Anda di halaman 1dari 5

Neuman 

(2003) Teori adalah suatu sistem gagasan dan abstraksi yang memadatkan dan
mengorganisir berbagai pengetahuan manusia tentang dunia sosial sehingga mempermudah
pemahaman manusia tentang dunia social. Ia juga mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat
konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik,
melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.

Teori sebagai peramal fakta; memuat prediksi tentang adanya faka dengan membuat ekstrapolasi
dari yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui.

Teori itu bahkan dikembangkan berdasarkan data yang dikumpulkan (mengembangkan teori)

. Teori berfungsi memprediksi. Fungsi prediksi inilah yang menurut Little John dan banyak lainnya,
     sebagai fungsi yang paling banyak dipedebatkan sebagai tema tujuan penyelidikan ilmiah. Banyak
teori
     memberi jalan bagi para teoritisi membuat pridiksi hasil dan efek dalam data. Kemampuan
prediksi teori
     ini, sangat penting pad wilayah-wilayah aplikasi serperti persuasi, psikoterapi, komunikasi
organisasi,
    periklanan, public relation, komunikasi pemasaran, dan media massa. Ada beragam teori
komunikasi yang
    menyediakan kita alatbantu untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan di bidang
    komunikasi.

 Salah satu fungsi penting teori adalah memberikan penjelasan tentang gejala-gejala, baik
bersifat alamiah maupun bersifat sosial. Pemenuhan fungsi itu tidak hanya dilakukan dengan
mengemukakan, melukiskan gejala-gejala, melainkan disertai dengan keterangan tentang
gejala tersebut baik dengan membandingkan, menghubungkan, memilah-milah, atau
mengkombinasikannya. Hal ini menegaskan bahwa fungsi teori adalah menjelaskan
keterkaitan antara kajian teoritis dengan hal-hal yang sifatnya empiris.
       Dalam penjelasan terhadap gejala-gejala, dapat dilakukan melalui berbagai bentuk,
seperti melalui penjelasan logis, penjelasan sebab akibat, penjelasan final (menerangkan
sebuah proses berdasarkan tujuan yang ingin dicapai), penjelasan fungsional (cara kerja),
penjelasan historis atau genensis (berdasarkan terjadinya), serta melalui penjelasan analog
(dengan menganalogkan melalui struktur-struktur yang lebih dikenal). Khusus dalam kaitan
dengan penelitian atau pengembangan ilmu, fungsi teori adalah sebagai landasan dalam
merumuskan hipotesis.
       Teori adalah kebenaran yang tidak terbantahkan. Tetapi hal ini berlaku sebelum muncul
teori baru yang dapat menumbangkan teori tersebut. Keyakinan terhadap kebenaran toeri ini
menjadikan fungsi toeri adalah menjelaskan kebanaran dalam menerangkan suatu
gejala yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, karena didukung oleh fakta-
fakta empirik.
      Karena itu pula, sekali teori telah dibangun dan diterima oleh kalangan ilmuwan dalam
bidangnya, maka teori akan melaksanakan berbagai fungsinya. Fungsi teori dalam hal ini
untuk mengantar sesorang kepada kepeduliannya untuk mengamati hubungan-
hubungan yang terjadi, membantu dalam mengumpulkan dan menyusun data yang
relevan, menjelaskan kebenaran operasional (mengarahkan kepada ramalan-ramalan
yang dapat diuji dan diverifikasi), penggunaan istilah-istiah tertentu secara konsisten,
dalam membangun metode-metode baru sesuai dengan situasi yang terjadi atau dalam
mengevaluasi metode-metode yang telah dibangun sebelumnya, serta dalam membantu
menjelaskan perilaku yang terjadi pada individu dan bagaimana cara-cara
mengatasinya.

Mengetahui Kapan dan Bagaimana Gunung Berapi


Meletus
Ervina Anggraini, CNN Indonesia | Senin, 27/11/2017 12:46 WIB
Bagikan :    

Proses dan waktu meletusnya gunung berapi sebenarnya bisa diprediksi. (dok. REUTERS/Johannes P. Christo)

Jakarta, CNN Indonesia -- Selain dianggap sebagai fenomena alam, peristiwa gunung meletus
sebenarnya peneliti bisa diketahui kapan dan bagaimana prosesnya.

Sebelum memuntahkan lahar panas, sebenarnya ada tiga faktor utama yang menyebabkan
gunung meletus, yakni daya apung magma, tekanan yang disebabkan gas yang timbul dalam
magma, dan adanya magma baru yang masuk ke dalam ruang magma sehingga mendorong
magma di dalamnya untuk keluar.

Magma pada gunung berapi terbentuk saat lapisan selimut bumi atau kerak bawah bumi
meleleh. Volume magma yang terus bertambah di saat massanya tetap membuat magma
menjadi lelehan yang kurang padat dibandingkan batuan di sekitarnya.

Lihat juga:
Gunung Agung Erupsi, 445 Penerbangan Terkena Dampak
Ketika kepadatan lelehan magma dan permukaannya lebih rendah dibandingkan kepadatan
komponen serta permukaan yang ada di sekitarnya, saat itulah erupsi terjadi.

Ruang magma yang telah terisi magma juga dapat memicu erupsi, lantaran magma baru yang
memiliki kandungan yang serupa atau berbeda dengan magma sebelumnya yang terus
mendorong magma lama untuk merangkak naik dan keluar dari permukaan.

Meski penyebab gunung meletus sebenarnya sudah bisa dipelajari, namun bukan berarti ahli
vulkanologi bisa menebak kapan persisnya gunung berapi akan meletus.

Mengutip Scientific American, kini waktu letusan bisa diperkirakan berdasarkan informasi historis
gunung. Produk vulkanik pada letusan sebelumnya, serta catatan sejarah dan prasejarah
gunung bisa menjadi referensi untuk memprediksi letusan berikutnya.

Kemungkinan besar sejarah yang sama bisa berulang jika melihat pada catatau historias letusan
satu gunung berapi.

Perkiraan waktu letusan gunung berapi juga dapat diketahui dari berbagai faktor, salah satunya
aktivitas seismik pada gunung berapi, termasuk kedalaman dan frekuensi gempa vulkanik
gunung.

Faktor lain yang membantu meramalkan waktu letusan gunung berapi adalah hasil ukur
deformasi tanah yang ditentukan dengan tiltmeter, GPS dan interferometri satelit serta emisi gas
yang terukur dari jumlah gas belerang dioksida yang dipancarkan oleh spektrometer korelasi
atau COSPEC.

Teknik tersebut terbukti sukses saat digunakan untuk meramalkan letusan Gunung Pinatubo di
Filipina pada tahun 1991. Saat itu peneliti dengan tepat berhasil memprediksi hari melutsnya
Gunung Pinatubo pada 15 Juni yang membuat Pangkalan Udara Clark serta ribuan nyawa
terselamatkan

Merdeka.com - Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature


Communications dianggap bisa meramalkan letusan di masa depan dari Gunung
Agung di Bali.
Salah satu yang terpenting adalah ditemukannya bukti geofisika, yang kemungkinan
merupakan sistem pipa vulkanik yang saling terhubung antara Gunung Agung
dengan Gunung Batur.

Letusan Gunung Agung sebelumnya pada tahun 1963 menewaskan hampir 2.000
orang dan diikuti oleh letusan-letusan kecil di gunung berapi tetangganya, Gunung
Batur.

Karena peristiwa masa lalu ini adalah salah satu letusan gunung berapi paling
mematikan di Abad ke-20, maka upaya besar dikerahkan oleh komunitas ilmuwan
untuk memantau dan memahami bangunnya kembali aktivitas Gunung Agung.
Dalam erupsi terbaru pada November 2017, dua bulan sebelum letusan, tiba-tiba
terjadi peningkatan sejumlah gempa kecil di sekitar gunung berapi yang tidur
selama 54 tahun itu. Peristiwa ini memicu evakuasi sekitar 100.000 orang.
Menggunakan citra satelit Sentinel-1
Tim ilmuwan dari Fakultas Ilmu Kebumian University of Bristol, yang dipimpin oleh
Dr. Juliet Biggs, menggunakan citra satelit Sentinel-1 yang disediakan oleh Badan
Antariksa Eropa (ESA) untuk memantau deformasi tanah di Gunung Agung.

"Dari pemantauan jarak jauh, kami dapat memetakan setiap gerakan tanah, yang
mungkin merupakan indikator bahwa magma segar bergerak di bawah gunung
berapi," ujar Biggs yang dikutip dari DW Indonesia, Rabu (20/2/2019).

Dalam studi terbaru, yang dilakukan dengan menggandeng Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia (CVGHM), tim ini mendeteksi kenaikan
sekitar 8-10 cm di sisi utara gunung berapi selama periode aktivitas gempa bumi
yang hebat.

Dr. Fabien Albino, dari Bristol School of Earth Sciences menambahkan: "Yang
mengejutkan adalah kami memperhatikan bahwa baik aktivitas gempa dan sinyal
deformasi tanah terletak lima kilometer dari puncak, yang berarti bahwa magma
bergerak ke samping serta vertikal ke atas."

"Studi kami memberikan bukti geofisika pertama bahwa Gunung Agung dan Gunung
Batur mungkin memiliki sistem pipa vulkanik yang terhubung," lanjutnya.

Tim peneliti menyebutkan: "Temuan ini memiliki implikasi penting bagi peramalan
letusan dan bisa menjelaskan terjadinya letusan simultan seperti pada tahun 1963."

Studi tersebut didanai oleh Pusat Pengamatan dan Pemodelan Gempa Bumi,


Gunung Berapi, dan Tektonik (COMET), sebuah pusat penelitian terkemuka dunia
yang berfokus pada proses tektonik dan vulkanik dengan menggunakan teknik
observasi Bumi.

Anda mungkin juga menyukai