Penerimaan Masyarakat Tentang Pemberlakuan Hukum Dimasa Pandemi
Penerimaan Masyarakat Tentang Pemberlakuan Hukum Dimasa Pandemi
Nim : 2008016115
Pada penghujung tahun 2019, masyarakat diseluruh dunia dikejutkan dengan kasus
Coronavirus Disease (Covid-19) yang dilaporkan pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei.
Virus ini sendiri bersumber dari hewan ke tubuh manusia dan bertransmisi dari manusia satu
kemanusia lain yang penyebarannya sangat cepat. Dan pada tanggal 28 jannuari 2021 terdapat
87.640.097 juta kasus positif dengan jumlah kematian 1.890.847 ribu orang yang tersebar di 215
negara di dunia.
Indonesia untuk pertama kali mengumumkan kasus pada tanggal 2 maret 2020 yang kian
hari kian meningningkat kasus positif hingga kematian kian bertambah. Novel Corona Virus
yang dikenal dengan Covid-19 merupakan ancaman nyata bagi kesehatan seluruh masyarakat
dunia terutama khususnya negara kita ini. Seseorang yang positif Covid-19 akan mengalami
gejala demam, batuk berdahak atau berdarah, sesak napas, nyeri dada, hilangnya kemampuan
mencium bau, bahkan menyebabkan kematian. Seseorang yang terinfeksi virus ini ada kala tanpa
disadari sudah positif tanpa adanya gejala-gejala yang sering timbul akibat Covid-19.
Oleh karna itu untuk diketahui apakah terinfeksi perlu dilakukan Swab PCR test untuk
memastikan diagnosis infeksi virus corona. Namun dalam hal ini Swab PCR juga memiliki
kelemahan dimana ketika melakukan Swab jika ia positif terkapar Covid-19 sulit untuk diketahui
berapa orang yang telah terinfeksi yang ada disekitarnya. Hal inilah yang menjadi factor utama
sulitnya memutus rantai penyebaran Covid-19, sehingga inilah yang menjadi tugas pemerintah
bahkan masyarakat indonesia yaitu untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini.
Pandemi Covid-19 mempunyai dampak yang sangat luas di berbagai sektor. Indonesia
saat ini dihadapkan pada situasi sulit terkait dengan penanganan dampak pandemic covid-19,
usaha-uasaha yang dilakukan terkait dengan upaya untuk menekan angka kematian penduduk
yang terinfeksi virus covid-19, maupun upaya untuk menangani dampak sosial ekonomi dari
penyebaran virus. Kesigapan dan upaya antisipasi yang dilakukan pemerintah Indonesia pada
masa awal penyebaran virus covid-19 ini seringkali dipertanyakan banyak pihak yang
meragukan claim pemerintah bahwa Indonesia adalah negara yang bebas penyebaran virus
covid-19.
Melihat begitu berbahayanya dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19, hampir setiap
negara di dunia termasuk Indonesia mengambil langkah-langkah preventif berupa embatasan
sosial, pengaturan jarak fisik, serta karantina wilayah baik dalam skala penuh maupun terbatas.
Kebijakan ini terpaksa diambil oleh sejumlah negara sebagai pilihan pahit untuk meminimalkan
dan menekan jumlah penyebaran Covid-19 yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Di saat
yang sama, para ahli kesehatan di berbagai negara juga belum menemukan vaksin tepat dan
mampu mengobati orang yang terinfeksi virus covid-19. Dengan kata lain, Covid-19 bukan
hanya menjadi pandemik, tetapi juga telah menjadi bencana yang sangat mematikan bagi
manusia di berbagai negara.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia tertanggal 28 Januari 2021 sudah menembus 1 juta
kasus. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat 20 negara dengan kasus
Covid-19 terbanyak di dunia. Oleh sebab itu Pemerintah sebagai memegang tanggung jawab
terhadap pemenuhan dan perlindungan kesehatan dari warga negaranya sebagaimana pernyataan
WHO, “Pemerintah memiliki tanggung jawab atas kesehatan rakyatnya yang hanya dapat
dipenuhi dengan penyediaan tindakan kesehatan dan sosial yang memadai”
1. bahwa penyebaran Virus Covid-19 dengan jumlak kasus dan jumlah kematian telah
meningkat dan meluas sehingga hal ini berdampak pada asoek politik,ekonomi,sosial
budaya,pertahan dan keamana serta kesejahtraan masyarakat indonesia.
2. Bahwa dampak virus ini menyebabkan keadaan tertentu sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan, salah satunya dengan tindakan pembatasan sosial berskala besar.
Pembatasan fisik (physical distancing), atau secara informal jaga jarak, adalah
serangkaian tindakan intervensi nonfarmasi yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
penyakit menular dengan menjaga jarak fisik antara satu orang dan orang lain serta mengurangi
jumlah orang yang melakukan kontak dekat satu sama lain. Tindakan ini biasanya dilakukan
dengan menjaga jarak tertentu dari orang lain (jarak yang ditentukan mungkin berbeda dari
waktu ke waktu dan dari satu negara dengan negara lain) dan menghindari berkumpul bersama
dalam kelompok besar. Pembatasan sosial akan mengurangi kemungkinan kontak antara orang
yang tidak terinfeksi dengan orang terinfeksi, sehingga dapat meminimalkan penularan penyakit,
dan terutama, kematian. Tindakan ini dikombinasikan dengan menerapkan higiene pernapasan
yang baik dan kebiasaan mencuci tangan dalam suatu populasi.
Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) saat ini sudah diterapkan di 10 wilayah
diIndonesia sebagai bagian dari upaya pencegahan virus corona. Istilah PSBB muncul
dariPresiden Joko Widodo yang menyebut PSBB sebagai upaya yang harus dilakukan untuk
melawann pandemi Covid-19.Merujuk pada Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 21
tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020,
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi corona virus disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebarannya. Semua ini dilakukan untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran penyakit
kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Pembatasan sosial berskala besar ini dilakukan dengan tahap demi tahap sebelum
pemberlakuan PPKM selanjutnya. Pada PSBB ini dilakukan meliputi peliburan tempat sekolah
dan tempat kerja, pembatsan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan ditempat umum ,
pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi,serta pembatasan kegiatan
lainnya. Dan selama PSBB ini dilakukan yang beroperasi adalah instansi pemerintahan , layanan
kesehatan, bahan pangan serta pelayanan dasar. Adapun tahapan PSBB ini dimulai dari 10 April
hingga pada transisi PPKM Darurat sampai level 4 :
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup, yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat. Pergaulan hidup sebagai masyarakat yang teratur adalah sesuatu dari hukum yang
terlihat dari luar, akan tetapi hukum juga dikelompokan dalam suatu sistem yang disusun secara
sengaja dan seharusnya ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.
Bukan hanya itu bahkan banyak masyrakat yang masih berkerumunan khususnya anak
muda yang kumpul-kumpul di cafe, bahka ada sebagian orang yang melakukan party dan ada
juga sebagian masyrakat yang melangsungkan adat pernikahan. Yang diamana sudah jelas
diumumkan PSBB dan social distancing.
Sehingga tak heran apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali menyoroti
ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Awal pekan ini di Istana
Merdeka Jakarta, Jokowi menyatakan pemerintah akan memberlakukan sanksi bagi pelanggar
protokol kesehatan. Jokowi mengutip hasil survei di salah satu provinsi yang menunjukkan
sekitar 30% warga yang tak mematuhi protokol kesehatan. Bahkan, 70% warga tidak
menggunakan masker.
Walupun sejauh ini memang para pelanggar protokol kesehatan telah menerima sanksi,
yakni sanksi sosial dan denda. Namun, sanksi tersebut belum memberikan efek jera secara
signifikan. Oleh karena itu, pemerintah mendorong agar sanksi bagi pelanggar protokol
kesehatan diperberat dengan memperbesar nilai denda atau menjalani hukuman kurungan paling
lama tiga bulan karena melakukan tindak pidana ringan (tipiring). Setidaknya ada tiga lokasi
yang menjadi sasaran utama penerapan protokol kesehatan, yakni pasar, angkutan umum, dan
ruang terbuka publik. Hingga saat ini, pasar menjadi salah satu klaster penyebaran Covid-19.
Setelah menjalani swab test, para pedagang di berbagai pasar tradisional di Indonesia diketahui
tertular Covid-19 . Ketidakpatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan yang
menyebabkan penyebaran virus Covid-19 ini semakin meningkat.