Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN APENDISITIS

Disusun Oleh:
RAHMAWATI MANSUR
NIM.711490121089

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS

A. Apendisitis
1. Pengertian

Apendisitis merupakan suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh

benda asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh

peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis

merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis

adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal

(Reksoprojo,2010).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

2. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi 3

yaitu :

a. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan

tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.


b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian

kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini

terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuhspontan.

c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan

bawah lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya

jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang setelah

apendiktomi.

3. Etiologi

Apendisitis akut ialah infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor

penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus

disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing

askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga

menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).

4. Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan

oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi

bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat.

Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.

Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal.

Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan

berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam


stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang

menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks

menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh

omentum, abses local akan terjadi (Burkit, Quick & Reed,2007).

5. WOC / Pathway
6. ManifestasiKlinis

Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada

apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti

anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam

beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan

menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri

rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat

kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum

bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan

menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi

kadang-kadang terjadi diare.

7. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2009).

yaitu :

a. Perforasi

Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan

letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan
suhu 39,50C tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis

meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.

b. Peritonitis

Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas

tinggi 390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang

jarang.

8. PemeriksaanPenunjang

Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri

(2013), yaitu:

a. Laboratorium

Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000 /

mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai

20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)

b. Data PemeriksaanDiagnostik

Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya

batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan bariumenema

:menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.

9. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner

& Suddarth, 2010), yaitu:

a. Sebelumoperasi

1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat

karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah

baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai

adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada

kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.

2) Antibiotik

Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan

antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan

antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik

dapat mengakibatkan abses atau preforasi.

b. Operasi

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.

Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan

pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi

merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth,

2010).

Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode

pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional

laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik

pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat efektif

(Brunner & Suddarth, 2010).


1) Laparatomi

Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke

dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan

merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang salah.

Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi semakin

kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya dilakukan

jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti

laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga

membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi

dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah

teridentifikasi, pengobatan bedah harus segeradilakukan.

Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi

laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada

area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri

hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan

kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak

peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan

operasi untuk menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi

keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan

besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif (David dkk,

2009).
2) Laparoskopi

Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai

dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi

ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga mengetahui

penyakit yang belum diketahui diagnosanya denganjelas.

Keuntungan bedah laparoskopi :

a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan

dokter dalampembedahan.

b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi

pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3

sampai 10 mm akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat

keloid.

c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan

obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan

lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas normal lebihcepat.

c. Setelahoperasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.

Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila

dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai

fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien

dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua


dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat

dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010)


KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS

A. Pengkajian
1. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang
O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar.
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
g. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
4. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
b. Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan
intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
c. Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d. Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
e. Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
f. Pola Tidur dan Istirahat.
g. Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
h. Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
i. Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
j. Pemeriksaan diagnostic.
1) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
2) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
3) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
k. Pemeriksaan Laboratorium.
1) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 μ/ml.
2) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis).
(D.0077)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi). (D.0077)
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis). (D.0130)
4. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).
(D.0034)
5. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
7. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburu Cukup Sedan Cukup Membai  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang k Membur g Membai k
berkaitan dengan uk k
kerusakan
Diagnosa jaringan
Keperawatan 1 Frekuensi nadi Perencanaan Keperawatan
aktual atau   1 2 & Kriteria
Tujuan 3 Hasil 4 5 Intervensi
Hipertermia
fungsional, dengan Termoregulasi
2 Pola nafas Manajemen Hipertermia
D.0130
onset mendadak atau Tujuan:
  Setelah
1 dilakukan
2 tindakan keperawatan
3 41x8 jam 5 Observasi:
diharapkan suhu tubuh tetap berada pada rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
lambat dan
Pengertian :
Meningka
Kriteria Hasil:
Cukup Sedan Cukup Menuru terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
berintensitas ringandi
Suhu tubuh meningkat t
Meningkat Meningk
Cukup g
Sedang Menuru
Cukup n
Menurun  Monitor suhu tubuh
hingga
atas berat
rentang yang
normal at
Meningkat n
Menurun
berlangsung kurang
tubuh 1
3 Menggigil
Keluhan nyeri
dari 3 bulan.    11 22 33 44 55
  Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
4 Meringis
Memburuk Membaik
 3 Suhu 1tubuh 2 3 4 5
 5 Gelisah
1 2 3 4 5
4 Suhu 1kulit 2 3 4 5
 6 1
Kesulitan tidur 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Rsisiko Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia
D.0034 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jamdiharapkan status cairan membaik  Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.
Diagnosa Keperawatan
Pengertian : Kriteria Hasil: Perencanaan Keperawatan frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Berisiko mengalami Menurun Tujuan Cukup& Kriteria Hasil
Sedang Cukup Meningka tekanan darahIntervensi
menurun, tekanan nadi menyempit,
Ansietas
penurunan volume Tingkat Ansietas Menurun Meningka t Reduksi Ansietas
D.0080cairan intravaskuler, Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24tjam Observasi:
interstisiel, dan/atau diharapkan
1 tingkat ansietas
Kekuatan nadi menurun  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Pengertian :
intraseluler Kriteria
  Hasil: 1 2 3 4 5  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Kondisi emosi dan 2 Memburuk
Turgor kulit Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor tanda-tanda ansietas
pengalaman subjektif   1 Memburuk 2 3 Menurun 4 5
individu terhadap objek 1 3 Konsentrasi
Output urine
yang tidak jelas dan   1 1 2 2 3 3 4 4 5 4
spesifik akibat antisipasi 2 Pola tidur
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
bahaya yang   1 2
Meningkat 3 4
Menurun 5
3 Meningkat
dispnea Cukup Sedang Cukup Menurun
memungkinkan individu
  1 Meningkat2 3 Menurun 4 5
melakukan tindakan
3 4 Perilaku gelisah
Edema perifer
untuk menghadapi     1 1 2 2 3 3 4 4 5 5
ancaman 4 Verbalisasi kebingungan
Memburuk Cukup sedang Cukup membaik
  1 2
memburuk 3 4
membaik 5
5 5 Verbalisasi khawatir
Frekuensi nadi akibat kondisi yang dihadapi
1 1 2 2 3 3 4 4 55
6 6 Perilaku tegang
Tekanan darah
1 1 2 2 3 3 4 4 55
7 Membrane mukosa
1 2 3 4 5
8 Jugular venous pressure (JVP)
1 2 3 4 5
9 Kadar Hb
1 2 3 4 5
10 Kadar Ht
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
glukosa derajat infeksi menurun.  Monitor tanda gejala infeksi
Pengertian : Kriteria Hasil: lokal dan sistemik
Berisiko Meningkat Cukup Sedan Cukup Menuru Terapeutik
mengalami Meningk g Menuru n
peningkatan at n
terserang 1 Demam
oganisme   1 2 3 4 5
patogenik 2 Kemerahan
1 2 3 4 5
3 Nyeri
1 2 3 4 5
4 Bengkak
1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedan Cukup Membai
Membur g Membai k
uk k
5 Kadar sel darah putih
  1 2 3 4 5
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., &
Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi
dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
1. Tindakan keperawatan mandiri.
2. Tindakan keperawatan edukatif.
3. Tindakan keperawatan kolaboratif.
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

E. Evaluasi.
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapa dua jenis evaluasi:
1. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
a. S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
b. O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
c. A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji
dari data subjektif dan data objektif.
d. P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang
terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
a. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam
proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian
kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta:
Mediaction.

Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia: Elsevier
Ltd.

Setiadi. (2012a). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta: Graha
ilmu.

Sjamsuhidajat & de jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner & Suddarath (8th
ed.). Jakarta: EGC.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wilkinson.M.J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan :


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai