Anda di halaman 1dari 17

ISLAM MODERNISASI

Di susun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Agama

Dosen pengampu : Ika Arina Wulandari, M. Pd. I

Di susun oleh :

1. Aziz Wisnu Aryaseta (20126201005)

2. Rizky Duwi Saputra (20126201024)

TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA PASURUAN
2021

i
Kata pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "ISLAM MODERNISASI" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Agama. Selain


itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arina selaku Dosen


pengampu Mata Kuliah Agama. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh


sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pasuruan, 01 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN
Latar belakang.............................................................................................1
Rumusan masalah........................................................................................1
Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Modern......................................................................................2
Modernisasi Islam.......................................................................................5
Islam dan Modernisasi................................................................................7
Islam menghadapi era milenial...................................................................11
Peran mahasiswa islam di era modern........................................................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................14
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................16
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama
pundiharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi
keberlangsungan hidupumat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu masih
dibenturkan dengan adanyakehadiran modernitas yang terus- menerus berubah
dan menari-nari di atas pusaran duniasehingga menimbulkan gesekan bagi
agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak
bisadipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan
realitas yangtidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi
pemahaman agama yangdinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan
modernitas menjadi wacana yangmasih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada
kesan bahwa agama itu bertolak belakangdengan modernitas.
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat
berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup d
an kehidupan.Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan
penutupdirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia,
mengklaim dirinyasebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam
dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas
manusia di muka bumi yang selalu berubah-ubah. Maka  setiap zaman  akan
selalu terjadi reinterpretasi danreaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan
dengan tingkat pemikiran manusia zamanini. Nasib agama Islam di zaman
modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuanumat Islam merespon
secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di eramodern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat
ilahiah(transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia
(weltanschaung) yangmemberikan kacamata pada manusia dalam memahami
realitas. Secara sosiologis, Islammerupakan fenomena peradaban, realitas sosial
kemanusiaan.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Modern?
2. Apa itu modernasasi Islam?
3. Apa itu Islam dan Modernisasi?
4. Bagaimana Islam menghadapi era milenial?
5. Bagaimana peran mahasiswa Islam di era modern ?
C. Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan pengertian dari Modern
2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang modernisasi Islam
3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Islam dan Modrnisasi
4. Mampu memahami dan menjelaskan Islam menghadapi era milenial
5. Mampu memahami dan menjelaskan peran mahasiswa islam di era modern

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Modern

Kata modern dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki kaitan
dengan setiap hal yang berkembang pada masa kini atau yang menunjukan karakter
kekinian. Istilah atau kata modern berasal dari kata latin yanng berarti “ sekarang
ini” dalam pemakaianya kata modern mengalami perkembangan, sehingga berubah
menjadi sebuah istilah. Kalau sebuah “kata” hanya mengandung makna yang relatif
sempit, sedangkan sebuah “ istilah” akan mengandung makna yang relatif lebih
luas. Modern sebagai istilah dalam masyarakat kita sudah mulai familiar, walaupun
masih banyak yang verbalisme.
Menurut Prof. Ir. Sidharta, berasal dari kata latin “modernus,modo” yang
artinya just now atau saat sekarang. Modern dapat diartikan juga tidak menutup diri
terhadap inovasi-inovasi baru yangmemang sesuai dan dapat diadaptasi oleh
kondisi kita.Menurut kamus bahasa indonesia kontemporer, Drs.Peter Salim adalah
Terbaru, Muktahir, biasanya lebih baik dari yang lama.
Istilah modern ini terutama ditunjukan untuk perubahan sistem kehidupan
(dalam kontek lebih luas : peradaban ), yakni dari peradaban yang bersifat telah
lama menjadi peradaban yang bersifat baru. Kapan perubahan itu mulai terjadi,
agak sulit juga melacaknya. Hanya saja ada orang yang mengira, misalnya ada
orang mengatakan pada zaman Renaisansance gejala perubahan itu sudah kelihatan.
Ada juga yang mengatakan perubahan yang drastis terjadi pada masa revolusi
industri, diteruskan dengan revolusi kebudayaan. Pada negara tertentu ditandai oleh
terjadinya perubahan politik yang sangat mendasar, misalnya di Uni Soviet
(sekarang Rusia) apa yang disebut dengan Peresteroika dan Glasnot. Di dunia
Islam, perubahan dan pembaruan terjadi setiap lahirnya seorang Nabi dan Rasul.
Perlu didasari bahwa perubahan peradaban tersebut tidak dilewati begitu
saja. Setiap langkah perubahan sering mendatangkan kegoncangan ddibidang
sosial, bidang politik, ekonomi dan bidang-bidang lainya. Berbagai bentuk
persiapan untuk melaksanakan perubahan harus direncanakan secara baik dan
cermat persiapan untuk melaksanakan perubahan harus direncanakan secara baik
dan cermat untuk menghadapi akses yang akan ditimbulkanya di dalam berbagai
pranata sosial.
2.2 Modernisasi Islam
Modernisme Islam adalah anak kandung peradaban Barat modern, dalam
pengertian, kehadirannya memberi respons terhadap apa pemikiran yang
berkembang di Barat, kemudian dicarikan padanannya dengan Islam. Bagi kaum
modernis, Islam harus belajar dari kemajuan Barat, tanpa meninggalkan inti ajaran
Islam itu sendiri. Modernisme Islam tidak sendiri dalam melihat Barat, sebab ada
tiga varian dalam melihat hubungan itu.
Pertama, kelompok yang menolak sama sekali kemajuan dari Barat. Di
masa awal, varian itu disebut kelompok tradisional. Kelompok ini sejak awak sudah
curiga, apa pun yang datang dari Barat, baik itu pemikiran, corak organisasi
maupun penampilan, tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam yang murni itu,
menurut kelompok tradisional, haruslah sesuai dengan tradisi Islam – pada titik ini
seringkali pada persoalan fiqh. Sukarno, ketika di pulau Ende, pernah jengkel sekali
ketika berhadapan dengan orang-orang demikian, sehingga dia menulis sebuah
risalah, Memudakan Pengertian Islam.
Kedua, varian yang mengambil bulat-bulat apa yang datang dari Barat,
tanpa mempertimbangkan sama sekali aspek kesejarahan dalam dunia Islam. Secara
sederhana, kelompok ini disebut sebagai pengusung sekularisme. Walau,
sekularisme adalah terma yang tidak sederhana. Atau, yang selalu diberi pengertian
pemisahan agama dan negara. Apalagi dimaknai dengan memusuhi agama.
Sekularisme dalam pengertian lain adalah, negara mengambil jarak dengan agama.
Agama, biarlah menjadi urusan masyarakat. Percakapan mengenai sekularisme di
Indonesia modern tidak pernah mencapai diskursus yang maksimal, meskipun
pernah coba dibangun melalui perdebatan antara Sukarno dengan Natsir, di sidang-
sidang BPUPKI maupun di Majelis Konstituante. Namun tidak pernah menjadi
perdebatan secara terus menerus, karena selalu saja hal tersebut berubah menjadi
domain politik. Misalnya, ketika Nurcholish Madjid menyampaikan pikirannya
tentang sekularisasi, dengan cepat HM. Rasjidi memberikan respons kerasnya. Di
satu sisi, perdebatan keduanya merupakan wilayah akademik, namun semua paham,
bahwa apa yang dibicarakan keduanya  akan berlanjut ke lapangan politik.
Ketiga, varian yang merespons ide Barat secara optimis, namun
mempertautkannya itu dengan Islam. Varian ketiga ini, percaya bahwa dengan
mengambil gagasan kemajuan Barat akan membuat Islam dapat hidup di zaman
modern dengan baik. Varian ini sering disebut Islam Modernis. Namun
modernisme Islam bukan tanpa kritik.
Fazlur Rahman, yang lalu melahirkan gagasan Neo-modernisme-
mengatakan bahwa modernisme demikian malah mencerabut mereka dari tradisi
Islam yang kaya dari masa lalu. Atau, kritik dari Ahmad Wahib dalam memoarnya
yang terkenal itu, ketika dia melihat NU – sebagai wakil Islam tradisional di
Indonesia – menjadi lebih menarik dari Muhammadiyah – yang katanya seperti
sudah “berhenti.” Atau, seperti pandangan kritis Yudi Latif, bahwa dalam
perkembangannya, dia melihat aktivis Islam modernis, malah mulai meninggalkan
basis awalnya sebagai pedagang dan masuk ke birokrasi.
Dalam konteks Aceh, yang disampaikan oleh Yudi berjumpa dengan
pengalaman PUSA, ketika generasi kedua dari organisasi Islam modern itu,
meninggalkan basis pedesaan dan perdagangan, lalu bertransformasi menjadi
muslim perkotaan serta masuk ke birokrasi, terutama di pertengahan sampai akhir
abad ke-20.
Tantangan modernisme Islam berikutnya adalah ketika kelelahan mengejar
perkembangan pemikiran humanisme, rasionalisme dan demokrasi di Barat – hal
yang di masa dahulu diapresiasinya. Di satu titik, kemapanan yang dirasakan oleh
Islam modernis malah menjadikannya gerakan tersebut perlu membuat benteng dari
Barat. Apalagi masalah menjadi rumit, ketika modernisme Islam di beberapa aspek
mengalami infiltrasi dari fundamentalisme, sehingga mencerabut mereka dari spirit
awal.
Infiltrasi ini dapat dibaca ketika mengalami mobilitas vertikal, baik dalam
birokrasi, politik maupun ekonomi, modernisme Islam lalu kehilangan asupan
religiusitas. Apalagi dalam tradisi pemikiran keislamannya, modernisme kurang
memberi tempat untuk tasawuf. Ditambah secara politik, Islam modernis menjadi
pihak yang dikalahkan, misalnya pada pengalaman Masyumi dan PUSA. Akibat
itu, maka spirit modernisme awal, yang mengapresiasi pemikiran yang
berkemajuan mengalamai defisit. Oleh karenanya, upaya memudakan kembali
modernism Islam itu haruslah dimulai kembali. Jalannya, selain ilmu pengetahuan,
juga memperkuat civil society. Dua hal itu merupakan modal Islam modernis untuk
kembali memainkan perannya seperti di awal abad ke-20 lalu.
2.3 Islam dan Modernisasi
Islam adalah sebuah kata dalam bahasa arab, yang artinya ialah pasrah,
yakni pasrah kepada Allah SWT, karena menaruh kepercayaan kepada-Nya. Semua
agama yang dibawah oleh para nabi (pengajar kebenaran, pembawa kabar gembira,
dan peringatan bagi manusia) mengajarkan tentang pasrah kepada Allah SWT.
Meskipun seorang nabi tidak berbahasa Arab, ia tetap disebut sebagai muslim, dan
agamanya pun tetap disebut sebagai Islam, karena ia sendiri pasrah kepada Allah
SWT.1 Islam juga merupakan sebuah agama yang berisi ajaran - ajaran yang
diturunkan Allah SWT kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW yang diutus
sebagai rasul pembawa ajaran tersebut. Islam juga mengambil bentuk sikap
penyerahan diri seluruhnya dan sikap pasrah kepada kehendak Allah SWT atas
segala kehendaknya.2
Dalam berbagai tulisannya, Cak Nur banyak membicarakan mengenai
Islam yang dalam penulisannya ditulis dengan “Islam” (huruf I besar), dan “islam”
(dengan menggunakan huruf i kecil).3 Cak Nur memberikan kesan islam
sesungguhnya lebih penting daripada Islam. Sebab, menurutnya Islam banyak.
mengandung konotasi sosial, dalam arti bahwa terutama dalam masa sekarang ini
lebih banyak menunjuk kepada perwujudan sosial orang-orang yang memeluk atau
mengaku memeluk agama Islam. Maka menjadi orang Islam, dari sudut tinjauan ini
lebih banyak berarti menjadi anggota masyarakat, yang dilihat dari segi formal
keislaman. Sedangkan islam (dengan i kecil) mengandung pengertian yang lebih
dinamis, yaitu sikap penyerahan diri kepada Tuhan justru karena menerima
tantangan moralNya. Maka jika digabung antara pengertian yang generik (islam
dengan i kecil) dan (Islam dengan I besar), maka “ menjadi seorang Islam atau
seorang muslim adalah berarti menjadi orang yang seluruh hidupnya diliputi
tantangan untuk senantiasa meningkatkan diri menuju pada moralitas yang setinggi-
tingginya,

1 Nurcholish, Islam Kemodernan, hlm. 47. Lihat juga ; Muhammad Asad,


The Massage Of The Qur’an (London: E.J. Brill, 1980), hlm.vi
1 Nurcholish, Islam Kemodernan, hlm. 47
2 Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam (Jakarat : Paramaduia, 2009),
hlm. Xxxvii
dengan jalan selalu mengusahakan pendekatan diri kepada Tuhan, yang dalam
agama disebut Takwa.4

Sedangkan kata modern, modernitas, modernisme dan modernisasi berasal


dari asal kata yang sama yaitu Modernus (latin) yang artiya “baru saja, just now,
atau terkini, sikap dan cara berfikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan
zaman, akan tetapi adanya tambahan atau imbuhan yang ada pada ujung kata
tersebut menjadikannya mengalami sedikit perubahan artian. Modernisasi
menurut Cak Nur berarti cara, proses transformasi perubahan, baik dari sikap
dan mentalitas untuk menyesuaikan tuntunan hidup dengan tuntunan hidup masa
kini,5 guna terciptanya kebahagiaan hidup bagi manusia.6 Modernisasi ini juga
dapat diartikan sebagai gerakan, aliran atau usaha-usaha yang bertujuan
menafsirkan kembali doktrin-doktrin tradisional, dan menyesuaikannya dengan
perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Lebih jauh Cak Nur menjelaskan
bahwa modernisasi adalah suatu pemahaman yang diidentikkan dengan
pengertian rasionalisasi, karena rasionalisasi ini berarti suatu proses yang
mengubah pola dan tata cara berfikir yang bersifat tradisional (tidak akliah)
menjadi tata cara dan pola yang lebih maju dan modern (rasional).7 Sedangkan
menurut Harun Nasution, Modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan,
dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi
lama dan lain sebagainya, agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat dan
keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.8

Jika dua kata di atas digabungkan menjadi modernisasi Islam, maka


modernisasi Islam adalah sebuah gerakan, aliran dan paham yang ingin
merekonstruksi dan mengoreksi kembali nilai-nilai yang terkandung dalam
Islam untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan relevansi umat
Islam di zaman modern ini Islam dan Modernisasi memang bukanlah suatu isu
yang
3 Ibid., hlm. xxxviii
4 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer
(Jakarta : Modern English Press, 2002), edisi III, hlm. 989
5 Nurcholish, Islam Doktrin, hlm. 446
6 Nurcholish, Islam Kemodernan, hlm. 172
7 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan Dan Pemikiran, Cet. Ke-1
(Bandung: Mizan, 1995), hal. 181

baru muncul dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, isu ini telah lama
beredar dan telah banyak menyita perhatian para ilmuan dan cendikiawan, baik
cendikiawan Islam maupun di luar Islam. Maryam Jamilah mengatakan
modernisasi adalah suatu upaya untuk menempatkan kembali nilai-nilai teologik
tradisional dalam pandangan pemikiran kontemporer.9 Dalam pemikirannya,
Maryam Jamilah berpendapat bahwa untuk menciptakan “Relevansi” antara
agama dengan kondisi-kondisi dan kebutuhan-kebutuhan modern, agama harus
menyesuaikan diri secara harmonis dengan norma-norma yang ada pada dunia
modern dan mampu menjelaskan kembali unsur-unsur yang ada dalamnya agar
tetap sejalan dengan tuntutan zaman.

Fazlur Rahman,10 sarjana asal Pakistan mendefinisikan modernisasi dengan


“usaha-usaha untuk melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh
modernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, mengartikan
modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional
untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan
adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang
berlangsung”.

Secara umum, pembahasan mengenai modernisasi tidak bisa terlepas dari


pembahasan mengenai zaman sumbu (axel age), atau disebut juga dengan zaman
Agraria, yang dimulai oleh bangsa Sumeria sekitar 5000 tahun yang lalu di
lembah sungai Eufrat dan Tigris Mesopotamia, yang dianggap sebagai bangsa
penggagas kemodernan dengan ditemukannya pertanian untuk pertama kali.11

Modernitas sebagai gerakan pembaharuan yang berawal di Eropa


menawarkan cara pandang baru terhadap fenomena kebudayaan. Modernitas
muncul sebagai sejarah penaklukan nilai-nilai lama abad pertengahan oleh nilai-
nilai baru modernis. Kekuatan rasional digunakan untuk memecahkan segala
8 Maryam Jamilah, Islam dan Orientalisme :Suatu Kajian Analitik
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1994), hlm.159
10Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis
Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, cet. Ke-2,
11Budhy Munawar-Rahman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Pemikiran
Islam di Kanvas Peradaban (Jakarta : Mizan. 2006), hlm. 2075
persoalan kamanusiaan dan menguji kebenaran lain seperti wahyu dan mitos
tradisional. Dalam perspektif postmodernis yang berasal dari tradisi filsafat,
bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada
pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat untuk meraih
kemajuan, dan untuk Humanisasi manusia yang dilandasi oleh keyakinan yang
sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan Rasio manusia.

2.4 Islam menghadapi era milenial


Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua
hal iniadalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya.
Makanya ketikaseseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan
membicarakan tentangliberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang
HAM yang secara konseptualdikaitkan dengan barat yang modern.
Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan
barat.Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan
tantangan yangsangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai
perwujudan daritradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan,
ketertinggalan dan kemiskinanyang sangat kentara. Oleh karena itu ketika
masyarakat ingin meninggalkan duniatradisionalnya, maka yang pertama diambil
adalah liberalisme atau kebebasan untukmelakukan sesuatu dalam konteks
pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang
menghinggapikebanyakan orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga
menjadi pedoman ungguldi dalam semua perilakunya. Ajaran agama yang momot
dengan ajaran yang membatasikebebasan lalu ditinggalkan dan dianggap sebagai
penghalang kemajuan. Agamadianggap sebagai penyebab ketidakmajuan sebuah
masyarakat. Agama dianggap sebagaicandu masyarakat, agama dianggap sebagai
kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak
pemikirantentang penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk
menafsirkanagama dengan konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya
pemahaman tantangkonteks sosial ini, maka teks yang selama ini dianggap penting
bahkan sepertiditinggalkan. Jika ada teks yang dianggapnya sudah tidak relevan
dengan zaman, makateks itu harus ditinggalkan. Begitulah mereka menafsirkan
ajaran agama dalamframework yang mereka kembangkan.

Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap
yangmenghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun.
Apa yangada di barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah
sebuah kebaikan. Barat adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar
menjadi modern maka harus mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat.
Kehidupan yangserba permisif juga menjadi trennya. Lalu menolak apa saja yang
datang dari barat.Semua yang dari barat harus ditolak dan disingkirkan.

Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini
mendasariterjadinya berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap
mengutuk baratdengan seluruh budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap
sikap dan tindakan kaumfundamentalis. Barat harus diperangi dengan segala
kekuatan. Tidak ada alasan untuktidak memerangi barat yang dianggap sebagai
perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di kalangan umat Islam. Pornografi
dan pornoaksi, narkoba dan tindakan  permisiveness  yang  melanda  masyarakat
dewasa  ini  harus ditimpakan  kepada  pengaruh  barat  yang  tidak  bisa  dilawan.
Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak
imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan
perlawanan melalui teror dan sebagainya.

Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah


menerimadengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif
dan ada budaya barat yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil
adalah dengan mengambil budaya barat  yang  positif  dan  membuang  budaya 
barat yang negatif. Handphone adalah  produk  budaya  barat  yang  lebih  banyak 
positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi orang untuk
berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang
santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut. 

Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di d
alamHP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan
tetapi kalauyang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL
Quran itu dibaca pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan
manayang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang
mudarat dari  budaya  barat  yang  kita  lihat  sekarang.  Oleh karena  itu, maka
umat Islam harus cerdas mengambil sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa
dilawan. Masyarakat Islam harusmenjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam
koridor ajaran Islam yang selalumengagungkan terhadap penetapan norma-norma
yang selalu berguna bagi umat manusia

2.5 Peran Mahasiswa Islam di era modern

Dunia pada saat sekarang ini telah  berada dalam titik puncak segala
kemajuan, dunia berubah dari masa ke masa dengan segala perubahan; sehingga
segala sesuatu yang bersifat primitif ataupun tradisional berubah haluan  menjadi
sesuatu yang modern. Salah satu kemajuan yang paling pesat era-modern ini adalah
apa yang kita sebut dengan “science” atau ilmu. Ilmu yang tersusun secara
bersistem dan berstruktur dengan rapi telah banyak melahirkan berbagai macam
teori serta metodenya.

Oleh karena itu, apa yang kita nikmati pada saat sekarang ini mulai dari
tekhnologi seperti handphone, facebook, berbagai macam merek alat transportasi
dan lain-lain itu semua adalah hasil kajian dan pengembangan dari ilmu itu sendiri,
ide-ide mulai berkembang sehingga tidak lagi bersifat jumud dalam berpikir.

Para pakar budaya mengatakan bahwa ciri khas modernisasi dan manusia
modern itu adalah tingkat berpikir, iptek dan  sikapnya terhadap penggunaan waktu
dan penghargaan terhadap karya manusia. Lalu, berdasarkan pandangan itu,
muncullah penilaian yang membuat klasifikasi kemajuan dan kemunduran. Oleh
karena itu apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. M. Solly Lubis, SH. dalam orasi
ilmiahnya pada tahun 1993 silam, bahwa menurut kacamata Islam, maju atau
mundur itu diukur berdasarkan nilai-nilai Islami, bukan menurut ukuran-ukuran
sekular. Yang digelari  sebagai “kemajuan” menurut ukuran sekular mungkin
“kemunduran” dalam pandangan Islam. Sebaliknya, yang dikatakan “kemunduran”
menurut ukuran sekular mungkin “kemajuan” menurut visi Islam.

Kemudian beliau mengingatkan kepada umat Islam untuk melakukan


instropeksi diri, terutama upaya untuk meningkatkan bobot dan kualitas iptek dan
kehidupan, sehingga umat mampu tidak hanya sebagai ummatun wasatan, tetapi
juga uswatun hasanah dipelbagai bidang kehidupan.

Salah satu ciri modernisasi atau manusia modern seperti yang telah ditulis di
atas tadi adalah berpikir dan iptek, kemudian pertanyaannya adalah apakah kita
sudah berada dalam manusia modern dan khususnya dalam kalangan mahasiswa
Islam apakah sudah menjadi mahasiswa modern sesuai dengan tradisi nilai-nilai
Islam ?

Kalau dilihat dari segi fisik/materi mungkin sudah terlalu modern karena
gaya kehidupan telah melewati gaya kehidupan ala-Barat dan kehidupan terlalu
bebas sehingga nilai-nilai Islam dalam kehidupan personal rontok ditelan gaya
Hollywood, begitu  juga dengan kualitas ilmu pengetahuan sungguh sangat
tertinggal.
Nah, inilah tantangan mahasiswa Islam ditengah-tengah arus modernisasi ini
yang mana, modernisasi tidak bisa kita hindari karena dia akan terus datang dan
berbagai macam perubahan dan tidak bisa pula kita anti terhadap modernisasi ini,
peran kita sebagai mahasiswa Islam calon Intelektual kedepannya dalam
membangun kerangka kemajuan Islam adalah meningkatkan bobot ilmu
pengatahuan setiap mahasiswa dan tidak alergi terhadap membaca, menulis serta
menganalisis sehingga mahasiswa terlepas dari gaya meniru dan menerima (taklid)
dan terlepas juga dari pelacuran intelektual yaitu plagiat dalam dalam dunia
pendidikan.
Sebagai mahasiswa Islam jika tidak ingin dipecundangi oleh gaya-gaya
kehidupan Barat dari berbagai sisi (baik dalam segi kehidupan terlebih khusus
sebagai mahasiswa dari segi ilmu pengetahuan)  maka harus menjawab persoalan
tersebut dengan mempersiapkan diri dengan  memperdalam pengetahuan agama
dan pemikiran-pemikiran Islam serta pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
modern (sainstek).
Karena dalam ajaran Islam apa yang ditulis oleh Prof. Solly Lubis dalam
makalahnya “Pandangan Islam tentang ilmu pengetahuan dan Tekhnologi.” Islam
itu cukup kuat dan banyak dorongan peningkatan ilmu pengetahuan (sciencific
motivations), bukan untuk menjauhkan umatnya dari iptek. Tetapi Islam
mempunyai akidah dan kaidah yang menuntun umatnya agar askologi iptek itu
terarah pada kemaslahatan umat manusia, bukan untuk kerusakan (islah, bukan
fasad), bukan untuk peperangan yang zalim.
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN

Etika adalah sebuah pranata prilaku seseorang atau kelompok orang yang
tersusun dari suatu sistem nilai atau norma yang diambil dari gejala-gejala alamiyah
sekelompok masyarakat tersebut. Moral adalah tata yang menyangkut budaya,
keadilan, hingga sosial. Moral adalah prinsip yang memandu perilaku individu
dalam masyarakat. Sedangkan Kata akhlak juga berasal dari kata khalaqa atau
khalaqun artinya kejadian, serta erat hubungan dengan “Khaliq” yang artinya
menciptakan, tindakan, atau perbuatan,sebagaimana terdapat kata al-khaliq yang
artinya pencipta dan makhluq yang artinya diciptakan.

Akhlak mulia atau terpuji disebut juga dengan Akhlakul Mahmudah atau
Akhlakul Karimah yaitu sikap dan tingkah laku yang mulia atau terpuji terhadap
Allah, sesama manusia dan lingkungannya. Dalm Pencapaian Akhlak mulia bisa
dilakukan penerapan kebiasaan sejak dini dan juga metode rukun iman dan rukun
islam. Akhlak bukan hanya terhadap manusia saja melainkan juga terhadap Allah
SWT, sesama manusia dan juga terhadap lingkungan. Akhlak terhadap Allah SWT
nilai yang mendasar Iman,Ihsan Taqwa, Ikhlas, Tawakkal, Syukur, dan Sabar.
Sehngga Akhlak, Moral, dan Etika sangat diperlukan dan perlu diperbaiki bagi
umat islam.

B. SARAN
Hendaknya kita sebagai muslim dapat menerapan etika, moral, dan akhlak
ke dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat islam. Kita harus bisa
membantengi diri kita dengan keimanan dan ketaqwaan agar modernisasi dan
globalisasi tidak mempengaruhi etika, moral, dan akhlak kita tetapi kita yang
mengendalikan modernisasi dan globalisasi yang harus kita peroleh dan pelajari
dengan etika, moral, dan akhlak yang kita milik i.
DAFTAR PUSTAKA

 https://bocahkampus.com/cara-membuat-makalah, Cara Membuat


Makalah dengan Struktur yang Baik dan Benar 31 Januari
2019 oleh Rizky Pratama ( diakses tanggal 27 September 2021 pukul
12.00 WIB )
 Hajar, Nopian Artika. 2015.
 Bagaiman Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi
.https://dokumen.tips/documents/bagaimana-islam-menghadapi-tantangan-
modernisasi.html. 23 Oktober 2017. Pukul; 18.20 
 Nasruloh, Agan. 2015.
 Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi
.https://documents.tips/documents/bab-8pdf.html. 24 Oktober
2017. Pukul;16.25
 https://s3pi.umy.ac.id/memudakan-pengertian-modernisme-islam/

Anda mungkin juga menyukai