DOSEN PENGAMPU:
Armin Rahmansyah Nasution S.E., M.Si
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
2021
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, penulis senantiasa mensyukuri atas segala
nikmat dan ridho-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, dengan judul :
Desain Produk dan Jasa. Makalah ini dibuat untuk melengkapi nilai tugas dari mata kuliah Perekonomian
Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pengalaman dan ilmu yang dimiliki masih terbatas dan terdapat
banyak kekurangan, sehingga penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.Namun penulis tetap bersyukur
karena dengan bimbingan dan bantuan semua pihak, maka makalah ini dapat diselesaikan.Penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna mencapai hasil yang lebih baik.Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan .4
BAB II Pembahasan .5
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing–masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel
utama, yaitu pajak(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama
dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor-sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar
negeri. Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam menciptakan pendapatan dan
pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat
tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi
dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga
sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk
melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiskal
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan
kebijakan moneter, yang bertujuan men- stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat
dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat berikut:
Kebijakan tentang penghasilan tidak kena pajak yang dinaikan 10% pada awal Januari yang tertuang dalam
PP/UU APBN 2006 (Pajak ditanggungpemerintah).
Kebijakan fiskal sering kali menghadapi permasalah seperti yang disebutkan di bawah ini :
Masalah waktu
Pertimbangan politis
Respon pelaku ekonomi
Dampak crowding-out
Kondisi perekonomian dunia/luar negeri
Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya menunjukkan bahwa volume
transaksi yang diadakan oleh pemerintah di kebanyakan Negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk
meningkat lebih cepat daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini berarti bahwa peranan dari
tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan nasional lebih besar. Untuk
Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, peranan tindakan fiskal pemerintah semakin besar
dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya
pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian
diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya
perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit, dan sebagainya.
Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari akan
rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita telah mengetahui
bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi nasional perlu
ditingkatkan. Untuk memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital formation.
Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup besar untuk terwujudnya
capital formation yang dibutuhkan tersebut.
Berdasarkan teori:
1. Kebijakan Ekspansif: Kebijakan yang dilakukan ketika perekonomian suatu negara sedang melemah
dan bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Kebijakan yang diambil adalah dengan menaikkan belanja negara dan menurunkan nilai pajak.
2. Kebijakan Kontraktif: Kebijakan yang dilakukan ketika perekonomian suatu negara berada pada
tingkat yang cukup memanas.
1. Adanya Tax amnesty tahun 2017 yaitu program pengampunan pajak bagi wajib pajak yang telat,
tunggakan dan tidak melaporkan asetnya.
2. Relaksasi pajak yang berlangsung selama tahun 2020 hingga awal 2021 untuk meningkatkan daya beli
masyarakat.
Di Indonesia, kebijakan fiskal dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang merupakan
unit setingkat eselon I di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
BKF berperan untuk merumuskan kebijakan fiskal dan sektor keuangan dengan cakupan tugas
yang meliputi ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, sektor keuangan dan
kerja sama internasional.
1. Tax Amnesty
2. Relaksasi Pajak
Bisa dianalisa dengan bagaimana suatu kebijaksaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN,
dan bagaimana APBN mempengaruhi perekonomian.
Pada kurun waktu tahun 1970-an, sampai dengan tahun 1980-an, naiknya harga minyak (krisis
minyak) memberikan keuntungan yang relatif sangat besar kepada Indonesia. Pada kurun waktu
tersebut, Indonesia dapat dikatakan “ketiban pulung” windfall dari kenaikan harga minyak, karena
pada saat itu Indonesia merupakan eksportir minyak. Kenaikan harga minyak ini, mampu
mendongkrak jumlah “pundi-pundi” devisa negara sehingga pada saat itu untuk sementara Anggaran
Negara terslamatkan.
Namun pada tanggal 4 mei 1998, presiden soeharto mengikuti saran dari International Monetery
Fund (IMF) Untuk menaikan harga bahan bakar minyak dari Rp. 700/ liter menjadi Rp. 1.200/liter.
Kebijakan tersebut menyulut aksi penolakan mahasiswa disejumlah wilayah. Pada tanggal 12 mei 1998
konsentrasi mahasiswa memanas didepan universitas trisakti empat mahasiswa universitas trisakti
meninggal dunia akibat tertembus tima panas. Karna keadaan semakin memanas dan mencengkam bapak
Soeharto pun mengakhiri kekuasaannya tepat pada 21 mei 1998. dapat disimpulkan bahwa pada tahun
1998 semenjak presiden soeharto menaikan harga BBM masyarakat sudah sangat khawatir akan
kehidupan mereka.
Untuk saat sekarang (mulai tahun 2004, 2005 dan 2007), apa yang disebut windfall di
masa lampau tidak mungkin lagi dirasakan oleh Indonesia. Ini disebabkan karena pada masa-masa
sekarang kita tidak lagi menjadi eksportir tetapi sudah tumbuh menjadi importir yang haus minyak
(transisi dari eksportir ke importir) dan semakin lama ladang minyak kitapun sudah tidak bisa
diandalkan. Dengan kondisi sekarang (transisi) maka kenaikan harga ini akan berpengaruh terhadap
perekonomian yang hingga saat ini menjadikan minyak sebagai pendorong proses produksi
(kecenderungan ketergantungan) dan anggaran pemerintah.
Menurut Jurnal Biro Analisa Dampak Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap APBN
Perkembangan harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional atau Indonesian Crude Oil
Price (ICP) adalah salah satu factor yang berpengaruh cukup besar terhadap perubahan APBN baik dari
sisi pendapatan negara maupun belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, perubahan harga minyak
mentah mempengaruhi penerimaan SDA migas dan PPh migas maupun lainnya yang berasal dari
penjualan minyak mentah.
1. Pada sisi belanja negara, perubahan harga minyak mentah mempengaruhi besaran subsidi BBM dan
subsidi listrik serta dana bagi hasil. Subsidi BBM sangat terpengaruh oleh perubahan harga minyak
mentah Indonesia karena sebagian besar biaya produksi BBM dari operator subsidi BBM merupakan
biaya untuk pengadaan minyak mentah.
2. Selain subsidi BBM perubahan harga minyak mentah juga akan mempengaruhi perubahan beban
subsidi listrik. Hal ini dikarenakan sebagian pembangkit listrik milik PLN masih menggunakan BBM
dimana harga beli BBM oleh PT PLN merupakan harga BBM non subsidi . Karena itu, setiap perubahan
harga minyak mentah sangat sensitif terhadap perubahan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik. Apabila
tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan tidak berubah maka beban subsidi listrik yang merupakan selisih TDL
dengan BPP akan mengalami perubahan searah dengan perubahan harga minyak mentah.
3. Perubahan harga minyak mentah yang menyebabkan perubahan pada penerimaan SDA migas akan
mempengaruhi besaran alokasi belanja daerah yaitu dana bagi hasil penerimaan pertambangan minyak
bumi dan gas alam. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah , dana bagi hasil disalurkan berdasarkan realisasi
penerimaan tahun berjalan. Jadi, setiap perubahan pada penerimaan SDA migas akibat perubahan harga
minyak mentah maka alokasi dana bagi hasil juga berubah.
Saat awal merdeka, Indonesia mengalami inflasi (kenaikan harga barang) yang sangat tinggi
karena kondisi mata uang tidak terkendali. Salah satu faktor penyebabnya yaitu belum adanya mata uang
tunggal yang berlaku. Saat itu, terdapat tiga mata uang yang dipakai, sehingga menyebabkan jumlah uang
beredar menjadi banyak dan akhirnya terjadi inflasi.
Pada masa ini, ekonomi diserahkan kepada rakyat yang belum lama merdeka dan masih lemah
ekonominya. Usaha-usaha kecil banyak yang mati karena tidak mampu bersaing. Upaya yang diambil
untuk menanggulanginya antara lain: penetapan Gunting Syafruddin untuk memotong nilai uang NICA
dan de Javasche Bank menjadi setengahnya saja yang berlaku.
Pada era ini, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah meningkatkan
cadangan wajib minimum menjadi 5% yang sebelumnya 3%. Dengan meningkatnya cadangan minimum
maka porsi tabungan yang dapat dipinjamkan ke masyarakat akan berkurang. Meningkatnya cadangan
wajib minimum dapat memperlambat laju inflasi sehingga jumlah uang beredar.
Salah satu contoh penerapan bauran kebijakan yang banyak dikenal adalah bauran kebijakan
fiskal-Moneter (monetary–fiscal policy mix). Secara konseptual, koordinasi bauran kebijakan fiskal-
moneter dapat dilakukan melalui beberapa scenario, yaitu :
Sebagai contoh, apabila bauran kebijakan fiskal-moneter dapat dilakukan secara terkoordinasi,
maka scenario kebijakan 1 dan 4 merupakan scenario kebijakan yang paling efektif diterapkan untuk
mengatasi fluktuasi ekonomi yang berlebihan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing–masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua
variabel utama, yaitu pajak(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan
variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor,
dimana sektor-sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan
sektor dunia internasional/luar negeri. Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing
dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150521231024-85-54918/kuntoro-kenaikan-bbm-1998-
kebijakan-sepihak-soeharto
https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Dampak_kenaikan_harga_minyak_mentah_dunia_terhad
ap_APBN20130129122115.pdf
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150521231024-85-54918/kuntoro-kenaikan-bbm-1998-
kebijakan-sepihak-soeharto