TELEPON SELULAR Dan RUANG PUBLIK REPRESENTASI IDEN
TELEPON SELULAR Dan RUANG PUBLIK REPRESENTASI IDEN
MAKNA
ISSN : 2087-2461
Vol. 6 No. 1, Februari-Juli 2015
Pengaruh Perubahan Nama Terhadap Citra Pada Telkom
University
PENANGGUNG JAWAB Felesia Ekafaya Kirianawati, Roro Retno Wulan,
Dekan FIKOM Kharisma Nasionalita
Evie Sofiati MI, M.I.Kom felesiaekafay@gmail.com 1-12
Oleh :
Siswantini
yjuliman@gmail.com
Faculty Member of Marketing Communicaiton, Fakultas Bisnis dan Marketing Komunikasi,
Universitas Bina Nusantara, Jakarta
Abstract
Cell phone, or better known as a hand-phone today has become a prima-
ry need of the owner. Indonesia with a large population is also the country with the largest
number of phone users. A mobile phone as a communication tool has made people able to
communicate regardless oftime and space. The article is intended to provide an overview of the
representation of the identity of its users in public spaces. The study was conducted by conduct-
ing a short study on the use of mobile phones on public transport
Abstrak
Telepon genggam atau lebih dikenal dengan hand-phone dewasa ini sudah menjadi
kebutuhan primer dari pemiliknya. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar juga meru-
pakan Negara dengan jumlah pengguna telepon terbesar. Telepon genggam sebagai alat komu-
nikasi telah menjadikan orang dapat melakukan komunikasi tanpa mengenal ruang dan waktu.
Artikel ditujukan untuk memberikan gambaran tentang representasi identitas para pengguna-
nya di ruang public. Kajian dilakukan dengan melakukan penelitian singkat terhadap penggu-
naan telepon genggam di kendaraan umum
Kata kunci: telepon genggam, representasi identitas, ruang publik
Dalam penggunaan telepon selular di tempat bila penggunaan telepon selular itu dilakukan
umum, individu penggunanya harus mampu di kendaraan umum, jalanan atau pusat perbe-
menampilkan dua panggung yang berbeda lanjaan. Caporeal dan Xie (2003) menemukan
pada saat yang bersamaan, terkait dengan ke- bahwa responden dalam penelitiannya akan
beradaannya di depan orang lain yang berada mematikan atau menghidupkan mode getar
di sekitarnya dan orang yang sedang berbicara (silent) jika berada di bioskop, ruang konser,
dengannya di telepon (Ling, 2002). Panggung gereja dan dalam rapat, sedangkan Campbell
depan dan panggung belakang ini keduanya dan Russo (2003) menemukan bahwa respon-
terkait dengan norma-norma tertentu (Hum- dennya merasa terganggu oleh penggunaan
phreys, 2005; Love dan Kewley, 2003; Palen, telepon selular di ruang kelas atau bioskop.
Salzman, dan Youngs, 2001) Penelitian Campbell (2006) lainnya menemu-
kan bahwa sampel dosen dan mahasiswa ber-
Dalam bukunya “Behavior in Public
pendapat bahwa pelarangan penggunaan tele-
Place”, Gofmann (1966;36) menjelaskan bah-
pon seluler di ruang kelas sebaiknya dijadikan
wa penampilan panggung depan seseorang ter-
peraturan baku.
gantung pada tingkat keterlibatan atau tingkat
perhatian yang diberikan untuk memperoleh Berbagai temuan dari beragam pene-
perhatian kognitif dan afektif terhadap suatu litian ini menunjukkan bahwa apa yang dike-
peristiwa, atau dengan kata lain sejauh mana mukakan oleh Goffman pada suasana yang
seseorang terlibat dalam suatu suasana terten- membutuhkan perhatian penuh maka peng-
tu. Keterlibatan seseorag dalam suatu situasi gunaan telepon genggam lebih tidak ditolelir
sosial bermacam-macam tergantung peristiwa dibanding dengan suasana yang lebih indi-
sosial yang dihadapinya. Dalam suasana fully vidual. Menurut Campbell (2007) penting un-
focused gathering, setiap orang yang hadir di- tuk melihat bagaimana praktek-praktek dan
harapkan terlibat penuh dalam aktivitas yang harapan-harapan terhadap perilaku di ruang
berlangung, misalnya di ruang belajar atau umum dicermati dalam konteks budaya. Sep-
pelatihan. Dalam partially-focused gather- erti dikemukakan oleh Goffman (1966: 45-
ing, hanya sebagian partisipan saja yang ter- 46) bahwa “the idiom of subordinate involve-
libat, yang lainnya tidak memperhatikan atau ments differ widely from one cultural group
bahkan tidak peduli. Sedangkan dalam multi- to another”. Sementara Edward Hall’s (1965)
focused gathering, hanya satu atau lebih par- dalam membahas teori prosemik mengemu-
tisipan saja yang terlibat dalam kegiatan yang kakan bahwa budaya memiliki peranan pent-
sama. ing dalam membentuk persepsi individu dan
Dalam pertemuan yang membutuhkan penggunaan ruang sosial.
perhatian penuh, karena menuntut semua par-
tisipan atau peserta yang hadir terlibat secara
Social Construction of Technology – Trevor
penuh, biasa penggunaan telepon selular tidak Pinch dan Wiebe Bijker
diperkenankan, dibandingkan pada pertemuan
yang tidak terlalu membutuhkan perhatian Riset lain tentang penggunaan telepon
penuh dari seluruh peserta. Hasil penelitian selular dilakukan oleh Okabe dan Ito (2005).
Haddon (1998) misalnya menemukan bahwa Penelitiannya berfokus memberikan kontri-
pada acara-acara pertunjukkan, responden busi yang cukup signifikan terhadap norma-
lebih memilih untuk menggunakan head-set norma penggunaan telepon selular di kenda-
saat menggunakan telepon. Senada dengan raan umum di Jepang. Penelitian ini dilakukan
Haddon, penelitian yang dilakukan oleh Wei metode etnografi dengan wawancara men-
dan Leung (1999) menemukan bahwa respon- dalam dan observasi, serta mengembangkan
den merasa tertanggu bila ada orang lain yang sejarah-sosial. Hasil penelitian Okabe dan Ito
menggunakan telepon di gereja, ruang kelas tentang telepon selular (keitai) menunjukkan
dan restoran, tetapi mereka lebih bertoleransi bahwa terjadi transisi dari alat bisnis menjadi
teknologi untuk kepentingan sosial.
90 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 6 No. 1, Februari-Juli 2015
Siswantini Telepon Selular dan Ruang Publik: Representasi Identitas
Di Jepang, panggilan telepon di dalam konstruksi sosial atas teknologi karena ingin
kereta atau bis dilarang, kontrol terhadap menggali kemungkinan perbedaan persepsi
panggilan telepon ini dilakukan secara formal pada budaya yang berbeda tentang penggunaan
dan informal, termasuk melalui penguman- telepon di tempat umum. Karena teknologi di
pengumuman verbal dan poster yang mengin- konstruksi secara sosial, maka bisa jadi per-
gatkan penumpang tentang larangan tersebut sepsi terhadap teknologi ini dipengaruhi oleh
melalui peringatan non-verbal sesama penum- latar belakang budaya seseorng. Penelitian lain
pang. Remaja di Jepang di anggap memiliki yang dilakukan oleh Katz dan Aakhus (2002)
peranan penting dalam mensosialisasikan kes- tentang penggunaan telepon selular yang ban-
epakatan ini seiring dengan semakin mening- yak digunakan oleh remaja telah merubah
katnya penggunaan teknologi ini oleh remaja pandangan tentang otonomi dan privasi serta
dalam berhubungan dengan sesamanya. antisipasi terhadap konsekuensi kehadiran
teknologi. Hal yang paling relevan dari teori
Perkembangan penggunaan internet
ini adalah bahwa dengan penggunaan telepon
melalui telepon selular juga mendorong se-
selular, orang bisa serta merta merubah ruang
makin meningkatnya penggunaan email me-
public menjadi ruang pribadinya.
laui telepon dan menjadi pilihan alternative
dibandingkan penggunaan telepon itu sendiri. Katz dan Aakhus (2002), menyebut-
Singkatnya hasil penelitian Ito dan Okabe kan bahwa trend komunikasi antar budaya
tersebut menunjukkan bahwa menerima dan dengan menggunakan telepon selular ini seb-
mengirim pesan saat berada di kelas itu lebih agai Appartgeist, yang secara harfiah artinya
dapat diterima dibandingkan dengan panggi- “spirit dari mesin”. Secara teori konsep ini
lan telepon. berkaitan dengan bagaimana pendapat ten-
tang komunikasi, dimana pada umumnya ko-
Dalam penelitiannya, Okabe dan
Ito menggunakan teori social construction munikasi berarti interaksi sosial merupakan
kebutuhan dasar manusia Kehadiran telepon
of technology (SCOT) yang dikembangkan
selular telah mengubah para penggunannya
oleh Pinch dan Bijker. Teori ini menggam-
dalam menilai, menemukan dan menggunak-
barkan tentang bagaimana actor-aktor sosial,
an teknologi komunikasi, yang pada akhirnya
faktor sejarha dan konteks sosial menilai se-
buah perkembangan, adapatasi dan penggu- menciptakan pola dan trend yang hampir sama
di seluruh dunia. Keinginan untuk saling ter-
naan teknologi. Campbell dan Russo (2003)
mengadopsi teori yang sama untuk melihat hubung secara terus menerus secara eksplisit
dan implisit terjadi atas dorongan faktor sosial
bagaimana berbagai macam persepsi dan
dan teknologi. Contohnya faktor-faktor sosial
penggunaan telepon selular dikuatkan dengan
yang berperan ada nilai, aturan dan normar se-
jaringan komunikasi seseorang. Dilakukan
dangkan faktor-faktor teknologi adalah segala
dengan pendekatan data kualitatif dan kuanti-
tatif kedua peneliti menemukan bahwa adap- sesuatu yang dimiliki oleh telepon selular itu
sendiri, seperti fitur, ukuran, design dan kemu-
tasi, konseptualiasi dan penggunaan telepon
dahan dalam menggunakan.
selular mempengaruhi oleh interaksi dalam
penggunaan telpon tersebut. Dengan kata lain Singkatnya dengan menggunakan teori
dalam penggunaan telepon, individu terse- social construction of technology, kita dapat
but sangat tergantung pada bagaimana dia melihat bagaimana keterkaitan antara faktor-
memandang telepon tersebut. Campbell dan faktor sosial dengan konstruksi seseorang terhadap
Russo (2003) juga menggambarkan bagimana teknologi yang digunakannya. Cara pandang itu
persepsi dan penggunaan telepon selular, Ok- juga berkaitan dengan budaya dimana teknologi
abe dan Ito (2005) menggambarkan bagaima- tersebut digunakan. Dalam penelitian ini, teori
na konstruksi sosial atas teknologi muncul SCOT akan dipergunakan untuk menganalisis
pada tingkat budaya yang lebih besar. bagaimana budaya mempengaruhi penggunaan
telepon selular pada individunya.
Penelitian kecil ini menggunakan teori
sial dan budaya, khususnya penggunaannya Sementara pada orang-orang dengan profesi
diruang publik. Salah satu penggunaan akibat pedagang (skala kecil), buruh, kuli dan peker-
dari penggunaan telepon selular di tengah jaan lain yang terindikasi tidak membutuhkan
keramaian menjadikan penggunanya seolah- pendidikan tinggi, berbicara dengan bahasa
olah “mengilang” dari kerumunan atau kera- non formal, lebih sering menggunakan bahasa
maian dimana dia berada. Salah satu adalah daerah dan bersuara dengan lantang/keras.
penggunaan telepon selular di dalam kenda-
Temuan lapangan tersebut, terlihat
raan umum. bahwa pada saat melakukan pembicaraan me-
Saat berada di kendaraan umum, orang lalui telepon selular pada kelompok pekerja
yang melakukan percakapan melalui telepon rendahan seperti pedagang, mereka umum-
selular, seringkali lupa bahwa dia berada di nya tidak melakukan pengelolaan kesan yang
tengah orang asing yang tidak mengenalnya. berlebihan, mereka cenderung natural dan
Tanpa disadari penelpon, ia sudah menjadikan tidak tampak berbeda dengan perilaku ko-
telepon genggam itu sebagai ruang publiknya. munikasi sehari-harinya.. Pengelolaan pang-
Tanpa sungkan penerima telpon akan berbi- gung depan yang terlihat dari kata-kata yang
cara tentang hal-hal yang bersifat pribadi an- digunakan terutama saat berhubungan dengan
tara dirinya dan penelpon. Ia tidak menyadari orang-orang terdekat, seperti keluarga atau
bahwa hal-hal yang bersifat pribadi tersebut teman-teman dalam jaringannya. Pernyataan-
terdengar oleh orang lain yang berada diseki- pernyataan yang digunakan baik yang bersifat
tarnya. pertanyaan, pengarahan maupun pernyataan-
nya sangat lugas.
Pengamatan penulis pada beberapa
kasus percakapan handhpone di ruang public Pemilihan kata-kata, pernyataan
menyangkut berbagai hal, dan juga menyang- dan gerak non verbal yang ditampilkan saat
kut berbagai karakter penggunanya. Dari pen- melakukan percakapan melalui telepon selu-
gamatan tersebut diperoleh gambaran bahwa lar, ditunjukkan dengan sangat berbeda pada
penggunaan telepon selular di ruang public kelas sosial yang lebih tinggi. Umumnya pada
juga berkaitan dengan usia, profesi dan asal kelas sosial yang lebih tinggi, ketika melaku-
daerah. Penggunaan bahasa ketika berbicara- kan pembicaraan melalui telepon selular, mer-
pun dominannya dipengaruhi oleh tiga unsur eka melakukannya seperti mereka bertatap
tersebut. Orang-orang dengan usia lebih muda muka, tetap melakukan pengelolaan kesan.
seperti anak-anak dan pelajar akan menggu- Pengelolaan kesan itu dilakukan melalui pe-
nakan bahasa yang lebih sederhana dan cend- milihan kata, pernyataan maupun pertanyaan.
erung membicarakan hal-hal yang sederhana.
Kecanggihan teknologi saat ini me-
Kelompok usia yang lebih tua akan melaku-
mungkinkan telepon selular bukan hanya di-
kan pembicaraan yang lebih kompleks dengan
pergunakan sebagai alat komunikasi verbal
durasi pembicaraan yang lebih lama.
(berbicara) tetapi juga untuk berkirim teks,
Profesi juga membedakan cara orang dan gambar (foto dan video). Walaupun saat
menerima telepon di ruang public, orang ini orang berlomba-lomba untuk memiliki
dengan yang berkerja di perusahaan terten- telepon genggam dengan fasilitas yang paling
tu (“kantoran”) berbeda dengan orang yang canggih, tetapi pada prakteknya hanya sedikit
berprofesi sebagai pedagang. Bahasa yang dari pemilik telepon selular canggih itu yang
digunakan oleh orang-orang yang bekerja di memanfaatkan fasilitasnya, umunya peng-
tempat-tempat yang membutuhkan suasana gunaan tetap lebih banyak pada penggunaan
formal, seringkali berbicara dengan bahasa telepon dan pengiriman pesan singkat (short
formal jika berbicara dengan rekannya, dan message service/sms) saja.
cenderung berbicara secara singkat dengan
Gambaran penggunaan telepon ini
suara yang lebih pelan jika berbicara masalah menunjukkan bahwa seseorang ketika meng-
pribadi dengan teman dekat atau keluarga.
gunakan telepon, mengkonstuksi penggu-
Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 6 No. 1, Februari-Juli 2015 93
Siswantini Telepon Selular dan Ruang Publik: Representasi Identitas
naannya sesuai dengan latar belakang buday- , 1963, Behavior in Public Plac-
anya atau kelas sosialnya. Telepon sebagai es, New York, Free Press
alat komunikasi hasil perkembangan teknolo- Humphreys, L. (2005) ‘Cellphones in Pub-
gi dikonstruksi oleh penggunanya sesuai den- lic: Social Interactions in a Wireless Era,’
gan kebutuhan sosialnya, termasuk dalam New Media and Society 7(6): 810-833.
mentransformasi ruang public menjadi ruang
pribadi penggunanya. Ito, M dan D. Okabe, 2005, Technosocial Situ-
ation: Emergent Structuring of Mobile E-
mail Use, in M. Ito, D. Okabe, dan M,
Kesimpulan Matsuda (eds) Personal, Portabel, Pedes-
trian: Mobile Phones in Japanese Life, pp.
Dari pengamatan singkat tentang peng-
257-73, Cambrige, MA: MIT Press.
gunaan telepon di tempat umum tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa ketika melakukan Johnsen, T.E. (2003) ‘The Social Context of the
komunikasi dengan telepon genggam selain Mobile Phone Use of Norwegian Teens,’ in
tergantung dari usia, profesi dan daerah asal/ J. Katz (ed.), Machines that Become Us:
suku orang lebih sering mengabaikan lingkun- The Social context of Communication
gan sekitarnya, bukan hanya perkara dia ha- Technology, pp. 161-70. New Brunswick,
dir di ruang public tersebut, tetapi juga terkait NJ: Transaction Publishers.
dengan norma ketika berbicara. Banyak hal-
Katz, J.E. and M.A. Aakhus (2002) ‘Con-
hal pribadi yang seharusnya hanya menjadi clusion: Making Meaning of Mobiles – a
milik penelpon dan lawan bicaranya menjadi Theory of Apparatgeist,’ in J. Katz and M.
“tanpa sengaja” tersiar ke ruang public. Un- Aakhus (eds.), Perpetual Contact: Mobile
tuk memahami kedalaman tentang bagaimana Communication, Private Talk, Public Per-
persepsi orang terhadap penggunaan telepon formance, pp. 301-18. Cambridge: Cam-
selular di ruang public, perlu dilakukan pene- bridge University Press.
litian lebih lanjut.
Kuswarno, Engkus, 2008, Etnografi Komuni-
Dugaan dari pengamatan sementara kasi: Suatu Pengantar dan Contoh Peneli-
itu bahwa orang kemudian ketika melakukan tiannya: Widyaa Padjadjaran, Bandung
pembicaraan dengan telepon selular, menjadi
sulit membedakan mana yang namanya ruang Licoppe, C. (2003) ‘Two Modes of Maintain-
pribadi dan mana ruang public, telepon selular ing Interpersonal Relations through Tele-
secara instan menjadikan ruang public sebagai phone: From the Domestic to the Mobile
ruang pribadi penggunanya. Phone,’ in J. Katz (ed.), Machines that
Become Us: The Social Context of Com-
munication Technology, pp. 171-86. New
Daftar Pustaka Brunswick, NJ: Transaction Publishers
Campbell, Scott W., 2007, Perception Mobile Ling, R. (2002) ‘The Social Juxtaposition of
Phone Use in Public Setting: A Cross Cul- Mobile Telephone Conversations in Public
tural Comparasion, Michigan University Spaces,’ paper presented at the Conference
on Social and Cultural Impact/Meanings
Fortunati, L. (2003) The Mobile Phone and
of Mobile Communication, Chunchon, 13-
Self-presentation, paper presented at the
Front Stage/Back Stage: Mobile Commu- 15 July.
nication and the Renegotiation of the So- Love, S. and J. Kewley, J. (2005) ‘Does Per-
cial Sphere Conference, Grimstad, 22-24 sonality Affect Peoples’ Attitude towards
June. Mobile Phone Use in Public Places?’ in R.
Goffman E. 1959, The Presentation of Self in Ling and P. Pedersen (eds.) Mobile Com-
munications: Re-negotiation of the Social
Everyday Life, Garden City, NY, Double-
Sphere, pp. 273-84. London: Springer.
day