Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal
sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada
kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang
saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, kandung kemih 
dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran
kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu kandung kemih  (VU) karena
hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada
di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering
terjadi  (Purnomo, 2000, hal. 68-69)
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan
perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan
di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal
dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas
sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12%
penduduk menderita batu saluran kemih

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah agar kita dapat lebih mengetahui
tentang Batu Ginjal dan tumor ginjal.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan asuhan keperawatan ini
a. Untuk mengetahui apa definisi batu dari ginjal?
b. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari batu ginjal?
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi batu ginjal?
d. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis batu ginjal?
e. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab batu ginjal?
f. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari batu ginjal?
g. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang bagi batu ginjal?
h. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan bagi batu ginjal?
i. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan terjadinya batu ginjal?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang
merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya
nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas
garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat
(Baradero, 2009).
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan
mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007). Nefrolitiasis merujuk pada
batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran saluran kemih mulai
dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam
urine (Nursalam, 2011). Pendapat lain menjelaskan batu ginjal
atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal
(Muttaqin, 2011)
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu
ginjal atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada
saluran perkemihan karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang
terbanyak pada bagian pelvisginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran
dan proses perkemihan.

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Mary Baradero (2008) ginjal terletak dibelakang peritoneum
parietal (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga
terdapat pada kedua sisi aorta abdominal dan vena kava inferior. Hepar
menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal
kiri. Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada
sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g
(Muttaqin, 2011). Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua (Syaifuddin, 2006).
Tarwoto (2009) menjelaskan ginjal disokong oleh jaringan adipose dan
jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta di bungkus oleh kapsul
ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh darah, dan
kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu
juta nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular.
Delapan puluh lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron kortikal,
sedangkan 15% terdiri atas nefron jukstamedular. Kedua macam nefron ini
diberi nama sesuai dengan letak glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron
kortikal berperan dalam konsentarsi dan difusi urine. Struktur urine yang
berkaitan dengan proses pembentukan urine adalah korpus, tubulus renal,
tubulus koligentes. Korpusginjal terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman
yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal terdiri atas tubulus
kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ketiga tubulus
renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume
dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine
(Baradero, 2008). Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di
korteks renal sebelah dalam dekat medulla (Muttaqin, 2011). 
Lapisan ginjal :
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus
berwarna ungu tua. Lapisan ginjal terbagi atas :
 lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
 Lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian – Bagian dalam Ginjal

Menurut Tarwoto (2009) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:

1) Korteks

Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai

dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya

lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan 90% aliran

darah menuju korteks.


2) Medula

Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut

pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.

3) Pelvis

Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian

bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor

bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor

bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian

proksimal.  

Fungsi Ginjal :  

1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh

akan di ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam

jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine


yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga

susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.

2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan

ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi

pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam

yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan

meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na,

K, Cl, dan fosfat).

3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto

(2009:318) Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi

urin yang urin atau basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau

bikarbonat dalam urin.

4) Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik,

obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing

(pestisida).

5)  Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin

yang berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin

aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk

memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).

Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol

(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di

usus.

Aliran darah di Ginjal dan Persarafan Ginjal


Menurut Muttaqin (2011) ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah

per menit atau 21 % dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar

ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan,

tetapi agar ginjal dapat secara terus-menerus menyesuaikan komposisi

darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, memastikan

keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH serta

membuang produk-produk metabolisme urea.

Syaifuddin (2006:239) menjelaskan ginjal mendapat darah dari

aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri

ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria

interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteri interloburalis yang

berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-

gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat

yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan

kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi

vena renalis mauk ke vena kava inferior.    

Persyarafan Ginjal

Menurut Syaifuddin (2006:240) ginjal mendapatkan persarafan

dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur

jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan

dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Diatas ginjal ini terdapat

kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang

menghasilkan dua macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormon

kortison.
C. Etiologi
Etiologi Batu Ginjal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
1. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada
usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan.
2. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air
(bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum
kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu,
ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
2. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
akibat pengendapan.
3. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam
air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.

Etiologi Tumor Ginjal


Penyebab tumor ginjal sampai sekarang masih belum diketahui namun ada
beberapa faktor yang dapat menjadi faktor pencetus, antara lain:
1. Rokok
Salah satu zat yang terkandung dalam rokok adalah cadmium, dimana
cadmium sendiri bersifat karsinogenik yang apabila masuk dalam aliran
darah akan berikatan dengan natrium atau garam sehingga konsentrasi
darah menjadi meningkat yang berdampak pada peningkatan kerja ginjal
apabila itu terus terjadi dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan
gagal ginjal kronik dan cadmium sendiri dapat merangsang pertumbuhan
sel tumor.
2. Von Hippel-lindau syndrome
Von hippel-lindau syndrome adalah kumpulan beberapa gejala yang
disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi VHL (gen pengekang kanker)
dalam tubuh sehingga memicu perubahan sifat sel normal menjadi sel
kanker akibat proses yang ada dari dalam tubuh orang tersebut.
3. Analgesic phenacethin
Phenacetin yang masuk dalam pembuluh darah bersifat kurang dapat
dilarutkan sehingga meningkatkan kinerja ginjal, terhambatnya proses
filtrasi menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerus apabila hal ini
terjadi dalam waktu yang lama menimbulkan obstruksi atau kerusakan
lumen tubular dalam ginjal memicu pelepasan zat-zat vasoaktiv
intrarenal tubular dalam ginjal memicu pelepasan zat-zat vasoaktiv
intrarenal yang merangsang pertumbuhan sel endotel yang abnormal dan
bersifat merusak.
4. Riwayat penyakit keturunan
Riwayat penyakit keturunan terkait DNA-RNA yakni gen yang berfungsi
membawa informasi genetic yang dimiliki ke dua orang tua yang
nantinya akan diwariskan pada anak atau keturunannya.

D. Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu

seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat

terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang

secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang

mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan

pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan

peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter

proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam

dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu,

jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan

merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman

Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa.

Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan

biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu

diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut,

disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan

muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan

ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.

E. Jenis Batu
Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah yang
terbentuk dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional mengatakan
bahwa konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat memicu terjadinya batu
ginjal. Namun, bukti-bukti terbaru malah menyatakan bahwa konsunsi
kalsium dalam jumlah sedikitlah yang memicu terjadinya batu ginjal ini. Hal
ini disebabkan karena dengan sedikitnya kalsium yang dikonsumsi, maka
oksalat yang diserap tubuh semakin banyak. Oksalat ini kemudian melalui
ginjal dan dibuang ke urin. Dalam urin, oksalat merupakan zat yang mudah
membentuk endapan kalsium oksalat. Jenis batu yang lain adalah yang
terbentuk dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat,
kalsium fosfat, dan sistin.
1. Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea seperti
Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia. Bakteri ini
memecah urea menjadi ammonia yang pada akhirnya menurunkan
keasaman urin.
2. Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan
gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan
peningkatan asam urat dalam tubuh.
3. Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme dan
renal tubular acidosis.
4. Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.

F. Manifestasi Klinis
Umumnya batu berasal dari ginjal dan bergerak kearah distal,
menciptakan derajat obstruksi yang bervariasi seperti yang terjadi pada
daerah yang sempit seperti ureteropelvic junction dan ureterovesical junction.
Lokasi dan kualitas dari nyeri berhubungan dengan posisi dari batu dalam
saluran kemih. Keluhan khas dari batu urin bagian atas ialah adanya kolik
ginjal disamping rasa tidak enak dipinggang ataupun adanya gejala -gejala
infeksi saluran kemih bagian baik atas maupun bawah.
Ada 2 madam tipe nyeri yang berasal dari ginjal, yaitu nyeri kolik ginjal
dan nyeri ginjal bukan kolik. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh
peregangan urinary collecting system (sistem pelviokalises), sedangkan nyeri
ginjal bukan kolik disebabkan distensi dari kapsul ginjal. Gejala nyeri ini
mungkin timbul bersamaan sehingga sukar membedakan secara klinik.
Namun yang jelas obstruksi saluran kemih adalah mekanisme utama yang
bertanggung jawab untuk terjadinya kolik ginjal. Nyeri pada kolik ginjal ini
bersifat konstan, sedang pada kolik bilier dan intestinal datangnya
bergelombang. Mekanisme local seperti inflamasi, edema, hiperperistaltis,
iritasi mukosa berperan dalam menimbulkan nyeri pada pasien batu ginjal.
Batu urin ini juga dapat lewat tanpa gejala dan keluar bersama urin, tapi pada
umumnya sering dengan nyeri dan dengan perdarahan baik gross hematuria
ataupun hematuri secara mikrooskopis.Berat ringannya gejala yang timbul
pada serangan akut tergantung pada lokasi dari batu, dan beberapa regio
biasanya terlibat:
1. Kaliks ginjal : Memberikan ras nyeri ringan sampai berat karena distensi
dari kapsul ginjal. Biasanya batu atau benda lain pada kaliks atau
divertikel kaliks dapat menimbulkan obstruksi atau kolik secara periodic
akibat obstruksi yang hilang timbul. Nyeri terasa dibagian pinggang dan
berkurang pada daerah panggul. Batu kaliks biasanya kecil dan ada
beberapa buah, dan bisa lewat secara spontan. Pada batu yang bukan
obstruktif juga dapat menimbulkan kolik secara periodic. Nyeri biasanya
pada bagian dalam dan berkurang pada daerah pinggul dan belakang.
2. Pelvis Renis : Juga menimbulkan rasa nyeri sedang sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Batu dengan diameter > 1 cm umumnya dapat
menyebabkan obstruksi pada ureteropelvic junction, dan menimbulkan
nyeri yang hebat pada sudut kostovertebra, dan juga dibawah iga 12.
Batu staghorm parsial atau komplet tak selalu menyebabkan obstruksi.
Dan pada batu yang bukan obstruktif ini sering gejala lebih sedikit seperti
nyeri pinggul dan belakang.
3. Ureter : Nyeri kolik hebat didaerah pinggul dan perut bagian bawah
sampai testis dan urea vulva. Nyeri mungkin lebih berat dan hilang
timbul jika batu secara progresif turun ke ureter dan menimbulkan
obstruksi yang hilang timbul. Batu yang menjadi tertahan pada tempat
tertentu akan menyebabkan nyeri berkurang terutama bila obstruksinya
parsial.
4. Kandung kemih : Biasanya asimtomatis dan relatif lebih mudah lewat
selama urinasi. Sekali kali pasien melaporkan pada posisi mana terjadi
retensi urin (sumbatan terjadi saat berdiri dan bebas saat telentang).
Biasanya batu dengan ukuran lebih kecil dengan diameter 5 – 10 mm
atau kurang, dapat lewat secara spontan dan jarang tertahan dikandung
kemih, kecuali bila ada obstruksi dan adanya urin sisa. Perjalanan akut
batu ginjal yang berasal dari pelvis renal melalui urete datangnya sering
tiba-tiba dengan gejala berupa nyeri kolik yang ekstrim/sangat hebat,
sehingga kadang-kadang merupakan keadaan gawat darurat yang
memerlukan tindakan/manajemen batu ginjal akut.
Selain nyeri, gejala lain yang mungkin timbul, yaitu
1. Hematuri : Pasien sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti
teh. Namun lebih kurang 10-15% penderita batu urin tidak menderita
hematuria. Urinalisa yang komplet membantu diagnosis batu urin dengan
adanya hematuria, kristaluria, dan kelainan Ph urin.
2. Infeksi : Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri
pinggang, nausea serta muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada
batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp,
Pseudomonas sp, Klebsiella sp. dan jarang dengan E.coli. Batu kalsium
fosfat adalah variasi kedua dari batu infeksi.
3. Demam : Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan
kedaruratan medik relatif. Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi
termasuk demam, takikardi, hipotensi dan vaodilatasi perifer. Demam
akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi segera.
4. Mual dan muntah : Obstruksi saluran kemih bagian atas sering
menimbulkan mual dan muntah.
PATOFLOW
PATOFLOW BATU GINJAL

Statis produksi urin, Suhu lingkungan


Dehidrasi, Diet banyak purin, Konsumsi kalsium tinggi

Obstruksi

Iritasi Hematuria

Infeksi
Patoflow Tumor Ginjal
G. Pemeriksaan Penunjang Batu Ginjal
1. Pemeriksaan faal ginjal
2. Foto IVU
3. Pemeriksaan sedimen urine
4. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian besar batu ginjal
5. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan
menentukan ukuran serta lokasi batu
6. Pemeriksaan USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obatruksi, seperti
hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu radiorusen yang
tidak tampak pada foto (Kowalak. 2002)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:
a. Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,
bakteri (nitrit), dan pH urin.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
c. C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya
dilakukan pada keadaan demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor
risiko metabolik.

H. Penatalaksanaan Batu Ginjal


Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya
obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui
prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-
urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.
1. ESWL/ Lithotripsi Adalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah
menjadi bagian yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan. Metode Endourologi Pengangkatan Batu Ini
merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat
batu renal tanpa pembedahan mayor.
2. Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke
dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin
dari kateter yang tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan
striktur.
3. Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter denganv
memasukkan suatu alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik,
atauultrasound lalu diangkat. Larutan Batu. Nefrostomi Perkutanv
dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-
menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolekdiktus ginjal
melalui ureter atau selang nefrostomi.
Pengangkatan Bedah
1. Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika
batu terletak di dalam ginjal.
2. Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan,
pekerjaan, alamat rumah.
2) Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat
pengkajian.
3) Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes
setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering
berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran
pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih
sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang,
peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi
seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
4) Pemeriksaan Fisik
 Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan
tanda-tanda vital.
 Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya,
apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana
keadaan rambut klien.
 Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah
terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
 Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk
alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata
apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih
baik.
 Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat
sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau
tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
 Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum
terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada
hidung, apakah daya penciuman masih baik.
 Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi
masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies,
karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan
palatum masih utuh atau tidak.
 Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk,
kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
 Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
 Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan
setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan
ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
 Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana
bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau
tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan
pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya
dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan
pembesaran prostat dan konsistensinya.
 Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat
keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana
kekuatan otot dan refleknya

2. Diagnosa Keperawatan Post Operatif Vesikolitektomi


 Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan
dan mitasi kateter/ badan.
 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kesulitan mengontrol pendarahan, pembatasan pemasukan pra-operasi.
 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder terhadap : prosedur bedah, prosedur alat invasif, alat selama
pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
 Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa
kandung kemih, refleks spasme otot : prosedur bedah dan atau tekanan
dari balon kandung kemih.
 Resiko tinggi terhadap komplikasi, hipovolemik berhubungan dengan
perdarahan sekunder terhadap vesikolitektomi atau sectia alta.
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi tidak
mengenal sumber sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan Post Operatif


1.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal:
bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter atau
balon.
 Tujuan :
Klien menunjukan kemajuan eliminasi urine yang jernih.
 Kriteria evaluasi :
1.   Berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung kemih.
2.   Jumlah residu urine kurang dari 50 ml.
Mandiri: :
1.   Mengkaji haluaran urine dan system kateter atau drainase, khususnya selama
irigasi kandung kemih.
2.   Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran urine di urine bag.
3.   Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-
4 jam per protocol.
4.   Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi. Batasi cairan pada
malam hari setelah kateter dilepas.
5.   Retensi dapat terjadi karena edema area bedah,bekuan darah, dan spasma
kandung kemih (Doenges, 2000).
6.   Urine yang tertampung harus seimbang atau tidak jauh berbeda dengan
pemasukan cairan. (Doenges, 2000).
7.   Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine.Keterbatasan berkemih
untuk tiap 4 jam meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan
ulang kandung kemih (Doenges, 2000).
8.   Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk kelainan urine,
penjadwalan, masukan cairan menurunkan kebutuhan berkemih/ gangguan tidur
selama malam hari (Doenges, 2000).
Kolaborasi: :
1.   Pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada periode
pasca operasi dini.
2.   Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter atau aliran urine (Doenges, 2000).

2.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi.
 Tujuan :
Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
 Kriteria evaluasi :
1.   Tanda-tanda vital stabil.
2.   Pengisian kapiler baik.
3.   Membran mukosa lembab.
4.   Menunjukan tak ada perdarahan aktif.
Mandiri: :
1.   Awasi pemasukan dan pengeluaran.
2.   Inspeksi balutan atau luka drain. Timbang balutan bila di indikasikan,
perhatikan pembentukan hematoma.
3.   Evaluasi warna, konsistensi urine. Contoh: merah terang dengan bekuan
merah.
4.   Awasi tanda-tanda vital, peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, diafrosis, pucat, perlambatan pengisian kapiler dan membran
mukosa kering.
5.   Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengantian. Pada irigasi
kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secar akurat
mengkaji haluaran urine. (Doenges, 2000).
6.   Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan perineum
(Doenges, 2000).
7.   Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat.
(Doenges, 2000).
8.   Dehidrasi/ hipovolimia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah
berlanjut ke syok ( Doenges,2000 ).
9.   Berguna dalam evaluasi kehilngan darah atau kebutuhan pengantian
kebutuhan (Doenges, 2000).
Kolaborasi:
1.   Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. Contoh : Hb/Ht, jumlah sel
darah merah.

3.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan


sekunder terhadap prosedur bedah, prosedur alat invasife alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
 Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama pemasangan kateter dan retensi urine.
 Kriteria evaluasi :
1.   Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri bertambah, luka
berbau).
2.   Warna urine jernih, dan tidak berbau.
3.   Suhu dalam batas normal (36.5-37.5° ).
Mandiri:
1.   Pertahankan system kateter steril : berikan perawatan kateter regule dengan
sabun dan air, berikan salep antibiotik disekitarsisi kateter.
2.   Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
3.   Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan
cepat, gelisah, peka, disorientasi.
4.   Observsi drainase dari luka supra pubik dan foley kateter.
5.   Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi / sepsis lanjut.
(Doenges, 2000, hal.682).
6.   Menghindari refleks balik urine,yang dapat memasukan bakteri kedalam
kandung kemih.
(Doenges, 2000, hal. 682).
7.   Pasien yang mengalami sistoskopi atau TUR prostat berisiko untuk syok
bedah septic sehubungan dengan meanipulasi/ instrumentasi.
(Doenges, 2000, hal. 682).
8.   Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk infeksi, yang di
indikasikan dengan eritemia, drainase purulen. ( Doenges, 2000).
Kolaborasi:
1.   Berikan antibiotik sepalosporin, misalnya: cetroxone sesuai program medis.
2.   Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan resiko
infeksi pada vesikolitotomi. (Doenges, 2000).

4.    Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung
kemih, refleks spasme otot: prosedur dan atau tekanan dari balon kandung
kemih.
 Tujuan :
Rasa nyeri berkurang atau hilang setelah diberikan perawatan.
 Kriteria Evaluasi :
1.   Klien mengatakan nyeri berkurang.
2.   Raut muka tampak rileks.
3.   Skala nyeri berkurang 0-4.
Mandiri:
1.   Kaji nyeri, perhatikan loksi, intensitas (skala 0-10).
2.   Pertahankan patensi kateter dan sistemdrainase. Pertahankan selang bebas
dari lekukan dan bekuan.
3.   Tingkatkan pemasukan cairan 3000 ml / hari sesuai toleransi.
4.   Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan
tekhnik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.
5.   Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine sekitar
kateter menunjukan spasme kandung kemih, yang cendrung lebih berat pada
pendekatan suprapubik atau TUR (Doenges, 2000).\Mempertahankan fungsi
kateter dan system drainase, menurunkan resiko distensi / spasme kandung
kemih (Doenges, 2000).
6.   Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kedalam
mukosa kandung kemih (Doenges, 2000).
7.   Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kamampuan koping. (Doenges, 2000).
Kolaborasi:
1.   Berikanobat sesuai instruksi untuk nyeri dan spasme.
Obat anti spasmodic mencegah spasme kandung kemih. Obat analgesik
mengurangi nyeri insisi (Capernito, 1999).

5.    Resiko terhadap komplikasi hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


sekunder terhadap vesikolitotomi/ section alta.
 Tujuan :
Tidak tampak tanda-tanda komplikasi.
 Kriteria Evalusi :
Tidak ada perdarahan, infeksi, dan inkontinensia urine.
Mandiri: :
1.   Pantau:
a.    Tekanan darah, nadi, dan pernafasan tiap 24 jam.
b.    Masukan dan haluaran tiap 8 jam.
c.    Warna urine.
2.   Sediakan diet makan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan
defekasi jika ada riwayat konstipasi.
3.   Pastikan masukan cairan setiap hari paling sedikit 2-3 liter tanpa ada
kontraindikasi.
4.   Lakukan kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
pasien, gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah atau cairan yang
keluar dari tubuh pasien) pada semua prosedur tindakan keperawatan.
5.   Deteksi awal terhadap komplikasidengan intervensi yang tepat dapat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen. (Engram, 1999).
6.   Dengan peningkatan penekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan. (Engram, 1999).
7.   Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan keseluruh tubuh.
Resikoterjadi ISK dikurangi bila aliran urine encer konstan dipertahankan
melalui ginjal. (Engram, 1999).
8.   Pemberian perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi nosokomial.
Kewaspadaan umum melindungi pemberian perawatan dan pasien. (Engram,
1999).
Kolaborasi :
1.   Berikan terapi antibiotik dan mengevaluasi efektivitas obat.
2.   Antibiotik diperlukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi. (Engram,
1999).

6.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, proknosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan salah interprestasi.
 Tujuan:
Klien dan keluarga kliean mengerti secara umum penyakitnya.
 Kriteria Evaluasi :
Klien dan keluarga dapat menjelaskan secara sederhana tentang proses penyakit,
pencegahan, dan pengobatannya.
Mandiri:
1.   Kaji implementasi prosedur harapan masa depan.
2.   Tekankan perlunya nutrisi yang baik : dorong konsumsi buah, meningkatkan
diet tinggi serat.
3.   Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh: menghindari mengangkat
berat, latihan keras, duduk/ mengendarai mobil terlalu lama, memanjat lebih dari
dua tingkat tangga sekaligus.
4.   Dorong kesinambungan latihan perineal.
5.   Instruksikan perawatan kateter urin bila ada identifikasi sumber alat atau
dukungan.
6.   Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihn
informasi. (Doenges, 2000).
7.   Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko
perdarahan pasca operasi. (Doenges, 2000 ).
8.   Penimgkatan tekanan abdominal/ meregangkan yang menempatkan stress
pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan resikoperdarahan. (Doenges,
2000)
9.   Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinesia. (Doenges,
2000).
10.    Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri.
(Doenges, 2000).

2.    Perencanaan Pulang


a.    Diet tinggi kalori dan protein yakni nasi, telur, daging, susu, dan lain-lain
untuk tenaga dan proses penyembuhan.
b.    Diet minum banyak air putih 3000 cc / hari dan hindari minum kopi,alcohol
dan yang bersoda serta makanlah makanan yang banyak mengandung serat.
c.    Mendorong klien agar tidak melakukan pekerjaan yang berat, buang air
kecil yang teratur dan mendorong klien dalam mematuhi program pemulihan
kesehatan dan minum obat sesuai dengan pesanan dokter.
d.   Memberikan penjelasan mengenai pengertian, penyebab, tanda-tanda dan
gejala penatalaksanaan dan kompliksi penyakit.
e.    Rencana kontrol ulang uktuk mengetahui perkembangan pemulihan
penyakit saat di rumah (sumber : Smeltzer and Bare 2001).

Anda mungkin juga menyukai