Oleh:
Azka Tazkia(11210210000098)
Muhammad Thohir(11190210000088)
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Al-
Qur’an sebagai sumber ajaran islam pertama dan Sunnah Hadits sebagai sebagai ajaran
islam kedua” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah pembelajaran Studi Islam dengan dosen Bapak Dr.Zubair,M.Ag
Saya sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh karena
itu,kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
saya ini dan makalah-makalah berikutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................................................4
Rumusan Masalah..........................................................................................................................................4
Manfaat penulisan.........................................................................................................................................5
BAB II................................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................................5
A.Definisi Filsafat……………………………………………………………………………………………………………………6
KESIMPULAN.............................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
3. Manfaat penulisan
1. Agar memahami dan mengerti pengertian apa itu filsafat dan apa itu filsafat islam
2. Agar dapat membedakan antara filsafat islam dengan filsafat yang lainnya
3. Agar mengetahui bagaimana sejarah dan kontek pengetahuan filsafat islam kala itu
PEMBAHASAN
A.Definisi filsafat
1. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap
sebagai awal untuk mengetahui atau mengerti sesuatu
2. Karya sastra yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong lahirnya filsafat
yunani seperti karya homerus tentang pendidikan.
Dengan adanya 3 faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh akal (logos)
sehingga lahirlah filsafat. Pengertian filsafat pada masa itu masih berwujud ilmu
pengetahuan yang masih global, sehingga nanti satu demi satu berkembang Dan
berdiri sendiri.
Secara garis besar perbedaan antara filsafat islam dengan filsafat umum
yaitu sebagai berikut :
filsafat islam
1. bersifat theosentris (berpusat pada Allah)
2. berdasarkan Al Qur'an dan Hadits
3. meyakini hal-hal ghaib
4. belajar mengajarkannya selalu dikaitkan dengan Allah
5. meyakini dan membahas kehidupan sebelum dan sesudah kematian
6. dalam pendidikannya ada dosa dan pahala
filsafat umum
1. bersifat anthroposentris (berpusat pada manusia)
2. berdasarkan hasil pemikiran manusia dari generasi ke generasi
3. positivistik, yaitu hanya yang dapat diterima oleh indra
4. belajar mengajarnya tidak ada hubungannya dengan Allah
5. tidak membahas kehidupan setelah kematian, kecuali hanya membahas
kehidupan yang sekarang
6. tidak dikaitkan dengan dosa dan pahala
3. Sejarah dan kontek pengetahuan filsafat islam
Upaya ini terus berlanjut hingga masa kegemilangannya pada masa dinasti
Abbasiyah. Pada abad ini (abad 7), terdapat dua pusat ilmu pengetahuan: di Haran
dan Jundishapur. Tsabit bin Qurra’ dan anaknya, Sinan bin Tsabit, serta kedua
cucunya, Tsabit dan Ibrahim adalah produk-produk pendidikan lembaga
Aleksandria (Haran) ini, yang ahli dalam bidang matematika dan astronomi.
Sementara di Jundishapur, Khosru Anusirwan (521-579) mendirikan lembaga
studi filsafat dan kedokteran. Karena letaknya yang dekat dengan Baghdad, maka
dengan mudah lembaga tersebut berpengaruh terhadap umat Islam disana. Oleh
karena Jundhisapur berdekatan dengan Baghdad, maka hubungan politis orang-
orang Persia dengan khalifah Abbasiyah sangat erat, yang memiliki dampak
positif bagi umat Islam di sana. Sejak awal Jundishapur telah menyumbangkan
tabib-tabib istana, seperti halnya sejumlah keluarga Nestorian, Bakhtisyu yang
mengabdi kepada khalifah dengan penuh hormat. Mereka juga banyak membantu
pembangunan: rumah sakit dan observatorium di Baghdad dengan mengikuti pola
Jundishapur selama pemerinyahan Harun Al-Rasyid (789-809) dan penerusnya
Al-Makmun (813-833. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa ketika bangsa Arab
menaklukkan negeri-negeri di Asia Barat dan Timur dekat, mereka tidak
mengganggu urusan bahasa dan kebudayaan bangsa yang mereka taklukkan
tersebut. Itulah sebabnya, di bagian awal sejarah Islam, sebelum dinasti
Mu’awiyyah memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi,
bahasa Persi dan Yunani tetap dipergunakan pada waktu itu, hingga secara resmi
diganti dengan bahasa Arab. Oleh sebab itu karya Yunani yang masih ada
sebagian berbahasa Persi dan sebagian lain tetap berbahasa Yunani. Ilmu
pengetahuan yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada masa
dinasti Umayyah di bawah pemerintahan Marwan bin Hakam (684-685) adalah
ilmu kedokteran. Ketika itu seorang dokter bernama Masarjaweh menerjemahkan
buku yang ditulis oleh seorang pendeta bernama Ahran bin A’yun dari bahasa asli
Suryani ke dalam bahasa Arab. Buku tersebut masih tersimpan baik di
pertustakaan hingga pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (718-720). Kemudian
buku itu dipindahkannya ke mushalla dengan maksud agar dapat dimanfaatkan
oleh umum. Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa orang yang pertama kali
menterjemahkan itu adalah Khalid bin Yazid Al-Umawi (w. 678) dan buku yang
diterjemah adalah ilmu kimia (Shun’ah) yang tekenal saat itu (Al-Ahwani, 1962:
31). Segera setelah penobatan khalifah Abbasiyah, dilakukanlah penerjemahan
karya-karya ilmiah dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab secara serius.
Dimasa kekuasaan Harun Al-Rasyid telah banyak diterjemahkan karya mengenai
astronomi, satu diantaranya adalah Siddhanta --sebuah risalah India yang
diterjemahkan oleh Muhammad Ibrahim Al-Fazari (w. 806). Sebuah karya
astronomi lainnya adalah Quadripartitus karya Ptolemy dan karya-karya lain
mengenai astrologi. Selain bernilai ilmiah, karya-karya terjemahan itu mempunyai
nilai praktis. Yahya bin Bitriq misalnya telah menterjemahkan Timaeus, karya
Plato dan De Anima, Analytica Priori dan Secret of Secret-nya Aristoteles. Saat
itu tidak hanya khalifah dan wazir-wazir saja yang menaruh perhatian terhadap
para filosof dan ilmuwan, melainkan juga masyarakat biasa. Misalnya keluarga
Banu Musa, seorang hartawan terpandang telah menyumbangkan banyak uangnya
untuk keperluan terjemahan tersebut. Ia mengutus orang-orang pergi ke
Byzantium untuk membeli naskah-naskah Yunani dan mengupah para
penterjemah dengan harga tinggi. Beberapa karya selain astrologi dan matematika
yang diusahakan adalah karya mengenai atom (the Treatise on the Atom) dan
karya mengenai kekekalan dunia ( Treatise on the Eternity of the World), dua
risalah yang bernilai filosofis (C.A Qadir, 1989:39). Nampaknya Baghdad tidak
ingin ketinggalan dengan tradisi Aleksandria dan Jundishapur, maka dibangunlah
Lembaga Ilmu Pengetahuan (Bait al-Hikmah) tahun 830 oleh Al-Ma’mun (813-
833) sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan filsafat yang sarat dengan
fasilitasnya: ada perpustakaan, laboratorium penterjemahan dan observatorium
bintang. Penterjemah penting di Bait al-Hikmah ini adalah Hunayn bin Ishaq (w.
873) seorang Kristen Haran dan murid Hasawaih, seorang yang berjasa besar
dalam menterjemah karya-karya medis klasik, ia sendiri juga sebagai dokter
pribadi Harun Al-Rasyid. Di samping Hunayn, terdapat penterjemah lain, seperti
Qusta bin Laqa (seorang Kristen juga) dan Tsabit bin Qurra’ (w. 901) dari
kalangan penyembah bintang-bintang (Sabi’ah) yang bersama murid-muridnya
menterjemahkan karya astronomi (lihat pula C.A Qadir, 1989:40). Seperti yang
diidentifikasi oleh Ahmad Hanafi (1982:66-73), bahwa karya-karya Plato dan
Aristoteles yang diterjemahkan itu adalah:
Filsafat seringkali tidak memiliki batasan atas apa yang perlu dan harus
dicari jawabannya. Rasa penasaran dalam diri manusia adalah hal yang bersifat
lahiriah dan pasti akan selalu ada. Namun, dengan rasa penasaran ini, manusia
hendaknya masih bisa berpikir akan keyakinan, bukan malah menghilangkan
keyakinan itu sendiri dari dalam diri mereka. Filsafat bukan ingin menghilangkan
apa yang ada dan mengadakan apa yang hilang. Filsafat juga bukan sebatas hanya
apa yang dapat dilihat. Namun, filsafat bukanlah ilmu yang tak berujung. Semua
ilmu memiliki ujung yang dimana akan kita temukan penyelesaian. permasalahan
tanpa jalan keluar sama sekali. Dan filsafat pun sama halnya dengan ilmu-ilmu
yang tanpa jalan keluar tersebut. Tergantung bagaimana kita memahami filsafat
itu sendiri. Apakah ketika kita menghadapi jalan buntu harus kita tabrak meski
hasilnya kita tak bergerak, atau kembali kejalan yang lain dan menemukan jalan
keluar yang lain? Filsafat sama halnya dengan analogi ini, apabila kita sudah tidak
menemukan jawaban jangan terlalu memaksakan kehendak dan keinginan akan
ilmu yang belum tentu itu benar ataupun salah. Kurangnya penguas aan amu
kendali pemikiran dan kendali diri juga harus diperhatikan dalam mempelajari
ilmu ini. Tak ada salahnya jika hanya sekedar menambah pengetahuan
dikarenakan kita cinta akan pengetahuan dan ilmu. Tapi hasil yang dapat kita
bawa setelah mmempelajari sesuatu harus berupa sesuatu yang dapat dibuktikan
dan sesuai dengan apa yang dapat diterima masyarakat. Dan jangan pula keluar
dari norma dan juga nilai yang ada dalam diri kita sebagai manusia yang berakal.
Karena hal tersebut akan membuat apa yang kita pelajari dianggap menyimpang
dan berbeda dari apa yang dapat diterima dalam kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA