Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149 – 156, November 2019 e-ISSN 2621-2978

Jurnal Ilmu Keperawatan


Persatuan Jiwa Volume
Perawat Nasional 2 No 3, Hal
Indonesia Jawa149-156,
TengahNovember 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2685-9394

FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESTIPITASI PASIEN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN

Kandar1*, Dwi Indah Iswanti2


1
RSJD dr. Amino GondohutomoProvinsiJawa Tengah
2
Stikes Karya Husada Semarang
*maskandar31@yahoo.com

ABSTRAK
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Kondisi
ini harus segera ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi dapat membahayakan diri pasien,
orang lain dan lingkungan.Penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang bersifat
memahami gambaran faktor predisposisi dan presipitasi pada partisipan pasien resiko perilaku
kekerasan. Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu : Faktor genetik yang menyebabkan pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang menyebabkan pasien mengalami
risiko perilaku kekerasan antara lain yaitu: Kepribadian yang tertutup, Kehilangan, Aniayaseksual,
Kekerasandalamkeluarga. Faktor sosial budaya yang menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan yaitu: Pekerjaan, Pernikahan.Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu ; Faktor
genetik; putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis
yaitu konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor sosial
budaya yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar.

Kata kunci: predisposisi, presipitasi, resiko perilkau kekerasan

PREDISPOSITION AND PRESTIPITATION FACTORS OF RISK OF VIOLENT


BEHAVIOUR

ABSTRACT
The main problem that often occurs in patient with schizofrenia is violent behaviour. This
condition must be overcome immediately because it could endanger patient itself, others abd the
environment. A qualitative research with a descriptive qualitative approach which is understand
the image of predisposing and precipitation factors in participant of patient with risk of violent
behaviour. There are 3 predisposing factors in patient with risk of violent behaviour at The Mental
Hospital of Dr Amino Gondohutomo Central Java Province, that is : Genetic factor, psychological
factor such as closed personality, lose experience, sexual abuse, domestic violence and
Sociocultural factors that is occupation and marriage. Then the 3 precipitatiobn factors in patient
with risk ov violent behaviour are : Genetic factor that is drop out of medicine, Psychological
factor that is body concept and Sociocultural factor namely environmental disharmony that makes
patient become angry and speak rudely.

Keywords: Predisposing, Precipatation, Violent behaviour

PENDAHULUAN orang diseluruh dunia mengalami gangguan


Kesehatan jiwa adalah kondisi sehat mental, sekitar (10%) orang dewasa
emosional, psikologis dan sosial yang terlihat mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%)
dari hubungan interpersonal yang penduduk diperkirakan akan mengalami
memuaskan, perilaku dan koping yang gangguan jiwa pada usia tertentu selama
efektif, konsep diri yang positif dan hidupnya (WHO, 2009).
kesehatan emosional (Videbeck, 2008).
Menurut WHO memperkirakan 450 juta

19
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149–156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Hasil dari Riset Kesehatan Dasar secara fisik maupun psikologi (Keliat et al.,
(RISKESDAS) prevalensi gangguan jiwa 2011).
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil,
dan gangguan mental emosional pada Menurut Kusumawati dan Hartono (2010)
penduduk Indonesia 6 persen. Gangguan jiwa kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, yang ektrem dari marah atau ketakutan atau
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. panik. Perilaku agresif dan perilaku
Proporsi rumah tangga yang pernah kekerasan sering dipandang sebagai rentang
memasung anggota rumah tangga gangguan dimana agresif verbal di suatu sisi dan
jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada perilaku kekerasan (violence)di sisi yang
penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), lain. Suatu keadaan yang menimbulkan
serta pada kelompok penduduk dengan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah.
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Hal ini akan mempengaruhi perilaku
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental seseorang. Berdasarkan keadaan emosi
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, secara mendalam tersebut terkadang perilaku
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, menjadi agresif atau melukai karena
dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, penggunaan koping yang kurang bagus.
2013).
METODE
Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2013
Penelitian kualitatif dengan pendekatan
di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 121.962.
kualitatif deskriptif yang bersifat memahami
Sebagian besar kunjungan gangguan jiwa
gambaran faktor predisposisi dan presipitasi
adalah di rumah sakit (67,29%), sedangkan
pada partisipan pasien resiko perilaku
32,71% lainnya di Puskesmas dan sarana
kekerasan, dengan analisa data kualitatif
kesehatan lain (Dinkes Jateng,
colaizzi. Sampel 5 pasien dengan diagnosis
2013).Sebagian besar pasien dengan
keperawatan resiko perilaku kekerasan.
skizofrenia dan gangguan mental tidak
Dilakukan penelitian pada bulan Maret 2019
dengan kekerasan. Meskipun demikian,
di RSJD dr. Amino Gondohutomo Provinsi
risiko kekerasan pada pasien dengan
Jawa Tengah.
gangguan ini lebih besar dari pada populasi
umum. Risiko ini sangat tinggi di skizofrenia
HASIL
dan gangguan mental dengan gangguan
Faktor prediposisi
penggunaan zat adiktif, ketergantungan
a. Faktor genetik
alkohol, depresi, dan gangguan kepribadian,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bahkan tanpa hal tersebut (Volavka, 2013).
faktor genetik tidak mempengaruhi partisipan
Permasalahan utama yang sering terjadi pada
mengalami perilaku kekerasan (RPK).
pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil wawancara bersama
Kondisi ini harus segera ditangani karena
kelima pasien RPK di ruang Brotojoyo RSJD
perilaku kekerasan yang terjadi dapat
Gondohutomo Jawa Tengah pasien
membahayakan diri pasien, orang lain dan
mengatakan bahwa“Tidak ada anggota
lingkungan (Saseno & Kriswoyo, 2013).
keluarga yang mengalami gangguan jiwa”
(R1, R2, R3, R4, dan R5).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang
b. Faktor psikologis
dapat membahayakan secara fisik, baik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kepada diri sendiri maupun orang lain
faktor psikologis yang mempengaruhi
(Afnuhazi, 2015). Menurut Erwina (2012)
partisipan mengalami perilaku kekerasan
perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk
antara lain:
kekerasan dan pemaksaan secara fisik
1) Kepribadian yang tertutup
maupun verbal ditunjukkan kepada diri
Partisipan mengungkapkan bahwa memiliki
sendiri maupun orang lain. Perilaku
kepribadian yang tertutup merupakan
kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku
penyebab dari seseorang mengalami
yang bertujuan untuk melukai seseorang
gangguan jiwa, kepribadian yang tertutup

150
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149-156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

yang tidak pernah mengungkapkan atau bapak pukul saya kaki dan paha saya biru.
menceritakan permasalahannya membuat Saya sering berantem sama keluarga” (R2).
partisipan menyimpan seluruh beban-beban
permasalahan di jiwanya. Partisipan c. Faktor sosial budaya
menyatakan sebagai berikut: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor sosial budaya yang mempengaruhi
“Saya tidak pernah ceritake orang lain mba, partisipan mengalami perilaku kekerasan,
karna ga ada yang bisa dipercaya. yaitu:
Akhirnya nggrundel-nggrundel nengati trus 1) Pekerjaan
numpuk- numpuk akhirnya marah, Paijo Pada saat dilakukan wawancara pasien
dan Patimah yang suruh-suruh saya mba.” mengungkapkan bahwa:
(P1). “Dulu saya bekerja berpindah – pindah mba,
terakhir saya itu kerja di pabrik jamu, tapi
2) Kehilangan gajinya sedikit. Saya memilih untuk buka
Partisipan mengungkapkan bahwa perasaan toko sendiri. Jualan rokok-rokok, kopi di
kehilangan yang sangat mendalam yang pinggir jalan. Tempatnya itu saya sewa.
dialami oleh partisipan merupakan penyebab Kadang laku kadang juga ngga. Karena
dari seseorang mengalami gangguan jiwa, capek saya suka marah-marah”. (R4)
yang menyebabkan partisipan bisa dirawat di
rumah sakit jiwa. Partisipan menyatakan 2) Pernikahan
sebagai berikut: Pada saat dilakukan wawancara pasien
mengungkapka nbahwa:
“saya cerai dengan suami pertama mas, “Suami saya yang pertama, dia hanya dating
setelah itu saya menikah lagi. Tapi berapa untuk berhubungan intim dengan saya.
tahun kemudian suami saya yang kedua Setelah itu dia pergi meninggalkan saya.
meninggal mas. Rasanya sangat Akhirnya saya minta cerai mba. Waktu itu
menyakitkan. Saya suka marah-marah saya berumur 30 tahun. Sejak saat itu saya
keanak-anak” (R3). suka membakar barang – barang di rumah.
Kemudian saya menikah lagi, tapi beberapa
3) Aniayaseksual tahun kemudian suami saya meninggal mba”
Berdasarkan hasil wawancara partisipan (R3).
mengungkapkan bahwa aniaya seksual
menyebabkan pasien mengalami risiko Faktor presipitasi
perilaku kekerasan. Partisipan mengatakan a. Faktor genetik
sebagai berikut: Putus obat sebagai pencetus pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Pasien
“suami pertama saya dulu dating kerumah mengungkapkan bahwa penyebab putus obat
hanya untuk berhubungan intim setelah disebabkan berbagai faktor, seperti efek
selesai suami saya meninggalkan saya mba. samping obat yang membuat pasien pusing,
Jadi, saya sangat kesal mba. Saya suka tidak ada yang mengingatkan untuk kontrol
bakar barang - barang di rumah dan suka dan minum obat serta keinginan untuk tidak
marah - marah. Waktu itu saya berumur 30 mengkonsumsi obat lagi. Partisipan
tahun.”(R3). menyatakan sebagai berikut:
4) Kekerasandalamkeluarga “ini perawatan yang kedua kali mba, dulu itu
Berdasarkan hasil partisipan wawancara saya tidak kontrol, trus sudah empat bulan
mengungkapkan bahwa partisipan pernah saya tidak minum obat mba, akhirnya saya
mengalami kekerasan dalam keluarga. kumat seperti sekarang ini” (R1).
Partisipan mengatakan sebagai berikut:
“sudah tiga kali saya di rawat di rumah sakit
“Waktu itu saya minta uang jajan sama sini mba. Keluarga saya yang bawa saya
orangtua mba, tapi saya tidak di kasih uang. kesini.” (R3)
Saya jadi sering marah –marah mba lalu

151
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149–156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

b. Faktor psikologis 2010, dalam Wardayani, 2010). Sebuah


Konsep diri sebagai pencetus pasien penelitian tentang “schizophrenia virus”
mengalami risiko perilaku kekerasan. (Moreno et al, 2011) berdasarkan data bahwa
paparan virus influenza saat prenatal selama
“saya merasa tidak terima mba, tanah saya trimester pertama kehamilan memungkinkan
dimiliki oleh tetangga saya. Saya berantem menjadi salah satu faktor terjadinya
sama tetangga, kadang saya juga suka skizofrenia meskipun pada kehamilan yang
marah-marah sama anak. Tapi kok saya di lain tidak terjadi.
bawa kesini mba?” (R5)
b. Faktor psikologis
c. Faktor social budaya 1) Kehilangan
Partisipan mengungkapkan bahwa konflikv Kehilangan adalah suatu keadaan dimana
lingkungan yang menjadi stressor dan seseorang merasa kekurangan atas ketiadaan
penyebab seseorang mengalami gangguan sesuatu yang tadinya ada. Kehilangan
jiwa. Ketidakharmonisan membuat diri ingin disebabkan oleh berbagai macam yaitu
marah dan berbicara dengan kasar. Partisipan kehilangan orang yang dicintai, barang
menyatakan sebagai berikut: maupun pekerjaan. Rasa kehilangan akan
menyebabkan seseorang merasa cemas
“Saat tinggal dirumah lama banyak tetangga hingga mengalami kecemasan yang
saya yang tidak suka sama saya mba. berlebihan itulah yang akan menyebabkan
Mereka suka menceritakan saya. Saya jadi seseorang mengalami gangguan kejiwaan
suka adu mulut sama mereka yang (Saputri, 2016). Menurut Potter & Perry
menceritakan saya mba. Kadang rasanya (2005), kehilangan merupakan keadaan
mau pukul, tapi kalau mau pukul kayak seseorang yang mengalami perpisahan
sayang juga mba”. (R4) dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada. Sedangkan menurut Stuart
PEMBAHASAN & Sudeen (1998), kehilangan merupakan
Faktor predisposisi perpindahan keadaan seseorang yang
a. Faktor genetik awalnya memiliki dari ada menjadi tidak ada.
Berdasarkan hasil wawancara, tidak terdapat Seseorang yang mengalami kehilangan,
partisipan yang mengungkapkan bahwa ada kegagalan dan berduka akan merasakan
anggota keluarga yang pernah dirawat di perasaan yang tidak enak dan tidak nyaman.
rumah sakit Amino Gondohutomo namun Perasaan yang berlebihan akan menyebabkan
berdasarkan teori Faktor genetik mempunyai seseorang tertekan dan terganggu
peranan dalam terjadinya skizofrenia, kejiwaannya. Perasaan cemas yang
meskipun sulit dipisahkan apakah karena berlebihan akan sangat mempengaruhi
faktor genetik atau lingkungan. Kembar seseorang mengalami gangguan jiwa dan
identi dipengaruhi oleh gen sebesar 50% dapat mengakibatkan terjadinya risiko
terjadinya skizofrenia, sedangkan kembar perilaku kekerasan.
monozygot sekitar 40% dan kembar dizygot
pengaruhnya sebesar 1,8 – 4,1 % (Stuart, 2) Kepribadian
2013). Skizofrenia kemungkinan berkaitan Menurut Allport (1971 dalam Sobur, 2003)
dengan kromosom 1,3,5,11 dan koromosom kepribadian adalah organisasi-organisasi
X. penelitian genetic ini dihubungkan dengan dinamis sistem-sistem psikofisik dalam
COMT (catechol-O-Methyl Transferase) individu yang turut menentukan cara-caranya
dalam enconding dopamine sehingga yang unik/khas dalam menyesuaikan diri
mempengaruhi fungsi regulasi dopamine. dengan lingkungannya. Sedangkan menurut
Cattel (1965 dalam Sobur, 2003) kepribadian
Menurut beberapa ahli faktor genetik tidak adalah sesuatu yang menentukan perilaku
cukup untuk menurunkan gangguan jiwa dalam ketetapan situasi dan kesadaran jiwa.
pada generasi berikutnya, penyebab Menurut Stuart (2009) faktor yang
terjadinya gangguan jiwa adalah interaksi mendukung terjadinya risiko perilaku
antar faktor genetik dengan pola asuh yang kekerasan yaitu kepribadian tertutup.
dikembangkan dalam keluarga (Varcarolis

152
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149-156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Kebanyakan pasien yang mengalami risiko mendapatkan gaji yang rendah namun
perilaku kekerasan memiliki tipe kepribadian dengan beban kerja yang tinggi. Rendahnya
introvert. Individu dengan tipe kepribadian tingkat sosial ekonomi atau kemiskinan,
introvert lebih tertuju kepada tenaga bersifat berhubungan dengan ketersediaan informasi
intuitif dan suka mengkhayal, merenung, dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
ragu-ragu dalam mencapai keputusan akhir. pemenuhan kebutuhan yang lain termasuk
Selain itu, orang memiliki tipe kepribadian pelayanan kesehatan. Kondisi seperti ini akan
introvert tidak menyenangi keramaian menyebabkan keterbatasan dalam
sehingga tidak hanya datang untuk penyelesaian masalah dan akhirnya merasa
berkumpul bersama dengan orang lain tetapi frustasi dengan kondisinya serta merasa iri
lebih punya tujuan tertentu dan ketika jika melihat kemampuan yang dimiliki orang
menghadiri kegiatan mereka juga terlihat lain, seseorang merasa malu dan marah pada
kurang percaya diri sehingga tidak berani diri sendiri, orang lain dan lingkungan
dalam bertidak, dan cenderung pemalu (Nurwiyono, 2014).
(Yanuar, 2012). Menurut Putra (2015) orang
dengan kepribadian introvert cenderung 2) Pernikahan
hidup dalam dunianya sendiridan kurangnya Penderita risiko perilaku kekerasan yang
interaksi dengan dunia luar, memiliki pribadi dirawat dengan gangguan jiwa memiliki
yang tertutup, sulit untuk bersosialisasi riwayat status perkawinan hampir
dengan orang lain, dan sering menarik diri setengahnya belum menikah atau bercerai.
dari suasana yang ramai. Mereka cenderung Status perkawinan dapat dikaitkan dengan
melakukan sesuatu dengan hati-hati dan tidak adanya teman dekat yakni pasangan dalam
mudah percaya dengan kata hati. kepribadian suka dan duka, yang menjadi pendukung atau
juga berperan besar dalam kejadian gangguan penyemangat bagi partisipan (Stuart, 2009).
jiwa pada seseorang (Fadli, 2016). Tidak terpenuhinya atau kegagalan dalam
memenuhi tugas perkembangan pada masa
c. Faktor sosial budaya perkawinan merupakan stresor bagi individu.
1) Pekerjaan Rasa malu dan marah dapat menimbulkan
Faktor status sosioekonomi yang rendah frustasi bagi penderita sehingga
menjadi penyumbang terbesar adanya mengakibatkan penderita cenderung
gangguan jiwa dan menyebabkan perilaku mengalami perilaku maladaptif (Nurwiyono,
agresif dibandingkan dengan pada seseorang 2014).
yang memiliki tingkat perekonomian tinggi.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 1
bahwa kemiskinan dan kesehatan mental partisipan pada penelitian ini yang
ditemukan bahwa terdapat perbedaan risiko mengalami masalah status perkawinan yaitu
untuk mengalami gangguan jiwa antara perceraian. Kegagalan dalam membina
kelompok utama yang diukur dari strata hubungan rumah tangga akan memberikan
sosial dan kemiskinan (Townsend, 2014). stresor bagi individu yang berujung pada
Pada golongan dengan status sosioekonomi perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
yang rendah lebih rentan terhadap masalah partisipan. Partisipan mengalami kesedihan
kesehatan jiwa. Seseorang yang tidak dengan kondisi pada dirinya sendiri dan
memiliki pekerjaan mempengaruhi kejadian merasa iri jika melihat orang lain pacaran
perilaku kekerasan, masalah status atau menikah, partisipan merasa malu dan
sosioekonomi yang rendah berdampak pada marah pada diri sendiri, orang lain dan
status kesehatan jiwa seseorang dan lingkungan (Nurwiyono, 2014).
berpotensi menyebabkan gangguan jiwa dan
menyebabkna perilaku agresif atau risiko Faktor presipitasi
perilaku kekerasan (Keliat, 2003). a. Faktor biologis
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 2
Penelitian ini partisipan mengalami risiko partisipan yang mengungkapkan bahwa
perilaku kekerasan karena adanya tuntutan selama di rumah tidak rutin meminum obat.
masalah dari pekerjaannya yang yaitu Penyakit yang tidak terkontrol, putus obat,

153
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149–156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

kecemasan karena kegagalan dalam c. Faktor sosial budaya


mengerjakan sesuatu akan menimbulkan Pada umumnya seseorang akan marah
perilaku kekerasan (Stuart, 2005). Penyakit apabila dirinya merasa terancam, baik
yang tidak terkontrol dan putus obat akan berupa kekerasan secara fisik, psikis maupun
menyebabkan ketidakseimbangan kembali ancaman terhadap konsep dirinya. Seseorang
komponen kimia dalam otak yang akhirnya akan mengalami peningkatan emosional jika
memicu kembali individu utuk melakukan mendapatkan penghinaan, kekerasan,
perilaku kekerasan. Hal ini menjelaskan kehilangan seseorang yang berarti, konflik
bahwa peran obat disini penting dalam dengan teman maupun keluarga, dan ketika
mengontrol perubahan-perubahan kimia yang merasa terancam baik permasalahan internal
terjadi didalam otak sehingga pemantauan maupun eksternal (Hardiyanti, 2016).
akan penggunaan obat sangat diperlukan Konflik lingkungan ini sering menjadi salah
dalam mengatasi perilaku kekerasan. satu faktor presipitasi bagi penderita untuk
kembali dirawat di Rumah Sakit Jiwa atau
Frekuensi masuk rumah sakit pada pasien meningkatkan kekambuhan risiko perilaku
perilaku kekerasan rata-rata pernah dirawat kekerasan seseorang. Kondisi seseorang
lebih dari 2 kali. Waktu atau lamanya seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
terpapar stessor akan berdampak terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
adanya keterlambatan dalam mencapai yang kurang dapat menjadi penyebab
kemampuan dalam kemandirian pasien perilaku kekerasan. Berbeda dengan kritikan
(Stuart, 2013). Kepatuhan pengobatan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
merupakan tantangan utama dalam perawatan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
pasien dengan skizofrenia sehingga dapat kekerasan merupakan faktor penyebab dari
mengurangi kejadian masuk rumah sakit. risiko peralaku kekerasan (Hardiyanti, 2016).
Seringnya mengalami kekambuhan membuat
kondisi pasien semakin bertambah parah Berdasarkan hasil wawancara terdapat 2
karena setiap mengalami penurunan partisipan yang mengalami konflik
kemampuan sehingga berpengaruh terhadap lingkungan yaitu berkelahi dengan teman,
fungsi kualitas hidup pasien. Kualitas hidup mendapatkan penghinaan dari teman, dan
dan fungsi sosial merupakan hal utama yang konflik dengan keluarga. Interaksi sosial
harus diperhatikan pada pasien gangguan yang provokatif dan konflik lingkungan
jiwa (Galupi, 2010). Berdasarkan penjelasan dapat memicu timbulnya perilaku kekerasan
diatas dapat dilihat bahwa pentingnya (Hardiyanti, 2016). Pengalaman sosial yang
menjaga kepatuhan pasien terhadap tidak menyenangkan seperti mendapatkan
pengobatan gangguan jiwa untuk mencegah kritikan yang mengarah penghinaan, interaksi
kekambuhan dan perawatan berulang di sosial yang provokatif atau konflik, dan sulit
rumah sakit guna meningkatkan fungsi memperhatikan hubungan interpersonal dapat
pasien dalam kehidupan keluarga dan mempengaruhi mencetuskan perilaku
bermasyarakat.\ kekerasan terjadi kembali (Afifah, 2017).
b. Faktor psikologis SIMPULAN DAN SARAN
Kondisi pasien yang tidak diterima oleh Simpulan
lingkungan sekitar sebagai salah penyebab Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien
pasien melakukan tindakan resiko perilaku dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD
kekerasan. Senada dengan Teori Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak Tengah yaitu : Faktor genetik yang
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat menyebabkan pasien mengalami risiko
mengakibatkan tidak berkembangnya ego perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang
dan membuat konsep diri yang rendah. menyebabkan pasien mengalami risiko
Agresif dan kekerasan dapat memberikan perilaku kekerasan antara lain yaitu:
kekuatan dan meningkatkan citra diri Kepribadian yang tertutup, Kehilangan,
(Nuraenah, 2012: 30). Aniayaseksual, Kekerasandalamkeluarga.
Faktor sosial budaya yang menyebabkan

154
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149-156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

pasien mengalami risiko perilaku kekerasan Keliat BA, Akemat& Helena C.D, Nurhaeni,
yaitu: Pekerjaan, Pernikahan. H (2012)
KeperawatanKesehatanJiwaKomunitas
Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan :CMHN (Basic Course) Jakarta :
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. PenerbitBukuKedokteran EGC.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
yaitu; faktor genetik; Putus obat sebagai Kemenkes RI (2013) RisetKesehatanDasar
pencetus pasien mengalami resiko perilaku (Riskesdas) 2013, LaporanNasional
kekerasan. Faktor psikologis yaitu Konsep 2013.
diri; tidak diterima lingkungan sekitar
sebagai pencetus pasien mengalami risiko Nurheni H (2011)
perilaku kekerasan. Faktor sosial budaya KeperawatanKesehatanJiwa : CMHN,
yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat Jakarta, EGC
tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar. Saputri,A.I (2016).
AnalisisFaktorPredisposisi Dan
Saran PresisipitasiGangguanJiwa di
Bagi pasien yang memiliki faktor RuangInstalasiGawatdarurat RSJD
predisposisi, erpikir positif bahwa didalam Surakarta, NaskahPublikasi, 1-11.
dirinya ada gen yang menyebabkan resiko Diterimadarihttp://eprints.ums.ac.id/44
perilaku kekerasan, menceritakan kepada 990/
profesional tentang permasalahan yang
dihadapi, membina keluarga dengan Saseno&Kriswoyo PG (2013)
harmonis lewat memahami peran dan fungsi PengaruhTindakan Restrain
dari tiap anggota keluarga. Bagi pasien yang denganmansetterhadapSkizofrenia
memiliki faktor presipitasi, kesadaran pada .JurnalKeperawatanMersi, 4 (2)
pasien bahwa pasien masih membutuhkan
terapi yang salah satunya adalah obat untuk Subagyo,W.,Wahyuningsih,D,,&Mukhad,M.
mengontrol rasa marah, membantu pasien (2013) Stres Management Of Client
untuk mampu memahmi orang lain bukan With Mental Disorder After
dipahami orang lain. Hospitalization. JurnalRisetKesehatan
Vol 2,No 1 (ISSN:2252-5068 e-
DAFTAR PUSTAKA ISSN:2461-1026),288-291
Ashturkar,M.D., &Dixit,J.V.(2013).Selected
Epidemiological Aspects of Waters, F (2014). Schizophrenia. Retrieved
Schizophrenia: Across Sectional Study Desember 20, 2017, from
At Terityary Care Hospital http://www.psychiatrictimes.com/schiz
Maharashra. National Journal of ophrenia/auditory-hallucinations-adult-
Community Medicine, 65-69 populations.

Damaiyanti, Mukhripah&Iskandar (2012) WHO. (2017, Februari 23). Mental


AsuhanKeperawatanJiwa. Bandung. Disorders. Retrieved April 03,2017,
PT.RefikaAditama. from
http://www.who.int/mental_health/ma
DinkesJateng (2013) nagement/depression/prevalence_glob
ProfilKesehatanJiwaJawa Tengah.74. al_helath_estimates/en/.

EkoPrabowo (2014) Wibowo,S (2016) PenderitaGangguanJiwa di


Konsep&AplikasiAsuhanKeperawatan Jawa Tengah Terus Meningkat.
Jiwa. Yogyakarta, NuhaMedika. Retrieved April
18,2017,fromTempo.co:http://gaya.te
Keliat BA &Akemat (2009) Model mpo.co/read 811005/penerita-
PraktekProfesionalJiwa. Jakarta. gangguan-jiwa-di-jawa-tengah-terus-
PenerbitBukuKedokteran EGC.

155
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149–156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

meningkat. Diaksespadatanggal 23
April 2017

Yosep. L. Puspawati,N.N., &Sirait,A. (2017)


PengalamanTraumatikiPenyebabGang
guanJiwa ( Skizofrenia) Pasien di RSJ
Cimahi .MajalahKedokteran Bandung
Volume 41 No.4 tahun 2009
http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v41n4.
253,194-200

156

Anda mungkin juga menyukai