Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mochammad Rizki Romadhon

Prodi : PAI 3C
Nim : 2020791103996
Matkul : Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Ade Suwaradi, M.Pd.I

Wakaf

Pengertian Wakaf
Wakaf merupakan istilah dari bahasa Arab ‘waqaf’. istilah wakaf secara bahasa berarti
penahanan atau larangan atau menyebabkan sesuatu berhenti. Istilah wakaf secara istilah
diartikan berbeda-beda menurut pandangan ahli fiqih. Menurut Abu hanifah, wakaf adalah
menahan suatu benda sesuai hukum yang ada, dan menggunakan manfaatnya untuk hal-hal
kebaikan, bahkan harta yang sudah diwakafkan bisa ditarik kembali oleh si pemberi wakaf.
Berdasarkan definisi Abu hanifah, kepemilikan harta tidak lepas dari si wakif, pihak yang
mewakafkan harta benda nya.

Mazhab hanafi menyebutkan wakaf adalah tidak melakukan tindakan atas suatu harta
tersebut, yang berstatus tetap hak milik dengan memberikan manfaatnya kepada pihak
tertentu baik untuk saat ini ataupun waktu yang ditentukan. Sedangkan mazhab Malik
berpendapat wakaf tidak melepaskan harta yang dimiliki oleh pewakaf dan pewakaf
berkewajiban untuk memberikan manfaat dari harta yang diwakafkannya dan tidak boleh
menarik kembali harta yang diwakafkan.

Mazhab syafi’i berpendapat bahwa wakaf merupakan pelepasan harta dari kepemilikan
melalui prosedur yang ada. Pewakaf tidak boleh melakukan suatu tindakan kepada harta yang
sudah diwakafkan olehnya. Mazhab syafi’i juga membolehkan memberikan wakaf berupa
benda bergerak dengan syarat barang yang diwakafkan harus memiliki manfaat yang kekal.

Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum
wakif, si pemberi wakaf, untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Secara umum wakaf harus memenuhi beberapa hal utama yaitu yang memberikan wakaf dan
pengelola harta wakaf harus mengalokasikan untuk amal kebaikan. Selain itu pemberian
wakaf harus bertujuan untuk beramal kepada penerima atau kelompok yang jelas.
Jenis-Jenis Wakaf
Wakaf memiliki banyak jenisnya. Berikut adalah jenis-jenis wakaf.

1. Wakaf Ahli
Wakaf ahli atau biasa disebut dengan wakaf keluarga adalah wakaf yang dilakukan kepada
keluarganya dan kerabatnya. Wakaf ahli dilakukan berdasarkan hubungan darah atau nasab
yang dimiliki antara wakif dan penerima wakaf. Di beberapa negara, amalan wakaf ahli ini
sudah dihapus seperti di Turki, Lebanon, Syria, Mesir, Irak dan Libya. Wakaf ahli ini dihapus
karena beberapa faktor seperti tekanan dari penjajah, wakaf ahli dianggap melanggar hukum
ahli waris, selain itu wakaf ahli dianggap kurang memberi manfaat yang banyak untuk
masyarakat umum.

Di Indonesia, wakaf ahli masih berlaku, begitu juga di Singapura, Malaysia dan Kuwait. Hal
ini dianggap karena bisa mendorong orang-orang untuk berwakaf. Di Indonesia, wakaf ahli
juga tertulis dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 2006 Pasal 30. Di dalam Undang-
Undang dituliskan bahwa,

‘Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum
sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.’

‘Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum
beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan pertimbangan BWI.’

2. Wakaf Khairi
Wakaf khairi adalah wakaf yang diberikan untuk kepentingan umum. Wakaf khairi adalah
wakaf dimana pihak pewakaf memberikan syarat penggunaan wakafnya untuk kebaikan-
kebaikan yang terus menerus seperti pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
Wakaf khairi adalah jenis wakaf untuk mereka yang tidak memiliki hubungan seperti
hubungan keluarga, pertemanan atau kekerabatan antara pewakaf dan orang penerima wakaf.

3. Wakaf Musytarak
Wakaf musytarak adalah wakaf yang mana penggunaan harta wakaf tersebut digunakan
secara bersama-sama dan dimiliki oleh kegerunan si pewakaf. Wakaf musytarak ini masih
diterapkan oleh beberapa negara seperti di Malaysia dan Singapura.

4. Wakaf benda tidak bergerak


Selain wakaf di atas, wakaf juga dibagi menjadi wakaf berdasarkan jenis harta. Salah satunya
adalah wakaf benda tidak bergerak. harta-harta yang dimaksud adalah bangunan, hak tanah,
tanaman dan benda-benda yang berhubungan dengan tanah.

5. Wakaf benda bergerak selain uang


Ada juga wakaf benda bergerak selain uang yaitu benda-benda yang bisa berpindah seperti
kendaraan. Selain itu ada juga benda yang bisa dihabiskan dan yang tidak, air, bahan bakar,
surat berharga, hak kekayaan intelektual dan lain-lain.
Hukum Wakaf

Di dalam Al-Quran dan hadits ada beberapa dalil yang menjelaskan tentang wakaf, meskipun
tidak dijelaskan atau diterangkan secara jelas. Karena wakaf adalah termasuk infak di jalan
Allah, maka dalil dari wakaf didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang
infak di jalan Allah. Disebutkan dalam AL-Quran surat Al-Imran ayat 92 yang berbunyi,

‫لَ ْن تَنَالُوا ْالبِ َّر َح ٰتّى تُ ْنفِقُوْ ا ِم َّما تُ ِحبُّوْ نَ ۗ َو َما تُ ْنفِقُوْ ا ِم ْن َش ْي ٍء فَا ِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ْي ٌم‬

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha
Mengetahui.”
Selain itu, infak di jalan Allah juga dijelaskan di dalam ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
267 yang berbunyi,

َ ‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ بِي‬


َ‫ْث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُوْ ن‬ ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمهّٰللآا اَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن‬
ِ ‫طيِّ ٰب‬
‫َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-
baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu
memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Mahakaya, Maha Terpuji.”
Selanjutnya perumpaan wakaf atau infak di jalan Allah juga dijelaskan dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 261 yang berbunyi,

ُ ‫ُض ِعفُ لِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء َۗوهّٰللا‬


ٰ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِ ْي ُك ِّل ُس ۢ ْنبُلَ ٍة ِّمائَةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهّٰللا ُ ي‬
ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ اَ ْم َوالَهُ ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَت‬
‫َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌم‬

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan
bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
Selain dari Al-Quran, ada juga hadits yang menerangkan tentang wakaf, seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari ini, yang berbunyi,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْستَأْ ِم ُرهُ فِ ْيهَا فَقَا َل‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫اب أَرْ ضًا بِ َخ ْيبَ َر فَأَتَى النَّب‬ َ ‫ص‬ َ َ‫ب أ‬
ِ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما أَ َّن ُع َم َر ْبنَ ْال َخطَّا‬ ِ ‫ع َِن ا ْب ِن ُع َم َر َر‬
َ‫ص َّد ْقت‬ َ
َ َ‫ال إِ ْن ِش ْئتَ َحبَّسْتَ أصْ لَهَا َوت‬ ْ
َ َ‫س ِع ْن ِدي ِم ْنهُ فَ َما تَأ ُم ُر بِ ِه ق‬ َ ُّ
َ َ‫صبْ َماالً قَط أ ْنف‬ ِ ُ‫ْت أَرْ ضًا بِ َخ ْيبَ َر لَ ْم أ‬ُ ‫صب‬ َ َ‫ُول هللاِ إِنِّي أ‬
َ ‫يَا َرس‬
ِ‫ب َوفِي َسبِي ِل هللا‬ َ ُ ْ
ِ ‫ق بِهَا فِي الفق َرا ِء َوفِي القرْ بَى َوفِي الرِّ قا‬ َ ُ ْ َّ
َ ‫صد‬ َ ُ َ ‫اَل‬ ُ
َ ‫ق بِهَا ع َم ُر أنهُ يُبَاع َو يُوهَبُ َوال يُو َرث َوت‬ ‫اَل‬ َّ َ ُ َّ
َ ‫َصد‬َ ‫بِهَا قَا َل فت‬
َ
ْ
‫ُوف َويُط ِع ُم َغ ْي َر ُمتَ َم ِّو ٍل‬ ْ ْ َ
ِ ‫َاح َعلَى َم ْن َولِيَهَا أ ْن يَأ ُك َل ِم ْنهَا بِال َم ْعر‬ َ ‫ْف الَ ُجن‬ ِ ‫ضي‬َّ ‫َو ْاب ِن ال َّسبِي ِل َوال‬

“Dari Ibn Umar Radhiyallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Umar bin Khattab mendapatkan
bagian tanah di Khaibar, kemudian Umar menemui Nabi Muhammad SAW untuk meminta
saran. Umar berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang
sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan
kepadaku dengan kekayaan itu?’ Nabi bersabda: ‘Jika kamu mau, kamu bisa mewakafkan
pokoknya dan bersedekah dengannya.’ Lalu Umar menyedekahkan tanahnya dengan
persyaratan tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Umar menyedekahkan
tanahnya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak, sabilillah, ibnu
sabil dan tamu. Tidak berdosa bagi orang yang mengurusinya jika mencari atau memberi
makan darinya dengan cara yang baik dan tidak menimbun.”
Selain hadits di atas ada juga hadits yang menjelaskan bahwa wakaf termasuk amal jariah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, yang berbunyi,

ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة أَوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه أَوْ َولَ ٍد‬


ٍ ِ‫صال‬ ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬ ٍ َ‫إِ َذا َماتَ ابْنُ آ َد َم ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِم ْن ثَال‬
َ :‫ث‬

“Ketika manusia meninggal, maka terputus lah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang selalu mendoakannya.”
Di Indonesia sendiri, amalan wakaf sudah dilakukan oleh orang-orang Islam sebelum
Indonesia merdeka. Maka dari itu pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang yang
mengatur tentang wakaf di Indonesia. Peraturan tersebut tercantum di dalam Undang-Undang
nomor 41 Tahun 2004. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan pengertian wakaf,
tujuan wakaf, unsur-unsur wakaf dan tata cara pelaksanaannya dijelaskan dalam Undang-
Undang nomor 42 Tahun 2006.

Rukun-rukun dan syarat wakaf


Orang yang mewakafkan hartanya atau wakif. Orang yang ingin mewakfkan hartanya
memiliki syarat seperti baligh, berakal dan merdeka atau bukan hamba sahaya. Hal ini berarti
orang yang bodoh tidak sah jika ingin mewakafkan hartanya, karena orang ini merupakan
orang yang hartanya dibekukan. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
286 yang berbunyi,

ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ هّٰللا ُ نَ ْفسًا اِاَّل ُو ْس َعهَا ۗ لَهَا َما َك َسب‬


ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب‬
‫ت‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia


mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya.”
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa dalam melakukan ibadah seseorang harus sanggup
dalam mengerjakannya. Begitu juga dalam mengamalkan wakaf. orang yang ingin memberi
wakaf juga tidak boleh memberi syarat-syarat yang haram dari syariat Islam. Jika orang yang
ingin berwakaf memberikan syarat-syarat yang memberatkan atau menyimpang dari syariat
Islam, maka wakaf tersebut hukumnya tidak sah, seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang berbunyi,

‫صيَ ِة هَّللا ِ َع َّز َو َجل‬ ٍ ‫اَل طَا َعةَ لِ َم ْخلُو‬


ِ ‫ق فِي َم ْع‬

“Tidak boleh taat kepada makhluk yang mengajak maksiat kepada Allah.”
Penerima wakaf atau mauquf’alaih. Penerima wakaf bisa satu orang saja. Syarat dari
penerima wakaf adalah tidak memiliki tujuan maksiat dalam penggunaan harta wakaf, dan
dapat diserah terimakan. Selain itu orang yang menerima wakaf juga harus berakal, karena
orang yang tidak berakal tidak bisa membelanjakan hartanya untuk tujuan yang baik. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 5 yang berbunyi,

‫َواَل تُ ْؤتُوا ال ُّسفَهَ ۤا َء اَ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِ ْي َج َع َل هّٰللا ُ لَ ُك ْم قِ ٰي ًما َّوارْ ُزقُوْ هُ ْم فِ ْيهَا َوا ْكسُوْ هُ ْم َوقُوْ لُوْ ا لَهُ ْم قَوْ اًل َّم ْعرُوْ فًا‬
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkan lah kepada mereka perkataan
yang baik.”
Barang yang diwakafkan atau mauquf. Barang yang diwakafkan harus berupa barang yang
sudah ditentukan. Selain itu barang yang ingin diwakafkan bisa dialihkan hak miliknya.
Barang yang harus diwakafkan harus memiliki manfaat yang terus menerus. Maka dari itu,
makanan yang manfaatnya bisa habis seketika seperti makanan tidak dianjurkan.

Lafal dalam wakaf. Lafal atau ucapan dalam wakaf harus lah kekal. Ucapan yang memiliki
batas tidak akan sah tentunya. Ucapan dalam wakaf harus bisa terealisasi dan bersifat pasti
serta tidak memiliki syarat yang bisa membatalkan wakaf. Wasiat juga diperbolehkan,
misalnya jika seorang ayah mewakafkan rumahnya.

Saksi Wakaf
Ketika ingin mewakafkan sesuatu, sebaiknya ada saksi di dalamnya. Hal ini untuk
menghindari bahwa seseorang yang menerima wakaf berkhianat dan tentunya untuk menjaga
penerima wakaf tetap amanat. Hal ini juga dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 282, yang
berbunyi,

‫ق بِ ُك ْم ۗ َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّٰللا ُ ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬


ٌ ۢ ْ‫ض ۤا َّر َكاتِبٌ َّواَل َش ِه ْي ٌد ەۗ َواِ ْن تَ ْف َعلُوْ ا فَاِنَّهٗ فُسُو‬
َ ُ‫َواَ ْش ِهد ُْٓوا اِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم ۖ َواَل ي‬

“Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu
juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada
kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Keutamaan Wakaf
Tidak hanya amal bersedekah saja, amal wakaf juga memiliki manfaat di dunia dan
kehidupan akhirat. Berikut adalah manfaat dari wakaf yaitu:

1. Mendapatkan amal jariah


Orang yang berwakaf pahalanya akan mengalir terus menerus selama hidupnya sampai ia
meninggal dunia. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim yang berbunyi,

ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة َو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه َو َولَ ٍد‬


ٍ ِ‫صال‬ َ ‫إِ َذا َماتَ اإْل ِ ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِاَّل ِم ْن ثَاَل ثَ ٍة ِم ْن‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputus lah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh”

2. Mempererat tali persaudaraan


Dengan mewakafkan harta yang bisa digunakan oleh masyarakat umum tentunya akan
mempererat tali persaudaraan, karena sama-sama bisa menikmati sarana dari wakaf tersebut.
3. Membantu pembangunan negara
Harta yang diwakafkan untuk membangun sarana umum seperti masjid, sekolah, fasilitas
kesehatan atau jalanan tentunya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh dalam pembangunan negara.

4. Membangun jiwa sosial yang tinggi


Tidak hanya bersedekah, mewakafkan harta benda juga menjadi salah satu sarana untuk
membangun jiwa sosial yang ada di diri manusia. Dengan berwakaf tentunya akan
meringankan beban orang yang lebih membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai