َ ُ‫ه‬ ‫ب‬
ْ َ ‫ت‬ ‫م‬
َ َ َ ‫ل‬ ‫ص‬ ُ ُ ‫ب‬َ ‫أ‬ ‫أ َ ْ بَ َسوِي‬
tangan dari pengasuhan anak karena merasa dirinya ُ‫علَى ا ْل ِف ْط َس ِة فَأَبَ َُاي‬ َ ‫ " َما مِ هْ َم ُْلُُ ٍد إِ ََّل يُُلَ ُد‬:‫َّللا‬ ِ َّ ‫ قَا َا َزصُُ ُا‬:‫قَا َا‬
sudah menunaikan tanggung jawab sebagai pencari ‫ضاوِ ًِ َك َما ت ُ ْىت َ ُح ا ْلبَ ٍِي َمتُ بَ ٍِي َمتً َخ ْمعَا َء‬ َ ‫ص َساوِ ًِ أ َ َْ يُ َم ِ ّد‬ ّ ِ َ‫يُ ٍَ ّ ُِدَاوِ ًِ أ َ َْ يُى‬
nafkah utama. َ َّ‫ط َس الى‬
‫اس‬ َ َ‫َّللا الَّتِي ف‬
ِ َّ َ‫ فِ ْط َسة‬:‫ضُنَ فِي ٍَا مِ هْ َخ ْدعَا َء ُ َّم يَ ُُ ُا‬ ُّ ِ‫ٌَ ْل تُح‬
Padahal, Islam sebagai agama yang dianut .‫ ِفرَ ِل َ ال ّدِيهُ ا ْل َيِّ ُم‬.‫َّللا‬َّ ِ ‫علَ ْي ٍَا فَل ت َ ْبدِي َل ِل َ ْل‬ َ
oleh mayoritas masyarakat di Indonesia secara
terang-terangan memperlihatkan bagaimana Artinya: Telah menceritaka „Abdan kepada kami
setaranya kaum laki-laki dan perempuan. Sikap (dengan berkata): Telah diberitahukan kepada kami
tersebut terlihat dari bagaimana al-Qur’an dari Abdullah, dia berkata: Telah diberitahukan
memposisikan kaum laki-laki dan perempuan. kepada kami dari Yunus, dari al-Zuhri, dia berkata:
Kesetaraan yang terlihat dari firman Allah SWT. Telah diberitahukan kepada ku dari Abu Salamah
dalam QS. al-Nahl [16]: 97. bin Abd al-Rahman, bahwasanya Abu Hurairah r.a.
ً‫طيِّبَت‬
َ ً‫ص ِل ًحا ّمِه ذَك ٍَس أ َ َْ أُوث َ َٰى ٌََ َُُ ُمؤْ مِ هٌ فَلَىُحْ يِيَىَّ ۥًُ َحيَ َُٰة‬َ َٰ ‫َمهْ عَمِ َل‬ pernah berkata: Rasulullah pernah bersabda:
ُ ۟ ُ
﴾٩٧﴿ َ‫ض ِه َما كَاوُا يَ ْع َملُن‬ َ َ
َ ْ‫ََلَىَدْ ِزيَىَّ ٍُ ْم أخْ َسٌُم بِأح‬ “Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah (suci).
Artinya: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik Lqlu, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam)
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani,
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya atau bahkan beragama Majusi sebagaimana
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan binatang ternak memperanakkan seekor binatang
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda
mereka kerjakan.” melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus
Ayat di atas menurut pandangan Mutawalli telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)? Lalu
al-Sya’rawy (w. 1998 M) merupakan sebuah kode kemudian Rasulullah Saw. bersabda: (tetaplah atas)
yang menyatakan tentang bagaimana setaranya fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia
kedudukan antara kaum laki-laki dan kaum fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah
perempuan dimata al-Qur’an. Hal yang sama (itulah) agama yang lurus”. (HR. Imam al-Bukhori)
diutarakan pula oleh Sayyid Quthb (1968) dalam (Al-Asqalani, 2008).
tafsirnya yang berjudul Fi Dzilal al-Qur‟an. Dia Banyak kalangan yang menilai jika hadis ini
menafsirkan jika Q.S. al-Nahl [16] 97 secara tersirat hanya berbicara mengenai konsep fitrah pada
menyuarakan tentang adanya persamaan derajat seorang anak saja. Padahal, hadis ini menerangkan
antara laki-laki dan perempuan dalam hal amal saleh pula tentang siapa sosok yang memiliki peran kunci
dan ganjarannya. Kesetaraan relasi tersebut tersebut dalam pengasuhan anak. Jika disimak dengan baik,
menurut hemat penulis terlihat dari pemilihan sosok yang memegang peranan kunci dalam hadis di
redaksi kalimat dalam ayat tersebut. Digunakannya atas ada dalam kata ]‫[أبواه‬. Kata tersebut tidaklah
huruf ‫ أو‬menunjukkan adanya pilihan yang setara dimaksudkan pada satu pihak saja, namun merujuk
antara laki-laki atau perempuan. pada konsep orangtua sebagai partner. Artinya, pola
Dipaksanya kaum laki-laki untuk kembali pendidikan anak dalam perspektif Islam sebenarnya
kerumah sebagai akibat dari adanya pandemik bukanlah berorientasi pada mother centered,
Covid-19 sebenarnya membuka peluang terjadinya melainkan justru berpusat pada parent centered.
pergeseran relasi gender yang lebih adil dalam Kembali pada hadis di atas, seorang anak yang masih
pengasuhan anak. Kaum laki-laki menjadi lebih suci dapat terwarnai untuk menjadi apapun itu
memiliki keluangan waktu untuk berinteraksi dengan tergantung pada pola pengasuhan anak yang
anggota keluarganya khusunya istri dan anak. dibangun oleh kedua orangtuanya (ayah dan ibu).
Imbasnya adalah mereka memiliki kesempatan yang Dengan memegang pemahaman seperti ini, maka
sangat besar untuk ikut serta bersama-sama kaum relasi gender pada pengasuhan anak dalam perspektif
perempuan dalam pengasuhan anak yang adil gender. Islam sebenarnya mengusung sikap al-tawazun atau
Dari sisi psikologis si anak, kebersamaan dalam keseimbangan yang adil dalam relasi gender.
mengasuh anak nyatanya dapat memberikan warna
positif dalam memonitoring tumbuh kembang anak 4. KESIMPULAN
yang baik dari segi fisik, mental, ataupun karakter. Merebaknya pandemikc Covid-19 yang
Kondisi seperti ini sebenranya merupakan memaksa kaum laki-laki untuk kembali ke rumahnya
sebuah pola relasi gender yang adil dan selaras masing-masing sebagai akibat dari diberlakukannya
dengan konsep pengasuhan anak menurut Islam. kebijakan work from home serta school from home
Islam memandang bahwa yang memiliki tanggung oleh pemerintah memunculkan keadaan yang
jawab terhadap pengasuhan anak baik itu dari segi dilematis bagi kaum perempuan. Sebagian
pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis bukan memandangnya sebagai sebuah “kemalangan” bagi
hanya perempuan melainkan juga seorang laki-laki kaum perempuan. Kaum perempuan dihadapkan

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 583
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

pada beban ganda dalam urusan-urusan domestic. Huriani, Y., & Annibras, N. R. (2020). Decision
Bertambahnya pekerjaan rumah, meningkatnya Making Process of Women Migrant Workers
beban ekonomi, potensi kekerasan dalam rumah in West Java: The Intertwine of Religion,
tangga (KDRT) yang dilakukan oleh pasangan Culture, and Social Reality. Wawasan: Jurnal
sebagai efek jenuh dari wabah Covid-19 yang Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 5(1), 57-
berkepanjangan, hingga tersitanya waktu untuk 66.
mengawasi pola pengasuhan dan pendidikan pada Ikhsanudin, A. (2020). Lengkap, Ini Panduan Resmi
anak yang notabene sama-sama melakukan berbagai Aktivitas Warga Saat PSBB di Jakarta.
pembelajaran formalnya di rumah masing-masing. Retrieved from
Di sisi lain, terdomestikkannya kaum laki-laki https://news.detik.com/berita/d-
sebenarnya membuka peluang baru relasi gender 4976368/lengkap-ini-panduan-resmi-
dalam pengasuhan anak yang adil dan ramah. aktivitas-warga-saat-psbb-di-jakarta
Peluang tersebut terbuka seiring semakin intensnya Kamahi, U. (2017). Teori Kekuasaan Michel
komunikasi antara laki-laki (suami) dan perempuan Foucault: Tantangan Bagi Sosiologi Politik.
(istri) dalam keluarga. Kaum laki-laki mendapatkan Jurnal Al-Khitabah, III(1), 118-119.
banyak kesempatan untuk bisa berbagi peran dengan Kemendikbud.go.id (2020). Mendikbud Terbitkan SE
kaum perempuan dalam mengawasi dan mengasuh tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa
anak-anak mereka. Hal ini sebenarnya sangat sejalan Darurat Covid-19. Retrieved from
dengan konsep relasi gender yang Islam tawarkan. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020
Hanya saja, kekeliruan banyak kalangan dalam /03/mendikbud-terbitkan-se-tentang-
memahami teks-teks keagamaan baik itu yang pelaksanaan-pendidikan-dalam-masa-darurat-
bersumber dari al-Qur’an ataupun hadis membuat covid19
Islam seringkali dikesankan sebagai agama yang bias Masdayat.web.id. (2008). Pengasuhan dalam
gender. Pembacaan teks-teks keagamaan secara Masyarakat Jawa di Jawa. Retrieved from
komprehensif akan menghasilkan pemahaman yang http://www.masdayat.web.id/2008/12/pengas
luas dan keluar dari prasangka-prasangka. uhan-dalam-masyarakat-jawa-di.html
Maulida, H. (2020). PERILAKU KOMUNIKASI DI
5. DAFTAR PUSTAKA SEKOLAH RAMAH ANAK KOTA
Abdullah, S. (2013). Pembangunan Gender dan MAGELANG. Sosio Informa, 6(3), 239-251.
Benturan Tradisi. SOCIUS: Jurnal Maulida, H. (2020). POLA KOMUNIKASI SISWA
Sosiologi, 13(1), 22-28. DI LINGKUNGAN SEKOLAH RAMAH
Al-Asqalani, I. H. (2008). Fathul Barri (penjelasan ANAK. Media Bina Ilmiah, 14(12), 3717-
kitab Shahih al-Bukhari). Jakarta: Pustaka 3728.
Azzam. Maulidiyah, L. (2014). Wacana Relasi Gender Suami
Al-Qurthubi, M. B. A., & bin Abi Bakr, A. (2006). Istri Dalam Keluaga Muslim di Majalah
Al Jami; Li Ahkamil Quran. Beirut: Wanita Muslim Indonesia. Commonline
Muasasah Ar Risalah. Departemen Komunikasi, 3(2).
Al-Sya’rawy, M. (Ed). Tafsir al-Sya‟rawy: Khawatir Nurwati, N., & Mulyana, N. (2021). RESILIENSI
al-Sya‟rawy Haula al-Qur‟an al-Karim. KELUARGA SINGLE PARENT DENGAN
Al-Zuhaili, W. (2006), al-Tafsir al-Munir fi al- ANAK SKIZOFRENIA. MEDIA BINA
„Aqidah wa al-Syari‟ah wa al-Manhaj. ILMIAH, 14(8), 3061-3064.
Damaskus: Dar el-Fikr. Padjrin, P. (2016). Pola Asuh Anak dalam Perspektif
Aziz, A. (2017). Relasi Gender Dalam Membentuk Pendidikan Islam. Jurnal Intelektualita:
Keluarga Harmoni: Upaya membentuk KeIslaman, Sosial Dan Sains, 5(1), 1-14.
keluarga Bahagia. Jurnal Harkat: Media Perdana, P. P. (2020). Tingkat Perceraian di
Komunikasi Gender, 13(1), 27-37. Kabupaten Bandung Melonjak di Masa
Foucault, M. (2002). Power/Knowledge.Yogyakarta: Pandemi Covid-19. Retrieved from
Bentang Budaya. https://regional.kompas.com/read/2020/08/24/
Fujiati, D. (2014). Relasi Gender dalam Institusi 13582481/tingkat-perceraian-di-kabupaten-
Keluarga dalam Pandangan Teori Sosial dan bandung-melonjak-di-masa-pandemik-covid-
Feminis. Muwazah, 6(1), 32-54. 19
Haekal, M., & Fitri, A. (2020). Dilema Peran Ganda Quthb, S. (1968). Fi Dzilal al-Qur‟an. Cairo: Dar al-
Dosen Perempuan Selama Pandemi Covid-19 Shorouk.
di Indonesia. JAS-PT (Jurnal Analisis Sistem Rakhmawati, I. (2015). Peran keluarga dalam
Pendidikan Tinggi Indonesia), 4(2), 171-182. pengasuhan anak. Jurnal Bimbingan
Hermawati, T. (2007). Budaya Jawa dan Kesetaraan Konseling Islam, 6(1), 1-18.
Gender. Jurnal Komunikasi Massa, 1(1), 18- Rubiana, E. P., & Dadi, D. (2020). FAKTOR-
24. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Heryana, A. (2012). Mitologi Perempuan MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA SMP
Sunda. Patanjala, 4(1), 291742.

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 584
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021

BERBASIS PESANTREN. Bioed: Jurnal Tristanto, Aris, (2020), Perceraian di Masa Pandemik
Pendidikan Biologi, 8(2), 12-17. Covid-19 dalam Perspektif Ilmu Sosial, Sosio
Sigiro, A. N., Gina, A., & Komalasari, D. (2020). Informa, Vol. 6, No. 03, 297.
Portrait of the Impact of the Implementation Yuliatin, Y. (2019). Relasi Laki-Laki dan Perempuan
of Large-Scale Social Distancing during di Ruang Domestik dan Publik Menurut
Covid-19 Pandemic towards Women and Pemahaman Elit Pesantren Salafiyyah di
Marginalized Groups through the Perspective Jambi. Musãwa Jurnal Studi Gender dan
of Intersectional Feminism. Jurnal Islam, 18(2), 161-171.
Perempuan, 25(4), 295-308. Zuhad. (2015). Memahami Bahasa Hadis Nabi.
Tristanto, A. (2020). Perceraian di Masa Pandemik Semarang: Karya Abadi Jay
Covid-19 dalam Perspektif Ilmu Sosial. Sosio
Informa, 6(3), 292-304.

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 585

Anda mungkin juga menyukai