Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERAWATAN PASCA OPERASI

Disusun Oleh:

1. Erika Septianingsih (B2019003)


2. Rubyatna Eka Yulianti (B2019013)
3. Suryati (B2019017)
4. Nadya Alifah Putri (B2019021)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah “Perawatan Pasca Operasi” dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memberikan gambaran dan penjelasan tentang handling
fear atau penanganan ketakutan. Diharapkan makalah ini benar-benar mampu membantu para
pembacanya yang masih belum paham mengenai Perawatan Pasca Operasi.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu
tersusunnya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangan wawasan yang bermanfaat bagi para pembacanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan
demi perbaikan penyusunan di masa-masa yang akan datang.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan pasca-operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung


pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan (Baradero et al., 2008). Proses penyembuhan luka
adalah salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan pasien pasca pembedahan yakni
meyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan, jaringan yang
dihasilkan sangat sedikit biasanya dalam waktu 10 sampai 14 hari, repitalisasi secara
normal sudah sempurna dan biasanya hanya menyisahkan jaringan paruh tipis yang
dengan cepat memudar dengan warna merah muda menjadi putih (Morison, 2004).

Luka yang sering di temukan adalah luka yang bersih tanpa kontaminasi,misal
luka insisi yang tertutup, luka-luka yang melibatkan saluran kemih, misal cecio
caesaria dibawah sekmenbawah. Oleh karena itu bidan harus pula mengetahui dan
terampil dalam melakukan perawatanluka pasca operasi. Dalam pengkajian luka harus
memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu dantempat operasi serta tampilan perawatan
luka. Keputusan untuk membalut luka kembali jugaharus mencakup keputusan apakah
kebersihan luka merupakan tindakan yang di identifikasi. Bilaluka perlu di bersihkan
dan dibalut ulang perawatan harus dilakukan dengan teknik bersih denganair atau
normal salin. Bila luka tampak terinfeksi perlu dilakuakan rujukan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pemeriksaan patologi anatomi ?

2. Apa pengiriman patologi anatomi ?

3. Apa pengertian luka ?

4. Bagaimana proses penyembuhan luka ?

5. Apa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka ?

6. Apa masalah yang terjadi pada luka kebidanan ?

7. Bagaimana cara menjahit luka ?

8. Apa perawatan luka ?

9. Bagaimana cara mengangkat dan mengambil jahitan ?


1.3 Tujuan

1. Mengetahui pemeriksaan patologi anatomi.

2. Mengetahui pengiriman patologi anatomi.

3. Mengetahui pengertian luka.

4. Mengetahui proses penyembuhan luka.

5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka.

6. Mengetahui masalah yang terjadi pada luka keidanan.

7. Mengetahui cara menjahit luka.

8. Mengetahui perawatan luka.

9. Mengetahui cara mengangkat dan mengambil jahitan.


BAB II

ISI

2.1 Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pemeriksaan dalam suatu laboratorium yang dilakukan terhadap sel jaringan dan
cairan yang berasal dari tubuh manusia, menggunakan metoda tertentu untuk menegakkan
diagnosis kelainan oleh seorang ahli PA. Ilmu Patologi Anatomi yaitu bidang ilmu
pengetahuan mempelajari kelainan struktur dan fungsi pada penyakit dan hubungan kelainan
dengan gejala klinis, menelaah morfologi (struktur) sel, jaringan dan organ (alat tubuh) pada
penyakit., metode makroskopik & mikroskopik sarana diagnostik, dasar tindakan/pengobatan
klinis 
Arti dan peran patologi dalam bidang kedokteran :
 Patologi
Yunani – Pathos : penyakit - Logos : ilmu
 Ilmu sains penyakit meliputi penyebab, mekanisme, manifestasi penyakit, progresifitas
dan sequelenya.
Ilmu Patologi dibagi menjadi :
 Histopatologi
 Sitopatologi
 Molekuler Patologi
Patologi dibagi menjadi:
a. Patologi Umum
Reaksi dasar yang terjadi pada sel dan jaringan terhadap suatu kondisi abnormal.
b. Patologi Khusus/ Sistemik
Respon spesifik organ dan jaringan tertentu terhadap keadaan abnormal.

2.2 Cara Pengiriman Bahan Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan Patologi Anatomi meliputi :
 Histopatologi Blok Parafin
yaitu pemeriksaan morfologi sel atau jaringan secara mikroskopik dengan pewarnaan
rutin Hematoksilin-Eosin (H.E) untuk menetapkan diagnosis kelainan yang meliputi
degenerasi, radang,infeksi dan neoplasma. Bahan jaringan hasil biopsi insisi/eksisi, operasi,
kuretase, operasi, atau jaringan yang keluar spontan. Jaringan segera difiksasi kemudian
dikirim ke laboratorium PA. Setelah pemeriksaan makroskopik dipilih bagian jaringan
( mewakili diagnosa ) diproses sesuai dengan prinsip dehidrasi, clearing, embedding pada alat
otomatis (autotechnicon/histokinet) dibuat blok parafin dan dipotong dengan mikrotom untuk
dibuat sediaan mikroskopik

 Histopatologi potong beku (Vries Coupe / frozen section)


  yaitu pemeriksaan histopatologi cara cepat pada saat penderita masih berada di meja
operasi diperlukan untuk menentukan tindakan operasi lebih lanjut Bahan pemeriksaan yg
dikirim bahan segar (belum diawetkan/difiksasi) di lab. PA dibekukan (cryocut). Waktu dan
tempat pemeriksaan dengan perjanjian kesepakatan antara dokter klinis dan dokter spesialis
PA.
 Sitopatologi
 Tujuan
yaitu skrining (pemeriksaan penyaringan) dan atau menegakkan diagnosis dengan
cara pemeriksaan sitomorfologi.
 Cara
sediaan apus pada kaca benda dari bahan cairan yang diterima difiksasi diwarnai.
 Bahan pemeriksaan dari
usapan/scraped ( vagina,mulut rahim/cervix,masa ulseratif ),sputum,sikatan
bronkhus/bronchial washing, cairan tubuh (seperti asites dan cairan pleura), urin,
aspirasi jarum halus. ( exfoliative cytology, aspiration cytology )

Diagnosa Sitopatologi: Diutamakan untuk menyingkirkan diagnosa tumor ganas


Diagnosa Ditegakkan berdasarkan :
1. Pleomorfik sel
2. hiperkromatik Inti
3. Ratio inti sitoplasma sel

 Histokimia, Immunopatologi
Untuk Pengenalan Histokimia :
 sel-sel tertentu ( misalnya pewarnaan Sudan III untuk mengenal sel lemak)
 bahan tertentu dalam jaringan atau produknya (pewarnaan Periodic Acid Schift (PAS)
untuk musin atau glikogen)
 mikroorganisme tertentu dalam jaringan, misalnya pewarnaan Campbell untuk basil TB

Bahan Pemeriksaan Histokimia :


 Jaringan segar
 Jaringan yang telah difiksasi dengan formalin 10%
 Jaringan dari blok paraffin 

Manfaat pemeriksaan Immunopatologi:


 Mempertajam diagnostik patologi
 Memastikan histogenetik tumor
 Memastikan subklasifikasi tumor
 Menentukan lesi neoplastik/ non neoplastik
 Mendeteksi petanda tumor
 Mendeteksi petanda mikroba
 Mendeteksi ekspressi onkogen
 Membantu meramalkan perangai biologik dan prognosis suatu tumor
 Menentukan pilihan pengobatan
 Mengenal jenis mikroorganisme atau jenis infeksi

Bahan pemeriksaan Immunopatologi :


 Jaringan segar yang didinginkan pada suhu rendah
 Sediaan sitologi
 Jaringan dalam Blok Paraffin
 Otopsi Klinik
yaitu pemeriksaan bedah mayat atas permintaan dokter spesialis (spesialis anak,
penyakit dalam, dll), pada mayat yang meninggal dalam perawatan di RS untuk
menentukan sebab kematian.

2.3 Perawatan Luka


Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Potter & Perry,
2006). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang bisa disbabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpu, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan (sjamsuhidajat & wim de jong, 2005). Klasifikasi luka memberikan gambaran
tentang status integritas kulit, penyebab luka, keparahan, luasnya cedera atau kerusakan
jaringan, kebersihan luka, atau gambaran kualitas luka, misalnya warna. Luka penetrasi
akibat pisau di sebut luka terbuka, dan luka kontusi disebut luka tertutup. Luka terbuka
menimbulkan resiko infeksi yang lebih besar dari pada luka tertutup. Luka jahitan post sectio
caesarea merupakan hilangnya kontinuitas jaringan atau kulit yang disebabkan oleh trauma
atau prosedur pembedahan. Menurut teori tepi luka bagian luka secara normal terlihat
mengalami imflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamaan imflamasi ini
akan menghilang dalam waktu 7-10 hari luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel
epitel dan bagian pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi tepi luka akan terlihat
bengkak dan meradang (Kozier, 2012).

2.4 Proses Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada
semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi keparahan dan luasnya cedera.
Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke struktur normal melalui
pertumbuhan sel sel juga mempengaruhi penyembuhan luka. Penyembuhan luka adalah
proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang sudah rusak, berikut proses
penyembuhan luka :
a. Fase inflamasi
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa
menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cidera. Proses perbaikan terdiri dari
mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel ke arah yang mengalami
cidera, dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cedera (epitelialisasi). Selama proses
hemostasis, pembuluh darah yang cedera akan mengalami kontraksi dan trombosit
berkumpul untuk menghentikan perdarahan.
Terlalu sedikit proses inflamasi yang terjadi akan menyebabkan fase inflamasi
berlangsung lama dan proses 8 perbaikan menjadi lambat, seperti yang terjadi pada
penyakit yang terlalu banyak inflamasi juga dapat memperpanjang masa penyembuhan
luka karena sel yang tiba pada luka akan bersaing untuk mendapatkan nutrisi yang
memadai.
b. Fase ploliferasi (regenerasi)
Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase proliferasi
terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenarasi ini adalah mengisi luka
dengan jaringan penyambung atau jaringan gramlasi yang baru dan menutup bagian atas luka
dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis kolagen yang akan menutup
defek luka. Fibroblas membatuhkan vitamin E dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat
berfungsi dengan baik. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka.
Selama periode ini luka mulai tertutup oleh jaringan yang baru. Bersamaan dengan
proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka meningkat dan risiko
terpisah atau ruptur luka akan menurun. Tingkat tekanan pada luka mempengaruhi jumlah
jaringan parut yang terbertuk. Contohnya jaringan parut lebih banyak terbentuk pada luka
diekstremitas dibandingkan dengan luka pada daerah yang pergerakannya sedikit, seperti di
kulit kepala atau dada. Gengguan proses penyembuhan selama fase ini biasanya disebabkan
oleh faktor, seperti usia, anemia, hipo proteinemia dan defisiensi zat besi.
c. Maturasi (remodeling)
Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat memerlukan
waktu lebih dari 1 tahun. Bergantung pada kedalaman dan keluasan luka, jaringan parut
kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan. 9 Namun,
luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan
yang digantikannya. Serat kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum
mencapai bentuk normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel
pigmentasi (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit normal.

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


Menurut Potter & Perry 2006 faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
ialah :
a. Nutrisi
Istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berarti nutrisi. Gizi merupakan
substansi organik dan non-organik yang ditemukan dari makanan yang dibutuhkan oleh tubuh
agar bisa berfungsi dengan baik. (Kozier, 2004). Gizi (Nutrition) adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang konsumsi secara normal melalui proses digesti,
absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat–zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ. (Supariasa, Bakri, & Fajar, Penilaian Status Gizi, 2002). Nutrisi berfungsi untuk
membentuk dan memelihara jaringan tubuh , mengatur proses-proses dalam tubuh, serta
sebagai sumber tenaga. Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat.
Secara fisiologis pada pasien post operasi terjadi peningkatan metabolik ekspenditur untuk
energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan nutrien untuk homeostasis, pemulihan,
kembali pada kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke kondisi normal (Torosian, 2004). Prosedur
operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga mempengaruhi digestif,
absorpsi, dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat (Ward, 2003).
Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin terutama A
dan C serta mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam
amino yang di peroleh fibroblas dari protein yang di makan.
Terapi nutrisi salah satu komponen sangat penting untuk klien dalam proses
penyebuhan akibat penyakit. Klien yang telah melakukan operasi membutuhkan setidaknya
1500 Kkal/hari. (Potter& Perry, 2006). Menurut Rusjiyanto (2009) dalam Hasmanidar (2015)
Nutrisi mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka, nutrisi yang buruk mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi, seperti
penurunan sekretori imuno globulin A (AIgA) yang dapat membe rikan kekebalan
permukaan membren mukosa, gangguan sistem fagositosis, ganguan pembentukan kekebalan
humoral tertentu, berkurangnya sebagian komplemen dan berkurangnya thymus sel T. Studi
observasional yang menilai status gizi dan dampaknya pada pasien bedah yang dilakukan
oleh Sulistyaningrum & Puruhita (2007) menemukan semakin baik IMT , semakin cepat
penyembuhan luka operasi dan semakin tinggi albumin, semakin cepat penyembuhan luka
operasi.
b. Usia
Biasanya penyembuhan luka pada lansia cenderung lebih lambat, aspek fisiologi
penyembuhan luka tidak bebeda dengan klien yang berusia muda. Masalah yang terjadi
selama proses penyembuhan sulit ditentukan penyebabnya, karena proses penuaan atau
karena penyebab lainnya. Usia dapat menggangu semua tahap penyembuhan luka perubahan
vaskuler, mengganggu sirkulasi ke daerah luka. Penuaan fungsi hati mengganggu sintesis
pembekuan darah maka respon imflamasi menjadi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit
menurun, jaringan kolagen kurang lunak, dan jaringan parut kurang elastis. (Potter & Perry,
2006) Menurut Jhonson (2011) dalam Hasmanidar (2015) bahwa penambahan usia
berpengaruh terhadap semua penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi dan keogulasi, respon imflamasi yang lebih lambat dan penuruna aktifitas fibroblas.
Kulit utuh yang sehat pada orang dewasa muda merupakan suatu barier yang baik
terhadap trauma mekanis dan infeksi. Begitu pula dengan efisiensi sistem imun, sistem
kardiovaskuler, dan sistem respirasi, yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi cepat.
Menurut Bartini, 2013 usia dewasa muda antara 20 – 35 tahun, kulit utuh pada dewasa muda
yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi,
begitu juga yang 17 berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan respirasi
yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat. Usia reproduksi sehat adalah usia yang
aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu usia 20-35 tahun . (Bartini, 2012
dalam nurani, kintjewn, losu 2015). Sementara usia >35 tahun fungsi-fugsi organ reproduksi
menurun sehingga beresiko menjalani kehamilan.

c. Mobilisasi
Mobilisasi ialah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. (Mubarak & Cahyatin, 2008).
Mobilisasi berpengaruh pada proses penyembuhan luka, karena dengan mobilisasi dini dapat
memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri memperbaiki toleransi otot untuk
latihan, mungkin meningkatkan masa otot pada sistem toleransi otot, membantu proses
penyembuhan ibu yang telah melahirkan secara sectio caesarae. (Lahal, Muzakkir & Muhtar,
2018).
Mobilisasi ialah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,mudah, serta
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Mobilisasi dini merupakan faktor yang mendukung proses penyembuhan atau
pemulihan pasca bedah dengan cepat. Dengan mobilisasi dini maka vaskularisasi menjadi
semakin baik sehingga akan mempengaruhi proses penyembuhan luka post operasi karena
luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel
(Sumarah, 2013) Menurut Sihotang & Yulianti (2018) mobilisasi dini berpengaruh terhadap
penyembuhan luka sectio caesarea karena dengan melakukan mobilisasi dini peredaran darah
menjadi lancar sehingga darah dapat menyalurkan oksigen ke jaringan yang mengalami luka.

d. Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti "mengalirkan atau mengalihkan"
(siphon). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan
absolut insulin atau penurunan relatif insensititas sel terhadap insulin. Berdasarkan bukti
epidemiologi terkin jumlah penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 200 juta dan
diperkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk
meningkatkan angka harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang tinggi dua kali lipat
disertai peningkatan angka obesitas yang dikaitkan dengan urbanisasi dan ketergantungan
terhadap makanan olahan. Di Amerika Serikat, 18,2 juta individu pengidap diabetes (6,3%
dari populasi), hampir satu per tiga tidak menyadari bahwa mereka memiliki diabetes.
(Corwin, 2009).
Diabetes melitus berpengaruh besar dalam penyembuhan luka, salah satu tanda DM
ialah tingginya kadar gula darah yang biasa di sebut hiperglikemi. Hiperglikemi dapat
menghambat leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan terhadap infeksi maka orang
yang mengalami hiperglikemi akan mengalami penyembuhan luka yang sulit dan
berlangsung lama. (Puspitasari, Ummah, & Sumarsih, 2011).

e. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin
kurang dari normai. (Proverawati, 2011). Kadar hemogiobin normal umumnya berbeda pada
laki-laki dan perempuan Untuk pría, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari
120 gram/100ml. Anemia adalah gejala kekurangan (defisuisiensi) sel darah merah karena
kadar hemoglobin yang rendah, atau dalam medis 20 bisa di artika kadar hemoglobin atau sel
darah merah dalam tubuh rendah.anemia dapat digolongkan sebagai berikut :
1). Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
2). Hb 7-8 gr : Anemia sedang
3). Hb < 7 gr% : Anemia berat

f. Obesitas
Obesitas memiliki resiko kesehatan yang serius kelebihan berat badan termasuk dalam
obesitas mengalami peningkatan penyakit jantung, hipertensi, Diabetes Melitus tipe 2.
(Black, & Hawks, 2014). Obesitas juga menyebabkan jaringan lemak kekurangan suplai
darah untuk melawan infeksi bakteri dan untuk mengirimkan nutrisi serta elemen seluler yang
berguna dalam penyembuhan luka. (Potter, & Perry, 2006).

g. Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi penyembuha luka post operasi adalah jenis
obat obatan yang mengandung Steroid. Steroid menurunkan respon imflamasi dari
memperlambat sintesis kolagen, obat obatan anti inflamasi menekan sintesis protein,
kontraksi luka, epitalisasi dan imflamasi. Penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat
meningkatkan resiko terjadinya superinfeksi. Obat-obatan kemoterapi dapat menekan fungsi
sum-sum tulang, menurunkkan jumlah leukosit, dan mengganggu respon imflamasi. h. Stres
luka Muntah distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat menimbulkan stres,pada jahitan
operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi
akan menghambat pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen.

2.6 Masalah yang Terjadi Pada Luka Kebidanan


Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik kebidanan
adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound). Luka
insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan section caesarea,
masektomi, laparotomi (pada kasus histerektomi, tubektomi, miomektomi, dll), dan kasus
yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus luka di jalan lahir (mukosa vagina,
perineum) dan atau pada cerviks karena kelahiran bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi
pada kasus robekan uterus karena tetania uteri. Luka pada perineum yang disengaja untuk
melebarkan jalan lahir atau disebut episiotomi, termasuk dalam jenis luka insisi.
Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan luka
pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang perawatan luka
operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated wound): luka
pada uterus, cerviks, mukosa 5 vagina dan perineum, yang meliputi teknik penjahitan yang
dilakukan dan perawatan luka. Pada bahasan ini, tidak akan dijelaskan perawatan luka secara
spesifik pada kasus luka/robekan pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, karena
akan dibahas lebih terperinci pada mata kuliah Asuhan Kebidanan.

2.7 Cara Menjahit Luka


 Alat dan Bahan
dalam Penjahitan Luka Bahan habis pakai yang digunakan dalam penjahitan luka
diantaranya : benang jahit (catgut, side), kassa steril, anestesi local, dan larutan
antiseptic. Alat-alat yang digunakan diantaranya: needle/ jarum jahit, needle holder/
nalpoeder, pincet anatomis, gunting jaringan/ gunting benang, bengkok, doek lubang
steril dan sarung tangan steril. Benang dan jarum yang digunakan dalam menjahit
luka, disesuaikan dengan jenis luka dan letak luka berada.

 Teknik Penjahitan Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka


disesuaikan dengan keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik
penjahitan dibedakan menjadi:
a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada
teknik penjahitan digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul
sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah
yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain.
Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-
kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu
tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat
yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.
Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:
1) Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya,
kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
2) Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis,
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama
3) Dibuat simpul dan benang diikat.

b. Running Suture/ Simple


Continous Suture (Jahitan 10 Jelujur) Jahitan jelujur menempatkan simpul
hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul
terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama
dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak
disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak
dipakai untuk menjahit kulit.
Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut:
1) Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang terikat tetapi
tidak dipotong
2) Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa mengikat atau
memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul
3) Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan
4) Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul terakhir
pada akhir garis
5) Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/ penempatan
jahitan terakhir.

c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur 11 Terkunci/Feston)


Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal
sebagai stitch bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci.
Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci
bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci
adalah terikat.
Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik
jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan
benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.

d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)


Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan
kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan
untuk jaringan luka dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan
bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua
ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini
berupa satu garis saja.
Teknik ini dilakukan sebagai berikut :
a) Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari 12 ujung luka keluar di daerah
dermis kulit salah satu dari tepi luka
b) Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian
dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain
c) Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara
parallel di sepanjang luka tersebut.

e. Mattress Suture (Matras: Vertikal dan Horisontal)


Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal.
Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan
permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka,
mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu
kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan silang. Risiko penggarisan silang
lebih besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit
point dari jahitan di kulit.
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di
bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya 13
menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh
jahitan ini. Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti
simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari
tusukan pertama. keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat.

2.8 Perawatan Luka


Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang sering dilakukan di rumah
sakit sehingga kemungkinan terjadinya infeksi klinis karena perawatan luka cukup tinggi dan
ini akan menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005).
Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan harus sesuai dengan prosedur tetap yang
berlaku serta selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku profesional yang sesuai dengan
etika profesi keperawatan yang merupakan kesadaran dan pedoman yang mengatur nilai-nilai
moral dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi
keperawatan tetap terjaga dengan cara yang terhormat (Azwar, 2007).

2.9 Cara Mengangkat dan Mengambil Jahitan


1) Menyiapkan Alat Dan Bahan :
a) Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi
waten, kasa dalam bak instrumen steril
b) Bengkok berisi lisol 2-3 %
c) Kapas balut
e) Gunting plester
f) Plester
g) larutan H
h) Alcohol 70 %
i)  Bethadin 10 %
j)  Kantung balutan kotor/bengkok kosong

2) Prosedur Pelaksanaan
a) Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur   yang akan dilakukan
b) Mendekatkan alat ke dekat pasien
c) Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
d) Perawat mencuci tangan
e) Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah dijangkau
f)  Membuka set angkat jahitan secara steril
g) Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong balutan
kotor
h) Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i)  Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70 % dan mengolesi luka operasi
dengan betadhin solution 10 %
j)  Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan
dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat
dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang tidak ada simpul.
k)  Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l)   Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m) Merapikan pasien
n)  Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o)  Perawat mencuci tangan
p)  Mencatat pada catatan perawatan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses penyembuhan luka adalah salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan pasien
pasca pembedahan yakni meyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan,
jaringan yang dihasilkan sangat sedikit biasanya dalam waktu 10 sampai 14 hari, repitalisasi
secara normal sudah sempurna dan biasanya hanya menyisahkan jaringan paruh tipis yang
dengan cepat memudar dengan warna merah muda menjadi putih (Morison, 2004).

Menurut Potter & Perry 2006 faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
ialah :
 Nutrisi
 Usia
 Mobilisasi
 Diabetes Miletus
 Anemia
 Obesitas
 Obat -Obatan

Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan luka
pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang perawatan luka
operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated wound): luka
pada uterus, cerviks, mukosa 5 vagina dan perineum, yang meliputi teknik penjahitan yang
dilakukan dan perawatan luka. Pada bahasan ini, tidak akan dijelaskan perawatan luka secara
spesifik pada kasus luka/robekan pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, karena
akan dibahas lebih terperinci pada mata kuliah Asuhan Kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah. Jakarta, EGC.
Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik
Kebidanan. Jakarta, EGC
Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Kusyati, Eni & tim. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai