Anda di halaman 1dari 12

Perubahan Denyut Nadi Sesudah Manajemen Kecemasan Anak dengan

Teknik Modelling dan Reinforcement pada Perawatan Gigi Anak

Muhammad Harun Achmad, Sherly Horax, Sustia Sri Rizki, Sri Ramadhany,
Marhamah F. Singgih, Hendrastuti Handayani, Sumintarti Sugiharto.

Abstrak
Objektif : Untuk mengetahui pengaruh dari penanganan kecemasan pada anak
dengan teknik modelling dan reinforcement terhadap perubahan denyut nadi
dalam perawatan gigi dan mulut. Bahan dan Metode Penelitian : Sampel terdiri
atas 53 anak-anak berumur 6-12 tahun yang mendatangi klinik pedodontik di
RSGM pendidikan Universitas Hasanuddin. Tingkat kecemasan diukur
menggunakan parameter objektif, pengukuran denyut radial. Perhitungan tingkat
kecemasan telah dilakukan sebelum dan sesudah modelling dan reinforcement
diberikan dalam tiga tipe perawatan. I : model perawatan gigi, II : game, III :
video modelling dan reinforcement. Analisa data dilakukan menggunakan Uji
Kolmogorov-Smirnov dan Friedman. Hasil Peneilitian : Ditemukan adanya
penurunan sebelum dan sesudah modelling dan reinforcement. Sebelum
intervensi, denyut nadi rata-rata pada perawatan I, II, dan III, masing-masing
adalah 90.79, 88.00 dan 88.38. Setalah intervensi, rata-rata denyut nadi
menurun 5 denyut per menit pada perawatan pertama (85.15), pada perawatan
kedua menurun 7 denyut per menit (81.98), sedangkan pada perawatan III rata-
rata menurun sebanyak 8 denyut per menit (80.19) (p<0,001). Kesimpulan :
Teknik modelling dan reinforcement dapat mengurangi tingkat kecemasan anak
secara efektif pada perawatan gigi dan mulut.
Kata Kunci : Perawatan Gigi untuk Anak; Perilaku dan Mekanisme Perilaku;
Kecemasan.

Pendahuluan
Kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu faktor dibalik status kesehatan
publik. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, 25.9% dari
populasi Indonesia memiliki masalah gigi dan mulut [1]. Kesehatan gigi anak-
anak di Indonesia masih menjadi perhatian; khususnya karena banyak orang tua
yang menganggap bahwa gigi primer anak mereka tidak memerlukan perawatan
khusus. Perawatan gigi dan mulut seringkali menyebabkan rasa takut dan
kecemasan, sehingga ketika mengunjungi dokter gigi, anak-anak sering bersikap
tidak kooperatif dan tindakan perawatan yang diberikan dokter gigi menjadi tidak
optimal [2].
Prevalensi dari kecemasan dalam perawatan gigi mencapai 6-15% dari
keseluruhan populasi. Penelitian sebelumnya di Australia menyatakan bahwa
diantara 50% dan 80% dari semua kasus penyakit, berhubungan langsung
dengan kecemasan. Kecemasan dimulai sejak anak-anak (51%) dan dewasa
(22%) [3]. Variasi populasi, budaya dari negara berkembang menunjukkan
pasien yang merasa takut cemderung menghindari perawatan gigi dan mulut
dengan menunda atau bahkan menolak perawatan, sehingga kualitas kesehatan
gigi dan mulut mereka rendah [3,4]
Perilaku kooperatif pada anak-anak dipengaruhi oleh perawatan yang
diberikan pada kunjungan pertama. Reaksi negatif muncul ketika timbul rasa
nyeri ketika perawatan. Kecemasan timbul dari pengalaman ekstraksi gigi pada
kunjungan sebelumnya, pengalaman orang tua maupun anggota keluarga
lainnya [5]. Dokter gigi perlu memahami kecemasan dan dampak pengalaman
pasien terhadap perawatan gigi dan oral yang akan diberikan. Ketika berhadapan
dengan pasien pediatrik, dokter gigi dapat menganalisa perasaan emosional dan
kondisi yang dimilik anak [5,6].
Kemampuan untuk mengidentifikasi kecemasan pasien dengan membangun
kepercayaan diantara dokter gigi dan pasien memiliki tujuan untuk meminimalisir
kecemasan yang timbul akibat perawatan yang disediakan [6]. Kunjungan
pertama harus dibuat semenarik mungkin karena ini adalah tahap pengenalan.
Rasa nyaman yang mereka rasakan akan memiliki dampak positif sehingga
perawatan dapat berlangsung dengan optimal [5]. Anak-anak seringkali membuat
penilaian mengenai dokter gigi berdasarakan penampilan, tiap kata, pergerakan
dan gestur selama kunjungan pertama ke klinik [7].
Perawatan gigi dan mulut pada anak-anak tidak semudah memberikan
perawatan kepada orang dewasa. Hal ini dikarenakan anak-anak memiliki faktor
yang bervariasi yang memengaruhi perilaku ketika mereka diberikan perawatan.
Kemampuan dari dokter gigi diperlukan untuk menangani perilaku dan
kecemasan pada pasien dengan tindakan perawatan gigi dan mulut [8]. Cara
yang bervariasi dalam menangani perilaku yang dapat diberikan meliputi
modelling dan reinforcement dengan pendekatan komunikasi, tell-show-do, dan
distraksi [2,8].
Satu bentuk dari penanganan kecemasan adalah modelling dan
reinforcement. Teknik ini didasarkan pada prinsip psikologi bahwa seseorang
mempelajari lingkungannya dengan mengobservasi perilaku lainnya
menggunakan model atau video [9]. Modelling dan reinforcement atau belajar
melalui observasi tidak hanya untuk memperoleh kebiasaan atau perilaku baru,
tetapi juga mengurangi perilaku yang tidak diinginkan sehingga anak-anak dapat
belajar untuk mengeliminasi perilaku cemas. Teknik ini telah diusulkan sejak
1969 dan masih digunakan oleh para praktisi [10].
Denyut nadi adalah bagian dari sistem kerja jantung, dengan demikian
keadaan jantung yang berdebar di dalam teori yang disampaikan oleh psikolog
adalah suatu manifestasi dari gejala fisik dalam kecemasan tingkat psikologi [11].
Pengukuran denyut nadi melalui palpasi adalah parameter objektif untuk
menghitung tingkat kecemasan. Perhitungan denyut nadi dipilih sebagai analisa
karena parameter biologis sederhana untuk dihitung. Peningkatan dneyut nadi
adalah indikator psikologis yang umum digunakan dalam mengukur kecemasan.
Maka dari itu, penelitian ini menganalisa pengaruh dari penanganan kecemasan
anak dengan teknik modelling dan reinforcement terhadap perubahan denyut
nadi dalam perawatan gigi dan mulut.

Bahan dan Metode Penelitian


Sampel
Populasi penelitian ini ialah 53 pasien pediatrik berumur 6-12 tahun yang akan
diberi perawatan gigi dan mulut di RSGM pendidikan Universitas Hasanuddin
pada tanggal 1 sampai 24 September 2016. Metode sampling yang digunakan
adalah purposive sampling, sampling didasarkan pada kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti.

Koleksi Data
Sebelum penelitian, pelatihan dilakukan terhadap persepsi mengenai
bagaiamana cara mengukur denyut radial pada anak-anak. Selanjutnya, peneliti
mengisi formulir responden menurut kriteria yang telah ditentukan sebelumnya,
penghitungan tingkat kecemasan pada anak dengan mengukur denyut nadi pada
anak, sebelum dan sesudah manajemen kecemasan dilakukan melalui modelling
dan reinforcement , selama satu menit secara manual menggunakan stopwatch.
Modelling dan reinforcement melalui peralatan dan model game. Kemudian, anak
diberikan modelling dan reinforcement lagi melalui video modelling dan
reinforcement. Sehingga terdapat 3 grup : I : model perawatan gigi, II : game dan
III : video modelling dan reinforcement. Informasi mengenai jenis kelamin dan
umur anak, denyut nadi dan tipe perawatan dikumpulkan.
Analisa Data
Data dianalisa menggunakan IBM SPSS Statistik untuk Windows Software,
versi 20 (IBM Corp., Armonk, NY, USA). Statistik deskriptif digunakan untuk
mengkalkulasi frekuensi absolut dan relatif, nilai rata-rata dan standar deviasi.
Analisa data yang digunakan untuk menampilkan distribusi adalah uji
Kolmogorov-Smirnov, sedangkan uji non-parametrik Friedman digunakan untuk
menguji hipotesis.

Hasil Penelitian
Persentase anak perempuan ialah 62,3% dan 49,1% berumur diantara 6-8
tahun (Tabel 1). Rata-rata umurnya ialah 8,51 tahun.

Tabel 1. Distribusi Sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur


Pada laki-laki ditemukan rata-rata penurunan sebanyak 5 denyut per menit
pada perawatan pertama. Pada perawatan kedua penurunan pada denyut nadi
ialah sebanyak 7 denyut per menit dan perawatan ketiga muncul dengan
penurunan rata-rata sebanyak 9 denyut per menit. Sedangkan, pada perempuan
rata-rata terjadi penurunan sebanyak 5 denyut per menit pada perawatan
pertama, pada perawatan kedua ada penurunan rata-rata sebanyak 6 denyut per
menit, dan pada perawatan ketiga ada penurunan rata-rata sebanyakan 8 denyut
per menit. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata denyut nadi dalam ketiga
perawatan sebelum intervensi pada perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Setelah diberi perawatan modelling dan reinforcemen, ada penurunan pada laki-
laki dan perempuan, tetapi denyut nadi rata-rata perempuan lebih tinggi (Tabel
2).

Tabel 2. Distribusi nilai rata-rata denyut nadi sebelum dan sesudah intervensi
untuk setiap perawatan modelling dan reinforcement berdasarkan jenis kelamin.
Pada kelompok usia 6-8 tahun, ada penurun rata-rata denyut nadi sebanyak 5
denyut per menit pada perawatan pertama, perawatan kedua 6 denyut per menit,
dan perawatan ketiga 8 denyut per menit. Kelompok usia 8-10 tahun menurun 6
denyut per menit pada perawatan pertama, perawatan kedua 6 denyut permenit,
dan perawatan ketiga ialah 8 denyut per menit. Kelompok usia 10-12 tahun ,
pada perawatan pertama, terdapat penurunan sebanyak 5 denyut per menit,
perawatan kedua 6 denyut peer menit dan perawatan ketiga adalah 7 denyut per
menit. Denyut nadi tertinggi sebelum dan sesudah perawatan ialah kelompok 6-8
tahun, sedangkan kategori terendah terdapat pada kelompok usia 10-12 tahun
(Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dari nilai rata-rata denyut nadi sebelum dan sesudah
intervensi untuk setiap perawatan modelling dan reinforcement berdasarkan
umur.
Perbedaan dalam rata-rata denyut nadi pada setiap kelompok sebelum dan
sesudah intervensi dalam menangani kecemasan dengan teknik modelling dan
reinforcement, dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari tiga perawatan ditemukan adanya penurunan sebelum dan sesudah
dilakukan modelling dan reinforcement. Sebelum diintervensi, denyut nadi rata-
rata pada perawatan I, II, dan III masing-masing adalah 90.79, 88.00, dan 88.38.
Penurunan rata-rata denyut nadi sebanyak 5 denyut per menit dapat dilihat pada
perawatan pertama, Penurunan rata-rata sebanyak 7 denyut per menit pada
perawatan kedua, sedangkan pada perawatan III Penurunan rata-ratanya ialah 8
denyut per menit (p<0.001). Hal ini menunjukkan bahwa ada efek dari
penanganan kecemasan anak dengan teknik modelling dan reinforcement
terhadap perubahan denyut nadi pada perawatan gigi dan mulut.

Tabel 4. Pengaruh teknik modelling dan reinforcement terhadap perubahan


denyut nadi pada perawatan gigi dan mulut.

Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata denyut nadi pada tiga
perawatan sebelum intervensi pada jenis kelamin perempuan, lebih besar
daripada jenis kelamin laki-laki. Setelah diberi perawatan modelling dan
reinforcement, ada peningkatan pada keduanya, baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi rata-rata denyut nadi perempuan lebih tinggi. Nni
menunjukkan tingkat kecemasan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa di Pakistan, kecemasan
lebuh umun terjadi pada wanita dibanding pria dengan perbandingan 1:5 [10].
Wanita merasakan rasa nyeri yang lebih tinggi dibanding pria. Hal ini terjadi
karena wanita memiliki ambang toleransi rasa nyeri yang rendah dan juga wanita
pada umumnya memiliki tingkat kecemasan yan lebih tinggi. Penelitian yang
dilakukan di Pusat Kesehatan Denpasar Barat menunjukkan tingkat kecemasan
pada anak usia sekolah yang pergi ke Puskesmas untuk melakukan ekstraksi
gigi, dengan jumlah anak yang dirawat sebanyak 91 orang. 5.5% mengatakan
bahwa mereka tidak merasa cemas dengan dilakukannya ekstraksi gigi, 8.8%
mengatakan mereka merasa cemas, dan 85.7% menunjukkan kecemasan
terhadap tindakan ekstraksi gigi dengan tingkat kecemasan pada laki-laki jauh
lebih rendah dibandingkan pada perempuan, sehingga perempuan cenderung
menunjukkan rasa takut yang lebih kuat dan lebih banyak daripada laki-laki [4].
Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan pada anak-anak
pra-sekolah yang menunjukkan tidak adanya hasil yang signifikan terhadap
perbedaan respon kecemasan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada
perbedaan dalam pengekspresian kecemasan dan rasa takut pada perawatan
gigi berdasarkan jenis kelamin [11].
Berdasarkan kategori umur, denyut nadi tertinggi saat sebelum dan
sesudah perawatan ditunjukkan oleh kelompok usia 6-8 tahun, diikuti dengan
kelompok usia 8-10 tahun, sedangkan kategori umur dengan denyut nadi
terendah adalah kelompok usia 10-12 tahun, yang mana bisa dilihat pada Tabel
3. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia yang lebih muda, tingkat kecemasan
lebih tinggi. Prevalensi kecemasan terhadap perawatan gigi paling tinggi
ditunjukkan oleh 5-20% dari populasi anak-anak dan cenderung menurun
dengan bertambahnya usia [12]. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
mendemonstrasikan bahwa semakin tinggi usia anak maka skor kecemasannya
akan semakin menurun. Pada kelompok usia yang lebih muda, tingkat
kecemasan yang ditunjukkan lebih tinggi daripada kelompok usia yang lebih tua,
hal ini dikarenakan kelompok usia yang lebih muda belum mampu
mengekspresikan emosi dasar dari rasa takut dan cemas [4]. Pada usia 6-7
tahun, anak-anak akan sering dikaitkan dengan perawatan gigi karena pada
kisaran usia ini, banyak gigi permanen yang erupsi dimulai dari molar pertama.
Hal ini memungkinkan anak untuk berhadapan dengan pengalaman mengunjungi
dokter gigi untuk pertama kalinya, dan menyebabkan kecemasan berlebih. Anak-
anak usia 8-10 tahun mampu mengeskpresikan apa yang mereka rasakan dan
cenderung mampu mengontrol apa yang mereka rasakan, sedangkan anak-anak
usia 11-12 tahun keatas mampu membedakan, mempersepsikan dan
mempertimbangkan dampak antara tujuan perilaku dan konsekuensi yang akan
meraka hadapi dalam perawatan gigi. Faktor usia berdampak besar terhadap
perilaku anak-anak dalam pada perawatan gigi dan mulut [10]. Penelitian
sebelumnya menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari umur
terhadap kecemasan [11].
Ada efek yang ditimbulkan dari penanganan kecemasan anak dengan
teknik modelling dan reinforcement terhadap perubahan denyut nadi pada
perawatan gigi dan mulut. Modelling dan reinforcement adalah suatu cara untuk
mempelajarai perilaku melalui observasi model, menambahkan informasi melalui
proses kognitif, juga menghasilkan perubahan perilaku menurut model [12,13].
Hasil dari penelitian ini adalah teknik modelling dan reinforcement sangat
efektif dalam mengubah perilaku anak-anak. Modelling dan reinforcement
langsung, secara efektif mampu mengurangi kecemasan pada anak-anak usia 6-
9 tahun dalam menjalani perawatan gigi dan mulut dibanding dengan
memberikan teknik tell-show-do. Pada anak-anak usia 8-16 tahun menunjukkan
bahwa modelling dan reinforcement melalui video film, efektif dalam mengurangi
kecemasan terhadap perawatan gigi pada anak-anak yang diberi penutup nasal
dalam prosedur sedasi inhalasi [14,15].
Pada perawtan modelling dan reinforcement yang pertama, diberikan
melalui model perawatan gigi (peneliti berperan sebagai model) sedangkan
perawatan kedua dan ketiga diberikan melalui modelling dan reinforcement
berupa games dan video. Pemberian modelling dan reinforcement melalui video
dan games lebih disukai oleh responden. Anak-anak yang menikmati bermain
game dan video memiliki kecemasan yang lebih rendag dibandingkan anak-anak
yang hanya ditemani oleh orang tuanya selama perawatan gigi dan mulut.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa video dan games tidak hanya
menurunkan tingkat rasa takut anak tetapi juga mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan selama perawatan gigi dan mulut [15]. modelling dan audiovisual
reinforcement memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa takut pada anak-
anak, yaitu rasa takut sebagai respon yang dirangsang oleh situasi perawatan
gigi [16].
Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak adanya pengukuran tingkat
kecemasan ketika anak sedang diberikan perawatan gigi dan mulut di dental-
unit. Pada video modelling dan reinforcement, model yang ditunjukkan oleh
anak-anak memiliki usia dan prosedur perawatan yang berbeda. Sehingga,
diharapkan peniliti di masa yang akan datang, dapat memperhatikan hal ini.

Kesimpulan
Ditemukan adanya efek penanganan kecemasan perawatan gigi dengan
teknik modelling dan reinforcement terhadap perubahan denyut nadi dalam
perawatan gigi dan mulut pada RSGM pendidikan Universitas Hasanuddin. Ada
perbedaan yang signifikan pada denyut nadi sebelum dan sesudah diberikan
teknik modelling dan reinforcement untuk anak-anak yang akan menjalani
perawatan gigi dan mulut. Pemberian teknik modelling dan reinforcement mampu
mengurangi tingkat kecemasan anak-anak pada perawatan gigi dan mulut.

Kontribusi Penulis : HA, SH dan SRR menulis manuskrip. HA, MSF dan HH
menrancang penelitian. HA, HH dan S menganalisa data. Semua penulis
membaca dan menyetujui manuskrip.
Dukungan Finansial : Tidak ada.
Konflik Kepentingan : Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

Referensi

1. Mathur J, Diwanji A, Sarvaiya B, Sharma D. Identifying dental anxiety in


children’s drawings and correlating it with frankl’s behavior rating scale. Int
J Clin Pediatr Dent 2017; 10(1):24-8. Pesqui. Bras. Odontopediatria Clín.
Integr. 2019; 19(1):e4655 7 https://doi.org/10.5005/jp-journals-10005-1401.
2. Ainscough SL, Windsor L, Tahmassebi JF. A review of the effect of music
on dental anxiety in children. Eur Arch Paediatr Dent 2019; 20(1):23-6.
https://doi.org/10.1007/s40368-018-0380-6.
3. Appukuttan DP, Tadepalli A, Cholan PK, Subramanian S, Vinayagavel M.
Prevalence of dental anxiety among patients attending a dental educational
institution in Chennai, India - A questionnaire based study. Oral Health
Dent Manag 2013; 12(4):289-94.
4. Carter AE, Carter G, Boschen M, AlShwaimi A, George R. Pathways of fear
and anxiety in dentistry: A review. World J Clin Cases 2014; 2(11):642-53.
5. Astri MG, Chemiawan E, Riyanti E. The difference of dental anxiety in
children based on frequency of dental appointment. Dent 2011; 44(4):205-
9. https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v44.i4.p205-209.
6. Assuncão CM, Losso EM, Andreatini R, de Menezes JV. The relationship
between dental anxiety in children, adolescents and their parents at dental
environment. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2013; 31(3):175-9.
https://doi.org/10.4103/0970-4388.117977.
7. AlSarheed M. Children’s perception of their dentists. Eur J Dent 2011;
5(2):186-90.
8. Singh H, Rehman R, Kadtane S, Dalai DR, Jain CD. Techniques for the
behaviors management in pediatric dentistry. Int J Sci Study 2014;
2(7):269-72.
9. Al-Namankany A, Petrie A, Ashley P. Video modelling for reducing anxiety
related to the use of nasal masks place it for inhalation sedation: A
randomised clinical trial. Eur Arch Paediatr Dent 2015; 16:13-8.
https://doi.org/10.1007/s40368-014-0139-7.
10. Moura BF, Imparato JCP, Parisotto TM, Benedetto M. Child's anxiety
preceding the dental appointment: Evaluation through a playful tool as a
conditioning feature. Rev Gaúch Odontol 2015; 63(4):455-60.
https://doi.org/10.1590/1981-863720150003000122848.
11. Alrshah SAM, EL Kalla IH, Abdellatif AM. Live modelling and reinforcement
vs tell show do technique for behavior management of children in the first
dental visit. Mansoura J Dent 2014; 1(3):72-7.
12. Al-Khotani A, Bello LA, Christidis N. Effects of audiovisual distraction on
children's behaviour during dental treatment: A randomized controlled
clinical trial. Acta Odontol Scand 2016; 74(6):494-501.
https://doi.org/10.1080/00016357.2016.1206211.
13. Mungara J, Injeti M, Joseph E, Elangovan A, Sakthivel R, Selvaraju G.
Child's dental fear: Cause related factors and the influence of audiovisual
modeling. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2013; 31(4):215-20.
https://doi.org/10.4103/0970-4388.121815.
14. Achmad H, Chandha MH, Harun S, Sudjarwo I, Yunus M, Rusdi R, et al.
Prevalence of medically compromised children regarding dental caries and
treatment needs in Wahidin Sudirohusodo Hospital. J Int Dent Med Res
2017; 10(3):915-20.
15. Achmad H, Samad R, Handayani H, Ramadhany S, Thahir H, Adam M, et
al. Biopsychosocial identification of Early Childhood Caries (ECC) as a
predictor of risk factors of caries in pre-school children. J Int Dent Med Res
2018; 11(1):107-15.
16. Achmad H, Samad R, Handayani H, Ramadhany S, Adam M, Suc D
Analysis of disease risk factors of Early Childhood Caries (ECC) on pre-
school children psicosocial project review. Asian J Microbiol Biotech
Environ Sci Paper 2018; 20:18-25.
Kesimpulan Jurnal

Kecemasan seringkali muncul pada pasien yang sedang menjalankan


perawatan gigi dan mulut, terutama pasien dari kalangan anak-anak.
Penyebabnya di antara lain ialah adanya pengalaman negatif pasien pada
perawatan sebelumnya seperti merasakan nyeri saat ekstraksi gigi. Hal ini dapat
berdampak pada tidak optimalnya prosedur perawatan yang dilakukan oleh
dokter gigi karena kecemasan yang dirasakan oleh anak cenderung membuat
anak bersikap tidak kooperatif selama prosedur perawatan gigi dan mulut.
Menyikapi hal ini, dokter gigi perlu melakukan penanganan terhadap kecemasan
yang dimiliki oleh anak. Salah satu bentuk penanganan kecemasan ialah dengan
menggunakan teknik modelling dan reinforcement. Dengan teknik ini, diharapkan
anak dapat terbiasa dengan perilaku baru sehingga tidak timbul rasa cemas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teknik
modelling dan reinforcement terhadap kecemasan anak pada perawatan gigi dan
mulut. Kecemasan diukur menggunakan parameter biologis berupa perhitungan
nadi.

Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, sehingga


sampling telah disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Populasi penelitian ini ialah 53 pasien anak berusia 6-12 tahun yang menjalani
perawataan gigi dan mulut di RSGM Pendidikan Universitas Hasanuddin. Data
dikumpulkan melalui pengukuran denyut nadi radial dan pengisian formulir
responden oleh peneliti berdasarkan observasi terhadap kriteria tertentu.
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah dilaksanakannya manajemen
kecemasan dengan teknik modelling dan reinforcement. Ada 3 tipe perawatan
yang akan diuji, yaitu dengan model perawatan gigi, game, serta video modelling
dan reinforcement. Selain itu, populasi penelitian juga dibagi berdasarkan kisaran
usia yaitu 6-8 tahun, 8-10 tahun, dan 10-12 tahun. Kemudian, data dianalisa
menggunakan metode kolmogorov-smirnov dan Non-parametrik Friedman.
Setelah dilakukan pengukuran, masing-masing kelompok menunjukkan
penurunan denyut nadi dengan nilai yang bervariasi. Nilai rata-rata menunjukkan
penurunan sebanyak 5 denyut per menit pada perawatan tipe I, 7 denyut per
menit pada tipe II, dan 8 denyut per menit pada tipe III.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa perempuan


memiliki kecemasan yang lebih besar daripada laki-laki. Dilihat dari nilai rata-rata
denyut nadi pada perempuan yang cenderung lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini
terjadi karena ambang toleransi rasa nyeri yg rendah pada perempuan.
Selanjutnya, usia juga memengaruhi kecemasan anak dalam menjalani
perawatan gigi dan mulut. Anak yang berasal dari kelompok usia 6-8 tahun
menunjukkan nilai denyut nadi tertinggi, sedangkan kelompok usia 10-12 tahun
menunjukkan nilai terendah. Sehingga, dapat diketahui bahwa kelompok usia
yang lebih muda akan menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi
daripada kelompok usia tua. Kemungkinan penyebabnya ialah karena anak usia
11-12 tahun sudah mampu mempertimbangkan tindakannya sendiri. Selain itu,
hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan denyut nadi terkait dengan
manajemen kecemasan berupa modelling dan reinforcement, menunjukkan
bahwa teknik ini efektif dalam mengurangi rasa cemas anak pada perawatan gigi
dan mulut. Akan tetapi, perawatan tipe II dan III sendiri, lebih disukai
dibandingkan tipe I. Pemberian video dan games memberikan hasil yang
signifikan terhadap berkurangnya rasa cemas anak. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa pemberian teknik modelling dan reinforcement terbukti mampu
mengurangi tingkat kecemasan anak-anak pada perawatan gigi dan mulut.

Anda mungkin juga menyukai