Underemployment
Underemployment
penyebab migrasi desa-kota. Faktor pendorong adalah hal yang disebabkan karena kondisi di
wilayah asal, sedangkan faktor penarik ditemukan di wilayah tujuan (). Faktor penarik menarik
perhatian individu dengan lokasi geografisnya yang memiliki kondisi pekerjaan, keamanan sosial,
dan ledakan ekonomi yang lebih baik (). Faktor pendorong dapat disebabkan karna pemerintah
yang buruk dan pengangguran yang dapat mendorong seseorang bermigrasi misalnya ().
Salah satu teori yang paling komplet adalah teori migrasi oleh Lee, yang menunjukkan
bahwa faktor-faktor migrasi yang dipengaruhi oleh kondisi negara asal, faktor yang
berhubungan dengan kondisi negara tujuan, dan hambatannya seperti hukum imigrasi, jarak,
faktor fisik dan personal (Lee, 1966; ). Lee menggunakan plus, minus, dan nol untuk menjelaskan
proses tersebut (). Plus apabila kondisi mendorong proses migrasi, minus apabila tidak
mendorong proses migrasi, dan nol apabila tidak terdapat perbedaan antara wilayah asal dan
tujuan (Lee, 1966; Gurcinaite, 2014). Nol adalah kasus di mana beberapa orang menganggapnya
positif, sedangkan orang yang lainnya negatif ().
Hambatan lainnya yang lebih personal (intervening obstacles) dapat berupa frictions
yang berupa biaya perjalanan, jarak, dan kondisi kesehatan. Pembatasan pada kebijakan imigrasi
pada pasar tenaga kerja dan pendapatan gaji dapat menjadi intervening obstacles di wilayah
asal maupun tujuan (Lee, 1966; ). Lee menunjukkan bahwa kondisi di wilayah asal cenderung
mendorong mereka untuk bermigrasi dibandingkan kondisi di wilayah tujuan (Lee, 1966).
Persepsi seseorang yang kemudian menjadi motivasi utama dan mendorong migrasi,
berdasarkan persepsi menguntungkan dan tidak menguntungkan (Lee, 1966; ). Hal ini yang
menyebabkan semakin maraknya migrasi desa-kota.
Youtube ?
Daftar Pustaka
Aziz et al. (2012). The Effects of Urbanization towards Social and Cultural Changes among
Malaysian Settlers in the Federal Land Development Schemes (FELDA), Johor Darul Takzim.
Procedia Social and Behavioral Sciences, 68, 910 – 920.
Delango, M. W. (2019). The Causes and Consequences of Rural-urban Migration: The Case of
Wolaita Sodo Town Merhal Sub-City. Budapest International Research and Critics Institute-
Journal, 2(4), 99 – 114.
Kanayo, O., dan Anjofui, P. (2019). Push and Pull Factors of International Migration: Evidence
from Migrants in South Africa. Journal of African Studies (JoAUS), 8(2), 219 – 250.
Malamassam, M. A. (2017). Future Staying Preferences of Youth Migrants: Case of Sleman
District, Special Region of Yogyakarta. Jurnal Kependudukan Indonesia, 12(2), 145 – 154.
Mudege et al. (2008). Gender, migration and use of urban space among older people in Nairobi
informal settlements. Researching Migration.
Mukhtar et al. (2018). Does Rural–Urban Migration Improve EmploymentQuality and Household
Welfare? Evidencefrom Pakistan. Sustainability, 10.
Purnomo. (1995). Nilai dan Norma Masyarakat. Jurnal Filsafat, 23, 20 – 27.
Sukitman, Tri. (2016). Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran (Upaya Menciptakan
Sumber Daya Manusia yang Berkarakter). Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 2(2), 85 – 96.
Surya, Batara. (2016). The Processes Analysis of Urbanization, Spatial Articulation, Social Change
and Social Capital Difference in the Dynamics of New Town Development in the Fringe Area of
Makassar City (Case Study: In Metro Tanjung Bunga Area,Makassar City), Procedia: Social and
Behavioral Sciences, 227, 216 – 231.
Contohnya adalah seseorang yang berasal dari Deli Serdang, ia merasakan dikucilkan karena
mengikuti gaya hidup yang tidak ingin terkekang. Sebetulnya hibridisasi sih, antara budaya
internasional dan lokal, sehingga sekarang menjadi nasionalisme. Akses terhadap ruang sudah
ditingkatkan. Di mana orang Batak memang lebih menekankan unsur darah/keturunan dan
gender yang tentunya sering memberikan kontras perbedaan nilai (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1992). Stigma sering muncul akibat pelanggaran akan norma-norma budaya
tersebut (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992). Selain itu memang masyarakat
perdesaan cenderung memiliki aturan-aturan sosial. Seringkali, perbedaan nilai-nilai modern
perkotaan juga memberikan kontras, seperti antara wanita dan pria, di mana dalam beberapa
acara adat laki-laki diutamakan (Samosir, 2018). Selain itu, anak laki-laki dianggap sebagai
pembawa keberuntungan kepada keluarga, dalam pernikahan wanita cenderung dibeli (Samosir,
2018). Wanita juga cenderung bekerja di sektor privat, seperti ekonomi, politik, pendidikan, dll
(Samosir, 2018). Meskipun, seiring berjalannya waktu, nilai-nilai ini tidak seketat sebelumnya
(Samosir, 2018). Ada pula norma-norma yang berhubungan dengan perbuatan asusila, seperti
ODHA, pecandu narkoba, dll (Sugiharti et al., 2019; Ardiansyah, 2020). Tetapi pengakuan wanita
lebih lemah dibandingkan laki-laki dianggap sebagai kodrat yang tidak dapat dicabut (Samosir,
2018). Tidak ada pernyataan mengenai budaya patriarki dari wilayah lain, mungkin hal ini
disebabkan karena wilayah yang lainnya seperti Nias, justru mendapatkan stigma negatif apabila
pindah ke wilayah kota, perubahan sosial lebih merugikan baginya.
Ardiansyah, M. (2020). UPAYA MASYARAKAT DESA BANDAR BARU DALAM MENGUBAH STIGMA
NEGATIF DESA NARKOBA MENJADI DESA SEJAHTERA DI DESA BANDAR BARU, KECAMATAN
SIBOLANGIT, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1992). Sistem Pengendalian Sosial Tradisional
Masyarakat Melayu di Sumatra Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Samosir, D. O. (2018). Isu Gender pada Pilihan Politik Istri dalam Budaya Patriarki (Studi
Deskriptif Kelurahan Tuktuk, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir). Skripsi. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
Sugiharti et al. (2019). STIGMA DAN DISKRIMINASI PADA ANAK DENGAN HIV AIDS (ADHA) DI
SEPULUH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 153 – 161.