SESUAI UU 36 TH.2008
2009 / 2010
www.pajak-kita.blogspot.com
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat mempersembahkan sebuah buku dengan judul
AKUNTANSI PAJAK sebagai revisi edisi sebelumnya kehadapan pembaca
sekalian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan dan penerbitan buku ini, segala saran dan kritik untuk
penyempurnaan buku ini di waktu-waktu mendatang sangat penulis harapkan.
Penulis
KATA PENGANTAR ii
RIWAYAT PENULIS iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1 PENDAHULUAN 6
1. Pengertian Umum 6
2. Akuntansi Sebagai Sumber Data 7
1. Akuntansi Komersial 9
2. Akuntansi Fiskal 9
3. Rekonsiliasi Fiskal 10
a. Laporan Laba Rugi 10
b. Neraca 11
1. Koreksi Waktu 12
a. Penyusutan 12
b. Amortisasi 14
c. Harga Pokok Penjualan (HPP) 16
d. Piutang Tidak Tertagih 18
e. Pendapatan Diterima Dimuka 19
2. Koreksi Tetap 19
a. Pengeluaran Natura dan Kenikmatan 19
b. Sumbangan/Bantuan/Hibah 20
c. Pemakaian Untuk Kepentingan Pribadi 20
d. Biaya Bunga 21
e. Pengalihan Aktiva Tetap 24
f. Penghasilan Yang Telah Dikenakan Pajak Bersifat Final 26
g. Penghasilan Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak 26
1. Penjualan Konsinyasi 27
2. Ability to Pay 27
3. Penjelasan Pos-Pos Dalam Neraca Fiskal 27
a. Aktiva Lancar 28
b. Aktiva Tetap 28
c. Kewajiban 28
d. Modal 30
DAFTAR PUSTAKA 40
BONUS :
PETUNJUK PENGHITUNGAN PPH BADAN 2009 41
1. Pengertian Umum
Dalam setiap pembicaraan mengenai perpajakan muncul permasalahan yang
selalu hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan
perkembangan kondisi sosial ekonomi. Dimana kita menyadari adanya
perbedaan deamental antara pemerintah (fiskus) dengan wajib pajak, fiskus
berusaha memperoleh pemasukan sebesar-besarnya dari pajak sedangkan
wajib pajak berpikir sebaliknya, yaitu bagaimana memperkecil atau menghindari
pembayaran pajak.
Kontroversi tersebut dalam kenyataan selalu ada, namun bagaimana hal ini
dapat dijembatani dengan suatu kebijakan pemerintah yang dapat meminimalisir
ekses negatif yang mungkin timbul. Untuk mendukung hal tersebut perlu adanya
perangkat aturan yang jelas, transparan dan adil yang didukung dengan aparat
yang profesional dengan birokrasi yang sederhama.
Sejak dilaksanakan “Tax Reform” tahun 1984 terdapat perubahan yang sangat
mendasar didalam sistem pemungutan pajak, yaitu dengan digunakan Self
Assessment System dimana wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung,
menyetor dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Fiskus melakukan
pembinaan , pelayanan dan pengawasan terhadap kepatuhan pemenuhan
kewajiban pajak yang dilakukan wajib pajak (tax compliance). Salah satu
bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak adalah menyusun
laporan keuangan yang dalam istilah pajak disebut pembukuan/pencatatan
sebagai sumber data dalam proses penghitungan pajak.
Masalah yang timbul dalam hal ini adalah adanya perbedaan-perbedaan prinsip
didalam penyusunan laporan keuangan antara akuntansi komersial dengan
akuntansi fiskal, dan muncul pertanyaan apakah wajib pajak harus menyusun
dari awal lagi untuk membuat laporan keuangan berdasarkan akuntansi fiskal.
Untuk menyusun laporan keuangan fiskal tidak perlu dimulai dari awal
penyusunan informasi akuntansi komersial, namun dapat dilakukan dengan jalan
mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau koreksi dari laporan akuntansi
komersial yang sudah ada.
Langkah awal dari koreksi fiskal adalah mengadakan koreksi pada laporan
laba rugi akuntansi. Laporan laba rugi akuntansi yang semula disusun
berdasarkan SAK kemudian dilakukan koreksi baik pada pos-pos pendapatan
maupun pos-pos biaya. Koreksi fiskal ini dilakukan berdasarkan peraturan pajak
yang berlaku. Laporan laba rugi yang penyusunannya telah sesuai dengan
peraturan perpajakan inilah yang disebut sebagai Laporan Laba rugi Fiskal.
Dari laporan laba rugi fiskal akan didapat laba bersih sebelum pajak yang
selanjutnya disebut Laba Fiskal atau dalam istilah pajaknya disebut sebagai
Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Koreksi fiskal juga dilakukan pada laporan perubahan modal dan neraca.
Pada laporan perubahan modal akuntansi dilakukan koreksi sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku sehingga menjadi laporan perubahan modal
fiskal. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan laba ditahan fiskal atau modal
fiskal yang akan dicantumkan dalam Neraca Fiskal . Selain pos laba ditahan atau
modal, pos-pos lain dalam neraca akuntansi juga harus dikoreksi agar menjadi
neraca fiskal yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
1. Akuntansi Komersial
Perusahaan dalam menyampaikan informasi keuangannya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (manajemen, pemilik / pemegang saham, Bank dan lain-
lain) yaitu dengan menggunakan Informasi Akuntansi.
AKUNTANSI KOMERSIAL
2. Akuntansi Fiskal
Untuk keperluan menghitung Pajak Penghasilan (PPh), Dirjen Pajak (fiskus)
menghendaki informasi akuntansi yang disusun secara Khusus (tidak
berdasarkan pada SAK) tetapi berdasarkan pada peraturan pajak yang
berlaku.
Informasi Akuntansi
Yang disusun scr khusus AKUNTANSI FISKAL
Koreksi Fiskal
Laba Fiskal
PPh Terhutang
(yang menjadi kewajiban perusahaan pada tahun yang bersangkutan)
Koreksi fiskal ini dilakukan pada : Laporan perubahan modal dan pos-pos lain
didalam neraca.
Hal ini untuk mendapatkan laba ditahan fiscal atau modal fiscal yang
tercantum dalam neraca fiscal.
a. Koreksi Waktu
Yaitu perbedaan yang bersifat waktu (waktu pengakuan) baik pada
pendapatan maupun pada biaya.
b. Koreksi Tetap
Yaitu perbedaan yang bersifat tetap (permanent), dalam arti boleh atau
tidaknya pengakuan baik pada pendapatan atau biaya.
1. KOREKSI WAKTU
a. Penyusutan
Pengertian penyusutan adalah : sebagian harga perolehan aktiva tetap yang
secara sistematis dialokasikan sebagai biaya. Dimana besarnya penyusutan
yang dibebankan setiap tahunnya dipengaruhi oleh metode penyusutan yang
digunakan.
• Garis Lurus
• Saldo Menurun
• Saldo Menurun Ganda
• Jumlah Angka Tahun, dll.
Catatan : Pada akhir masa manfaat, Nilai Sisa Buku (NSB) yang ada
disusutkan sekaligus (closed ended).
Didalam pemilihan metode penyusutan yang ada, wajib pajak dapat memilih
salah satu diantara 2 (dua) metode tersebut, dengan ketentuan Taat Asas.
Taat Asas :
Sekali memilih untuk menggunakan salah satu metode penyusutan, maka untuk
tahun-tahun berikutnya harus menggunakan metode yang sama. Hal ini berlaku
untuk seluruh aktiva tetap dalam perusahaan.
Ketentuan Tambahan
a. Nilai Sisa Buku (NSB) aktiva yang bersangkutan pada awal tahun pajak 1995
(yang sebelumnya telah disusutkan dengan peraturan lama), diperlakukan
sebagai Dasar Penyusutan Yang Baru.
b. Sisa Masa Manfaat aktiva yang bersangkutan pada awal tahun 1995,
digunakan sebagai Dasar Penentuan Kelompok Masa Manfaat Yang Baru,
yaitu dengan cara mengelompokkan dengan masa manfaat terdekat.
b. Amortisasi
Harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
misalnya : - Biaya pendirian perusahaan
- Biaya perluasan modal
- Biaya sewa tanah / bangunan
Dapat diamortisasikan sesuai dengan masa manfaatnya.
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
Bukan Bangunan
Kelompok I 4 Th 25 % 50 %
Kelompok II 8 Th 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 Th 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 Th 5% 10 %
Bangunan
Permanen 20 Th 5% -
Tidak Permanen 10 Th 10 % -
Masa Manfaat
Kelompok Harta Tidak Tarif Amortisasi
Berwujud
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok I 4 Th 25 % 50 %
Kelompok II 8 Th 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 Th 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 Th 5% 10 %
Berikut :
KELUAR SALDO
MASUK
FIFO RATA-RATA LIFO FIFO RATA-RATA LIFO
PIUTANG / TAGIHAN
Catatan :
Nilai piutang dalam neraca harus dicantumkan secara Netto, dalam arti saldo
piutang setelah dikurangi dengan piutang yang tidak dapat ditagih lagi.
Namun apabila barang atau jasa telah diserahkan, maka dapat diakui
sebagai penghasilan periode yang bersangkutan.
2. KOREKSI TETAP
d. Biaya Bunga
KREDIT / HUTANG
Mengakibatkan perusahaan
Membayar biaya bunga
Contoh :
PT. MAJU pada tahun 2009 mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan
batas maksimal sebesar Rp. 200.000.000,- dan tingkat bunga 20%
pertahun. Dari jumlah tersebut telah diambil dengan rincian sebagai
berikut :
RATA-RATA PINJAMAN :
• Penjualan
• Pertukaran
• Penghapusan karena sebab luar biasa
(Hilang, kebakaran, atau rusak berat)
Apabila :
Istimewa, misal :
• pemegang saham
• direktur
• karyawan, dll
Maka penjualan tersebut (yaitu adanya hubungan istimewa) secara fiskal yang
diakui adalah Harga Pasar.
1. Penjualan Konsinyasi
2. Ability to Pay
Dalam perpajakan konsep ability to pay, yaitu pajak harus dipungut pada saat
WP mempunyai kemampuan untuk membayar (likuid).
Pada sisi Aktiva dalam neraca fiskal terdapat pos-pos antara lain :
5. Persediaan
Merupakan persediaan barang dagangan yang telah dihitung berdasarkan
metode FIFO atau Rata-rata.
b. AKTIVA TETAP :
2. Akumulasi Penyusutan
Merupakan nilai akumulasi dari penyusutan yang dilakukan secara fiskal
selama masa manfaat.
Pada sisi Pasiva dalam neraca fiscal terdapat pos-pos antara lain :
c. KEWAJIBAN :
Klasifikasi Kewajiban :
• Hutang usaha
• Uang muka penjualan
• Hutang pajak
• Hutang sewa
• Hutang deviden
• Hutang pembelian aktiva, dll
• Pinjaman bank
• Pinjaman gadai
• Kredit investasi, dll
Misalnya :
• Pendapatan ditangguhkan
• Uang jaminan dari pelanggan
• Hutang direksi, dll
Berdasarkan :
a. Nilai tukar tetap, atau
b. Nilai tukar pada akhir tahun pajak
Catatan :
d. MODAL :
1. Modal disetor
Yaitu : harta yang ditanamkan pemiliknya ke perusahaan.
2. Laba ditahan
Yaitu : akumulasi laba setelah pajak termasuk laba tahun berjalan dan
telah dikurangi dengan laba yang dibagikan (deviden).
• Pembayaran bonus
• Gratifikasi
• Jasa produksi
• Tantiem
• Dll
Catatan :
I. PENGHASILAN USAHA
1. Penjualan Neto
a. Metode pengakuan Akrual - Akrual
b. Potongan penjualan/rabat
- Metode realisasi 9 - 9
- Metode penyisihan 9 9 -
c. Retur penjualan
- Metode realisasi 9 - 9
- Metode penyisihan 9 9 -
b. Metode
- FIFO 9 - 9
- LIFO 9 9 -
- Rata-rata 9 - 9
c. Pencatatan
- Fisik 9 - 9
- Perpetual 9 - 9
A. Formulasi Penghitungan
(-) (=)
PENGHASILAN BRUTO BIAYA-BIAYA PENGHASILAN NETO
(-)
KOMPENSASI
KERUGIAN
(=)
(-)
PPh YG DIPOTONG /
DIPUNGUT PIHAK LAIN
(=)
B. Keterangan :
1. Penghasilan Bruto
Merupakan penghasilan yang diperkenankan sebagai obyek pajak, baik
penghasilan dari usaha maupun penghasilan dari luar usaha kecuali
penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final.
2. Biaya-Biaya
Merupakan pengurang-pengurang yang diperkenankan didalam
penghitungan Pajak Penghasilan, yaitu :
Contoh :
PT. X dalam tahun 2003 mengalami kerugian fiskal sebesar
Rp.1.200.000.000,- Diketahui dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal
PT. X sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2003 sebesar Rp. 100.000.000,- yang masih tersisa akhir
tahun 2008 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun
2009. Sedangkan rugi fiskal tahun 2005 sebesar Rp. 300.000.000,- hanya
boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2009 dan 2010, karena
jangka waktu 5 (lima) tahun yang dimulai sejak tahun 2005 berakhir pada
tahun 2010.
Selanjutnya sesuai Pasal 31E ayat (1) menyatakan bahwa : Wajib Pajak
badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00
(empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
6. PPh Terhutang
Besarnya pajak terhutang (PPh terhutang) diperoleh dengan jalan
mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tarif Pajak Pasal 17.
Untuk keperluan penerapan tarif pajak ini jumlah Penghasilan Kena Pajak
(PKP) dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.
Apabila terdapat hasil PPh kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus
dilunasi selambat-lambatnya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
dilaporkan di akhir bulan April tahun pajak berikutnya.
C. KREDIT PAJAK
Dalam hal ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud kredit
pajak adalah :
1. Pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak
2. Baik dengan cara dipotong/dipungut pihak lain
3. Maupun dengan cara dibayar sendiri
4. Yang tidak bersifat final
5. Untuk tahun pajak yang sama
6. Yang dapat diperhitungkan sebagai angsuran pajak