Anda di halaman 1dari 3

Esai Aksi Kepemimpinan Menginspirasi

Jundi Muhammad Bariq

15/377522/GE/07963

Pertempuran paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam di era
awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya berkekuatan 3000
orang melawan pasukan terkuat di muka bumi saat itu, pasukan romawi dengan
kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan sebanyak 200.000 orang. Pasukan
super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan
Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Perang terjadi di daerah
Mu’tah –sehingga sejarawan menyebutnya perang Mu’tah (sekitar Yordania
sekarang), pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M. Penyebab
perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah SAW mengirim utusan bernama al-
Harits bin Umair al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra (Romawi
Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru diangkat oleh
Kekaisaran Romawi. Di tengah perjalanan, utusan itu dicegat dan ditangkap
penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani, pemimpin dari bani
Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi
Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal. Pelecehan dan pembunuhan utusan
negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan sama saja
ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat Rasulullah marah.Mendengar
utusan damainya dibunuh, Rasulullah SAW sangat sedih. Setelah sebelumnya
berunding dengan para Shahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin sebanyak 3000
orang untuk berangkat ke daerah Syam, sebuah pasukan terbesar yang dimiliki
kaum muslim setelah perang Ahzab. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sadar
melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene
adalah pasukan terbesar dan adidaya di muka bumi ketika itu. Namun ini harus
dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah.
Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – Byzantium.

Pada peperangan ini Rasulullah mengangkat 3 komandan perang


sekaligus, yaitu Zaid bin Harits, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin
Rawahah. Kaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah. Musuh pun
mendengar keberangkatan mereka. Dipersiapkanlah pasukan super besar guna
menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Kaisar Heraclius mengerahkan lebih dari
100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin ‘Amr mengerahkan 100.000
tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘.Mendengar
kekuatan musuh yang begitu besar, kaum Muslimin berhenti selama dua malam di
daerah bernama Ma’an wilayah Syam guna merundingkan apa langkah yang akan
diambil. Beberapa orang berpendapat untuk melaporkan kepada Rasulullah SAW
tentang kekutan musuh dan mengambil tindakan selanjutnya. Tetapi Abdullah bin
Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat
pasukan dengan ucapan berapi-api. Mendengar ucapan Abdullah bin Rawahah
kaum muslimin menjadi terbakar semangatnya dan melanjutkan ke medan perang.
Sesuai perintah Rasulullah, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah dengan
bendera di tangannya. 3.000 pasukan Islam melawan 200.000 tentara Romawi
jelas tak seimbang. Zaid bertempur dengan gagah berani. Sampai kemudian
sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya. Darah segar assaabiquunal
awwalun tumpah di bumi Mu’tah. Setelah syahidya Zaid bin Harits, bendera
perang diambil oleh Ja’far. Ja’far bertempur dengan gagah berani sambil
memegang bendera pasukan. Beliau maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil
mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat
kepadanya sampai akhirnya, pasukan musuh dapat mengepung dan
mengeroyoknya. Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah
musuh yang mengepungnya. Sampai suatu ketika, ada seorang pasukan Romawi
yang menebas tangan kanannya hingga putus. Lalu bendera dipegang tangan
kirinya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan
kirinya pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa
hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau
tidak surut, Ja’far tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara
memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Ada diantara mereka yang
menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua. Setelah syahidnya Ja’far,
bendera komando diambil oleh Abdullah bin Rawahah. Abdullah bin Rawahah
perberang dengan gagah, menebas musuh dengan pedangnya hingga akhirnya
beliau juga wafat sebagai serang syahid. Kemudian Tsabit bin Arqam mengambil
bendera komando yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para
shahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin.
Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Khalid bin Walid
Radhiyallâhu ‘anhu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar
pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa
takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan
di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan.
Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya
adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan
tambahan pasukan baru.

Akhirnya peperangan tersebut berakhir imbang, namun pasukan Romawi


lebih dahulu meninggalkan medan perang. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa
iman yang sudah berakar didalam hati akan mengalahkan segala ketakutan akan
segala hal, nikmat akhirat yang sudah dijanjikan oleh Allah mampu mendorong
kaum muslimin untuk tetap maju hingga titik darah penghabisan. Kebulatan tekad
dan semangat untuk membela kebaikan merupakan aksi yang patut untuk
dicontoh. Kita tidak perlu ragu, walaupun kebenaran tidak selalu didukung tetapi
Tuhan telah menjamin semuanya di kehidupan akhirat kelak.

Anda mungkin juga menyukai