Anda di halaman 1dari 16

MEMBANGKITKAN KEMBALI EKONOMI

KERAKYATAN SEBAGAI SISTEM EKONOMI


INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN
EKONOMI GLOBAL

Disusun Oleh:

ILHAM SHOLIHIN
F1A019062

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan,
kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penyusun sehingga
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Membangkitkan Kembali Ekonomi
Kerakyatan Sebagai Sistem Ekonomi Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Ekonomi
Global”. Makalah ini ditulis sebagai tugas terstruktur untuk mata kuliah Sistem ekonomi
Indonesia pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Jenderal Soedirman.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun meyadari sepenuhnya masih
terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Namun, berkat
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terimakasih
khususnya kepada Bapak Dr. Agus Arifin, S.E., M.Sc. sebagai dosen pengampu mata
kuliah Sistem Ekonomi Indonesia dan kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan.
Sebagai penutup, penyusun berharap kepada para pembaca untuk memberikan saran
dan kritik yang membangun terhadap penulisan makalah ini agar penyusun mampu
memperbaikinya untuk lebih baik lagi.

Bogor, 10 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................4

Bab II Pembahasan..................................................................................................................5

2.1 Konsep Ekonomi Kerakyatan.......................................................................................5

2.2 Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan: Sebuah Sistem untuk Mengahadapi


Persaingan Ekonomi Global................................................................................................7

Bab III Penutup......................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................11

3.2 Saran.........................................................................................................................12
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta
merupakan pernyataan akan bebasnya Indonesia dari penjajahan, pernyataan akan
kemandirian dan kedaulatan setelah dijajah oleh Belanda selama 350 Tahun dan Jepang
selama 3,5 tahun. Namun, setelah 75 tahun kemerdekaan itu semakin semu. Jika dulu
Belanda melalui VOC menjajah Indonesia melalui dominasi fisik dan militer yang
menyebabkan Indonesia kehilangan kedaulatan politik, ekonomi, sosial, hukum, dan
pertanahan. Sekarang, dominasi secara fisik dan militer secara resmi sudah tidak
kelihatan. Akan tetapi, tetap sebagai bangsa, Indonesia telah kehilangan kemandirian, dan
sampai batas cukup jauh, juga kehilangan kedaulatan ekonomi. Dalam banyak hal
Indonesia telah tergantung dan menggantungkan diri keadan asing.1
Kedaulatan ekonomi digadaikan pada kekuatan asing sehingga menyebabkan
melemahnya kedaulatan politik, diplomatik, pertahanan dan militer. Ini terlihat jelas
dalam hampir setiap kebijakan domestik dan kebijakan luar negeri Indonesia, selalu
kelihatan pengaruh besar kepetingan asing yang melemahkan kepentingan nasional
bangsa Indonesia dalam era globalisasi yang mengalir deras, Indonesia telah terseret
menjadi sekerad subordinat atau agen setia bagi kepentingan asing. Kekuatan-kekuatan
korporasi telah mendikte perekonomian nasional seperti kebijakan perdagangan,
keuangan, perbankan, penanaman modal, kepelayaran dan kepelabuhan, kehutanan,
perkebunan, pertambangan migas dan non-migas, hingga kebijakan politik dan
pertahanan. Tentu jika kondisi seperti tersebut terus dibiarkan, maka dapat dipastikan
Indonesia tak akan mempunyai daya saing dalam menghadapi perekonomian global
karena dari sini saja Indonesia layaknya “anjing peliharaan” yang terus mengikuti tren
pasar serta agenda ekonomi global yang saat ini didominasi oleh corak ekonomi
neoliberal.
1
M. Amien Rais, 2008, Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!. Yogyakarta: PPSK Press, hal. 1-
2.

1
Menyusut soal ekonomi neoliberal, hal itu tak akan terlepas dari keberadaan
globalisasi. Ya, neoliberalisme dan globalisasi memiliki hubungan seperti dua sisi dari
sekeping mata uang yang sama. Oskar Lafontaine pun mengemukakan bahwasanya,
berbicara mengenai globalisasi sama artinya dengan berbicara mengenai penyebarluasan
neoliberalisme. Sebaliknya, berbicara mengenai neoliberalisme sama artinya dengan
berbicara mengenai ekspansi kepentingan para pemodal negara-negara kaya. Hal itu
terjadi karena para pemodal negara-negara kaya merupakan sponsor globalisasi.2 Lebih
mudah dimengerti apabila penyebarluasan globalisasi hampir selalu berjalan beriringan
dengan penyebarluasan neoliberalisme. Globalisasi sesungguhnya hanya kedok yang
dibaliknya bersembunyi agenda-agenda ekonomi neoliberal yang digaungkan oleh para
pemodal negara-negara kaya.
Bahaya keberadaan globalisasi dan neoliberalisme bagi negara-negara subordinat pada
dasarnya terletak pada lemahnya kemampuan pemerintah dalam melindungi kepentingan
negara dan rakyatnya, terlebih meningkatnya perekonomian negara-negara subordinat
terhadap uluran tangan para pemodal internasional yang (lagi-lagi) berasal dari negara-
negara kaya. Dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi tersebut, maka efeknya
adalah bahwa fungsi pemerintah dalam perekonomian negara subordinat cederung
berubah. Pemerintah akan lebih berfungsi menjadi pelayan dan pelindung kepentingan
para pemodal kaya alih-alih melayani dan melindungi kepentingan rakyatnya sendiri.
Kemudian, pada tingkat yang lebih ekstrim, globalisasi bermuara pada kondisi
melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi, serta meningkatnya dominasi para pemodal
terhadap kepemilikan faktor-faktor produksi di setiap negara subordinat. Dengan
demikiran, apabila secara internasional globalisasi dan neoliberalisme dapat menyebabkan
meningkatnya ketergantungan negara-negara miskin, maka secara domestik ia menjadi
pemicu hancurnya fondasi intergrasi sosial masyarakat dalam suatu negara yang telah
ketergantungan tersebut.
Kondisi-kondisi tersebut nyatanya sudah mulai ketara dalam konteks Negara
Indonesia, alih-alih mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila ke-5 mengenai keadilan

2
Revrisond Baswir, 2006, Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.
82.

2
sosial (dan juga ekonomi) kepada seluruh masyarakat Indonesia, Pemerintah justru lebih
cenderung pro kepada investor yang dibuktikan dengan betapa banyak investor atau
pemilik modal menguasai sektor-sektor strategis seperti energi, minyak & gas, dan
sebagainya. Pemerintah juga mengalami ketergantungan kepada hutang luar negeri. Tidak
jauh berbeda dengan era pemerintahan Orde Baru, pemerintah era Reforrmasi masih lebih
menekankan pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan ekonomi. Sehingga munculah
kesenjangan ekonomi yang luar biasa antara yang kaya dan miskin. Di Indonesia, sangat
jelas bagaimana hubungan ekonomi yang eksploratif tampak dalam globalisasi. Seperti
upah buruh yang rendah untuk menekan laju inflasi, privatisasi BUMN, menghapus tarif
dan kuota agar barang bisa bergerak bebas menerobos batas-batas negara,
memprioritaskan barang-barang ekspor, membuka seluruh bidang ekonomi bagi
kepemilikan asing, hingga serbuan tenaga kerja asing ketika tingkat pengangguran masih
tinggi, kran pasar bebas dibuka sementara bangsa ini belum siap.3
Belum lagi bagaimana praktik monopoli kekayaan dari para pengusaha atau pemilik
modal masih terus dan tampak akan tetap subur di Indonesia. Majalah Forbes dari New
York, Amerika Serikat pun menyebutkan ada sekitar 40 orang terkaya di Indonesia. Total
kekayaan mereka semua sebesar 88,6 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan menjadi
sebesar Rp. 850 triliun. Total kekayaan 40 orang ini pada tahun 2012 meningkat 4%
dibandingan dengan tahun 2011. Dari situ, harta kekayaan berjumalh fantastis tersebut
hanya dikuasai oleh 40 orang sementara bagi pekerja formal, termasuk buruh yang
berjumlah 42,1 juta orang telah berbagi pendaptan sebesar Rp. 1250 triliun. Dengan
demikian, tak heran bila kini banyak usaha kecil menengah yang mengalami gulung tikar
karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga cita-cita
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi masih jauh dari harapan.
Berdasarkan uraian singkat mengenai bagaimana kondisi perekonomian global,
tampaknya akan menjadi sebuah kesalahan apabila Indonesia terus mengikuti permainan
ekonomi penguasa dunia. Indonesia sejatinya butuh sebuah sistem ekonomi di mana

3
Sulaiman, Sofyan, 2019, EKONOMI INDONESIA: Antara Amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan
Realita, Jurnal Syariah 7(2).

3
sistem tersebut juga tak terlepas dari kondisi sosial masyarakat negara pada umumnya.
Indonesia pada nyatanya tak sepenuhnya buta pada hal tersebut. Wacana terkait ekonomi
kerakyatan yang ide dan pemikirannya sudah ada sejak diprokalamasikan kemerdekaan
Indonesianya tampaknay harus digaungkan kembali sebagai sistem ekonomi Indonesia
untuk menghadapi persaingan ekonomi global yang sangat bercorak layaknya hukum
rimba: Siapa yang kuat dan memiliki modal yang banyak, maka ia yang menang.
Untuk itu, maka makalah singkat berjudul “Menguatkan Kembali Ekonomi Kerakyatan
Sebagai Sistem Ekonomi Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Ekonomi Global” ini
disusun untuk menelusuri kemungkinan-kemungkinan diterapkannya sistem ekonomi
kerakyatan dengan tegas sebagai jawaban atas berbagai tantangan yang akan dihadapi
oleh Indonesia dalam kancah perekonomian global.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu ekonomi kerakyatan dan relevansinya terhadap persaingan ekonomi global?
2. Bagaimana membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan sebagai sistem
perekonomian Indonesia dalam menghadapi wacana persaingan ekonomi global?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep dari ekonomi kerakyatan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengimplementasian ekonomi kerakyatan dapat
membantu Indonesia menghadapi persaingan ekonomi global.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sekelumit Mengenai Konsep Ekonomi Kerakyatan


Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi
rakyat. Ekonomi rakyat sendiri berarti sebuah kegiatan ekonomi atau usaha yang
dilakukan oleh rakyat kebanyakan atau mayoritas yang dengan secara swadaya
mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya. 4
Menurut Mubyarto pun, sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional
Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan
menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Syarat mutlak
berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di
bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. 5
Selain itu, Revrisond Baswir mendefinisikan sistem ekonomi kerakyatan sebagai suatu
struktur dan proses ekonomi yang demokratis dan berkeadilan yang mendorong
keikutsertaan rakyat banyak sebagai pemilik modal dan pengendali jalannya roda
perekonomian. Tujuannya tak lain adalah Untuk membebaskan rakyat dari tindasan
para oligarki pemilik modal dan menjadikan rakyat sebagai subyek perekonomian.
Secara historis konsep ekonomi kerakyatan merupakan gagasan di bidang ekonomi
yang dikembangkan oleh Soekarno dan Hatta pada tahun 1930-an. Soekarno
menggunakan istilah ekonomi rakyat yang berhadapan dengan sistem ekonomi
monopoli. Sedangkan Mohammad Hatta menggunakan istilah perekonomian ra’jat dan
ekonomi ra’jat merujuk pada pemahaman tentang grass-roots economy atau ekonomi
berbasis rakyat (people-based economy) dan ekonomi terpusat pada kepentingan rakyat
(people-centered economy).6 Maka dari segala pemahaman mengenai konsep ekonomi
kerakyatan tersebut, Rizal Ramli (2013) pun menyederhanakan definisi atau konsep

4
Malau, Natalia Artha, 2016, Ekonomi Kerakyatan Sebagai Paradigma Dan Strategi Baru Dalam
Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jurnal Ilmiah Research Sains 2(1).
5
Mubyarto, dkk, 2014, Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: Lembaga Suluh Nusantara dan American Institute For
Indonesian Studies (AIFIS), hal. 8-9.

5
ekonomi kerakyatan dengan menyebut bahwasanya semua kebijakan ekonomi yang
memihak kepada rakyat adalah ekonomi kerakyatan.7
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di
Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi
kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi
kerakyatan.8 Selain itu, diterbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang
Program Perencanaan Nasional Tahun 2000-2004 adalah penjabaran opersional dalam
rangka mewujudkan demokrasi ekonomi, di mana penegakan keadilan demokrasi
ekonomi dan keberpihakan terhadap yang lemah direalisasikan karena itu merupakan
ciri utama dari sistem ekonomi kerakyatan.
Dalam Undang-Undang tersebut, setidaknya ada lima ciri dari sistem ekonomi
kerakyatan, yaitu: (1) penegakan prinsip keadilan demokrasi ekonomi disertai
kepedulian terhadap yang lemah; (2) pemihakan, pemberdayaan dan perlindungan
terhadap yang lemah oleh semua potensi bangsa, terutama pemerintah sesuai dengan
kemampuannya; (3) penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat dan intervensi yang
ramah pasar; (4) pemberdayaan kegiatan ekonomi rakyat yang sangat terkait dengan
pembangunan pedesaan; (5) pemanfaatan dan penggunanan tanah dan sumberdaya
alam lainnya, seperti hutan, laut, air, udara dan mineral secara adil, transparan dan
produktif dengan mengutamakan hak-hak rakyat setempat, termasuk hak ulayat
masyarakat adat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dalam konteks pergumulannya dalam persaingan ekonomi global, menurut
Mubyarto, sistem ekonomi kerakyatan harus dapat berjalan pada peraturan main
berbasis keadilan ekonomi yang bersumber pada pancasila, yaitu: Pertama, roda
kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial dan
6
Hoesein, Zainal Arifin, 2016, Peran Negara Dalam Pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan Menurut
UUD 1945, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 23(3), hal. 504-505.
7
Johan Permana dalam Kata Pengantar untuk buku Mubyarto, Ekonomi Kerakyatan, op. cit., hal. ix.
8
Bhudianto, Wahyu, 2012, Sistem Ekonomi Kerakyatan dalam Globalisasi Perekonomian. Transformasi
14( 22).

6
moral; Kedua, seluruh warga masyarakat bertekad untuk mewujudkan kemerataan
sosial yaitu tidak membiarkan adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
Ketiga, seluruh pelaku ekonomi yaitu produsen dan pemerintah (yang bisa bertindak
baik sebagai produsen maupun konsumen), selalu bersemangat nasionalistik, yaitu
dalam setiap putusanputusan ekonominya menomorsatukan tujuan terwujudnya
perekonomian yang tangguh dan kuat; Keempat, koperasi dan bekerja secara
kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga masyarakat. Demokrasi ekonomi
atau ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan; Kelima, Dalam perekonomian nasional yang amat luas,
terus menerus diupayakan adanya keseimbangan antara perencanaan ekonomi nasional
dengan peningkatan desentralisasi serta otonomi daerah. Hanya melalui partisipasi
daerah secara aktif aturan main keadilan sosial ekonomi bisa berjalan yang selanjutnya
menghasilkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.9

2.2 Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan: Sebuah Sistem untuk Mengahadapi


Persaingan Ekonomi Global
Sama halnya dengan apa yang telah ditulis pada bagian latar belakang, bahwa
sejatinya Negara Indonesia tak bisa lagi mengikuti permainan ekonomi global yang
sangat neoliberalis dalam kungkungan globalisasi. Sejatinya, lagi-lagi, Indonesia tak
sepenuhnya buta akan permasalahan ini. Buktinya, selang beberapa waktu setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berhasil dilaksanakan, para pendiri bangsa
sudah mengamanatkan kepada generasi-generasi berikutnya bahwa kehidupan ekonomi
terbaik untuk bangsa Indonesia sejatinya hanya terjatuh pada ekonomi yang
berorientasi kepada rakyat atau ekonomi kerakyatan. Amanat tersebut secara eksplisit
sudah hadir dalam pasal 33 UUD 1945 yang mengehendaki demokrasi ekonomi.
Sejatinya, dalam pasal tersebut telah menjelaskan bahwa produksi dikerjakan oleh
semua dan untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan angoota-anggota
masyarakat. Yang perlu diutamakan adalah kemakmuran rakyat, bukan individu atau
kelompok tertentu.

9
Bhudianto, Wahyu, ibid.

7
Jika mengusut soal demokrasi ekonomi, itu bukanlah merupakan barang langka,
semuanya telah membicarakannya di mana-mana. Dapat dikatakan bila Indonesia
sangat beruntung karena demokrasi ekonomi yang menjadi nyawa ekonomi kerakyatan
tidak hadir dalam teks biasa, akan tetapi langsung berada di Undang-Undang Dasar
atau konstitusinya. Sayangnya, jika melihat apa yang telah terjadi secara empiris, hal
ini menggambarkan bagaimana Bangsa Indonesia sejatinya masih tidak memahami
konstitusinya sendiri, bahakan juga tak paham mengenai Pancasila. Dalam konteks
ekonomi seperti yang telah dibahas, ketika mendengar terma kerakyatan, maka yang
langsung ada dalam pikiran kita termasuk pemerintah sebagai pemegang otoritas pasti
selalu merujuk pada usaha kecil alih-alih mengartikannya sebagai kedaulatan rakyat di
mana segala hukum, kondisi, kebijakan, dan sebagainya bersadar pada hati rakyat.
Dalam sejarah perekonomian nasional, semangat demokrasi ekonomi sering
dilanggar oleh menjurusnya sistem ekonomi nasional ke arah ekonomi kapitalistik.
Pada masa orde baru, praktek monopoli atau setidak-tidaknya praktek oligopoli sudah
mewarnai wajah perekonomian nasional, bahkan kekuatan ekonomi secara nasioanl
berada pada beberapa konglomerat. Dalam konteks inilah, sistem ekonomi kerakyatan
harus dijadikan sistem ekonomi nasional guna mencegah menjurusnya sistem ekonomi
nasional ke arah ekonomi kapitalistik atau sebaliknya mencegah menjurusnya sistem
ekonomi nasional ke arah sistem ekonomi terpusat seperti yang terjadi pada masa
Ekonomi Terpimpin.
Mubyarto sewaktu-waktu pernah menulis bahwasanya reformasi ekonomi yang
diperlukan Indonesia adalah reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu pembaruan aturan
main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin keadilan ekonomi melalui
peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Jika kini orang menyebutnya
sebagai perekonomian yang bersifat kerakyatan, maka artinya sistem atau aturan main
berekonomi harus lebih demokratis dengan partisipasi penuh dari ekonomi rakyat.
Inilah demokrasi ekonomi yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya.
Dari ujaran Mubyarto tersebut, tak diragukan kembali bahwa untuk dapat
membangkit ekonomi rakyat, maka diperlukan suatu usaha untuk menghidupkan
kembali ruang-ruang ekonomi yang dimiliki rakyat yang tak lain adalah pasar rakyat

8
atau pasar tradisional. Pasar rakyat harus dikembalikan kepada jatidirinya. menjadi
ruang bagi memupuk semangat produktivitas masyarakat yang makin tergusur oleh
arus globalisas. Revitalisasi pasar rakyat bukan sebatas merekonstruksi gedung, akan
tetapi juga harus menyentuh hal-hal mendasar. Upaya ini harus mampu memperbaharui
semangat atau etos kerja pedagang pasar agar dapat memperbaiki kinerja dalam
berjualan, mampu mengelola manajemen keuangan, mampu bersatu mengembangkan
budaya kekeluargaan di lingkungan pasar, dan semacamnya. Selain itu, revitalisasi
juga harus mampu merombak manajemen kelembagaan pengelola pasar, menjadi lebih
berkinerja meningkatkan pangsa pasar (market-share) pasar yang dikelolanya.10
Mungkin sampai sini perasaan pesimistis masih muncul dalam benak, akan tetapi
jika wacana ini berhasil dikelola dengan baik oleh pemerintah (baik pusat maupun
daerah), maka hasil yang akan menunggu adalah bagaimana pengelolaan pasar, mulai
dari aspek produk, layanan, kelembagaan, menjadi outlet hasil produksi rakyat sekitar,
baik hasil bumi, hasil kerajinan, maupun hasil industri rakyat sehingga dengan begitu
pasar rakyat beserta masyarakatnya makin berdaulat atas kehidupan ekonominya.
Selain itu, sejatinya untuk membangkitkan kembali ekonomi berbasis kerakyatan
juga diperlukan campur tangan politik. Revrisond Baswir 11 setidaknya telah
merumuskan sepuluh agenda politik untuk membangkitkan kembali sistem ekonomi
kerakyatan yang perlu dijalankan oleh Pemerintah Indonesia: Pertama, menyusun
arsitektur tata kelola keuangan negara yang baik, meningkatkan kapasitas keuangan
daerah, dan memastikan pemanfaatan belanja negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat; Kedua, melakukan renegosiasi pembayaran dan memperjuangkan
penghapusan sebagian utang luar negeri Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi
tekanan terhadap belanja negara dan neraca pembayaran. Selanjutnya, pembuatan
utang luar negeri baru harus dihentikan, sebab selama ini utang luar negeri lebih
banyak ditujukan untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran dan untuk berbagai
proyek yang bersifat memfasilitasi penanaman modal asing. Selain tidak bermanfaat

10
Indroyono, P. (2013). Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta:
Academic article presented in Center for Economic Democracy Studies. Universitas Gadjah Mada.
11
Sulaiman, Sofyan, op. cit.

9
terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, jebakan utang membuat pereekonomian
semakin terperosok; Ketiga, merenegosiasikan kontrak-kontrak pertambangan yang
merugikan Indonesia denga para kontraktor asing, karena kontrak pertambangan
semenjak era Soeharto hingga sekarang tidak hanya merugikan Indonesia, tetapi karena
didikte oleh para kontraktor asing, maka hal itu mengabaikan pemenuhan hak-hak
dasar masyarakat; Keempat, mengkaji ulang penerapan rezim kurs mengambang dan
rezim devisa bebas, serta menyusun ulang arsitektur perbankan nasional; Kelima,
mengotonomkan dan mendemokratisasikan penyelenggaraan BUMN. Karena
pengelolaan BUMN selama ini cenderung didominasi oleh para pejabat pemerintah
pusat. Dominasi para pejabat pemerintah ini tidak hanya berakit pada buruknya
kualitas pelayanan BUMN, tetapi berdampak berubahnya BUMN menjadi objek sapi
perah para penguasa; Keenam, melindungi dan memajukan hak-hak dasar para pekerja
seperti yang diamanatkan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan 28D ayat 2, yaitu setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
Ketujuh, melakukan reforma agraria, yaitu menegakkan kedaulatan rakyat dalam tata
kelola agraria demi terwujudnya keadilan agraria dalam arti yang sesungguhnya.
Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 2 Undang-undang Pembaharuan
Agraria (UUPA) 1960; Kedelapan, memperkuat perekonomian rakyat melalui
pengembangan koperasi; Kesembilan, mengembangkan dan memperkuat pasar
domestik; Kesepuluh, mengembangkan panti-panti sosial bagi fakir miskin dan anak-
anak terlantar yang tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana
yang diamanatkan Pasal 34 UUD 1945.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

10
Era globalisasi yang terus melakukan penetrasi kepada setiap negara-negara di
penjuru dunia di samping menimbulkan dampak positif seperti kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan serta teknologi dan sebagainya nyatanya juga menimbulkan
ancaman. Salah satu ancamannya terletak pada bagaimana ia menyembunyikan
praktik-praktik ekonomi neoliberal yang sejatinya merupakan persoalan serius bagi
negara-negara seperti Indonesia. Dengan memperhatikan cermat-cermat mengenai
kondisi sosial serta geografis yang menyelimuti dataran kawasan negara Indonesia,
tampaknya bukan merupakan sebuah kebijaksanaan yang tepat apabila pemerintah
Indonesia terutama yang berkecimpung dalam urusah perekonomian negara terus
mengikuti agenda-agenda ekonomi neoliberalisme yang mana keberadaannya sangat
menjerat bagi rakyat.
Memang dalam persaingan ekonomi secara global, Indonesia tak perlu mengikuti
permainan yang dicanangkan oleh para pemilik modal. Indonesia butuh sebuah sistem
perekonomian yang mampu menjadi “budaya tanding” dalam persaingan global
tersebut. Salah satu yang dapat dijadikannya adalah ekonomi kerakyatan. Dengan
menerapkan dan menggalakkan kembali sistem ekonomi kerakyatan, diharapkan
kondisi perekonomian rakyat Indonesia secara luas akan berdaula. Setiap warga bisa
menghidupi kebutuhan ekonominya secara mandiri dan sekaligus juga
mengembangkan potensi yang ada di dalam atau di luar dirinya. Tentu untuk
mewujudkan kondisi tersebut, lagi-lagi diperlukan dukungan penuh dari pemerintah
yang senantiasa harus selalu membuat sebuah program kebijakan entah itu pembinaan,
pemberdayaan, atau agenda-agenda politik yang tentunya berpihak kepada rakyat
karena sejatinya ekonomi kerakyatan tak akan terwujud apabila segala keputusan yang
diambil oleh pemerintah tak bertendensi untuk memihak kepada masyarakatnya secara
luas.

3.2 Saran
Dengan segala macam latar belakang yang telah dijelaskan, akan menjadi sangat
wajar apabila saat ini merupakan waktu yang sangat tepat untuk memfokuskan kembali

11
diri kita kepada kondisi perekonomian. Melihat segala bentuk ancaman yang ada,
merupakan sebuah keharusan untuk membangkitkan kembali sistem ekonomi
kerakyatan yang kehadirannya hanya sampai pada tataran teoretik. Sejak pertama kali
diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, wacana mengenai ekonomi kerakyatan
tampak terus mengalami mati suri dalam perjalanannya. Sayangnya, perjalanannya
tersebut lebih sering menemukan matinya dari pada hidupnya. Jelas itu merupakan
sebuah problema bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan. Apabila memandang secara sekilas terhadap kondisi di masa
kini dan juga kondisi di masa lalu, urgensi membangkitkan kembali ekonomi
kerakyatan sejatinya sangat lah besar.
Mengambil dari materi kuliah umum Revrisond Baswir mengenai ekonomi
kerakyatan, setidaknya ada beberapa saran yang dilakukan dalam proses
membangkitkan sistem ekonomi kerakyatan kembali: Pertama, susun UU Sistem
Perekonomian Nasional sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945; Kedua,
amandemen semua produk perundang-undangan yang bertentangan dengan Pasal 33
UUD 1945; Ketiga, laksanakan reforma agraria sesuai dengan amanat UU No. 5/1960;
Keempat, Susun ulang arsitektur perbankan nasional untuk mengurangi konsentrasi
penguasaan kekayaan nasional; Kelima, lakukan reformasi perpajakan dan tingkatkan
peran APBN sebagai sarana untuk mendemokratisasikan perekonomian Indonesia;
Keenam, Tingkatkan kualitas pendidikan dan kualitas manusia Indonesia; Ketujuh,
Sosialisasikan Pasal 33 UUD 1945 melalui pembentukan mata perkuliahan dan
penyusunan buku ajar untuk disampaikan pada semua fakultas ekonomi di Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Rais, M Amien. 2008. Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!. Yogyakarta:

PPSK Press.

Baswir, Revrisond. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Bhudianto, Wahyu. 2012. Sistem Ekonomi Kerakyatan dalam Globalisasi Perekonomian.

Transformasi 14(22).

Hoesein, Zainal Arifin. 2016. Peran Negara Dalam Pengembangan Sistem Ekonomi

Kerakyatan Menurut UUD 1945. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 23(3): 503-528.

Indroyono, Puthut. 2013. Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi

Kerakyatan. Yogyakarta: Academic article presented in Center for Economic

Democracy Studies. Universitas Gadjah Mada.

Malau, Natalia Artha. 2016. Ekonomi Kerakyatan Sebagai Paradigma Dan Strategi Baru

Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ilmiah Research Sains 2(1).

Mubyarto, dkk. 2014. Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Lembaga Suluh Nusantara dan

American Institute For Indonesian Studies (AIFIS).

Sulaiman, Sofyan. 2019. EKONOMI INDONESIA: Antara Amanat Undang-Undang Dasar

1945 dan Realita. Jurnal Syariah 7(2).

Anda mungkin juga menyukai