Terdapat dua metoda analisis kimia klasik (sering disebut juga sebagai metode basah),
yaitu volumetri (titrimetri) dan gravimetri (akan dibicarakan pada bab IV). Dalam metoda ini
jarang sekali digunakan instrumentasi elektronik kecuali neraca analitik. Hasil analisis
didasarkan pada reaksi kimia stoikiometri dan teknik pemisahan tertentu. Dalam laboratorium
modern, metoda klasik ini digunakan dalam keadaan dimana konsentrasi analit terlalu tinggi,
sehingga terlalu banyak pengenceran yang harusdilakukan jika digunakan metoda instrumentasi
atau dalam keadaan dimana metoda klasik ini lebih cocok, misalnya dalam analisis protein
dengan cara Kjeldahl dan dalam titrasi Karl – Fisher.
Volumetri merupakan metoda analisis kimia kuantitatif dimana untuk menentukan
banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dilakukandengan mengukur banyaknya volume
larutan standar yang bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan tersebut.
Umumnya larutan standar dimasukkan kedalam buret kemudian ditambahkan perlahan – lahan
kedalam larutan yang akan ditentukan (analit). Proses penambahan larutan standar ini sampai
terjadi reaksi sempurna disebut proses titrasi, dan saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut
saat ekuivalen, saat stoikiometri atau saat akhir teoritis. Saat ekuivalen ini dapat diketahui karena
terjadinya suatu perubahan dalam larutan yang dapat disebabkan oleh larutan standarnya sendiri
maupun pengaruh oleh larutan indicator yang ditambahkan.
Gambar 3.3 Struktur fenol ftalein (pp) dalam suasana asam dan basa
Tabel 3.1 Beberapa Jenis Indikator Titrasi Netraisasi
Nama Indikator Warna (asam) Warna (basa) Interval pH
Thymol blue Merah Kuning 1,2 – 2,8
Bromofenol blue Kuning biru 2,8 – 4,5
Meta orange Merah Kuning 3,4 – 5,4
Bromocresol green Kuning Biru 3,8 – 5,4
Metil red Merah Kuning 4,2 – 6,3
Fenol ftalein Tak berawarna Merah 8,3 – 10,5
Interval pH pada tabel (3-1) diatas digunakan dalam pemilihan indikator yang tepat pada
tiap-tiap titrasi, misalnya dalam titrasi antara baa kuat dengan asam kuat, dimana pH pad saat
titik ekivalen adalah 7 dengan internal perubahan pH teretak antara 4 dan 12. Untuk menghindari
terjadinya kesalahan titrasi yang besar, maka harus dipilih indikator yang perubahan warnanya
terletak antara pH 4 sampai 12 yaitu fenol ftalein (pp) atau metil red.
Indikator Asam-Basa
Indikator Asam – Basa adalah Asam lemah di mana asam tak terionnya (Hin) memiliki
warna yang berbeda (warna 1) dengan warna anionnya (warna 2).
Interval pH digunakan dalam pemilihan indikator yang tepat pada tiap-tiap titrasi,
misalnya dalam titrasi antara baa kuat dengan asam kuat, dimana pH pad saat titik ekivalen
adalah 7 dengan internal perubahan pH teretak antara 4 dan 12. Untuk menghindari terjadinya
kesalahan titrasi yang besar, maka harus dipilih indikator yang perubahan warnanya terletak
antara pH 4 sampai 12 yaitu fenol ftalein (pp) atau metil red.
Hin + H2O H3O+ + In-
Warna1 Warna 2
Untuk menilai selang pH :
Umunya 90% ≥ indikator berbentuk Hin, warna1, jika ≥ 90% berbentuk In- terjadi warna2, rasio
[In-]/[Hin] ≡ 0,1 dan [In-]/[Hin] = 10, dimana log 0,1 = -1 dan log 10 = 1. Jadi untuk mengubah
warna1 menjadi warna2 terjadi dalam selang pH ≡ 2 unit. Indikasi asam – basa biasa dibuat
dalam bentuk larutan (air, etanol, pelarut lain), atau kertas berpori yang direndam dalam lar ind.
1. pH awal > kurva titrasi asam – basa kuat, karena asam lemah hanya mengion sebagian
2. Terhadap peningkatan pH agak tajam pada awal reaksi
3. Sbl titik ekivalen tercapai, perubahan pH terjadi bertahap, buffer
4. pH dimana asam lemah setengah netral = pKa
5. pH pada titik ekivalen > 7
6. bagian terjal kurva pada titik ekivalen dalam selang pH yang sempit
Titrasi terhadap garam terhidrolisis disebut juga titrasi pemindahan. Titrasi ini dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Titrasi terhadap garam terhidrolisis yang tersusun dari asam lemah dan basa kuat seperti
Kalium sianida (KCN), Boraks (Na2B4O7) dan Natrium karbonat dengan menggunakan
larutan standar asam kuat
2. Titrasi terhadap garam terhidrolisis yang tersusun dari asam lemah dan basa kuat dengan
menggunakan larutan standar basa kuat
Apabila larutan garam tersebut diatas dititrasi, maka pada saat titik ekivalen tercapai dalam
larutannya akan terdapat asam lemah atau basa lemah sebagai hasil pemindahan dari garamnya
oleh pereaksi asam kuat atau basa kuat. Sebagaicontoh adalah titrasi KCN dengan larutan standar
asam kuat HCl, maka pada saat tercapainya titik ekivalen dalam larutannya akan terbentuk asam
lemah HCN.
KCN K+ + CN- ionisasi sempurna KCN
CN- + OH- HCN + OH- Hidrolisis KCN
H+ + OH- H20 Reaksi asam kuat HCL
dengan OH- hidrolisis KCN
Atau keseluruhan reaksi tersebut dapat ditulis
H+ + CN- HCN
Dari persamaan reaksi di atas, terlihat bahwa sebagai hasil akhir adalah asam sianida (HCN),
dimana ion CN- dipindahkan dari garamnya (KCN) menjadi asam lemahnya HCN oleh asam
kuat HCl.
3.1.a Pembuatan Laurutan Standart HCl 0,1 N
Pertama kali ditemukan lebih dulu kerapatan (P) HCl pekat dengan aerometer, kemudian
dilihat pada tabel kadar HCl pekat dengan kerapatar tersebut, misalnya k%. Jika P HCl pekat
adalah 1,2 dan HCl 0,1 N yang akan dibuat sebanyak 250 ml, maka volume HCl pekat yang
harus diencerkan adalah :
(lihat gambar persamaan 2-18 hal. 21 )
= 1,95 ml ..........................................................( 3.3 )
Diambil 1,95 ml HCl pekat, masukan ke dalam labu ukur 250 ml kemudian encerkan sampai
tanda batas.
3.1b Stadarisasi HCl dengan Boraks (Na2B407.IOH20)
Ditimbang 0,1 gr boraks murni, larutkan dalam 50 ml aquades kemudian tambahkan 2 tetes
indikator metil orange. Titrasi dengan larutan HCl.
Na2B407.IOH20 + 2 HCl 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2
1 grek boraks = ½ mol
Seandainya volume HCl untuk titrasi adalah v ml, maka normalitas HCl adalah :
..................................................................(3,4)
Dalam 20 ml cuka terdapat 0,1 x v x Bmasetat mgr CH3COOH misalkan berat 20 ml cuka
adalah amgr, maka :
Kadar asam cuka = x 100% ..................(3- 9 )
NAgNO3 = ……………………………………….(3-11)
N NaCl= ……………………………………...(3-12)
= .....................................................(3-22)
..............................................................(3-23)
= ..............................................................(3-24)
3.3.2 Bikromatometri
Sebagai zat oksidator,K2Cr2O7 tidak sebaik KMnO4, karena potensial reduksinya relatif lebih
kecil. E° KMnO4 a : 1,59 volt, sedangkan E° K2Cr2O7 : 1,36 volt, namun demikian garam
K2Cr2O7juga mempunyai kelebihan yaitu dapat diperoleh dalam keadaan mumi dan cukup stabil
bila dipanaskan sampai titik lebumya, sehingga K2Cr2O7 dapat digunakan sebagai zat standar
primer. Larutan standar K2Cr2O7 dapat dibuat dengan menimbang sejumlah berat tertentu
kemudianditarutkan dalam aquades sampai volume tertentu pula sesuai normalitas dan jumlah
yang dikehendaki. Garam K2Cr2O7 tidak mudah tereduksi oleh senyawaorganik dan cukup stabil
terhadap cahaya sehingga larutannya tidak harusdisimpan dalam botol berwarna atau tempat
yang gelap. Larutan standar K2Cr2O7 hanya dapat digunakan sebagai oksidator dalam suasana
asam (H2SO4 atau HCl 1 - 2 N) di mana garam ini akan tereduksi menjadi garam kromi (Cr3+)
yang berwarna hijau sesuai persamaim setengah reaksi redoks berikut :
Cr2O72- + 14H+ 6e 2Cr3+ + 7H2O
sesuai dengan persamaan reaksi di atas, garam K2Cr2O7mempunyai beratekivalen l/6 mol (l gek
:49 g), sehingga larutan K2Cr2O7 0,1 N mengandung 4,9 g garam K2Cr2O7 per liternya.
Titrasi bikromatometri terutama digunakan untuk menentukan besi dalam bijih besi- Mula-mula
bijih besi dilarutkan dalam HCl, ion feronya ditentukansecara langsung sedang ion ferinya
direduksi lebih dulu dengan SnCl2 barukemudian dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7.
2Fe3+ + Sn3+ 2Fe2+ + Sn4+
6Fe2+ + Cr2O72-- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Dalam titrasi bikromatometri, untuk mengetahui saat tercapainya titikekivalen dapat dilahrkan
dengan 3 cara,yaitu dengan indikator internal, indikatorekstemal dan dengan cara potensiometi.
Dalam buku ini hanya akan dibahastentang indikator internal. Indikator intemal adalah indikator
yang dalampemakaiannya ditambahkan ke dalam larutan yang akan dititrasi seperti
indikatorfenol ftalein (pp) dan metal orange (mo) dalam titrasi asidi-alkalimetri. Adapun
indikator yang banyak digunakan dalam titrasi bikromatometri adalah larutandifenilarnin I Yo
dalan H2SO4pekat dan larutan natrium difenilamin sulfonat0,2 yo dalam ak dan larutan difenil
benzidin l% dalam H2SO4 pekat. Indikator-indikator tersebut bereaksi dengan ion Fe2+
memberikan warna hijau, dengan sistem Fe2+ - Fe3+ menghasilkan warna hijau-biru, sedangkan
pada titik ekivalen dimana semua ion Fe2+ telah teroksidasi menjadi Fe3+ menghasilkan
warnaungu- biru Ke dalam larutan yang akan dititrasi dengan indikator tersebut
harusditambahkan asarn fosfat yang berfungsi menurunkan potensial dari sistem fero- feri
dimana H3PO4 dengan ion Fe3+ akan membentuk ion kompleks (Fe(HpO4))+ Untuk menghindari
penambahan H2SO4 ke dalam larutan dapat ditambahkan denganmenggunakan indikator lain
seperti asam N-fenilantranilat yang dapat dibuatdengan cara melarutkan 0,25 gr N-fenilantranilat
padat dalam 12 ml larutan NaOH 0,1 N kemudian diencerkan dengan aquades sampai 250 ml.
Perubahanwarna yang terjadi adalah dari hijau menjadi ungu-kemerahan.
3.3.2a Pembuatan Larutan Standar K2Cr2O7 0,1 N
Panaskan garam K2Cr2O7 pada temperatur 140-150oC selama ± 30 menit kemudian dinginkan
dalam eksikator. Timbang dengan tepat 4,9 gr garam K2Cr2O7 yang telah dikeringkan dan
larutkan dalam aquades sampai volumenya 1 liter. Larutan ini telah mempunyai konsentrasi 0,1
N dan telah dapat digunakan sebagai larutan standar.
3.3.2b Penentuan Besi (Fe) Dalam Bijih Besi
Besi (Fe) baik dalam bentuk fero, feri maupun campuran keduanya yang terkandung dalam bijih
besi dapat ditentukan secara bikromatometri. Mula-mula bijih besi misal sebanyak A gr
dilarutkan dalam HCL dengan volume tertenty, misal V liter.
1. Penentuan Ion Fero
Jika larutan terlalu pekat, encerkan lebih dulu, misalkan larutan hasil pengenceran ini volumenya
V3 ml. Ambil 25 ml larutan hasil pengenceran, tambahkan kepadanya laruan H2SO4 encer (5%)
secukupnya kemudian titrasi degan larutan standar K2Cr2O7 0,1 N dan indikator difenilamin.
Titik ekivalen tercapai jika telah terbentuk warna biru-violet. Seandainya banyaknya volume
yang diperlukan untuk titrasi tersebut adalah a ml, maka dalam 25 ml larutan encer terdapat ion
fero 0,1 a mgrek. Dalam V’ ml larutan encer terdapat ion fero sebanyak :
..........................................................(3-25)
Jika pengenceran dilakukan 10 kali, maka jumlah ion fero dalam V liter larutan adalah :
mgrek .............................................................(3-26)
..............................................................(3-27)
x 100% .............................................................(3-28)
.............................................................(3-29)
Dalam V liter larutan asli terdapat ion feri sebanyak :
.........................................................(3-30)
...............................................................(3-31)
3.3.3 Brometri
Brometri adalah proses titrasi dengan menggunakan kalium bromat (KBrO3) sebagai larutan
standarnya. Sebagai zat oksidator KBrO3hanya dapat digunakan dalam suasan asam sesuai
persamaan reaksi berikut:
BrO3- + 6H++6e Br- + 3H2O
Sesuai dengan persamaan reaksi diatas, berat ekivalen KBrO3adalah 1/6 mol (1 grek = 27,84 gr) sehingga
larutan KBrO30,1 N mengandung 2,784 gr perliter. Titik ekivalen ditandai dengan timbulnya warna
kuning muda karena terjadinya Br2 bebas.
BrO3- + 5Br-+6H+ 3Br- + 3H2O
Titik ekivalen akan lebih nampak jika dalam proses titrasi ini digunakan indikator seperti metil orange,
metil merah, naftol biru hitam, bordeaks atau fuksin. Warna indikator ini akan dirusak oleh Br 2 sehingga
pada saat mendekati titik akhir titrasi harus ditambahkan lagi sedikit indikator. HCl (1,5-2 N) yang
digunakan dalam titrasi ini dapat menghilangkan warna indikator karena terbentuknya gas Cl2, sehingga
titrasi harus dilakukan dengan pelan pelan sampai terjadi perubahan warna indikator.
1OCI- + 2BrO3- + 12H+ 5Cl2 + Br2 6H2O
Indikator redoks reversible juga dapat digunakan dalam titrasi ini seperti a-naftoflavon, p-
athoksikrisoidin dan quinolin kuning yang biasa digunakan untuk meneyapkan As (III) dan Sb
(III). Dengan cara ini kedalam larutan harus ditambhakan sedikit asam tartrat atau garam kalium
natrium tartrat yang berfungsi menahan hidrolisis adam pada konsentrasi rendah.
Tabel 3.2 Indikator Untuk Titrasi Bromatometri
Nama Konsentrasi Perubahan warna
Metil Orange 0.1% (air)* Merah tak berwarna atau kuning pucat
aftol biru – hitam 0.2% (air) Biru tak berwarna atau merah muda
Bordeauks 0.1%(air) Merah tak berwarna
Fuksin 0.2%(air) Kuning tak berwarna
a-Naftoflavon 0.5%(air) Hijau orange
Quinolin kuning 0.5%(air) Kuning tak berwarna
Ion-ion logam seperti Al3+, Mg2+, Cd2+, Co2+, Ni2+, TiO2- dan Zn2+ dapat sacara tidak
langsung dengan KBrO3, caranya adalah dengan terlebih dulu mengendapkan ion logam tadi
dengan oksim (8-hidroksiquinolin). Endapan logam oksimat yang terjadi kemudian dilarutkan
dalam HCl dan oksim bebasnya dititrasi dengan larutan standar KBrO3dengan menggunakan
indicator metil orange dan penambahan KBr.
3C9H6NOH + 2BrO3 + 4Br- + 6H+3C9N4NBr2OH + 6H2o
Misalkan ion logam yang akan ditentukan adalah Al3+, maka rumus endapan oksimatnya
adalah Al(C9H6NO)3. Menurut persamaan reaksi di atas setiap 3 mol iksim setara dengan 2 mol
Bro3-, sehingga setiap ion Al3+ juga setara dengan 2 mol Bro3-. Jadi berat ekivalen Al adalah 1/12
mol.
3.3.3a Pembuatan Larutan Standar KBrO3 0,1 N
Garam KBrO3dapat diperoleh dengan kemurnian tinggi 99,9% sehingga dapat dih=gunakan
sebagai standar primer. Beret ekivaen KBrO3 adalah 1/6 mol (1 grek = 27.84 gr), sehingga untuk
membuat larutan KBrO3 0,1 mol diperlukan KBrO3sebanyak 2,78 gr.
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Panaskan garam KBrO3pada tempertatur 120oC selama ±1,5 jam, kemudian dinginkan dalam
eksikator. Timbang dengan tepat 2,784 gr garam kering tersebut dan larutkan dengan aquades
samapi volumenya 1 liter. Larutan ini telah siap digunakan sebagai larutan standar.
3.3.3b Penentuan Stimbium (Sb) Dalam Tartar Emetik
Timbang 4,1 gr tartar emetic, masukkan dalam labu ukur 250 ml kemudian larutkan dengan
aquades sampai tanda batas. Ambil 25 ml larutan tersebut, kemudian berturut – turut tambahkan
aquades 25 ml, 10 ml HCl pekat dan 2 tetes indikator metal orange. Titrasi dengan larutan
KBrO30,1 N sampai warna merah larutan tapat hilang. Misalkan banyaknya larutan KBrO3yang
dipakai adalah v ml, maka banyaknya Sb dalam 250 ml larutan adalah:
……………………………………..(3-32)
x 100% ………………………………..(3-33)
.........................................................................(3-34)
.......................................................................(3-35)
Ntiosulfat ...................................................................(3-36)