Anda di halaman 1dari 8

BERTAUHID DENGAN KEIMANAN SEJATI

Oleh: Muhammad Taris Riadhi (1219230163)

Abstrak

Dalam agama Islam, Ilmu Tauhid merupakan salah satu ilmu pokok yang wajib dipelajari
oleh setiap mukmin. Bahkan, mempelajari dan memahami ajaran tauhid hukumnya adalah
wajib ‘ain. Oleh karena itu, tujuan dibuatnya jurnal penelitian ini adalah untuk mengenali
dan memahami lebih dalam mengenai konsep tauhid kepada pembaca, yang di dalam
ajarannya terdapat keimanan (akidah) serta hal-hal apa saja yang dapat merusak ajaran
tauhid. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana penulis
mengkaji dan menganalisis data lebih dalam berdasarkan teori-teori yang ada. Adapun jurnal
penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang mana hasil penelitian ini dikaji dari
berbagai literaatur seperti buku non fiksi, jurnal, artikel, dan sumber literatur lainnya yang
mana hal ini dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu tauhid memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi umat Muslim. Sebab, Ilmu Tauhid merupakan ilmu dasar bagi setiap umat
Muslim untuk mengimani sifat keesaan Allah SWT., yang mana merupakan kebenaran
sejati. Akan tetapi, dalam penerapannya, bisa saja terjadi kesalahpahaman, bahkan bisa
mengakibatkan suatu kesesatan di kalangan umat Muslim. Maka dari itu, penerapan akidah
tauhid sangat penting untuk dipelajari dan dipahami.

Keyword: Tauhid, Iman, Akidah, Kufur, Nifak, dan Syirik

A. Pedahuluan
Agama Islam adalah agama yang memiliki sistem paling sempurna dan bersifat universal. Di dalam
agama Islam, diajarkan berbagai proses kehidupan, baik yang hablum minallah (berkaitan dengan
ketuhanan) maupun hablum minannas (berkaitan dengan kepentingan umat manusia). Untuk
berhubungan dengan Allah SWT. tentunya harus memahami terlebih dahulu mengenai akidah tauhid.
Karena pada dasarnya, tauhid adalah pokok keyakinan dalam agama Islam, yang juga menjadi dasar
dari semua ajarannya. Akidah ini dimaksudkan untuk mengoreksi dan meluruskan kepercayaan menusia
yang waktu itu dirasa sudah menyimpang jauh dari jalan Allah SWT. Dengan menerapkan kepercayaan
inilah, Rasulullah diberi wahyu oleh Allah SWT. untuk mengajak umat manusia untuk senantiasa
bertauhid kepada Allah SWT. semata.1
Tauhid berasal dari kata ahad dan wahid, keduanya merupakan sifat Allah SWT. yang menegaskan
bahwa Allah SWT. Maha Esa. Menurut Ibnu Khaldun (tt:458), Ilmu Tauhid berisi alasan-alasan dari
akidah keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap
golongan bid’ah yang dalam bidang akidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan ahlus sunnah.
Dalam Ilmu Tauhid, diajarkan pemahaman tentang hakikat keimanan, dimana keimanan merupakan
dasar bagi seorang mukmin untuk senantiasa hanya beribadah kepada Allah SWT. semata dan
meninggalkan Thaghut.2 Dengan mempelajari dan memahami ajaran Tauhid, tentunya akan
mendapatkan syafaat dari Allah SWT. di dunia maupun di akhirat.

B. Studi Kepustakan
Ilmu Tauhid merupakan suatu ilmu yang mempelajari dan memahami tentang keesaan Allah,
memahami sifat-sifat yang ada pada Allah dan sifat-sidat itu hanya dimiliki-Nya. Karena pada dasarnya,
tidak ada satu pun makhluk yang bisa menandingi sifat wajib yang dimiliki Allah SWT. Adapun

1
Hamdani Anwar, Tauhid dalam Terminologi Sufisme, Jurnal Refleksi, Vol.2, No.3, 2000, h.62
2
Thagut adalah sesuatu yang disembah selain Allah SWT.
manusia harus mengakui bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, merupakan atas izin
Allah SWT. Maka sudah semestinya kita harus bersyukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan
kepada kita selaku orang Mukmin. Salah satunya adalah nikmat Iman.
Iman merupakan bekal pokok untuk melawan kebatilan dan kegelisahan. Inti dari iman umat Islam
adalah akidah tauhidnya. Maka dari itu, iman merupakan persoalan hati (kalbu), dan amal saleh adalah
persoalan ibadah dan akhlak. Di dalam hati, kita harus memiliki iman yang bersih, sedangkan pada
perilaku (akhlak) harus tercermin secara fisik amal saleh yang bersifat Islami dan manusiawi.
Keimanan dalam tauhid bukan hanya titik pusat keIslaman, tetapi juga dalam berbagai aspek
kehidupan umat Islam sehari-hari. Bertauhid bukan hanya mengakui keesaan Allah SWT, tetapi juga
sebagai integritas di dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, misalnya di antara iman dan amal, di
antara dunia dan akhirat, di antara perkataan dan amal perbuatan, di antara kesalehan individual dengan
kesalehan komunal, dan lain sebagainya. Jika terjadi disintegritas di antara berbagai hal ini, maka
terciptalah keguncangan dalam kehidupan kaum muslimin. 3

C. Pembahasan
Secara fitrah, manusia cenderung memiliki rasa untuk memuja, takluk, tunduk, taat, dan memuji
terhadap apa yang mereka takjubi. Tetapi, terdapat permasalahan besar yang dihadapi umat Islam, yakni
mengenai cara pandang yang berlebih-lebihan dalam menjadikan suatu perkara, misalnya menjadikan
tokoh sebagai panutan, yang bahkan sampai-sampai ada masyarakat muslim yang mengagung-agungkan
suatu tokoh. Cara pandang tersebut, dikhawatirkan akan menjadi salah satu hal yang menyebabkan
keimanan seseorang goyah. Layaknya umat Nasrani yang menganggap Nabi Isa a.s. sebagai ‘Tuhan
Yesus’, yang kemudian mengalahkan eksistensi ‘Tuhan Allah’- Tuhan yang seharusnya mereka sembah.
Sesuai firman Allah dalam Qs. An-Nisa:171, yang artinya:
“Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam itu adalah
utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam,
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan, "(Tuhan itu) tiga," berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai
anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah
sebagai pelindung.” Yang demikian itu oleh Allah katakan sebagai perbuatan yang berlebih-
lebihan. Dan kemudian, Nabi Muhammad SAW diberi tugas untuk meluruskan hal tersebut
dengan didasari ajaran tauhid.
1. Iman dan Akidah
Iman secara etimologis berarti ‘percaya’. Secara bahasa Arab, iman adalah “atthasdiiquu” (tasdik)
yang artinya membenarkan, mempercayai, dan yakin dengan tanpa sedikit keraguan didalamnya. Iman
merupakan hal dasar di dalam agama Islam. Iman dapat dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui,
pembenaran yang bersifat khusus.4 Menurut Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dikutip oleh Munawar
Chalil, iman dimaknai sebagai ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan
perbuatan dengan anggota.
Tegasnya, iman berdasarkan batasan syara’ yaitu meyakini dalam hati dengan disertai pengakuan
lisan dan amal perbuatan. Moh. Rifa’i memberikan sebuah gambaran bahwasanya orang yang telah
mengaku beriman (mengimani Allah) dalam hatinya, maka secara lisan harus dibuktikan dengan
membaca ikrar kalimat kesaksian (syahadat) yang terdiri dari dua kalimat syahadat. 5 Setelah
mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka seseorang yang mengaku beriman haruslah membuktikan

3
Tarmizi Taher, Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: Mati di Era Klenik, Gema Insani, Jakarta, 2002, h.9
4
Dr. Abdul Rahman Abdul Khalid.1996. Garis Pemisah, antara Kufur dan Iman, Jakarta: Bumi Aksara. h.2.
5
Moh. Rifa’i, Pelajaran Ilmu Tauhid, Pelita Karya, Jakarta, 1971, h.15.
keimanan tersebut dalam perbuatannya, walaupun ukuran keimanan seseorang itu hanya Allah SWT.
saja yang mengetahuinya karena kita sebagai hamba Allah, pasti memiliki keterbatasan. Allah SWT.
berfirman dalam Qs. An-Nisa ayat 136:

‫هّٰلل‬
ْ‫ٓياَ ْنزَ َل ِمنْ قَ ْب ُل َۗو َمن‬ ِ ‫س ْولِ ٖه َوا ْل ِك ٰت‬
ْٓ.ْ ‫ب الَّ ِذ‬ ُ ‫ي نَ َّز َل ع َٰلى َر‬
ْ ‫ب الَّ ِذ‬ِ ‫س ْولِ ٖه َوا ْل ِك ٰت‬ ُ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا ٰا ِمنُ ْوا بِا ِ َو َر‬
ۤ ‫هّٰلل‬
‫ض ٰلاًل ۢ بَ ِع ْيدًا‬ ُ ‫ َكتِ ٖه َو ُكتُبِ ٖه َو ُر‬.ِ‫يَّ ْكفُ ْر بِا ِ َو َم ٰل ِٕٕى‬
َ ‫سلِ ٖه َوا ْليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ِر فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang
diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.”
Rukun iman yang mencakup 6 aspek tersebut dalam pembahasan ini adalah akidah pokok dalam
Islam. Menurut Hasan Al-Banna, akidah merupakan beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa, dan tidak bercampur sedikit pun dengan
keragu-raguan. Penanaman akidah adalah untuk dipercayai dan diyakini sepenuh jiwa akan kebenaran-
Nya, dimanifestasikan dalam perilaku dan kehidupan sehari- hari. Sedangkan ilmu lain diajarkan untuk
dimengerti atau dihafalkan, dan sebagian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 6
a. Akidah Pokok
1) Iman kepada Allah SWT.
Iman kepada Alah adalah membenarkan adanya Allah SWT, dengan cara mengetahui Allah
melalui sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, mustahil bagi-Nya, dan jaiz bagi-Nya. Iman kepada Allah
merupakan sumber utama bagi seorang mukmin untuk mengimani rukun-rukun lainnya Maka
beriman kepada Allah SWT. ialah beriman kepada keesaan-Nya dan Dialah satu-satunya yang
berhak untuk disembah dan diibadahi karena keberadaan-Nya tidak dapat diragukan lagi.
Keberadaan Allah telah terbukti, baik secara fitrah, akal, syariat, maupun indera. Namun, perlu
diperhatikan bahwa Allah tidak pernah memerintahkan kita untuk membicarakan hal-hal yang tidak
dapat tercapai oleh akal dan hal kepercayaan. Dalam (Qs. Al-Ikhlas: 1-3) sudah sangat jelas bahwa
Allah itu Maha Esa, tiada sesuatu yang dapat menandingi keeksistensiannya.
Beriman kepada Allah SWT. meliputi tiga perkara tauhid, yaitu:
a. Tauhid Rububiyyah, yaitu mengesakan Allah SWT. dalam hal-hal yang berkaitan dengan
penciptaan, pengaturan, pemeliharaan, pemberian rezeki, penguasaan, yang menghidupkan dan
yang mematikan, dan hal-hal yang mencakup makna itu.
b. Tauhid Uluhiyyah, yaitu mengesakan Allah Sw. dengan cara disembah dan diibadahi. Tauhid
Uluhiyyah memiliki dua syarat landasan utama, yaitu Ikhlas (ditujukan hanya untuk Allah
semata) dan Ittiba’(sesuai dengan perintah dan syariat-Nya).
c. Tauhid Asma’ wa Shifat, yaitu mengesakan Allah SWT. dalam Nama-nama dan Sifat-sifat -Nya,
tidak ada sesuatu pun yang bersekutu dan sama dengan-Nya.
2) Iman kepada Malaikat Allah SWT.
Sebagai hamba Allah SWT. kita juga wajib meyakini bahwa malaikat adalah sebagai salah satu
makhluk pilihan Allah SWT. yang memiliki tugas mulia sebagai perantara Allah SWT. dengan
Rasul-Nya. Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, mengatakan dalam bukunya, bahwa malaikat adalah
makhluk agung, jumlahnya banyak dan tak terbilang, tidak ada yang bisa menghitungnya selain
Allah semata. Allah menciptakan mereka dari cahaya, menciptakan mereka dengan tabiat baik, tidak
mengenal kejahatan dan mereka tidak diperintahkan ataupun melakukan itu. Karena itu mereka taat
kepada Rabb, tidak mendurhakai apa pun yang diperintahkan, dan melakukan perintah yang
disampaikan. Mereka bertasbih memahasucikan Allah siang dan malam tanpa kenal lelah, tidak jemu
untuk beribadah kepada Allah ataupun sombong.7
6
Abdul Hadi, Metode Pengajaran Ilmu Tauhid, Al ‘Ulum Vol.56 No.2 April 2013. h. 29-30.
7
Syakh abu bakar jabir al-jazairi, Aqidatu Mu’min kupas tuntas akidah seorang mu’min, Solo, Daar An-Naba’,2014, h 212
3) Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT.
Makna dari beriman kepada kitab-kitab Allah maksudnya ialah meyakini bahwa kitab-kitab yang
telah Allah SWT. wahyukan langsung melalui para Rasul merupakan kalamulah bagi hambanya
sebagai petunjuk. Kitab-kitab itu adalah al-Qur’an (diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW),
Taurat (diwahyukan kepada Nabi Musa a.s.), Injil (diwahyukan kepada Nabi Isa a.s.), Zabur
(diwahyukan kepada Nabi Daud a.s.) dan Suhuf (diwahyukan kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi
Musa a.s.). Sedangkan yang paling agung dan utama dari ketiga kitab itu dan sebagai penghapusnya
adalah Kitab suci al-Qur’an, karena al-Qur’an dijaga langsung oleh Allah SWT.
4) Iman kepada para Rasul Allah SWT.
Iman kepada para Rasul Allah adalah meyakini bahwa Allah SWT. telah mengutus para Rasul
yang telah datang kepada umat manusia untuk memberikan petunjuk menuju kebenaran dan
meninggalkan kebatilan. Dakwah mereka sebagai penyelamat bagi seluruh umat manusia dari
kusyirikkan dan penyembahan berhala, dan sebagai pembersih bagi semua lapisan masyarakat dari
kerusakan. Mereka membawa risalah-Nya dengan diberikan mukjizat oleh Allah SWT. sebagai bukti
kebenaran mereka. Maka dari itu, jika kita mengimani Allah SWT. kita juga harus mengimani
pembawa risalah-Nya yaitu Rasul.
5) Iman kepada Hari Akhir
Sebagai seorang Mukmin, wajiblah untuk meyakini dan percaya bahwa akan datang suatu saat
hari kiamat, yaitu hari dimana alam semesta berserta isinya mengalami kehancuran yang dahsyat.
Dalam Qs. Al-Qari’ah diberitahukan, saat itu, manusia akan berhamburan layaknya laron yang
beterbangan. Kemudian manusia akan ditimbang (mizan) amalnya, jika berat amal kebaikannya,
maka akan berada kehidupan yang memuaskan. Jika ringan amal kebaikannya, maka neraka
hawiyah balasannya.
Tidak ada yang mengetahui kapan pastinya hari kiamat akan terjadi, karena hanya Allah SWT.
yang Maha Mengetahui. Dengan mengimani hari akhir, kita jadi selalu waspada akan perbuatan-
perbuatan kita di dunia dan bersemangat dalam meningkatkan kadar keimanan kita.
6) Iman kepada Qada’ dan Qadhar
Iman kepada qada’ dan qadhar adalah meyakini bahwa segala hak, putusan, perintah itu semua
merupakan kehendak dan kekuasaan Allah SWT. yang berlaku kepada semua makhluk-Nya. Sebagai
manusia biasa yang lemah, kita harus meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita,
semuanya adalah atas izin Allah (rencana Allah), maka berserah dirilah kepada Allah SWT. dengan
cara berusaha, berdoa, dan berikhtiar.
b. Akidah Cabang
Pada awalnya, peristiwa terbunuhnya Usman hanya mempermasalahkan kebijakan politik, akan
tetapi malah menyebar menjadi persoalan akidah, sehingga melahirkan berbagai aliran-aliran dengan
sudut pandang yang berbeda-beda. Saat itulah, umat Islam mulai mengalami disintegrasi dan tidak
mampu lagi mempertahankan keutuhan akidahnya. Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang
pemahamannya bervariasi.
1) Masalah Ketuhanan
Dalam hal ketuhanan, akidah yang dipermasalahkan adalah zat, sifat, dan af’al (perbuatan) -Nya.
Dalam masalah zat Tuhan, timbul pendapat yang menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat bentuk
fisik. Sedangkan dalam masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai
sifat atau tidak. Dalam hal ini muncul dua golongan yang memiliki perbedaan pendapat.
 Golongan Mu’tazilah, berpandangan bahwa Allah tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih
dari hal-hal yang menjadikannya ketidaktunggalan. Mereka mengesakan Tuhan dengan
menghilangkan sifat-sifat pada Tuhan.
 Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah yang diwakilkan oleh golongan Ay’ariyah dan Maturidiyah
meyakini bahwa Allah mempunyai sifat yang paling sempurna serta tidak ada yang dapat
menyamai-Nya. Mereka berpandangan bahwa dengan menyifati Tuhan dengan sifat-sifat
kesempurnaan tidak akan mengurangi keesaan-Nya.
2) Masalah Kitab
Pada permasalahan ini, orang-orang Islam memperdebatkan apakah kitab suci al-Qur’an itu
qadim (kekal) atau hadits (baru). Ada perberdaan pendapat antar golongan.
 Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa al-Qur’an bersifat kekal, bukan
bersifat makhluk (tidak diciptakan).
 Sedangkan pendapat lain berpendapat bahwa al-Qur’an tidak kekal, dan menganggap al-Qur’an
sebagai makhluk (diciptakan).
3) Masalah Nabi dan Rasul
Permasalahan yang dikaitkan dengan para Nabi dan Rasul Allah adalah mengenai jumlahnya.
Padahal, hanya Allah SWT. lah yang Maha Mengetahui. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah
para Nabi dan Rasul jumlah seluruhnya adalah 124.000. Dan dari jumlah itu, yang diangkat menjadi
Rasul sebanyak 313.
4) Masalah Hari Akhir (Kiamat)
Para ulama telah sepakat mengenai masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi
didalamnya. Akan tetapi, mereka berselisih tentang apa yang akan dibangkitkan. Ada yang
berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan adalah jasmani dan rohani. Ada juga yang berpendapat
bahwa yang dibangkitkan adalah rohnya saja.
5) Masalah Takdir (Qada’ dan Qadhar)
Dalam persoalan ini, umat Islam sepakat tentang perlunya mengimani adanya ketetapan Allah
SWT. yang berlaku bagi semua makhluk yang ada di alam semesta ini.
Namun dalam memahami dan prakteknya terdapat perbedaan, yaitu:
 Qodariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk
semuanya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Dalam pandangan mereka, Allah SWT. tidak
mempunyai sangkut paut dalam hal ini, karena Allah SWT. telah menyerahkan kodratnya kepada
manusia. Menurut mereka, Allah akan memberikan pahala kepada manusia sesuai dengan amal
perbuatannya.
 Jabariyyah mempunyai pandangan berbeda dengan Qodariyah. Jabariyyah berpandangan bahwa
manusia tidak punya daya apa-apa, karena segalanya telah ditetapkan oleh Allah SWT. Manusia
tidak punya usaha, tidak punya ikhtiar (harapan), sebab seluruhnya ditentukan oleh Allah SWT.
 Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pandangan yang memperpadukan pendapat dari Qodariyah
dengan Jabariyah, yang berarti segala sesuatu di alam semesta ini memang telah ditetapkan oleh
Allah SWT., namun manusia diberikan sebuah kewenangan dan kemauan untuk senantiasa
berdoa, berusaha, serta ikhtiar kepada Allah SWT.
2. Kufur/Kafir
Orang yang memiliki keyakinan (iman) tetapi tidak mau mengakuinya dalam hati maupun lisan
serta tidak juga mengamalkannya, disebut dengan kufur. Kufur juga biasa disebut dengan kafir. Kafir
secara bahasa berarti menyembunyikan atau menutupi. Sedangkan menurut istilah, kafir ialah menolak
kebenaran dari Allah yang disampaikan Rasul-Nya. 8 Oleh sebab itu, kufur mempunyai lubang-lubang
yang dapat menyesatkan umat manusia. Allah berfirman:

ُ‫ش ِر ِكيْنَ ُم ْنفَ ِّكيْنَ َح ٰتّى تَأْتِيَ ُه ُم ا ْلبَيِّنَ ۙة‬ ِ ‫لَ ْم يَ ُك ِن الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِمنْ اَ ْه ِل ا ْل ِك ٰت‬
ْ ‫ب َوا ْل ُم‬
“Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan
meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata,” (Qs. Al-
Bayyinah:1)

8
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, h.531
Menurut pendekatan terminologi, kafir dibagi menjadi empat macam, yaitu:
a. Kafir Ilahiyat/ kafir mulhid (ateis), yaitu orang yang tidak mau mengakui kebenaran bahwa adanya
Tuhan. Di dalam ajaran Islam, hal tersebut adalah sikap yang sangat menyalahi tauhid, sebab
kebenaran utama yang disampaikan semua Rasul adalah mengesakan Allah SWT., menyembah
serta beribadah kepada-Nya.
b. Kafir nubuwat, yaitu orang yang tidak mau mengakui kebenaran Nabi dan Rasul Allah. Mereka
tidak percaya bahwasanya para Nabi dan Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan ajaran tauhid
untuk membawakan umatnya terhadap kebaikan.
c. Kafir perintah, yaitu orang yang menolak melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. Mereka
mengakui kebenaran adanya Allah dan mengakui kitab-kitab Allah yang dibawa oleh para Rasul,
namun mereka tidak mau menjalankan perintah Allah yang dirisalahkan kepada Rasul tersebut.
d. Kafir nikmat, yaitu orang yang tidak mempercayai bahwa nikmat dan rezeki yang dimilikinya
adalah pemberian dari Allah SWT. tetapi mereka meyakini bahwa rezeki yang didapatnya itu
merupakan hasil kerja sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Mereka meyakini adanya Allah,
meyakini kitab-kitab Allah dan Rasul-Nya, terkadang mereka juga melakukan ibadah kepada Allah
SWT.
3. Nifak
Nifak adalah suatu perbuatan yang lahir dan batinnya tidak sama. Secara lahiriah, mereka
beragama Islam, namun jiwanya atau batinnya tidak beriman. Munafik adalah orang yang melakukan
perbuatan nifak, yaitu orang yang secara lahiriah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beragama
Islam, bahkan dalam beberapa hal kelihatan seperti berbuat dan bertindak untuk kepentingan Islam,
tetapi sebenarnya hatinya mempunyai maksud lain yang tidak didasari iman kepada Allah. 9 Ada juga
yang mengatakan munafik itu yakni orang yang beriman dalam lisannya tetapi ingkar (kafir) dalam
hatinya. Jelasnya, munafik adalah orang yang tidak menjadikan pikiran, hati, ucapan dan perbuatannya
sebagai suatu kesatuan dalam mengesakan Allah SWT. 10

‫ص ْي ًر ۙا‬ ْ َ ‫اِنَّ ا ْل ُم ٰنفِقِيْنَ فِى الد َّْر ِك ااْل‬


ِ َ‫سفَ ِل ِمنَ النَّا ۚ ِر َولَنْ تَ ِج َد لَ ُه ْم ن‬
“Sesungguhnya orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan paling bawah dari neraka, dan
kamu sekali-sekali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa:
145)
4. Syirik
Syirik merupakan sifat yang dapat merusak ajaran tauhid. Pada dasarnya, orang yang melakukan
perbuatan syirik adalah orang yang mengakui adanya Tuhan, tetapi perbuatan mereka menjadi salah
karena mengakui adanya kekuatan lain selain dari Allah SWT, sehingga mereka tidak sepenuhnya
percaya akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT. Kemusyrikan dalam akidah Islam tidak dapat
dibenarkan karena sangat bertentangan dengan ajaran pokoknya. Sebab itulah orang yang melakukan
kemusyrikan akan mendapatkan dosa paling besar yang tidak terampunkan. Allah SWT. berfirman:

‫ش ِركْ بِاهّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْفت ٰ َٓرى اِ ْث ًما َع ِظ ْي ًما‬


ْ ُّ‫اِنَّ هّٰللا َ اَل يَ ْغفِ ُر اَنْ يُّش َْر َك بِ ٖه َويَ ْغفِ ُر َما د ُْونَ ٰذلِ َك لِ َمنْ يَّش َۤا ُء ۚ َو َمنْ ي‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik….” (QS. An-Nisa: 48)

Syirik itu ada dua macam, yaitu syirik akbar (syirik besar) dan syirik asghar (syirik kecil). Syirik
akbar yaitu menyekutukan Allah SWT. dengan makhluk-Nya seperti keyakinan adanya kekuatan selain
Allah SWT. Syirik seperti ini disebut dengan syirik i’tiqod, artinya syirik karena keyakinan yang salah.
Tidak ada yang bisa menghapus dosa ini selain bertobat selagi masih hidup dan bertauhid kepada Allah

9
Yuni Puspitaningrum. Konsep Iman, Kufur dan Nifaq, Jurnal Ta’dib Pendidikan Islam dan Isu-isu Sosial Vol. 18 No. 2 (Juli- Des 2020), h. 38.
10
Hadis Purba, Salamuddin, Theologi Islam: Ilmu Tauhid, (Medan: Perdana Publishing), Cet, Ke-1, h.165
SWT. Sedangkan syirik asghar yaitu menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah SWT dalam
bentuk perkataan maupun perbuatan.

D. Kesimpulan
Bertauhid dalam agama Islam merupakan suatu pernyataan seorang hamba Allah SWT. yang
meyakini bahwa Allah SWT. Maha Esa dan tak ada tandingan-Nya. Di dalam bertauhid, juga harus
menerapkan konsep keimanan (akidah) yang benar-benar mantap, supaya seorang mukmin tidak
terjerumus ke dalam kesesatan dan kegelapan. Iman adalah hal dasar dalam ajaran Islam. Menurut
syariatnya, iman memiliki beberapa batasan syara’, yang pertama meyakini dalam hati, kemudian
mengakui dengan lisan, lalu dicerminkan dalam perbuatan anggota tubuh. Dengan kata lain, iman
adalah mengikrarkan akan kebenaran Islam yang disertai dengan lisan, hati, dan perbuatan seorang
hamba. Dalam konsep iman, terdapat enam akidah pokok yang wajib diimani oleh setiap Mukmin.
Rukun iman itu meliputi enam perkara, yaitu iman kepada Allah SWT., para malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para rasul-Nya, kepada hari akhir, serta iman terhadap qada’ dan qadhar.
Akidah pada masa Rasulullah itu sangat terjaga, akan tetapi setelah berakhirnya kekhalifahan Umar
bin Khattab, mulailah terjadinya perpecahan di antara umat Islam, yang menimbulkan terbunuhnya
Khalifah Usman bin Affan oleh pemberontak Mesir karena kurang puas akan kebijakan politiknya. Dari
permasalahan politik, kemudian menyebar ke permasalahan tauhid. Maka dari kejadian tersebut,
lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya sangat bervariasi dari setiap aspek akidah. Pada
akidah cabang, terdapat perbedaan pendapat di antara kelompok-kelompok Muslim. Namun, sebagai
orang yang beriman, kita sepatutnya bisa lebih menggunakan hati dan akal dalam beragama.
Penyimpangan dalam ajaran tauhid itu bisa berupa kufur, nifak, syirik, dan lainnya. Berikut adalah
pengertian-pengertiannya.
 Kufur yaitu sifat menutup diri akan kebenaran Allah SWT., mereka percaya bahwa Allah SWT. itu
ada, tetapi mereka tidak mau mengakui akan kebenaran itu. Kufur/kafir terbagi menjadi empat
macam, yaitu kufur Ilahiyat (ateis), kufur nubuwat (ingkar terhadap Nabi dan Rasul), kafir
perintah, dan kafir nikmat.
 Nifak adalah ketidaksamaan antara lahir dan batin seseorang, yang mana orang munafik adalah
orang yang melakukan perbuatan nifak, yaitu orang yang secara lahiriah mengaku beriman kepada
Allah, mengaku beragama Islam, tetapi dalam hatinya mempunyai maksud lain yang tidak didasari
iman kepada Allah SWT.
 Syirik pada dasarnya adalah orang yang mengakui keberadaan Allah SWT., tetapi perbuatan
mereka yang menjadi salah, karena mengakui adanya kekuatan lain dari selain Allah SWT. Ada
dua macam syirik, yaitu syirik akbar (syirik i’tiqod/keyakinan) dan syirik asghar (menyamakan
Tuhan dengan selain Tuhan).
Dalam mempelajari dan memahami Ilmu Tauhid, kita sebagai seorang hamba diingatkan untuk senantiasa
berpikir, bahwa sejatinya kebenaran mutlak itu hanya dimiliki oleh Allah SWT., karena pada hakikatnya,
hanya Allah -lah yang wajib dijadikan sebagai “Tokoh Sentral” untuk senantiasa disembah dan diibadahi.

Daftar Pustaka
Abu Maryam KA. Risalah Tauhid. Jilid 1.
Gambaran Umum Tentang Iman. Jurnal. 16-53.
Dr. Abdul Rahman Abdul Khalid. (1996). Garis Pemisah, antara Kufur dan Iman, Jakarta:
Bumi Aksara.
Hamdani Anwar. (2000). Tauhid dalam Terminologi Sufisme. Jurnal Refleksi, 2(3), 63-71.
Taher, Tarmizi.(2002). Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: Mati di Era Klenik. Jakarta:
Gema Insani.
Abdullah.(2006). Intisari Akidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka Imam AsySyafi’i.
Mustofa, Agus. (2008). Beragama dengan Akal Sehat. Surabaya: Padma Press.
Syakh abu bakar jabir al-jazairi. (2014). Aqidatu Mu’min kupas tuntas akidah seorang mu’min, Solo:
Daar An-Naba’.
Iand Adonara. 2014. Akidah-Akidah Pokok dan Cabang. Makalah.
Basyir, Damanhuri. 2014. Tauhid Kalami (Aqidah Islam). Aceh: UIN Ar-Raniry.
Purba, Hadis, dan Salamuddin. (2016). Theologi Islam: Ilmu Tauhid. Medan: Perdana
Publishing,
Yuni Puspitaningrum. (2020). Konsep Iman, Kufur dan Nifaq. Jurnal Ta’dib Pendidikan
Islam dan Isu-isu Sosial, 18(2), 28-41.

Anda mungkin juga menyukai