Anda di halaman 1dari 16

PENENTUAN PERIORITAS PENGEMBANGAN USAHA KECIL, MIKRO, DAN

MENEGAH (UMKM) GAPLEK KABUPATEN PASURUAN MENGGUNAKAN


ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Dosen pengampuh :
M Hermansyah, S.T, M.T.

Oleh :

Rozaki (201569030011)
M Febrianto romadlona (201569030007)
Habib Ubaidillah (201569030033)
M Ali Imron (201569030039)
Beny Oky S (201569030019)
Ahmad Khusyairi (201569030031)
M Agus Fiksani (201569030020)

Jurusan Teknik Industri


Fakultas Teknik
Universitas Yudharta Pasuruan
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional


memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data
yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian
Indonesia. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor
ekonomi. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2012, jumlah UMKM
tercatat 56,5 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha. Kedua, potensinya yang besar
dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat
menciptakan lebih banyak kesempatan kerja jika dibandingkan dengan investasi yang
sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 107,6 juta tenaga kerja atau 97,16% dari
total angkatan kerja yang bekerja ditahun 2012. Ketiga, kontribusi UMKM dalam
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan, yakni sebesar 59,08% dari
total PDB. [1]

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah


yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari
sebagian masyarakat, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi
kesenjangan dan tingkat kemiskinan.Sektor industri di kabupaten Pasuruan, diyakini
sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian
menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (term of trade)
yang tinggi atau lebih menguntungkan serta mampu menciptakan nilai tambah yang besar
dibanding produk-produk sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut, maka peran sektor
industri pengolahan semakin penting, sehingga sektor industri pengolahan mempunyai
peranan sebagai sektor pemimpin (Leading Sector) di sektor industri secara umum.
Pengembangan industri kecil menengah diorientasikan kepada visi agar menjelang tahun
2020 dapat terwujud industri kecil menengah yang berbasis ekonomi kerakyatan yang
maju, kompetitif, mandiri dan berperan secara berarti sebagai basis bagi pengembangan
sektor industri secara keseluruhan. Misi industri kecil menengah adalah untuk memperluas
penciptaan dan lapangan kerja melalui penciptaan dan pengembangan lapangan usaha,
maka penting dilakukan seleksi kepada industri kecil menengah yang ada di kabupaten
Pasuruan.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a) Bagaimana merancang Sistem Pendukung Keputusan untuk membantu


pengambilan keputusan dalam menentukan prioritas UKM mana yang bisa
dijadikan supplier terbaik dengan menggunakan metode AHP?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menerapkan metode AHP
sebagai sistem penunjang keputusan untuk menentukan UKM yang potensial untuk
dijadikan supplier terbaik.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian UKM

Menurut Menteri Perindustrian R.I. (2006) pasal 1 ayat 1-3, pengertian industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Perusahaan Industri Kecil
yang selanjutnya disebut Industri Kecil (IK) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha di bidang industri dengan nilai investasi paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Perusahaan Industri
Menengah yang selanjutnya disebut Industri Menengah (IM) adalah perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha di bidang industri dengan nilai investasi lebih besar dari Rp
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Menurut UU No 20 Tahun 2008 tentang Kriteria Usaha Kecil yaitu kekayaan


bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 – Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 - Rp 2.500.000.000,00. Kriteria Usaha Menengah yaitu kekayaan bersih
lebih dari Rp 500.000.000,00-Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 Rp
50.000.000.000,00. [3]

2.2. Sistem Pendukung Keputusan

Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi
Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif
dengan pemakainya. Interaktif dengan tujuan untuk memudahkan integrasi antara berbagai
komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, analisis,
pengalaman dan wawasan manajer untuk mengambil keputusan yanng lebih baik.[6]
SPK adalah sistem yang dibangun untuk menyelesaikan berbagai masalah yang
bersifat manajerial atau organisasi perusahaan yang dirancang untuk mengembangkan
efektivitas dan produktivitas para manajer untuk menyelesaikan masalah dengan bantuan
teknologi komputer. Hal lainnya yang perlu dipahami adalah bahwa SPK bukan untuk
menggantikan tugas manajer akan tetapi hanya sebagai bahan pertimbangan bagi manajer
untuk menentukan keputusan akhir. Dalam menentukan suatu keputusan banyak faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan seorang pengambil keputusan, sehingga
dipandang perlu untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang penting dan
mempertimbangkan tingkat pengaruh suatu faktor dengan faktor yang lainnya sebelum
mengambil keputusan akhir [4]

2.3. Analitichal Hirarchi Proses

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung


keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (2008) [5].
Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau
multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (2008) [5],
hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang
diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya kebawah hingga level
terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat
diuraikan ke dalam kelompokkelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu
bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Model ini sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode yang lain karena alasan - alasan sebagai berikut :

a. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai
pada subkriteria yang paling dalam.
b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitifitas pengambilan keputusan.
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan data awal interview dengan pelaku UKM gaplek, dan intensitas-
intensitas pada masing-masing kriteria tersebut urutan hirarkinya dapat digambarkan
seperti pada gambar di bawah ini:

Ukm Terpilih

Tenaga Nilai Kapasitas Nilai Nilai


Kerja Investasi Produksi Produksi Bahan Baku

Sangat Tinggi Sedang Rendah Rendah


Tinggi

Setelah disusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi, langkah selanjutnya yaitu
menetapkan perbandingan berpasangan antara kriteria-kriteria dalam bentuk matriks.

• Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria


Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria
KRITERIA TENAGA KAPASITAS INVESTASI NILAI BAHAN
KERJA PRODUKSI PRODUKSI BAKU
TENAGA 1 5 3 2 3
KERJA
KAPASITAS 0,2 1 3 2 2
PRODUKSI
INVESTASI 0,333 0,333 1 3 2
NILAI 0,5 0,5 0,333 1 3
PRODUKSI
BAHAN 0,333 0,5 0,5 0,333 1
BAKU
JUMLAH 2,37 7,333 7,833 8,333 11
Keterangan Skala Penilaian Perbandingan
Intensitas Keterangan
Kepentingan
1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting penting daripada elemen lainnya
2, 4, 6, 8 Nilai diantara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekata

• Tabel 2. Matrix Nilai Kriteria.


Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan dianalisis untuk
memperoleh keseluruhan prioritas yaitu dengan Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap
kolom matrik.
Tabel 2. Matrix Nilai Kriteria.
KRITERIA TENAGA KAPASITAS INVESTASI NILAI BAHAN JUMLAH PRIORITAS
KERJA PRODUKSI PRODUKSI BAKU
TENAGA 0,422 0,682 0,383 0,24 0,273 2 0,4
KERJA
KAPISITAS 0,084 0,136 0,383 0,24 0,182 1,025 0,205
PRODUKSI
INVESTASI 0,141 0,045 0,128 0,36 0,182 0,856 0,1712
NILAI 0,211 0,068 0,043 0,12 0,273 0,715 0,143
PRODUKSI
BAHAN 0,141 0,068 0,064 0,04 0,091 0,404 0,0808
BAKU

Nilai kolom prioritas diperoleh dari nilai kolom jumlah dibagi dengan jumlah kriteria = 5.

• Tabel 3. Matrik Penjumlahan Setiap Baris Kriteria


Matrik penjumlahan setiap baris merupakan matriks hasil perkalian nilai prioritas dari
tabel 2 dengan matrik perbandingan berpasangan dari tabel 1. Hasil perhitungan nilai
matriks penjumlahan setiap baris dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Matrik Penjumlahan Setiap Baris Kriteria
KRITERIA TENAGA KAPASITAS INVESTASI NILAI BAHAN JUMLAH
KERJA PRODUKSI PRODUKSI BAKU
TENAGA 0,4 2 1,2 0,8 1,2 5,6
KERJA
KAPASITAS 0,08 0,4 1,2 0,8 0,8 3,28
PRODUKSI
INVESTASI 0,133 0,133 0,4 1,2 0,8 2,666
NILAI 0,2 0,2 0,133 0,4 1,2 2,133
PRODUKSI
BAHAN 0,133 0,2 0,2 0,133 0,4 1,066
BAKU

Nilai 0,4 pada kolom tenaga kerja baris tenaga kerja diperoleh dari nilai prioritas tertinggi
pada Tabel 3, yaitu 0,4, dikalikan dengan nilai kolom tenaga kerja baris tenaga kerja pada
Tabel 2, yaitu 1. Nilai 0,08 pada kolom tenaga kerja baris kapasitas produksi diperoleh dari
nilai prioritas tertinggi pada Tabel 2, yaitu 0,4, dikalikan dengan nilai kolom tenaga kerja
baris kapasitas produksi pada Tabel 2, yaitu 0,2. Nilai 2 pada kolom kapasitas produksi
baris tenaga kerja diperoleh dari nilai prioritas tertinggi pada Tabel 3, yaitu 0,4, dikalikan
dengan nilai kolom kapasitas produksi baris tenaga kerja pada Tabel 2 yaitu 5. Perhitungan
tersebut dilakukan sampai semua kolom dan baris terisi kecuali untuk kolom jumlah.
Kolom jumlah pada Tabel 2 diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada masing-masing
baris. Misalnya nilai 1,066 dari kolom jumlah diperoleh dengan menjumlahkan nilai 0,133
+ 0,2 + 0,2 + 0,133 + 0,4

• Tabel 4. Rasio Konsistensi


Perhitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1. Jika
nilai CR > 0,1 maka matriks perbandingan berpasangan harus dihitung ulang. Hasil
perhitungan rasio konsistensi dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Rasio Konsistensi
KRITERIA JUMLAH/BARIS PRIORITAS HASIL
TENAGA KERJA 5,6 0,4 6
KAPASITAS 3,28 0,205 3,485
PRODUKSI
INVESTASI 2,666 0,1712 2,8372
NILAI PRODUKSI 2,133 0,143 2,276
BAHAN BAKU 1,066 0,0808 1,1468
JUMLAH 15,745

Kolom jumlah/baris diperoleh dari kolom jumlah pada Tabel 3. Kolom prioritas diperoleh
dari kolom prioritas pada Tabel 2. Nilai pada kolom hasil diperoleh dari perkalian antara
kolom jumlah/baris dengan kolom prioritas. Nilai pada baris jumlah digunakan untuk
mengetahui nilai rasio konsistensikriteria. Berdasarkan nilai pada tabel 4, dapat dihitung
nilai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 15,475
λ max = = = 3,149
𝑛 5
λ max − 𝑛 3,149−5
CI = = = - 1,851
𝑛 5
CI − 1,851
CR= = = - 1,851
𝐼𝑅 1,12

Ratio index (RI) yang umum digunakan untuk setiap ordo matriks ditunjukkan pada tabel
berikut :
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Dari perhitungan di atas, nilai CR < 0,1 sehingga perhitungan rasio konsistensi dari
perhitungankriteria dapat diterima. Selanjutnya adalah menghitung nilai CR intensitas dari
masing-masing kriteria. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama dengan
penghitungan kriteria yaitu menghitung perbandingan berpasangan, menghitung matriks
nilai, menjumlahkan setiap baris, setelah itu dapat dihitung nilai rasio konsistensinya.
Intensitas setiap kriteria memiliki nilai yang identik sehingga perhitungan intensitas hanya
dilakukan satu kali. Dengan menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan kriteria,
diperoleh tabel-tabel perhitungan intensitas berikut :

Tabel 5. Matriks Nilai Intensitas


INTENSITAS ST T S R SR JUMLAH PRIORITAS
ST 0,489 0,49 0,439 0,381 0,333 2,132 0,426
T 0,219 0,245 0,293 0,286 0,267 1,31 0,262
S 0,145 0,123 0,146 0,19 0,2 0,804 0,161
R 0,11 0,081 0,073 0,095 1,333 0,492 0,098
SR 0,088 0,061 0,048 0,048 0,067 0,312 0,062
Keterangan Intensitas :
ST : Sangat Tinggi
T : Tinggi
S : Sedang
R : Rendah
SR : Sangat Rendah

Tabel 6. Matriks Konsistensi Intensitas


KRITERIA JUMLAH/BARIS PRIORITAS HASIL
ST 6,396 0,426 2,727
T 4,477 0,262 1,173
S 2,912 0,161 0,468
R 1,739 0,098 0,171
SR 0,972 0,062 0,061

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 4,6
λ max = = = 0,92
𝑛 5
λ max − 𝑛 0,92 −5
CI = = = - 0,816
𝑛 5
CI − 0,816
CR = = = - 0,729
𝐼𝑅 1,12

Dari perhitungan di atas, nilai CR < 0,1 sehingga perhitungan rasio konsistensi dari
perhitungan intensitas dapat diterima. Setelah diketahui nilai rasio konsistensi
intensitasnya, langkah selanjutnya adalah menghitung hasil.

• Menghitung Hasil
Nilai prioritas untuk kriteria tenagakerja adalah 0,4, nilai prioritas untuk kriteriakapasitas
produksi adalah 0,205, nilai prioritas untukkriteria investasi adalah 0,1712, nilai prioritas
untuknilai produksi adalah 0,143 dan nilai prioritas untukbahan baku adalah 0,0808.
Selanjutnya adalah kriteria-kriteria yang dimiliki pada setiap UKM belum dalam bentuk
intensitas, maka dengan proses pengubahan intensitas ini data diubah kedalam bentuk
intensitas. Pengubahan tersebut berdasarkan range-range pada data awal UKM Kabupaten
Pasuruan.
Tabel 7. Tabel UKM yang dipilih
Tenaga Kerja Nilai Kapasitas Nilai Produksi Nlai Bahan
Nama UKM (Orang) Investasi Produksi Baku
Ds Randukerto R R S S T
Banyumas T ST ST T S
UD Sumber R S S S S
Pangan
Darmajati R S R R R
Karangrejo
Banjarsari T ST T T S
Pilntahan T ST T T S

Tabel 8. Matriks Bobot Nilai UKM

Nama Tenaga Kerja Nilai Kapasitas Nilai Nlai Bahan


Total
UKM (Orang) Investasi Produksi Produksi Baku

Ds
0.092 0,002 0,028 0,023 0,021 0,074
Randukerto

Banyumas 0,105 0,011 0,073 0,037 0,013 0,239

UD
Sumber 0,039 0,004 0,028 0,023 0,013 0,107
Pangan
Darmajati
0,039 0,004 0,017 0,014 0,008 0,082
Karangrejo

Banjarsari 0,105 0,011 0,073 0,037 0,013 0,239

Pilntahan 0,105 0,011 0,073 0,037 0,013 0,239

Kolom total pada tabel 9 diperoleh dari penjumlahan pada masing-masing barisnya. Nilai
total ini digunakan untuk merangking UKM yang diprioritaskan untuk mensupply
produknya ke pabrik di daerah Kabupaten Pasuruan. Semakin besar nilai yang didapat
maka semakin besar prioritas untuk dipilih. Kami Tampilkan 6 UKM yang nilainya
tertinggi. Dan ada 3 UKM yang nilainya sama.
Dari hasil pengujian terhadap kriteria yang dikembangkan menggunakan model AHP
dapat disimpulkan bahawa perhitungan telah dengan benar, sehingga perhitungan ini dapat
digunakan dan 6 UKM yang terpilih untuk diprioritaskan untuk mensupply produknya ke
pabrik di daerah Kabupaten Pasuruan adalah sebagai berikut :
- Banyumas : Paserpan (UKM A)
- Banjarsari : Pandaan (UKM B)
- Pilntahan : Pandaan (UKM C)
- UD Sumber Pangan : Sukorejo (UKM D)
- Darmajati Karangrejo : Purwosari (UKM E)
- Ds Randukerto : Grati (UKM F)

Pemilihan 6 ukm diatas dilihat dari segi pengiriman, jumlah karyawan, produk, kualitas,
biaya.

UKM A

pengiriman
UKM B

Jumlah karyawan
UKM C

SUPPLIER Produk

UKM D

Kualitas

UKM E

Biaya

UKM F
Gambar 2. Struktur Hirarki Alternatif Pemilihan Supplier

Tabel 9. Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria


Kriteria Pengiriman Pelayanan Produk Kualitas Biaya
Pengiriman 1 3 3 5 5
Pelayanan 0,333 1 1 3 1
Produk 0,333 1 1 1 3
Kualitas 0,200 0,333 1 1 3
Biaya 0,200 1 0,333 0,333 1
Tabel 10. Perbandingan Berpasangan Antar Supplier Pada Kriteria Pengiriman
UKM A UKM B UKM C UKM D UKM E UKM F
UKM A 1 1 3 5 1 1
UKM B 1 1 3 5 1 1
UKM C 0,333 0,333 1 5 1 1
UKM D 0,2 0,2 0,2 1 1 1
UKM E 1 1 1 1 1 1
UKM F 1 1 1 1 1 1

Tabel 11. Perbandingan Berpasangan Antar Supplier Pada Kriteria Jumlah Karyawan
UKM A UKM B UKM C UKM D UKM E UKM F
UKM A 1 3 3 5 1 1
UKM B 0,333 1 3 5 1 1
UKM C 0,333 0,333 1 5 1 1
UKM D 0,2 0,2 0,2 1 1 1
UKM E 1 1 1 1 1 1
UKM F 1 1 1 1 1 1

Tabel 12. Perbandingan Berpasangan Antar Supplier Pada Kriteria Produk


UKM A UKM B UKM C UKM D UKM E UKM F
UKM A 1 1 1 3 3 5
UKM B 1 1 3 5 5 5
UKM C 1 0,333 1 3 5 3
UKM D 0,333 0,2 0,333 1 5 3
UKM E 0,333 0,2 0,2 0,2 1 1
UKM F 0,2 0,2 0,333 0,333 1 1

Tabel 13. Perbandingan Berpasangan Antar Supplier Pada Kriteria Kualitas


UKM A UKM B UKM C UKM D UKM E UKM F
UKM A 1 3 1 3 3 1
UKM B 0,333 1 3 1 3 3
UKM C 1 0,333 1 3 1 3
UKM D 0,333 1 0,333 1 3 1
UKM E 0,333 0,333 1 0,333 1 3
UKM F 1 0,333 0,333 1 0,333 1

Tabel 14. Perbandingan Berpasangan Antar Supplier Pada Kriteria Biaya


UKM A UKM B UKM C UKM D UKM E UKM F
UKM A 1 1 3 1 1 1
UKM B 1 1 1 3 1 1
UKM C 0.333 1 1 3 1 3
UKM D 1 0,333 0,333 1 3 3
UKM E 1 1 1 0,333 1 1
UKM F 1 1 0,333 0,333 1 1
Pengolahan Data
Tahap yang pertama dilakukan ialah menormalkan setiap kolom dengan cara
membagi setiap nilai pada kolom ke-i dan baris ke-j dengan nilai terbesar pada kolom i.
Tabel 15. Normalisasi
NORMALISASI
KRITERIA PENGIRIMAN JUMLAH PRODUK KUALITAS BIAYA JUMLAH VEKTOR
KARYAWAN BOBOT
PENGIRIMAN 0,530 0,474 0,474 0,484 0,385 2,346 0,469
JUMLAH 0,177 0,158 0,158 0,290 0,077 0,860 0,172
KARYAWAN
PRODUK 0,177 0,158 0,158 0,097 0,231 0,820 0,164
KUALITAS 0,011 0,053 0,158 0,097 0,231 0,549 0,110
BIAYA 0,106 0,158 0,053 0,032 0,077 0,426 0,085

Setelah melakukan normalisasi maka tahap selanjutnya adalah menentukan bobot


prioritas pada setiap kriteria ke-i, dan diperoleh nilai Eigen seperti pada tabel 16.
Tabel 16. Eigen Value
KRITERIA Eigen Value
PENGIRIMAN 2,451
JUMLAH KARYAWAN 0,906
PRODUK 0,857
KUALITAS 0,596
BIAYA 0,442

λ= (∑EV/VB) / n
2,451⁄ 0,906⁄ 0,857⁄ 0,596⁄ 0,442⁄
Nilai λ = ( 0,469+ 0,172+
5
0,164+ 0,110+ 0,085
) = 5,269
CI = Consistency Index = ( λ -n) / (n-1)
5,269−5
CI = = 0,067
4
CR = CI / RI , RI = Random indeks
0,067
CR = = 0,060
1,12

Karena hasil dari CR ≤ 0,1 maka penilaian konsisten dan pengolahan data dapat
dilanjutkan ke perhitungan selanjutnya.
Hasil Penelitian
Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh tabel hasil
perhitungan akhir dari AHP seperti pada tabel 17.

Tabel 17. Nilai Akhir


Nilai Akhir
UKM A 0,240
UKM B 0,237
UKM C 0,162
UKM D 0,102
UKM E 0,131
UKM F 0,128

Berdasarkan tabel nilai akhir tersebut maka dapat dilihat bahwa “ UKM A”
memperoleh nilai akhir paling besar dan menempati peringkat ke-1 dengan nilai 0.240,
kemudian “UKM B” pada peringkat ke-2 dengan nilai akhir 0.237, “UKM C” pada
peringkat ke-3 dengan nilai akhir 0.162, “UKM E” pada peringkat ke-4 dengan nilai akhir
0.131, “UKM F” pada peringkat ke-5 dengan nilai akhir 0.128, dan “UKM D” pada
peringkat ke-6 atau terakhir dengan nilai akhir 0.102.
Dari hasil perhitungan nilai masing-masing UKM yang ada di atas terlihat bahwa
tidak ada perbedaan nilai yang signifikan yang diperoleh antara UKM satu dengan yang
lainnya. Hal ini dikarenakan penilaian yang diberikan oleh Pengambil Keputusan ketika
melakukan wawancara mempunyai sifat subjektif dan merupakan keputusan sepihak. Hal
tersebut dapat dilihat dari pemberian bobot yang dimana Pengambil Keputusan lebih
mementingkan kriteria pengiriman dari pada keempat kriteria yang lain yaitu jumlah
karyawan, produk, kualitas, dan biaya, bahkan biaya dianggap tidak begitu penting karena
standar harga dari masing-masing supplier relatif sama.

Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan pada bagian
sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil adalah menetapkan “UKM A” sebagai
supplier yang terbaik. Hal tersebut bisa diketahui dengan adanya nilai akhir tertinggi pada
perhitungan akhir AHP yaitu dengan nilai sebesar 0.240.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Kementerian Koperasi dan UKM.2012. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil,
Menengah (UMKM) Dan Usaha Besar (UB)Tahun
2011 – 2012. 12 Maret 2015.
http://www.depkop.go.id/phocadownload/data_umkm/sandingan_ data_umkm_2011-
2012.pdf.
[2] Kosasi, Sandy. 2002. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System).
[3] Menteri Perindustrian Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah,
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil Nomor 37/M-IND/PER/6/2006
tentang Pengembangan Jasa Konsultansi Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Jakarta.
[4] Turban, Efraim, et al. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems
7th Ed. New Jersey : Pearson Education.
[5] Saaty, T.L. 2008. Decision making with the analytic hierarchy process. University
of Pittsburgh: USA.
[6] Suryadi, K. dan M.Ali Ramdhani. 2010. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai