Anda di halaman 1dari 18

PUSKESMAS

Adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (PMK 75 Th. 2014).

Struktur organisasi
Hubungan struktural dan fungsional antara dinkes, IFK, puskesmas

Fungsi UKM dan UKP puskesmas lihat PMK 75 Th. 2014 hal. PDF 116
Jaringan pelayanan puskesmas
1. Puskesmas Pembantu
a. Merupakan jaringan pelayanan Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi
dalam wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas Pembantu merupakan bagian integral Puskesmas, yang harus dibina
secara berkala oleh Puskesmas.
b. Tujuan: untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah kerjanya
c. Didirikan dengan perbandingan 1 Puskesmas Pembantu untuk melayani 2-3 desa/kelurahan.
d. Penanggungjawab Puskesmas Pembantu adalah seorang perawat atau Bidan, yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan atas usulan Kepala Puskesmas.
e. Tenaga minimal di Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 perawat dan 1 bidan.
f. Pendirian Puskesmas Pembantu harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan dan
ketenagaan.
2. Puskesmas Keliling
a. Merupakan jaringan pelayanan Puskesmas yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan
kualitas pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung
Puskesmas.
b. Puskesmas Keliling dilaksanakan secara berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan memperhatikan
siklus kebutuhan pelayanan.
c. Tujuan: untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama masyarakat di
daerah terpencil/sangat terpencil dan terisolasi baik di darat maupun di pulau-pulau kecil serta untuk menyediakan
sarana transportasi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan

3. Bidan Desa
a. Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertempat tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja Puskesmas
sebagai jaringan pelayanan Puskesmas.
b. Penempatan bidan di desa utamanya adalah dalam upaya percepatan peningkatan kesehatan ibu dan anak,
disamping itu juga untuk peningkatan status kesehatan masyarakat.
c. Wilayah kerja bidan di desa meliputi 1 wilayah desa, dan dapat diperbantukan pada desa yang tidak ada bidan,
sesuai dengan penugasan kepala Puskesmas.
d. Tugas:
1) Pelayanan KIA-KB.
2) Pelayanan promotif, preventif dan pemberdayaan masyarakat.
3) Deteksi dini dan pengobatan awal terkait kesehatan ibu dan anak, termasuk gizi.
Standar pelayanan kefarmasian
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
1) Perencanaan kebutuhan
Kegiatan seleksi sediaan farmasi dan BMHP untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan puskesmas.
1) Pemilihan: pola penyakit, Fornas , DOEN, Formularium Dinas Kesehatan, Formularium Puskesmas
2) Pengumpulan Data: Pemakaian, Sisa stock, Persediaan, Usulan dari Unit layanan
3) LPLPO digunakan sebagai dasar rencana kebutuhan obat puskesmas dan pengajuan permintaan obat ke IFK
Metode  konsumsi {A = (B+C+D)-E}
2) Permintaan
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang telah dibuat.
1) Permintaan ke IFK menggunakan form LPLPO
[SO = SK+LT+SS]
2) Permintaan = SO-Sisa Stock
3) Distribusi rutin dilakukan setiap 2 bulan sekali
4) Permintaan cito dapat dilakukan setiap saat kecuali hari libur dan akhir bulan dengan LPLPO cito
5) Pengadaan mandiri menggunakan dana JKN (Usulan obat JKN, Kerangka Acuan Kerja obat JKN, Berita Acara Serah
Terima Barang)
3) Penerimaan
Kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan BMHP dari IFK atau hasil pengadaan puskesmas secara mandiri
sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Yang dilakukan saat tahap penerimaan adalah melakukan
pengecekan terhadap perbekalan farmasi yang diterima dan kesuaian dengan dokumen pengiriman barang (nomor
batch, jumlah, jenis).
a. Penerimaan barang IFK: diterima langsung oleh petugas farmasi)
b. Penerimaan barang pengadaan mandiri: PPHP- Pengurus barang pembantu Puskesmas – Petugas Farmasi
4) Penyimpanan
Kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
a. Aspek umum: mempertimbangkan bentuk & jenis, Suhu,FEFO FIFO & alfabetis, ED
b. Aspek khusus: arkotika dan Psikotropika, obat High Alert ( Obat risiko tinggi, LASA, Elektrolit konsentrat),obat
emergency
5) Pendistribusian
Kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan BMHP secara merata dan teratur utk memenuhi
kebutuhan sub unitPuskesmas dan jaringannya.
a. Menggunakan Form LPLPO Unit.
b. Distribusi sediaan farmasi dan BMHP dicatat di buku barang keluar.
6) Pemusnahan dan penarikan
Kegiatan penarikan dan pemusnahan sediaan farmasi dan BMHP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
a. Penarikan dilakukan oleh pemilik izin edar atas perintah BPOM (mandatory recall) atau sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary Recall)  produk yg izin edar dicabut oleh menteri.
b. Sediaan Farmasi dan BMHP yang kedaluwarsa, rusak atau ditarik dari peredaran dikembalikan ke IFK disertai
dengan Berita Acara Pengembalian untuk kemudian akan dilakukan penghapusan dan pemusnahan
c. Pemusnahan resep dilakukan pada resep yang sudah disimpan minimal 5 tahun. Pemusnahan dapat dilakukan
oleh apoteker/penanggung jawab disaksikan oleh nakes lain dengan cara dibakar atau lainnya dibuktikan dengan
berita Acara Pemusnahan Resep dan dilaporkan Kepada dinkes Kab/kota
7) Pengendalian
Kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
a) Pengendaliaan persediaan (mencegah terjadinya kekosongan obat): Permintaan, Pengadaan, Subtitusi
b) Pengendaliaan penggunaan (memastikan jumlah kebutuhan melalui jumlah penerimaan dan pemakaian): Stock
kerja, stock optimum, kartu stock, buku mutasi
c) Penanganan Obat Hilang, Kadaluwarsa Dan Rusak : daftar obat Kadaluwarsa, daftar obat mendekati ED,
pelabelan ED obat, penyimpanan obat ED , stock o, berita acara stock opname
8) Administrasi
Pencatatan dan pelaporan thd seluruh rangkaian kegiatan dlm pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP, baik sediaan
Farmasi dan BMHP yg diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya
LPLPO bulanan, LPLPO JKN, laporan pemakaian narkotika psikotropika, laporan ketersediaan item obat & vaksin
esensial, Laporan indikator peresepan antibiotik (penggunaan Obat Rasional), Pelaporan Yanfar di Puskesmas,
laporan kesuaian ketersediaan obat dengan Fornas, Kartu Stock, Laporan Stock Opname
9) Pemantauan dan evaluasi pengelolaan
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik
dengan tujuan untuk:
a) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
c) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

b. Pelayanan farmasi klinik


1) Pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari
tahap menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi yang dilakukan oleh apoteker kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain di luar puskesmas secara pro aktif maupun pasif. Pro aktif apabila apoteker yang memulai
pemberian informasi, pasif apabila apoteker memberikan informasi setelah diberi pertanyaan.
Kegiatan:
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
c) Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat.
e) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
f) Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian
3) Konseling
Merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan.
Kriteria:
a) Pasien rujukan dokter;
b) Pasien dengan penyakit kronis;
c) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi;
d) Pasien geriatric;
e) Pasien pediatric;
f) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas
4) Ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi
kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
a) Memeriksa Obat pasien.
b) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan
kondisi klinis pasien.
c) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.
d) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi pasien.
5) Home pharmacy care
Home pharmacy care merupakan pendampingan pasien oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
dengan persetujuan pasien atau keluarganya,
Kriteria:
a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obat, interaksi
obat dan efek samping
b) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM, HIV-AIDS dan lain-lain.
c) Pasien dengan resiko misal usia >65 th atau lebih dengan salah satu kriteria atau lebih rejimen obat misal:
 Pasien dengan 6 macam diagnosis atau lebih
 Pasien minum obat 6 macam atau lebih setiap hari
 Pasien minum obat 12 dosis atau lebih setiap har
 Pasien minum salah satu dari 20 macam obat dalam tabel berikut yang telah diidentifikasi tidak sesuai dengan
pasien geriatrik :
6) Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi
pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
7) Pemantauan terapi Obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
Kegiatan:
a) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b) Membuat catatan awal.
c) Memperkenalkan diri pada pasien.
d) Memberikan penjelasan pada pasien.
e) Mengambil data yang dibutuhkan.
f) Melakukan evaluasi.
g) Memberikan rekomendasi.

8) Evaluasi penggunaan Obat


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin Obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a) Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.
b) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
c) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat.
d) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
IFK
UPT Dinas Instalasi Farmasi mempunyai tugas menerima, menyiapkan, mendistribusikan, memelihara, menghitung dan
mengamati kebutuhan persediaan obat untuk pelayanan kesehatan dasar, bahan kimia kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP), serta tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

Struktur organisasi

Kebijakan satu pintu (one gate policy) merupakan sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit
terkait. IFK Jember menggunakan satu pintu untuk memasukkan barang dan satu pintu untuk mengeluarkan barang yang
terpisah. Waktu distribusi obat dan BMHP di IFK kepada unit-unit puskesmas dan rumah sakit adalah 2 bulan sekali dengan
memperhatikan sisa stok LPLPO dan buffer stok puskesmas maupun rumah sakit.

Sarana dan prasarana


1. Gedung, dengan luas 656 m2 yang terdiri dari 3 lantai
a. Lantai 1
1) Ruangan penerimaan barang atau karantina yang digunakan untuk meneerima barang dari distributor sekaligus
ruangan karantina untuk barang yang diterima, kecuali untuk vaksin atau obat yang disimpan dalam suhu dingin.
Maka, langsung dibawa ke ruang penyimpanan yang sesuai namun dipisah dari produk yang lain.
2) Ruang penyimpanan bersuhu dingin (2oC – 8oC) untuk vaksin selain polio.
3) Ruang penyimpanan sediaan cair.
4) Cool storage atau ruang penyimpanan suhu dingin dimana suhu dan kelembapannya terkontrol (termonitoring)
dua kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore hari.
5) Freezer, yang digunakan untuk tempat penyimpanan dengan suhu -15oC – -25oC untuk vaksin polio.
b. Lantai 2, ruang penyimpanan untuk sediaan oral, golongan narkotika dan psikotropika, dan obat HIV
c. Lantai 3
1) Ruang penyimpanan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan alat kesehatan;
2) Ruang penyimpanan bahan yang tdak dapat ditampung di lantai 1 atau lantai 2;
3) Ruang penyimpanan untuk produk yang kadaluarsa.
2. Kendaraan roda dua dan roda empat
3. Komputer dan printer
4. Telepon dan faksimili
5. Sarana penyimpanan yang terdiri dari rak, palet, lemari, lemari khusus (narkotika dan psikotropika), lemari pendingin
untuk vaksin (suhu -15oC – - 25oC untuk vaksin polio dan 2oC – 8oC untuk vaksin selain polio), cold chain (medical
refrigerator), cold box, cold pack, generator, alat pengukur suhu dan kelembapan, AC (Air Conditioner), tangga, trolley,
dan alat pengangkut barang (lift)
6. Sarana administrasi umum yang terdiri dari brankas, mesin tik, dan lemari arsip.
7. Sarana administrasi obat dan perbekalan kesehatan yang terdiri dari kartu stok/persediaan obat, kartu induk persediaan
obat, buku harian pengeluaran barang, SBBK (Surat Bukti Barang Keluar), LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat), kartu rencana distribusi, dan lembar bantu penentuan proporsi optimum.
8. Sarana pengamanan seperti pagar, teralis, dan alat pemadam api ringan (APAR).
9. Sarana penunjang seperti meja kerja, kursi, dan lemari arsip.

Kegiatan pengelolaan obat dan BMHP


1. Perencanaan
a. Perencanaan untuk Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (RKO)
1) Puskesmas dan RSUD: perencanaan kebutuhan bottom-up (perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan
mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator)
2) Rekapitulasi di seksi kefarmasian menggunakan metode epidemiologi dan metode konsumsi
3) Rencana kebutuhan obat kabupaten: sistem e-monev
b. Perencanaan untuk proses pengadaan obat
1) Puskesmas dan Laboratorium Kesehatan Daerah: perencanaan kebutuhan bottom-up menggunakan metode
morbiditas dan metode konsumsi
2) Kegiatan Tim Perencana Kebutuhan Obat Terpadu Kabupaten:
 Evaluasi penggunaan obat tahun sebelumnya
 Melakukan seleksi obat
 Optimalisasi pemanfaatan anggaran pengadaan obat dari berbagai sumber anggaran
3) Rencana pengadaan obat menggunakan sistem e-purchasing dan sistem non e-purchasing
c. Perencanaan obat pelayanan kesahatan dasar dan program
Menggunakan metode konsumsi dan metode morbiditas:
1) Pemakaian puskesmas tahun sebelumnya
2) Usulan puskesmas
3) Stok obat di Unit Pengelola Obat pada awal tahun
4) Daftar obat di fornas dan e-katalog
5) Penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana yang tersedia
2. Permintaan
Untuk obat-obat program (vaksin regular, vaksin haji, obat psikosism obat gizi) permintaan ke provinsi
a. Obat program gizi : sebelum tahun 2007
b. obat program tb : sebelum tahun 2007
c. Obat kusta : sebelum tahun 2007
d. Vaksin : sejak tahun 2014
e. HIV/AIDS : sejak tahun 2017
f. Reagen program p2 : sejak tahun 2017
3. Pengadaan

Dana yang digunakan untuk pengadaan perbekalan kefarmasian di IFK Jember yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan APBD/APBN. Pengadaan perbekalan kefarmasian menggunakan DAK, namun apabila DAK tidak
mencukupi maka Dinas Kesehatan Kabupaten bisa mengusulkan dana tambahan kepada Pemerintah Kabupaten untuk
memakai DAU. Obat-obat program nasional wajib dibiayai oleh pemerintah pusat.
4. Penerimaan
a. Menerima surat bukti pengiriman/surat bukti barang keluar dari provinsi
b. Penandaan kendali kadaluarsa
c. Buku penerimaan
d. Entry data computer
e. Pengisian kartu stok
f. Pencatatan pada buku ED
g. Melakukan pengarsipan pengisian Surat Bukti Barang Keluar (SBKK)
5. Penyimpanan
a. Penyimpanan sesuai FEFO dan FIFO
b. Penataan sesuai kondisi penyimpanan
c. Kartu barang
d. Kontrol suhu dan kelembaban
e. Stok opname
f. Kontrol kualitas sediaan dan ED
g. Buku penyimpanan
h. Memisahkan obat ED/rusak/ditarik peredarannya
6. Distribusi
a. Distibusi obat
1) Setiap permintaan obat dengan LPLPO
2) Waktu distribusi: 2 bulan sekali selalu memperhitungkan sisa stok LPLPO dan buffer stok puskesmas
3) Dievaluasi pengisian/permintaan
4) Persetujuan pemberian
5) Apabila masih kurang dapat melakukan bon tambahan (LPLPO bon tambahan)
6) Sistem : push & pull
7) Kegiatan:
 Menyiapkan
 Mencatat pada buku pengeluaran
 Serah terima
 Mengarsip SBBK
b. Distribusi obat program
1) Masing-masing pengelola program membuat alokasi apabila obat program datang
2) Instalasi farmasi mengirim obat obat sesaat setelah dialokasi
3) Diluar alokasi bila masih memerlukan obat masing2 puskesmas membuat LPLPO obat program
4) Obat HAIV/AIDS melalui sistem SIHA (sistem pencatatan dan pelaporan HIV-AIDS dan IMS yang resmi meliputi
level Kabupaten, Propinsi dan Nasional dalam satu bank data nasional yang kredibel, legal dan satu pintu)
5) Sebelum diberikan, LPLPO harus mendapat persetujuan pengelola program di dinas kesehatan
7. Pemusnahan
a. Puskesmas melaporkan obat rusak/kadaluarsa setiap tahun
b. Dinkes membuat Nota Dinas Pemusnahan kepada Bupati
c. Persetujuan Bupati untuk Pemusnahan
d. Membentuk SK Kadinkes tentang Tim Penelitian obat yang akan dihapus
e. Pembetukan SK Kadinkes Panitia Pemusnahan obat yang kadaluarsa
f. Kerjasama dengan Pihak Ketiga untuk Pemusnahan
g. Membuat Berita Acara Pemushaan Obat Kadaluarsa/Rusak
8. Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan
Pencatatan dan pelaporan IFK Jember menggunakan kartu stok, kartu stok induk dan LPLPO.
a. Kartu stok untuk mencatat mutasi obat yang berasal dari satu sumber anggaran meliputi penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak atau kedaluwarsa.
b. Kartu stok induk untuk mencatat mutasi obat yang berasal dari semua sumber anggaran meliputi penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa.
c. LPLPO dibuat dan diberikan oleh masing-masing Puskesmas ke IFK Jember sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. LPLPO dibuat sebanyak tiga rangkap, rangkap pertama untuk Unit Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Kabupaten Jember, rangkap kedua untuk Puskesmas penerima, dan rangkap ketiga untuk arsip
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Pencatatan Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang masuk dan keluar di IFK Jember dilakukan secara manual
(menggunakan kartu stok) dan secara komputerisasi. Setelah pencatatan selanjutnya stock opname setiap satu bulan
sekali dan hasil dari stok opname akan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten setiap enam bulan dan akhir tahun.
IFK Jember wajib melaporkan narkotika dan psikotropika secara online oleh seluruh Puskesmas melalui SIPNAP
(www.sipnap.kemkes.go.id).
9. Pemantauan dan Evaluasi
a. Indikator pengelolaan obat
b. Penggunaan obat sesuai Fornas
c. Ketersediaan obat indikator
BPOM
Tugas utama BPOM:
1. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor,
zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan. (Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun
2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, pasal 2)

Fungsi apoteker: penjelasan masing-masing fungsi bisa lihat ppt


1. Fungsi penilaian, melaksanakan penilaian dan evaluasi dokemen pendaftaran produk di bidang makanan pengawasan
obat dan makanan
2. Fungsi pemeriksanaan, melaksanakan pemeriksaan sarana di bidang farmasi dan makanan
3. Fungsi penyidikan, melaksanakan penyidikan kasus tindak pelanggaran/pidana di bidang farmasi dan makanan
4. Fungsi pengujian, melaksanakan pengujian laboratorium dan riset di bidang farmasi dan makanan
5. Fungsi pemantauan/KIE, melaksanakan pemantauan dan penyuluhan/KIE di bidang farmasi dan makanan
6. Fungsi standarisasi, melaksanakan penyusunan standar/pedoman/kajian di bidang farmasi dan makanan

Struktur organisasi
Hubungan struktural dan fungsional antara BPOM, BBPOM, Loka POM

Kepala Badan memberikan arahan terhadap Kebijakan Strategis dan Arah Pembangunan serta Prioritasi di bidang Pengawasan
Obat dan Makanan baik kepada Balai Besar, Balai maupun Loka POM. BPOM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.
Kepala BPOM menyampaikan laporan, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden
melalui Menteri Kesehatan. Balai Besar POM dan Loka POM mempunyai tugas yang sama yaitu melaksanakan inspeksi dan
sertifikasi sarana/fasilitas produksi/distribusi, melaksanakan sertifikasi produk dan melakukan pengambilan contoh /
sampling.

Pelaksanaan pengawasan obat dan makanan


1. Pre-market
a. Pengaturan, regulasi, dan standardisasi;
b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang obat dan makanan berdasarkan Cara Pembuatan yang Baik;
c. Registrasi dan Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar (Nomor Izin Edar).
2. Post-market
a. Pemeriksaan fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan, termasuk sampling dan pengujian
laboratorium, serta penegakan hukum;
b. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk;
c. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan; dan
d. Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap
keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu produk.

Konsep sistem pengawasan obat dan makanan


1. Pemerintah/regulator  Pengawasan obat dan makanan melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan,
khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian
laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum.
2. Produsen/ pelaku usaha  Pengawasan yang dilakukan melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good
manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum
produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya.
3. Masyarakat sebagai Konsumen  Pengawasan yang dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan
pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional
Prioritas permasalahan untuk diselesaikan
1. Pemberantasan Obat dan Makanan ilegal
2. Penanggulangan OT yang mengandung Bahan Kimia Obat
3. Penanggulangan Kosmetik yang mengandung Bahan berbahaya/Dilarang
4. Penanggulangan Pangan yang mengandung Bahan Berbahaya

UPT Badan POM

Anda mungkin juga menyukai