Anda di halaman 1dari 18

DISKUSI 4

Ekonomi Kesehatan

Setelah mengikuti sesi 4 ini, silahkan diskusikan pertanyaan berikut:

1. Jelaskan pergeseran permintaan kesehatan ke permintaan perawatan medis!

Komposisi kuantitas perawatan medis (m) dan konsumsi barang lainnya (X) ketika
seseorang mengalami sakit akan berbeda dengan keadaan sebelum sakit. Karena
penggunaan perawatan medis adalah satu satunya cara untuk memperbaiki kesehatan
agar dapat kembali ke tingkat kesehatan sebelumnya, kebutuhan perawatan medis
bertambah dari mg menjadi m. Pola konsumsi untuk barang lainnya akan mengalami
perubahan ketika anggaran yang tersedia dialokasikan lebih banyak untuk perawatan
medis, kuantitas konsumsi barang lainnya berkurang dari Xi menjadi X, keadaan ini
menunjukkan pula dampak sakit pada pola pengeluaran. Karena sakit telah
menyebabkan waktu produktif berkurang dan pendapatan berkurang, maka budget
line tertekan yang ditunjukkan oleh pergeseran Garis II menjadi I'I', kemampuan
mengadakan m dan X berkurang sehingga kombinasi kuantitas keduanya relatif
sedikit disepanjang garis yang baru dibandingkan kombinasi kuantitas sebelumnya.
Proses perubahan kuantitas m dan konsumsi X sebagai akibat berubahnya budget line
karena sakit ditampilkan pada Gambar berikut.
Untuk menjelaskan proses perubahan kuantitas m dan konsumsi X sebagai dampak
sakit, kita menggunakan prefensi yang sama untuk UITS dan Uis pada Gambar 4.4
sebelumnya. Karena preferensi orang ketika sakit akan menyesuaikan sedemikian
rupa pada garis anggaran yang telah berubah (I'I') karena pendapatan berkurang,
kombinasi kuantitas perawatan medis dan konsumsi barang lainnya ditandai oleh mc
dan Xc, kombinasi ini sama dengan kombinasi yang ditandai oleh titik C pada
Gambar 4.3 sebelumnya. Berkurangnya kuantitas perawatan medis dan konsumsi
barang lainnya dari m, dan X4 menjadi mc dan Xc menunjukkan hilangnya
pendapatan sebagai dampak sakit.

Pada kasus demikian kita dapat menyimpulkan bahwa sakit telah menyebabkan tiga
keadaan potensial terjadi yaitu pendapatan berkurang, seperti ditunjukkan oleh
pergeseran garis anggaran dari II menjadi IT' pada Gambar 4.5, kuantitas konsumsi
barang lainnya berkurang karena orang harus menambah alokasi anggaran yang
tersedia untuk perawatan medis (seperti ditunjukkan oleh kuantitasnya yang
berkurang dari XB ke Xc pada Gambar 4.5), kuantitas perawatan medis bertambah
karena kebutuhan untuk memperbaiki kesehatan agar dapat kembali ke tingkat
sebelum sakit, seperti ditunjukkan oleh kuantitasnya yang bertambah dari mg ke mc
pada Gambar 4.5. Walaupun kejadian sakit tidak menyebabkan pendapatan orang
berkurang, misalnya karena orang tersebut mendapatkan asuransi, kuantitas konsumsi
X akan berkurang dan m cenderung bertambah dibandingkan kombinasi keduanya
ketika tidak sakit. Perubahan tersebut ditandai oleh berkurangnya konsumsi dari XB
ke X4 dân bertambahnya perawatan medis dari mB ke ma, kombinasi keduanya
adalah sebesar X, dan m. 

 Catatan :

 Cantumkan sumber referensi tanggapan Anda


 Diharapkan tanggapan diskusi Anda diuraikan dengan kalimat sendiri. Ingat
hindarkan copy paste

Ekonomi Pendidikan

Model keluarga menjelaskan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga kaya akan
mendominasi pendidikan pada tingkatan tertinggi. Dengan kemampuan keuangan
yang lebih kuat, maka anak-anak dari keluarga kaya akan dapat masuk ke sekolah-
sekolah baik dengan harga mahal yang harus dibayar.

Sebuah penelitian menyatakanbahwa Individu yang lebih memiliki kemampuan akan


memiliki permintaan yang lebih besar dalam pendidikan. Serta, semakin tinggi tingkat
pengembalian dari pendidikan (koefisien β) dan semakin rendah tingkat bunga pasar
(R), maka akan semakin tinggi permintaan atas pendidikan

1. Apakah  yang mendorong keseimbangan jangka panjang merupakan keluaran


yang paling disukai ?
2. Apakah pendidikan termasuk barang publik Murni ?
3. Jelaskan mengapa kebijakan subsidi masih dipertahankan dalam pendidikan ?

Ekonomi Pertanian

Setelah membaca dan mempelajari modul 5, membuka inisiasi dan pengayaan ajar
lainnya yang ada di pertemuan ke -4 ini, Anda diharapkan mampu menjelaskan
beberapa pertanyaan diskusi berikut ini :

1. Jenis-jenis biaya apa saja yang ada di dalam faktor produksi


Sekedar mengingatkan, pada pasar input yang bersaing sempurna biaya faktor
total adalah perkalian sederhana antara harga input (r°) dengan jumlah input yang
digunakan (x), atau dituliskan dengan:

TFC = r°. x

Pada Modul 5 ini konsep biaya akan dikupas agak panjang bukan dari sisi faktor
produksi tetapi dari sisi produksi (output). Untuk itu beberapa istilah akan
diuraikan/dijelaskan sebelum menginjak pada inti persoalan:

1. Biaya Variabel (VC = Variable Cost)

Biaya variabel adalah biaya produksi yang berubah-ubah tergantung pada tingkat
produksi yang dihasilkan. Di bidang pertanian biaya variabel ini mungkin saja berupa
biaya pembelian input untuk memproduksi jagung, pada contoh kita, seperti: benih,
pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya variabel di sini dinyatakan dengan satuan output
(bukan dengan satuan input) karena biasanya pada proses produksi pertanian tidak
hanya memerlukan satu macam faktor produksi.

VC = g (y)

2. Biaya Tetap (FC=Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya produksi yang tidak berubah atau tidak tergantung pada
produksi yang dihasilkan. Contohnya misalnya: penyusutan tanah, bangunan, alat/
mesin pertanian.

FC = k

3. Biaya Total (TC = Total Cost)

Biaya total adalah penjumlahan biaya variabel dengan biaya tetap atau dapat
dituliskan menjadi:

TC =VC + FC atau TC = g(y) + k

4. Biaya Variabel Rata-Rata (AVC= Average Variable Cost)

Biaya variabel rata-rata adalah biaya variabel per satuan output yang dihasilkan.

AVC =VC / y = g(y) / y

5. Biaya Tetap Rata-Rata (AFC= Average Fixed Cost)


Biata tetap rata-rata adalah biaya tetap per satuan output. Karena sifat konstan biaya
tetap, biaya tetap rata-rata (AFC) akan mengecil seiring dengan membesarnya output.
AFC = FC/ y = k / y

6. Biaya Total Rata-Rata (ATC= Average Total Cost)

Biaya total rata-rata atau sering ditulis dengan biaya rata-rata (AC = Average Cost)
saja adalah total biaya per satuan output.

ATC = AC =TC/ y atau

ATC = AC = AVC+ AFC

AC = VC / y + FC / y

7. Biaya Marjinal (MC = Marginal Cost)

Biaya marjinal adalah perubahan pada biaya total karena pertambahan output satu
satuan. Perlu diperhatikan di sisi, karena biaya tetap adalah konstan (k) pada berapa
pun output yang dihasilkan, biaya marjinal akan sama apakah itu berdasarkan biaya
total maupun berdasarkan biaya variabel.

MC = TC / y = VC / y

Untuk fungsi biaya yang kontinu, biaya marjinal dapat dituliskan sebagai:

MC = dTC/ d y = dVC / dy

2. Menjelaskan maksimasi keuntungan dari konsep biaya

Proses maksimisasi keuntungan dilihat dari konsep biaya sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan maksimisasi dilihat dari konsep produksi. Keuntungan akan
mencapai maksimum jika penerimaan marjinal sama (MR = Marginal Revenue)
dengan biaya marjinal (MC = Marginal Cost). Keadaan tersebut tercapai pada saat
slope fungsi keuntungan sama dengan nol. Secara matematis pernyataan di atas
dapat diturunkan sebagai berikut:

π = TR-TC

dπ/ dy = dTR/ dy - dTCI dy = 0

MR – MC = 0

atau lebih umum ditulis dengan :


MR = MC

Pada keadaan persaingan sempurna, penerimaan marjinal atau pertambahan


penerimaan karena pertambahan output satu satuan sama dengan harga output
karena harga output di sini konstan (p°).

TR = p°. y

dTR/ dy = p°

MR = p°

Maksimisasi keuntungan juga dapat dilihat dari turunan kedua fungsi keuntungan
bernilai negatif (ingat syarat nomor 2, pada Modul 4). Maksudnya, jika turunan
kedua ini bernilai positif, maka keuntungan akan mencapai minimum, atau daerah
di bawah sumbu horizontal pada Gambar 5.2. Pada gambar itu, semakin jelaslah
kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai keuntungan maksimum. Selain
syarat MR = MC, keuntungan maksimum tercapai pada saat titik potong kedua
kurva tersebut atau tepatnya pada saat MC memotong MR dari bawah. Karena
pada keadaan tersebut, penerimaan marjinal (MR) berada jauh di atas biaya rata-
rata (AC dan AVC).

Misalkan petani jagung menghadapi keadaan bahwa penerimaan marjinal (MR)


berada di bawah biaya rata-rata (AC) tetapi masih di atas biaya variabel rata-rata
(AVC), petani tetap dianjurkan untuk produksi karena nilai penjualannya
diharapkan dapat mampu menutupi biaya variabel yang dikeluarkannya. Tetapi
jika keadaan MR = MC berada jauh di bawah biaya variabel rata-rata (AVC),
petani tidak dianjurkan berproduksi karena nilai penjualan yang diperoleh nya
tidak mampu menutup biaya tetap pada penyusutan tanah, bangunan dan alat-alat
pertaniannya.

3. Apa yang Anda ketahui tentang kurva penawaran

Kurva penawaran merupakan hubungan fungsional antara jumlah produksi yang


ingin dijual dengan harga yang berlaku. Kurva penawaran petani sebenarnya
merupakan representasi dari kombinasi titik-titik tingkat keuntungan maksimum
pada suatu tingkat penerimaan marjinal atau harga produk tertentu. Jadi, pada
kondisi maksimisasi kuntungan, petani rasional hanya akan memproduksi barang
atau jasa jika harga pasar lebih besar atau sama dengan biaya variabel rata-
ratanya. Jadi, kurva penawaran di sini adalah kurva biaya marjinal (MC) yang
terletak di atas kurva biaya variabel rata-ratanya (AVC).

Ekonomi Publik

Jelaskan cara pemerintah mengatasi terjadinya eksternalitas!

Berikut ini penjelasan mengenai solusi pemerintah terhadap masalah


eksternalitas:

1. Regulasi

Pemerintah mengandalkan regulasi untuk mengatasi permasalahan


eksternalitas. Terdapat dua bentuk dari regulasi dikeluarkan oleh pemerintah.
Pertama, regulasi yang melarang perilaku tertentu. Misalnya, membuang
limbah kimia berbahaya ke dalam sungai yang menjadi sumber air minum bagi
masyarakat merupakan suatu tindakan kriminal. Dalam hal ini, jelas bahwa
biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat melebihi dari manfaat oleh
pihak yang membuang limbah tersebut ke sungai. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk melarang perilaku tersebut. Di samping itu,
beberapa contoh lain dari regulasi ini adalah pelarangan merokok di dalam
kabin pesawat, penentuan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor,
dan pelarangan perburuan hewan tertentu untuk mencegah kepunahan.

Kedua, regulasi yang mewajibkan perilaku tertentu. Misalnya, pemerintah


mewajibkan pabrik peleburan baja untuk mengadopsi teknologi yang dapat
memfilter partikel yang mengandung zat berbahaya keluar dari cerobong asap
pabrik. Akan tetapi, agar regulasi ini dapat diterapkan dengan baik, pemerintah
sebagai regulator harus mengetahui secara detail mengenai proses produksi
industri tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus mengetahui teknologi
alternatif yang dapat diterapkan oleh industri itu. Sayangnya, informasi seperti
ini sering kali sukar diperoleh oleh pemerintah.

2. Kebijakan Berdasarkan Mekanisme Pasar Dibandingkan dengan mengatur


perilaku dalam rangka merespon eksternalitas melalui regulasi, pemerintah juga
dapat menggunakan instrumen kebijakan berdasarkan mekanisme pasar untuk
memberikan insentif kepada individu maupun perusahaan untuk mencapai
tingkat efisiensi secara sosial. Terdapat tiga pilihan kebijakan yang dapat dipilih
oleh pemerintah, yakni:

a. Denda dan pajak

Bentuk paling sederhana dari kebijakan berdasarkan mekanisme pasar adalah


pengenaan denda atau pajak sesuai dengan jumlah polusi yang dikeluarkan.
Secara umum, apabila terjadi eksternalitas, maka terdapat perbedaan antara
biaya privat dan biaya sosial dan di antara manfaat prviat dan manfaat sosial.
Besaran denda dan pajak yang dikenakan terhadap individu atau perusahaan
berupa biaya dan manfaat sosial sebenarnya dari kegiatannya. Denda dan pajak
didesain untuk membuat marginal private cost setara dengan marginal social
cost dan marginal private benefit setara dengan marginal social benefit. Pajak
yang memiliki tujuan untuk mengoreksi efek negatif dari eksternalitas disebut
juga sebagai corrective taxes atau pajak Pigovian.

Secara umum, pajak dan regulasi sama-sama efektif untuk mengurangi tingkat
polusi. Akan tetapi, para ekonom lebih cenderung memilih menerapkan pajak
dibandingkan dengan regulasi untuk mengatasi polusi karena dengan pajak
dapat mengurangi polusi dengan biaya terendah bagi masyarakat. Penyebabnya
adalah dalam regulasi, setiap perusahaan wajib mengurangi polusi dalam
jumlah yang sama. Misalnya, pemerintah dengan kebijakan regulasi
menetapkan agar setiap perusahaan mengurangi limbah sebesar 700 meter
kubik per tahunnya. Padahal, untuk mencapai ambane batas sebesar 700 meter
kubik per tahunnya itu, belum tentu satu perusahaan mengeluarkan biaya yang
sama dengan perusahaan yang lain. Bisa suis perusahaan yang satu dapat
mengurangi polusi dengan biaya yang lehih rendah dibandingkan dengan
perusahaan lain pada tingkat pengurangan jumlah polusi yang sama.

Berbeda dengan regulasi, pengenaan pajak bisa mencapai pengurangan polusi


dengan cara yang lebih efisien. Pajak akan memberikan perusahaan suatu
insentif ekonomi untuk mengurangi polusi. Misalnya, pemerintah dengan pajak
menetapkan agar setiap perusahaan membayar Rp100 juta untuk setiap meter
kubik limbah yang dikeluarkan. Bagi perusahaan yang merasa tidak sanggup
membayar pajak, maka akan mengurangi kapasitas produksinya untuk
menghindari pengenaan pajak sehingga tingkat limbah yang dihasilkan akan
menjadi lebih rendah. Semakin besar tarif pajak, maka akan semakin besar pula
tingkat pengurangan limbah. Apabila tarif pajak cukup besar, bahkan
perusahaan bisa menutup usahanya sehingga tingkat limbah akan menjadi nol.
Selain itu, pajak dianggap lebih ramah terhadap lingkungan. Dalam rangka
kebijakan regulasi, perusahaan sama sekali tidak memiliki insentif untuk
mengurangi jumlah limbah yang dikeluarkan ketika mereka sudah mencapai
target ambang batas limbah yang ditetapkan. Sebaliknya, pajak akan
mendorong perusahaan untuk memiliki teknologi yang ramah lingkungan sebab
dengan memiliki teknologi tersebut perusahaan dapat mengurangi jumlah pajak
yang harus dikeluarkan.

b. Subsidi

Individu atau perusahaan lebih cenderung untuk mengabaikan manfaat dari


pengurangan limbah atau polusi ketika tidak ada pengenaan denda atau pajak
terhadap aktivitasnya. Bahkan, pada kondisi tersebut, individu dan perusahaan
cenderung mengeluarkan dana yang lebih sedikit untuk membiayai teknologi
yang lebih ramah lingkungan. Dibandingkan dengan mengenakan pajak
pemerintah dapat memberikan subsidi terhadap biaya penggunaan teknologi
yang lebih ramah lingkungan kepada individu atau perusahaan. Individu dan
perusahaan yang menghasilkan eksternalitas negatif, seperti polusi dan limbah
lebih cenderung menyukai subsidi dibandingkan dengan pengenaan pajak.
Alasannya sudah jelas, yakni pada kebijakan subsidi mereka akan mendapatkan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan pada sistem pajak. Pada
kebijakan pajak, jumlah output yang dihasilkan akan lebih sedikit dengan harga
yang lebih tinggi. Hal ini akan cenderung merugikan konsumen dari produk
yang menghasilkan eksternalitas negatif. Di sisi lain, para pembayar pajak
justru akan diuntungkan di bawah kebijakan pajak karena uang tidak
digunakan untuk membiayai subsidi individu dan perusahaan yang
menghasilkan eksternalitas negatif. Poin yang paling penting adalah ternyata di
bawah kebijakan subsidi, individu dan perusahaan yang menghasilkan
eksternalitas negatif tidak menghadapi biaya sosial yang sebenarnya. Hal ini
disebabkan karena pada komponen marginal social cost dari produksi mereka
meliputi subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Subsidi tersebut dibiayai dari
oleh uang yang dibayarkan oleh pembayar pajak sehingga pembayar pajak
harus menanggung beban atas subsidi yang diperikan pada invididu atau
perusahaan yang menhasilkan eksternalitas negatif. Ini merupakan suatu hal
yang tidak efisien. Sebaliknya, di bawah kebijakan pajak individu dan
perusahaan yang menghasilkan eksternalitas negatif akan menghadapi biaya
sosial sebenarnya.

c. Marketable permit Bentuk lainnya dari kebijakan berdasarkan mekanisme


pasar adalah marketable permit. Dalam kebijakan ini, pemerintah membagikan
izin untuk mengeluarkan polusi dalam batasan atau standar tertentu.
Kemudian, setiap individu atau perusahaan diminta untuk mengontrol tingkat
polusi sesuai dengan izin yang dimilikanya. Terdapat dua pilihan bagi individu
atau perusahaan yang mengeluarkan polusi lebih besar dari standar izin polusi
yang dimiliknya, yakni: 1) Individu atau perusahaan tersebut dapat
menerapkan mekanisme internal untuk mengendalikan polusi, misalnya dengan
menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan

2) Individu atau perusahaan tersebut dapat membeli izin dari perusahaan lain
yang tidak memerlukan sebagian kuota izin yang dimilikinya (hal ini dapat
disebabkan karena mereka bisa mengontrol polusinya dengan lebih baik) untuk
meningkatkan jumlah standar polusi yang dimilikinya.

Dalam kebijakan ini, suatu individu atau perusahaan (misalnya, pabrik tekstil)
akan menjual izin yang dimilikinya apabila harga dari izin tersebut lebih besar
dibandingkan dengan marginal cost untuk mengurangi polusi. Sebaliknya, suatu
individu atau perusahaan (misalnya, pabrik perakitan mobil) akan membeli izin
dari individu atau perusahaan lainnya apabila marginal cost untuk mengurangi
polusi lebih besar dibandingkan harga dari izin tersebut. Selama terdapat pasar
bebas untuk menjual atau membeli izin tersebut, alokasi sumber daya akan
efisien.

Terdapat perbedaan dan persamaan antara kebijakan marketable permit dan


pajak. Dalam kedua kebijakan ini, individu dan perusahaan harus membayar
untuk polusi yang mereka keluarkan. Akan tetapi, pada kebijakan pajak
mereka membayar kepada pemerintah. Sedang pada kebijakan marketable
permit mereka harus membayar untuk membeli izin dari individu atau
perusahaan lain. Pada kedua kebijakan ini, akan membuat individu dan
perusahaan yang mengeluarkan polusi yang lebih banyak harus menanggung
biaya lebih besar.

Sumber Referensi : Modul 4 Ekonomi Publik ESPA4228

Kebanksentralan dan Kebijakan Moneter

Saudara Mahasiswa,

1. Jelaskan 3 ukuran keberhasilan bank

Terdapat beberapa ukuran keberhasilan perbankan yaitu sebagai berikut.


1. Q ratio yang didefinisikan sebagai rasio antara nilai pasar perusahaan suatu bank
(sebagaimana direfleksikan oleh harga saham bank) terhadap nilai buku perusahaan
bank. Peningkatan Q ratio mencerminkan peningkatan potensi profit atau
pengurangan biaya modal. Bank melakukan ekspansi bila Q ratio melebihi satu dan
kontraksi bila kurang dari 1. Nilai pasar dari suatu bank adalah estimasi di muka atas
net present value bank, yaitu nilai diskonto dari arus dividen. Nilai buku perusahaan
adalah nilai historis perusahaan atas aset bank setelah diperhitungkan inflasi dan
penyusutan.
2. Return on Aset adalah perbandingan pendapatan terhadap total aset.
3. Return on Equity adalah perbandingan antara pendapatan terhadap modal bank.
4. Value added adalah jumlah di mana proses produksi meningkatkan nilai barang dan
jasa, yang diukur dengan perbandingan antara keuntungan setelah diperhitungkan
biaya operasi dikurangi beban bagian untuk pemegang saham dibagi dengan faktor
input.
5. Price per earning ratio yaitu perbandingan harga pasar saham dibagi dengan
pendapatan per saham.
6. Net interest rate margin yaitu perbandingan antara selisih pendapatan bunga setelah
dikurangi biaya bunga dibagi dengan rata-rata total aset.
7. Tingkat pertumbuhan aset.
8. Tingkat pertumbuhan pendapatan.
9. Loan to deposit ratio adalah perbandingan antara jumlah kredit dibandingkan
dengan jumlah deposito.
10. Capital ratio yaitu perbandingan antara modal bank dengan aktiva tertimbang
menurut risiko.
11. Rasio produktivitas yaitu perbandingan antara total pendapatan terhadap biaya
bukan bunga.
12. Rasio efisiensi yaitu perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan
operasional.

13. Indeks harga saham.

2. Jelaskan peran penting perbankan dalam kebijakan moneter

Penting untuk diketahui bahwa mekanisme kebijakan moneter yang mana yang
berjalan sehingga Bank Sentral bisa mempengaruhi sektor riil tidak diketahui secara
persis dan dipahami secara utuh. Sebagian besar bank sentral di negara-negara maju
terutama menggunakan instrumen yang sama yaitu lelang pasar uang dengan
perjanjian pembelian kembali dan dengan jaminan surat berharga. Dengan mekanisme
ini perbankan dimungkinkan untuk memperoleh dana jangka pendek dari bank
sentral. Biaya untuk memperoleh dana ini tentunya lebih mahal dari pada perolehan
dana melalui operasi moneter dengan lelang terbuka.
Secara umum ada dua pandangan yang berbeda tentang mekanisme kebijakan
moneter. Pertama, pandangan uang (money view) yang pada intinya bahwa yang
menjadi permasalahan adalah sisi hutang bank. Kedua, pandangan kredit (credit view)
memandang bahwa kredit bank itu penting dibandingkan dengan sumber pendanaan
lainnya bagi debitur. Dari sudut pandang uang, saluran uang (money channel) dapat
dijelaskan dengan model standar IS/LM. Dalam model itu, pemenuhan pendanaan
rumah tangga, dipenuhi dengan pendapatan dan sisanya di tabung. Pendanaan
perusahaan berasal dari penerbitan obligasi. Bank memperoleh dana dari tabungan
masyarakat dan penerbitan obligasi. Bila bank sentral meningkatkan cadangan wajib
bank pada bank sentral maka kurva LM bergerak ke bawah namun kurva IS tidak
terpengaruh. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi ditingkatkan dan tingkat bunga
menurun. Sementara menurut pandangan kredit, sumber dana obligasi dapat
digantikan sebagian atau seluruh perannya oleh kredit perbankan.
Sumber Referensi : Modul 4 Kebanksentralan dan Kebijakan Moneter ESPA4421

Perekonomian Indonesia
SALAM SEHAT PENUH BERKAH UNTUK KITA SEMUA

Silakan rekan-rekan mahasiswa berdiskusi dalam forum diskusi 4 ini, dengan


topik memilih topik sebagai berikut.

“Investasi dan perdagangan Internasional Indonesia”.

ATAU

“Koperasi dan privatisasi di Indonesia”.

Jangan lupa menulis sumber materi untuk menghindari indikasi plagiasi.


Hindari copy paste jawaban teman. Copy paste diperbolehkan dari sumber
utama (buku/jurnal) namun diwajibkan  untuk di rewrite terlebih dahulu dan
dilengkapi sumber referensi sebelum di upload

Selamat berdiskusi. Salam literasi

Perencanaan SDM

Saudara Mahasiswa, silakan diskusikan dengan teman Anda,

Coba anda jelaskan Pendekatan-pendekatan apa saja yang mempengaruhi


pengambilan keputusan investasi pendidikan ? berikan contohnya dalam kehidupan
sehari-hari.

Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pendidikan diperlukan


perbandingan antara biaya pendidikan (investasi) dengan manfaat yang diperoleh.
Membandingkan biaya pendidikan (investasi) dengan manfaat yang diperoleh
bukanlah hal yang mudah karena biaya dan manfaat terjadi pada waktu yang berbeda.
Di mana biaya harus dikeluarkan pada masa sekarang, sedangkan manfaat baru kita
bisa rasakan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk
membandingkan jumlah uang yang dinikmati di masa depan dengan biaya yang
dikeluarkan pada saat ini. Ada beberapa pendekatan yang sering dipakai dalam untuk
menghitung nilai investasi sumber daya manusia, yaitu seperti: pendekatan nilai
sekarang bersih (net present value), pendekatan internal rate of return, dan
menggunakan persamaan regresi fungsi upah.

1. Pendekatan Net Present Value


Apabila seseorang mengikuti pendidikan dan pelatihan maka akan menyebabkan
keterampilan, produktivitas kerja dan upah juga akan meningkat. Jumlah penghasilan
yang diterima seumur hidup setelah melalui pendidikan dapat dihitung dengan konsep
present value (PV). Untuk menghitung nilai sekarang atau mendiskontokan nilai
aliran pendapatan yang berhubungan dengan pendidikan di perguruan tinggi misalnya,
kita harus menentukan penghasilan yang diharapkan oleh individu pada setiap
tahunnya, lalu menyesuaikan dengan diskon faktor untuk kemudian semua
pendapatan tersebut dijumlahkan.

PV di sini adalah present value (nilai sekarang), t adalah usia individu, n adalah usia
yang diharapkan saat masa pensiun, Y adalah penghasilan yang diharapkan pada
setiap tahun t, dan r adalah tingkat bunga atau biaya kesempatan dari modal.
Pertanyaan yang mendasar pada tahap ini adalah bagaimana kita dapat
memperkirakan penghasilan yang diharapkan setiap tahun ke depannya? Pertanyaan
ini tidak mudah untuk dijawab. Metode yang paling umum digunakan adalah melihat
orang-orang dari berbagai usia dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Jadi
diasumsikan bahwa penghasilan siklus hidup seorang individu yang memasuki pasar
tenaga kerja secara langsung dari perguruan tinggi akan terlihat tidak jauh dengan
siklus hidup pekerja yang memiliki pengalaman lainnya (dari berbagai usia) yang juga
pendidikan terakhir mereka di perguruan tinggi. Tentu saja, ini hanya perkiraan;
sangatlah mungkin bahwa permintaan untuk lulusan perguruan tinggi akan naik atau
turun di masa depan, dan ini akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat
pengembalian.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate Return (IRR) dari melanjutkan sekolah adalah tingkat discount yang
mempersamakan hasil dari melanjutkan sekolah dengan biaya total (biaya tidak
langsung dan biaya langsung atau opportunity cost) atau dengan kata lain adalah
tingkat discount yang menyebabkan nilai NPV sama dengan nol. IRR dalam human
capital dapat digunakan hal berikut.

a. Sebagai dasar pengambilan keputusan melanjutkan sekolah atau tidak.

b. Untuk menerangkan situasi kerja seperti bertambahnya pengangguran.

c. Untuk memprediksi tambahan pekerja dari berbagai tingkat pendidikan di masa


yang akan datang.
d. Dipergunakan dalam menyusun kebijakan pendidikan dan perencanaan tenaga
kerja.

e. Perhitungan IRR sosial untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah program
pendidikan.

Dalam kenyataannya metode internal rate of return ini lebih sering digunakan dalam
memperkirakan nilai investasi dalam pendidikan dan pelatihan dibandingkan dengan
NPV. Perhitungan IRR adalah mencari r discount rate yang akan membuat present
value dari kembali ke perguruan tinggi persis sama dengan present value dari biaya
yang berkaitan dengan perguruan tinggi atau dengan kata lain r yang akan membuat
net present value (perbedaan antara dua pendapatan antara lulusan SMA dan lulusan
universitas) sama dengan nol.

Pada dasarnya, IRR menunjukkan hasil untuk investasi dan dapat digunakan untuk
menunjukkan apakah investasi tersebut berharga atau tidak. Jika r melebihi tingkat
bunga yang diperkirakan untuk mendapatkan alternatif investasi (kesempatan biaya
modal) atau bunga yang harus dibayar untuk membiayai pendidikan perguruan tinggi
maka investasi tersebut berharga dan harus dilakukan. Demikian juga sebaliknya
dalam kenyataannya, untuk mencari nilai r yang akan menyebabkan nilai NPV = 0
merupakan hal yang tidak mudah dan cukup menguras waktu karena kita harus
melakukannya dengan metode coba-coba (trial and error) untuk mendapatkan nilai
IRR tersebut.

3. Fungsi Upah (Pendekatan Earnings Function)

Pendekatan lain yang sering digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian


investasi pendidikan adalah dengan menggunakan regresi fungsi upah. Fungsi upah
adalah salah satu model dari yang paling banyak digunakan dalam ekonometrika atau
regresi di bidang ekonomi ketenagakerjaan dan dipopulerkan oleh ekonom Jacob
Mincer. Pendekatan ini banyak digunakan karena modelnya yang sederhana dan
relatif mudah untuk mendapatkan datanya. Dalam regresi, variabel terikat atau
variabel dependennya adalah tingkat upah yang biasanya disajikan dalam bentuk
logaritma natural dari upah. Sebagai variabel bebas atau variabel eksplanatorinya
adalah lama sekolah, pengalaman kerja, dan variabel- variabel lain yang dapat
mempengaruhi tingkat upah sebagai variabel kontrol.

Sumber Referensi : Modul 5 Perencanaan Sumber Daya Manusia ESPA4534


Salam

Tutor

Sistem Keuangan Pusat Dan Daerah

Saudara mahasiswa,

Setelah membaca modul, rbv, dan materi inisiasi 4 coba anda jelaskan tentang:

Reformasi keuangan negara sejak jaman orde reformasi

Krisis ekonomi yang berlanjut dengan adanya gelombang reformasi, telah


menyadarkan kepada kita semua bahwa telah terjadi kesalahan dalam pengawasan
atas pengelolaan keuangan negara. Berakhimya pemerintahan Orde Baru dan dengan
adanya tuntutan masyarakat agar diberlakukannya desentralisasi fiskal (otonomi
daerah), maka tuntutan akan adanya perubahan (reformasi) dalam sistem pengawasan
keuangan negara pun menjadi semakin tak terelakkan. Adanya reformasi di bidang
pemerintahan yang dimulai tahun 1998, sebagai akibat adanya krisis ekonomi dan
sosial, juga berdampak pada tatanan pengawasan pengelolaan keuangan negara.
Sebagai buktinya, UUD 1945 Pasal 23 ayat (5) yang mengatur tentang BPK telah di
amandemen dan menjadi Pasal 23E yang berbunyi: "(1) untuk memeriksa tanggung
jawab Pemerintah tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksaan
Keuangan yang bebas dan mandiri; (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara
diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya, (3) Hasil pemeriksaan
tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan
undang-undang." Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23E ini, maka kedudukan BPK
sebagai aparat pengawas pengelolaan keuangan negara menjadi semakin kuat dan
dipertegas kemandiriannya dari pemerintah. Demikian juga peran DPR sebagai
pengawas pengelola keuangan negara menjadi semakin kuat. Kedudukan BPK
sebagai aparat pengawas pengelolaan keuangan negara yang bertugas melakukan
pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan keuangan negara menjadi semakin kuat
dengan adanya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Ini mengingat,
berdasarkan Pasal 30, 31, 32, dan Pasal 35 disebutkan dengan jelas bahwa
pemeriksaan atas keuangan negara berada di tangan BPK'. Hal ini yang sangat penting
dalam pengelolaan keuangan negara setelah reformasi adalah adanya desentralisasi
pemerintahan, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Dengan adanya kedua undang-undang di bidang otonomi daerah
ini, maka semua unit kerja departemen di daerah, telah diintegrasikan ke pemerintah
daerah. Dengan demikian kantor-kantor Wilayah Departemen dan Satuan Kerja
Departemen di daerah telah diintegrasikan ke pemerintah daerah. Pada tingkat
Pemerintah Pusat, terdapat departemen yang mempunyai unit struktural di bawah
seperti Departemen Keuangan, Departemen Agama, Departemen Kehakiman dan
HAM. Dan lebih banyak lagi terdapat departemen yang tidak punya unit struktural di
daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut, maka sifat dari pun berubah, yang
tadinya sentralistis menjadi desentralistis. Pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota telah membentuk Badan Pengawasan Daerah (Bawasda)
sebagai pengganti Inspektorat Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kotamadya. Untuk
mengatur penyelenggaraan pengawasan di daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden
Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan pengawasan
Pemerintah Daerah.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah meliputi seluruh


kewenangan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas desentralisasi, dekosentralisasi,
dan tugas pembantuan. Dalam hal ini DPRD sebagai representasi rakyat daerah
peranannya semakin kuat. Bahkan pelaksanaan fungsi pengawasan di daerah yang
paling dominan adalah pengawasan oleh DPRD. Demikian pula dalam era reformasi
ini pengawasan oleh masyarakat secara langsung menjadi semakin terbuka, baik
secara sendiri-sendiri maupun kolektif. Sementara itu, dalam kegiatan pengawasan,
Daerah lebih meningkatkan peranan Bawasda sebagai satu-satunya unit pengawas
fungsional di Daerah. Akibatnya, dalam beberapa hal, kehadiran APIP kurang dapat
diterima. Untuk kegiatan yang bersifat desentralisasi, Daerah tidak bersedia lagi
diperiksa (diaudit) oleh aparat pengawas dari pusat (Itjen dan BPKP). Dengan kata
lain pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah (central government
control) melemah.

sumber Referensi : Modul 5 Sistem Keuangan Pusat dan Daerah ESPA4524


Kebanksentralan Dan Kebijakan Moneter
1. Soal

Anda mungkin juga menyukai