Anda di halaman 1dari 25

Pertemuan 5

ANALISIS KUANTITATATIF VOLUMETRI

Terdapat dua metoda analisis kimia klasik (sering disebut juga sebagai metode basah),
yaitu volumetri (titrimetri) dan gravimetri (akan dibicarakan pada bab IV). Dalam metoda ini
jarang sekali digunakan instrumentasi elektronik kecuali neraca analitik. Hasil analisis
didasarkan pada reaksi kimia stoikiometri dan teknik pemisahan tertentu. Dalam laboratorium
modern, metoda klasik ini digunakan dalam keadaan dimana konsentrasi analit terlalu tinggi,
sehingga terlalu banyak pengenceran yang harusdilakukan jika digunakan metoda instrumentasi
atau dalam keadaan dimana metoda klasik ini lebih cocok, misalnya dalam analisis protein
dengan cara Kjeldahl dan dalam titrasi Karl – Fisher.
Volumetri merupakan metoda analisis kimia kuantitatif dimana untuk menentukan
banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dilakukandengan mengukur banyaknya volume
larutan standar yang bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan tersebut.
Umumnya larutan standar dimasukkan kedalam buret kemudian ditambahkan perlahan – lahan
kedalam larutan yang akan ditentukan (analit). Proses penambahan larutan standar ini sampai
terjadi reaksi sempurna disebut proses titrasi, dan saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut
saat ekuivalen, saat stoikiometri atau saat akhir teoritis. Saat ekuivalen ini dapat diketahui karena
terjadinya suatu perubahan dalam larutan yang dapat disebabkan oleh larutan standarnya sendiri
maupun pengaruh oleh larutan indicator yang ditambahkan.

Gambar 3.1 Alat dan Proses Titrasi


Jika banyaknya larutan standar yang
digunakan untuk titrasi diketahui, maka banyaknya
analit dapat dihitung dengan menggunakan hukum kesetaraan kimia.
Dalam praktek hampir tidak pernah tercapai saat titrasi bersamaan dengan saat akhir
teoritis, sehingga dalam suatu titrasi terjadi kesalahan yang disebut sebagai kesalahan titrasi.
Gambar 3.2 Posisi tangan yang benar saat titrasi
Berdasarkan hasil reaksi yang terjadi, volumetri dibedakan menjadi tiga, yaitu titrasi
netralisasi, titrasi pengendapan dan pembentukan senyawa kompleks dan titrasi oksidasi-reduksi
3.1 TITRASI NETRALISASI
Dalam itrasi netralisasi tidak terjadi perubahan valeni, endapan dan/atau senyawa
kompleks, titrasi netralisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Asidimetri, yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau larutan garam terhidrolisis dari
asam lemah dengan larutan standar asam
b. Alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas atau larutan garam terhidrolisis dari
basa lemah dengan larutan standar basa
Jika baik asam maupun basanya adalah eletrolit kuat, maka larutan hasil titrasi pada titik
ekivalen akan bersifat netral (pH = 7), tetapi jika salah satu dari asam atau basanya adalah
elektrolit lemah, maka larutan basil titrasinya aalah garam terhidroliis sehingga larutan menjadi
sedikit asam atau sedikit basa. Untuk larutan yang terdiri dari basa kuat dan asama lemah, maka
pH pada titik ekifaen adalah :
pH = ½ pKw + ½ pKa + 11/2 log(C) ………………………. (3-1)
sedangkan untuk larutan yang terdiri dari asam kuat dan basa lemah, maka pH pda titik
ekivalennya adalah :
pH = ½ pKw - ½ pKa - 11/2 log(C) ……………………. (3-2)
dimana :
Kw = tetapan ionisasi air
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Kb = tetapan ionisasi basa lemah
(C) = konsentrasi garam
Pengetahuan tentang pH titk akhir titrasi ini diperlukan untuk memilih indikato yang
tepat sehingga kesalahan titrasi dapa ditekan sekecil mungkin, karena tidak setiap indikator dapat
digunakan dalam digunakan semua jenis titrasi. Indikator asam-basa dapat mempunyai warna
yang berbeda tergantung konsentrasi ion H+. Perubahan warna ini tidak terjadi secara drastis,
melainkan dlam suatu interva pH tertentu. Indikator fenol fralein (pp), dalam suasana asam tidak
berwarna, mempunyai struktur seperti gambar I, sedangkan dalam suasana basa akan mempunyai
struktur seperti pada gambar II yang berwarna merah muda.

Gambar 3.3 Struktur fenol ftalein (pp) dalam suasana asam dan basa
Tabel 3.1 Beberapa Jenis Indikator Titrasi Netraisasi
Nama Indikator Warna (asam) Warna (basa) Interval pH
Thymol blue Merah Kuning 1,2 – 2,8
Bromofenol blue Kuning biru 2,8 – 4,5
Meta orange Merah Kuning 3,4 – 5,4
Bromocresol green Kuning Biru 3,8 – 5,4
Metil red Merah Kuning 4,2 – 6,3
Fenol ftalein Tak berawarna Merah 8,3 – 10,5

Interval pH pada tabel (3-1) diatas digunakan dalam pemilihan indikator yang tepat pada
tiap-tiap titrasi, misalnya dalam titrasi antara baa kuat dengan asam kuat, dimana pH pad saat
titik ekivalen adalah 7 dengan internal perubahan pH teretak antara 4 dan 12. Untuk menghindari
terjadinya kesalahan titrasi yang besar, maka harus dipilih indikator yang perubahan warnanya
terletak antara pH 4 sampai 12 yaitu fenol ftalein (pp) atau metil red.
Indikator Asam-Basa
Indikator Asam – Basa adalah Asam lemah di mana asam tak terionnya (Hin) memiliki
warna yang berbeda (warna 1) dengan warna anionnya (warna 2).
Interval pH digunakan dalam pemilihan indikator yang tepat pada tiap-tiap titrasi,
misalnya dalam titrasi antara baa kuat dengan asam kuat, dimana pH pad saat titik ekivalen
adalah 7 dengan internal perubahan pH teretak antara 4 dan 12. Untuk menghindari terjadinya
kesalahan titrasi yang besar, maka harus dipilih indikator yang perubahan warnanya terletak
antara pH 4 sampai 12 yaitu fenol ftalein (pp) atau metil red.
Hin + H2O H3O+ + In-
Warna1 Warna 2
Untuk menilai selang pH :

Umunya 90% ≥ indikator berbentuk Hin, warna1, jika ≥ 90% berbentuk In- terjadi warna2, rasio
[In-]/[Hin] ≡ 0,1 dan [In-]/[Hin] = 10, dimana log 0,1 = -1 dan log 10 = 1. Jadi untuk mengubah
warna1 menjadi warna2 terjadi dalam selang pH ≡ 2 unit. Indikasi asam – basa biasa dibuat
dalam bentuk larutan (air, etanol, pelarut lain), atau kertas berpori yang direndam dalam lar ind.

Titrasi asam kuat dengan basa kuat


Misal : titrasi thd 25 ml HCI 0,1 M dengan NaOH 0,1 M
pH tiap penambahan NaOH dapat dihitung kiurva titrasi
berapa pH pada
(a) sbl penambahan NaOH
(b) Pada penambahan 24 ml NaOH
(c) Titik ekivalen
(d) Setelah penambahan 26 ml NaOH
Jawab :
(a) pH = -log 10-1 = 1
(b) mol H3O+ = 0,1 mol/L . 0,025 L = 2,5 . 10-3 mol
mol OH- = 0,1 mol/L . 0,024 L = 2,4 . 10-3 mol
H3O+ + OH- 2H2O
-3
Awal 2,5 . 10
Tambah 2,4 . 10-3
Akhir 0,1 . 10-3
0,1 . 10-3 mol
[H3O+] = ----------------------- = 2,04 . 10-3 M
0,049 L
pH = 2,69
(c) pH = 7
(d) kelebihan OH- = 1.10-3 mol/ 0,51 L = 1,96 . 10-3 M
pH = 11,29

Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat


Misal : HC2H3O2 + OH- H2O + C2H3O2-
Contoh :
Dititrasi 25 ml HC2H3O2 0,1 M dengan NaOH 0,1 M, Hitunglah pH pada :
(a) sbl penambahan NaOH
(b) Setelah penambahan 10 ml NaOH
(c) Setelah penambahan 12,5 ml NaOH
(d) Pada titik ekivalen
(e) Setelah penambahan 26 ml NaOH
Jawab :
(a) 2,88. Hitunglah
(b) Jumlah asam asetat = 0,025 L. 0,1 mol/L = 2,5 . 10-3
NaOH yang ditambahkan 0,01L . 0,1 mol/L = 10-3 mol = asam yang bereaksi
Asam yang tidak bereaksi = 1,5 . 10-3
Volume larutan = 25 + 10 = 35 ml = 0,035 L
HC2H3O2 + OH- C2H3O2- + H2O
Konst HC2H3O2 sisa = 1,5 . 10-3 mol/0,35 L = 4,3 . 10-2 M
Konst C2H3O2- = 10-2 mol/0,035 L = 2,9 . 10-2
[C2H3O2-]
PH = 4,76 + log --------------------- = 4,58
[HC2H3O2]

(c) Penambahan 12,5 mL NaOH, ½ dari HC2H3O2 bereaksi menjadi C2H3O2- ,


sehingga pH = pKa = 4,76
(d) Larutan netral sempurna.
[C2H3O2-] = 2,5 . 10-3 mol/0,05 L = 0,05 M
C2H3O2- ion asam lemah terhidrolisis, dihitung dengan pH hidrolisis.
-
C2H3O2 + H2O HC2H3O2 + OH-
POH = 5,27, pH = 8,73
(e) Jumlah NaOH = 0,026 L. 0,1 mol/L = 2,6 . 10-3, pH basa kuat
pOH = 2,708 pH = 11,29

1. pH awal > kurva titrasi asam – basa kuat, karena asam lemah hanya mengion sebagian
2. Terhadap peningkatan pH agak tajam pada awal reaksi
3. Sbl titik ekivalen tercapai, perubahan pH terjadi bertahap, buffer
4. pH dimana asam lemah setengah netral = pKa
5. pH pada titik ekivalen > 7
6. bagian terjal kurva pada titik ekivalen dalam selang pH yang sempit
Titrasi terhadap garam terhidrolisis disebut juga titrasi pemindahan. Titrasi ini dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Titrasi terhadap garam terhidrolisis yang tersusun dari asam lemah dan basa kuat seperti
Kalium sianida (KCN), Boraks (Na2B4O7) dan Natrium karbonat dengan menggunakan
larutan standar asam kuat
2. Titrasi terhadap garam terhidrolisis yang tersusun dari asam lemah dan basa kuat dengan
menggunakan larutan standar basa kuat
Apabila larutan garam tersebut diatas dititrasi, maka pada saat titik ekivalen tercapai dalam
larutannya akan terdapat asam lemah atau basa lemah sebagai hasil pemindahan dari garamnya
oleh pereaksi asam kuat atau basa kuat. Sebagaicontoh adalah titrasi KCN dengan larutan standar
asam kuat HCl, maka pada saat tercapainya titik ekivalen dalam larutannya akan terbentuk asam
lemah HCN.
KCN K+ + CN- ionisasi sempurna KCN
CN- + OH- HCN + OH- Hidrolisis KCN
H+ + OH- H20 Reaksi asam kuat HCL
dengan OH- hidrolisis KCN
Atau keseluruhan reaksi tersebut dapat ditulis
H+ + CN- HCN
Dari persamaan reaksi di atas, terlihat bahwa sebagai hasil akhir adalah asam sianida (HCN),
dimana ion CN- dipindahkan dari garamnya (KCN) menjadi asam lemahnya HCN oleh asam
kuat HCl.
3.1.a Pembuatan Laurutan Standart HCl 0,1 N
Pertama kali ditemukan lebih dulu kerapatan (P) HCl pekat dengan aerometer, kemudian
dilihat pada tabel kadar HCl pekat dengan kerapatar tersebut, misalnya k%. Jika P HCl pekat
adalah 1,2 dan HCl 0,1 N yang akan dibuat sebanyak 250 ml, maka volume HCl pekat yang
harus diencerkan adalah :
(lihat gambar persamaan 2-18 hal. 21 )
= 1,95 ml ..........................................................( 3.3 )
Diambil 1,95 ml HCl pekat, masukan ke dalam labu ukur 250 ml kemudian encerkan sampai
tanda batas.
3.1b Stadarisasi HCl dengan Boraks (Na2B407.IOH20)
Ditimbang 0,1 gr boraks murni, larutkan dalam 50 ml aquades kemudian tambahkan 2 tetes
indikator metil orange. Titrasi dengan larutan HCl.
Na2B407.IOH20 + 2 HCl 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2
1 grek boraks = ½ mol
Seandainya volume HCl untuk titrasi adalah v ml, maka normalitas HCl adalah :
..................................................................(3,4)

3.1c Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N


Larutan 50 gr NaOH dengan 50 ml aquades dalam labu Pyrex, diamkan beberapa saat sampai
bagian atas larutan menjadi bening ambil 6,5 ml larutan NaOH tersebut, encerkan dengan
aquades yang baru didihkan sampai 1 liter. Jika digunakan kristal NaOH pa yang kadar
karbonatnya dapat diabaikan, cara pembuatannya cukup dengan melarutkan 4,0 gr kristal NaOH
dalam 1 liter aquades.
3,1d Standarisasi Larutan NaOH
a. Standarisasi Dengan HCl
Diambil 15 ml larutan NaOH, masukan dalam erlenmeyer, encerkan dengan air
secukupnya, tambahkan 2 tetes indikator mo, kemudian dititrasi dengan HCl x N.
NaOH + HCl NaCl + H2O
Seandainya volume HCl yang diperlukan adalah v ml, maka :
N NaOH ..........................................................(3,5)

b. Standarisasi dengan Asam Oksalat (H2C2O4.H2O)


Timbang 0,2 gr asam oksalat, larutan dalam 50 ml aquades. Tambahkan 2 tetes
indikator pp, kemudian titrasi dengan NaOH.
2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
Misalkan volume NaOH yang terpakai adalah v ml, maka :
N NaOH ..............................................(3,6)
3.1e. Penentuan Na2CO3 Dalam Soda
Timbang dengan tepat 3,6 gr soda, larutkan dalam aquades sampai volumenya 250 ml, kocok
sampai homogen. Ambil 2,5 ml larutan soda tersebut, tambahkan 2 tetes indikator mo. Titrasi
dengan larutan standar HCl 0,1 N.
NaCO3 + HCl 2NaCl + H2CO3
1 grek NaCO3 = ½ mol

Dalam 250 ml soda terdapat = mgr NaCO3

Kemurnian soda = x 100 ........................................(3,7)

3.1f Penentuan Kadar Asam Asetat Dalam Cuka


Diambil dengan tepat 20 ml cuke komersial, tamabahkan 2 tetes indikator pp, kemudian titrasi
dengan NaOH 0,1 N.
CH3OOH + NaOH CH3COONa + H2O
1 grek CH3COOH = 1 mol
Jika volume NaOH yang diperlukan adalah v ml, maka 0,1 x v
N cuka = ................................................... (3-8)

Dalam 20 ml cuka terdapat 0,1 x v x Bmasetat mgr CH3COOH misalkan berat 20 ml cuka
adalah amgr, maka :
Kadar asam cuka = x 100% ..................(3- 9 )

3.1g Menetapkan Amonia Dalam Garam Amonium


Amonium dalam garam amonium dapat ditentukan dengan volumentri secara tidak langsung,
yaitu dengan menambahkan larutan NaOH standar berlebihan, kemudian sisa NaOH ini dititrasi
dengan larutan standar HCl.
NH4+ + NaOH NH4OH + Na+
NaOH + HCl NaCl + H2O
25 ml garam amonium ditambah a ml NaOH 0,1 N, didihkan beberapa saat, kemudian dinginkan.
Titrasi dengan HCl 0,1 N dengan indicator mo. Misalkan volume HCl 0,1 N adalah b ml.
Kadar NH3 = (a-b) x 0,1 x 17 mgr …………………………...(3-10)
3.2 TITRASI PENGENDAPAN DAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS
Dalam analisis volumetric, yang dimaksud dengan proses pengendapan dan pembentukan
kompleks adalah semua jenis titrasi yang menghasilkan suatu endapan dan/atau senyawa
kompleks. Titrasi yang menggunakan garam perak nitrat (AgNO3) sebagai larutan standarnya
disebut titrasi argentometri. Larutan AgNO3dapat digunakan untuk menentukan garam-garam
halogen dan sianida, karena kedua garam ini dapat membentuk suatu endapan dan/atau senyawa
kompleks dengan ion Ag+ dari larutan AgNO3.
NaHal + Ag+ AgHal.↓ + Na
KCN + Ag+ AgCN↓ + K+
KCN + AgCN K(Ag(CN)2)
Garam AgNO3 (kecuali yang teknis) mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga dapat
digunakan sebagai larutan standar primer. Larutan standar AgNO30,1 N dapat dibuat dengan cara
melarutkan 16,99 gr Kristal AgNO3dalam 1 liter aquades.
3.2a Titrasi Pembentukan Kompleks
Dalam argentometri, yang dimaksud dengan titrasi pembentukan kompleks adalah titrasi
terhadap larutan garam sianida. Titrasi ini dikenal sebagai titrasi argentometri cara Leibig.
Apabila ke dalam larutan garam sianida ditambahkan larutan garam AgNO3maka mula-mula
akan terjadi endapan putih AgCN, tetapi jika larutan tersebut dikocok, endapan AgCN akan larut
kembali membentuk garam kompleks dari logamnya yang cukup stabil.
KCN + AgNO3 AgCN + KNO3
AgCN + KCN K(Ag(CN)2) + KNO3
Setelah semua ion CN¯ dalam larutan membentuk ion kompleks (Ag(CN)2)¯, maka penambahan
larutan AgNO3 akan menyebabkan terjadinya endapan yang stabil garam kompleks argentum
disianoargentat (I).
K(Ag(CN)2 + AgNO3 Ag(Ag(CN)2) + KNO3
Jadi titik ekivalen dalam titrasi argentometri cara Leibig di tandai dengan terbentuknya
kekeruhan (endapan) permanen garam kompleks Ag(Ag(CN)2).
3.2b Pemilihan Indikator Dalam Titrasi Argentometri
1. Pembentukan Endapan Berwarna
Titrasi argentometri dengan indicator endapan berwarna disebut juga sebagai proses
titrasi argentometri cara Mohr. Dengan cara ini, kedalam larutan netral yang mengandung ion
halogen, misalnya Cl¯ ditambahkan sedikit larutan indicator garam kalium kromat (K2CrO4),
baru kemudian dititrasi dengan larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
endapan merah bata garam perak kromat (Ag2CrO4).
CrO4¯ +2Ag+ Ag2CrO4↓
Ag2CrO4 akan terjadi jika semua ion Cl telah diendapkan sebagai Agcl.
Ag+ + Cl¯ AgCl↓
Konsentrasi Ag2CrO4 yang digunakan sebagai indicator biasanya adalah (3-5) x 10-3M.
Titrasi argentometri cara Mohr tidak dapat digunakan pada larutan yang bersifat asam,
karena akan terjadi reaksi :
2CrO4=+ 2H+ 2HCrO4- Cr2O7= +H2O
Sebaliknya jika larutan terlalu alkalis akan terjadi endapan AgOH
2. Pembentukan Ion Kompleks Berwarna
Titrasi argentometri dengan indikator ion kompleks berwarna disebut juga sebagai titrasi
argentometri cara Volhard. Dengan cara ini, ke dalam larutan garam halogen yang bersifat asam
ditambahkan larutan standar AgNO3 berlebihan. Kemudian Kelebihan ion Ag+ dititrasi dengan
larutan kalium rodanida (KCNS) atau amonium rodanida (NH4CNS) standar dengan indicator
garam feri. Titik ekivalen ditandai dengna terjadinya warna coklat dari ion kompleks
(Fe(CNS)6)3-.
Ag+ + CNS¯ AgCNS↓
Fe3+ + 6CNS¯ (Fe(CNS)6)3-
Banyaknya garam halogen dalam larutan dapat diketahui dari banyaknya larutan AgNO3 yang
ditambahkan dan banyaknya larutan rodanida yang diperlukan untuk titrasi.
Argentometri cara Volhard dapat digunakan secara langsung dalam penentuan ion Br¯
dan I¯ dengan kesalahan titrasi relatif kecil, tetapi dalam penentuan ion Cl¯ secara langsung
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan titrasi yang cukup besar, karena ion CNS¯ akan
bereaksi dengan AgCl sebelum reaksi antara ion Fe3+ dengan ion CNS¯.
AgCl + CNS¯ AgCNS↓ + Cl
Untuk menghindari terjadinya reaksi antara AgCl dan CNS dapat dilakukan dengan beberapa
cara antara lain:
1. Endapan AgCl disaring, kemudian filtrat dan cairan pencuci endapan dititrasi dengan
larutan CNS¯.
2. Setelah larutan AgNO3, ditambahkan ke dalam larutan garam klorida, ke dalam larutan
tersebut ditambahkan larutan garam KNO3 sebagai zat penggumpal, kemudian didihkan
selama ± 3 menit, setelah dingin dititrasi dengan larutan CNS¯.
3.2c Pembuatan Larutan Standar AgNO3 0,1 N
Panaskan sejumlah tertentu AgNO3 padat pada temperatur 150ºC selama 2 jam. Timbang dengan
tepat 8,496 gr AgNO3 hasil pengeringan ini, kemudian larutkan dalam aquades sampai
volumenya 500 ml. Jika AgNO3 yang digunakan tidak begitu murni, maka larutannya dibuat
dengan melarutkan 8,5 gr AgNO3 sampai volumenya 500 ml.
3.2d Standarisasi Larutan AgNO3 dengan NaCl
Untuk membuat larutan standar NaCl 0,1 N, dilakukan dengan cara melarutkan 2,923 gr Kristal
NaCl pa dengan aquades sampai 500 ml. indikator yang digunakan adalah K2Cr2O4 (cara Mohr).
Larutan 5 gr K2Cr2O4 dalam 100 ml aquades 25 ml larutan NaCl 0,1 N, ditambah 1 ml indikator
K2Cr2O4. Titrasi dengan larutan AgNO3. Seandainya volume larutan AgNO3 yang digunakan
adalah v ml, maka :

NAgNO3 = ……………………………………….(3-11)

3.2e Penentuan Klorida Dalam Garam Dapur (Cara Mohr)


Keringkan garam dapur pada temperature 110ºC selam ± 2 jam. Timbang 0,45 gr garam dapur
tersebut dan larutkan dalam aquades sampai volumenya 100 ml. ambil 25 ml larutan tersebut dan
tambahkan kepadanya 1 ml indicator K2Cr2O4, kemudian titrasi dengan larutan standar AgNO3
0,1 N. Misalkan volume larutan AgNO3 yang diperlukan adalah v ml.

N NaCl= ……………………………………...(3-12)

Dalam 101 ml larutan NaCl terdapat = 4 x 0,1 x v mgr

Kadar Nacl dalam garam dapur = x 100 % ……………...(3-13)

3.2f Pembuatan Larutan Standar NH4CNS 0,1 N


Timbang 9,0 gr garam NH4CNS, larutkan sampai volume 1 lt. Standarisasi larutan tersebut
dengan larutan AgNO3 0,1 N. Caranya adalah : masukkan 25 ml larutan AgNO3 dalam
erlenmeyer, tambahkan kepadanya 5 ml HNO3 6 N dan 1 ml indikator feri amonium sulfat,
kemudian titrasi dengan larutan NH4CNS, misalkan volume NH4CNS ini v ml, maka Normalitas
NH4CNS adalah :
N NH4CNS = ………………………………………...(3-14)

3. 2g penentuan bromide dengan cara volhard


Masukan 25 ml kbr, tambahkan kepadanya NHO3 awcukupnya. Tambahkan kepadanya
v1 ml larutan AgNO3 0,1 Nberlebihan dan 1ml indkator feri ammonium sulsat. Sisa AgNO3
dititrasi dengan larutan NH4CNS 0,1 N sampaiterjadi warna merah. misalkan NH4CNS yang
diperlukan adalah v2 ml.KBr = (v1-v2) x 0,1x199 mgr …………………………………….(3-15)

3.3 TITRASI OKSIDASIMETRI DAN REDUKSIMETRI


Oksidasimetri adalah titrasi terhadap zat reduktor dengan menggunakan zat oksidator
sebagai larutan standartnya, sedangkan reduksimetri adalah titrasi terhadap zat oksidator dengan
menggunakan larutan standart zat reduktor.
Oksidator adalah proses pelepasan sebuah electron atau lebih, sedangkan reduksi adalah proses
penangkapan sebuah electron atau lebih . contoh reaksi oksidasi-reduksi adalah :
2FeCl3 + SnCl2 2FeCl2+SnCl4
Jika reaksi diatas ditulis dalam bentuk reaksi ionnya :
2Fe3+ +Sn2+2Fe2+ + Sn4+
Sn2+Sn4++2e
2Fe3+ + 2e 2Fe2+
Dari setengah reaksi di atas, Fe3+ mengalami reduksi, karena menangkap sebuah electron
sehingga menjadi Fe2+, sedangkan Sn2+ mengalami oksidasi karena melepas 2 elektron menjadi
Sn4+.
3.3.1 Permanganometri
Permanganometri adalah sebuah proses tritrasi redoks dengan menggunakan
garamkalium permanganate (KMnO4) sebagai larutan standartnya. Garam KMnO4 tidak terdapat
dalam keadaan murni, karena banyak mengandung oksidanya (MnO2 danMn2O3) sehingga
garam KMno4 tidak dapat digunakan sebagai zat standartprimier. Larutan standart KMnO4 tidak
dapat dibuat hanya dengan melarutkan garamnya dalam aquades karena sedikit zat organic dalam
aquades dapat menyebabkan terjadinya peruraian ion permanganate (MnO4-)
4MnO4- +2H2O 4MnO2+3O2+4OH-
Larutan standart KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan garam KMnO4 dalam airpanas
kemudian dididihkan beberapa saat. Setelah larutan agak dingin kemudian dengan glass-woll dan
disimpan dalam botol gelap. Larutan standart KMnO4 dapat digunakan baik dalam suasana
asam,netral atau alkalis.
a. Suasana Asam
Dalam suatu asam (H2SO4), MnO4- akan terekdusi menjadi Mn2+, sehingga berat ekivalen
KMnO4 adalah 1/5 mol. (1 grek ; 31,6 gr), dapat digunakan secara langsung dalam penentuan
anion maupun kation berikut :
Kation/aniom hasil reduksi
2+
Fe Fe3+
Sn2+ Sn4+
VO2+ VO3-
H2O2 O2
Mo3+ MoO42-
As3+ AsO43-
Ti3+ TiO22+
U4+ UO22+
C2O42- CO2
NO2- NO3-
SO3- SO43-
KMnO4 juga dapat digunakan untuk menentukan beberapa oksidator secara tidak
langsung setelah terlebih dulu ditambah zat reduktor seperti garam fero (Fe2+) atau oksalat
C2O42- berlebihan. Adapun oksidator-oksidator yang dapat ditentukan secara permanganometri
adalah :
Oksidator Hasil reduksi
-
MnO4 Mn2+
Cr2O72- Cr3+
Ce4+ Ce3+
MnO2 Mn2+
Mn3O4 Mn2+
PbO2,Pb2O3,Pb2O4 Pb2+
Dalam titrasi permanganometri, pengasaman tidak boleh menggunakan HClkarena KMnO4 dapat
mengoksidasi klorida menjadi Cl2
2KMnO4 + 16 HCl 2KCl + 2MnCl2+ 5Cl2 +H2O
b. Suasana netral atau alkalis
Dalam suasana netral atau alkalis, MNO4- akan direduksimenjadi MnO2+sehingga berat
berat ekivalen KMnO4 adalah 1/3 mol (1 grek KMnO4 + 52,7 gr) dan dapat digunakan untuk
menentukan garam mangan (Mn2+), format (HCOO-) dan asam format (H2CO2).
Untuk menggetahui saat tercapainya titik ekivalen dalam proses titrasi permanganometri
tidak diperlukan larutan indicator, karena larutan KMnO4 yang berwana ungu telah dapat
berfungsisebagai indikator, sehingga apabila dalam larutan yang dititrasi telah terjadi warna agak
ungu muda, berarti titik ekivalen telah tercapai.
3.3.1a Pembuatan larutanKMnO4 0,1 N
Timbang 3,2 – 3,25 gr garam KMnO4 dengan gelas arloji, masukan ke dalam beker gelas 1500
ml dan tambahkan kepadanya 1 liter aquades. Tutup gelas beker tersebut dengan gelas arloji,
didihkan selama 30 menit, kemudian dinginkan. Saring larutan tersebut dengan sinterglas atau
corong yang telah diisi glass woll. Simpan dalam botol gelap.
3.3.1b standarisasi larutan KMnO4
Zat standart primer yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan KMnO4 adalah zat
reduktor seperti As2O3, Na2C2O4, besi (Fe), K4(Fe(CN)6),Fe(NH4)2(SO2), KHC2O4, H2C2O4,
2H2O.
Berikut ini adalah cara standarisasi dengan natrium oksalat (Na2C2O4. 2H2O).panaskan garam
Na2C2O4. 2HO dalam oven pada temperature 105-110oCselama ± 2 jam kemudian dinginkan
dalam eksikator. Timbang 0,3 gr garamkering tersebut, masukkan ke dalam gelas beker 500 ml,
tambahkan berturut-turut 240 ml aquades dan 12,5 rnl H2SO4 pekat atau lebih baik dilarutkan
dalam 250 ml larutan H2SO4+ 2 N). Dinginkan sampai temperatur 25 - 30° C sambil
diaduksampai garam oksalat larut sempurna. Ambil 25 ml larutan tersebut, tambahkan beberapa
ml larutan KMnO4 melalui buret, panaskan larutan tersebut pada temperatur 55 - 60° C,
kemudian titrasi sampai larutan yang semula tidak berwamamulai berwarna ungu muda.
Misalkan volume larutan KMnO4yang digunakanadalah a ml. Normalitas sebenarnya larutan
KMnO4 dapat dihitung daripersamaan reaksinya.
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + l0CO2 + 8H2O 0,3 gr oksalat = 2,23 mmol =
4,478 mgrek
Dalam 25 ml banyaknya ion C2O42- :0,4478mgrek
Jika normalitas larutan KMnO4 yang dibuat adalah y N, maka :
grek/lt .............................................................. (3–16)

3.3.1c. Penentuan Campuran Ion Fero Dan Feri


Bila larutan yang akan ditetapkan terlalu pekat, dapat diencerkan terlebih dulu.
a Menetapkan Ion Fero
Ambil 25 ml larutan yang akan diselidiki, tambahkan kepadanya 25 ml larutan. H2SO4+ 1 N,
kemudian titrasi dengan larutan standar KMnoa 0,1 N sampai terjadi warna ungu muda. Jika
volume larutan KMnOa, yang diperlukan adalah v1, rnakodalam 25 ml larutan terdapat :
Fero = v1 x 0,1 x 56 mgr ..................................................... (3-17)
Garam fero = v1 x 0,1 x BM garam (mgr) ......................................................(3-18)
b. Menetapkan Ion Feri
Ambil 25 ml larutan yang akan diselidiki, tambahkan kepadanya HCI pekatsecukupnya sampai
konsentrasi larutan menjadi 5 N, kemudian panaskan pada temperatur 70° C, Tambahkan larutan
Sn Cl2 tetes demi tetes sambil diaduksampai warna kuning hilang kemudian tambahkan lagi
larutan SnCl2 dalam HCIencer sehingga larutan menjadi berwarna hijau, lalu dinginkan. Setelah
dinginlarutan ditarnbah 10 ml larutan HgCl2 5% sehingga terbentuk endapan HgCl2. Encerkan
larutan sampai 300 ml dan titrasi dengan larutan standar KmnO4+ 0,1 N.
Jika volume KMnO+ yang diperlukan adalah v2 rnl maka :
Feri: (v2 – v1) x 0,1 x 56 mgr ......................................................(3-19)
Garamferi: (v2 – v1) x0,1xBMgaram(mg) ...............................................(3-20)
3.3.ld Penentuan MnO2 Dalam Pirolusit
Di Dalam, mangan dioksida (MnO2) terdapat sebagai mineral pirolusit yang dapatditentukan
kadarnya seoara peflnanganometri. Mula-mula Pirolusit dilarutkanlebih dulu, kemudian
kepadanya ditambahkan zat pereduksi seperti FeSO4, Na2C2O4 atau As2O3 berlebihan, kemudian
sisa kelebihan zat reduklor yangditambahkan dititrasi dengan larutan standar KmnO4. Reaksi
yang terjadi adalah :
MnO2 + 2Fe2+ + 4H+ Mn2+ + 2Fe3+ + 2H2O
atau
MnO2 + C2O42-+ 4H+Mn2+ + 2CO2+ 2H2O
atau
2MnO2 + 2H3AsO3 + 4H+ 2Mn2++ 2H3AsO4 + 2H2O
Dengan mengetahui banyaknya reduktor yang ditambahkan dan banyaknya kelebihan reduktor
tersebut (dari titrasi dengan permanganat), maka banyaknya MnO2 dalan pirolusit dapat
ditentukan.
Mula-mula serbuk pirolusit dikeringkan pada temperatur l20° C sampaidiperoleh berat
yang konstan. Timbang 0,2 gr serbuk yang telah dikeringkan lalu masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml. Tambahkankan kepadanya 50 ml Na2C2O4 0,1 N dan 10 ml H2SO4pekat.
Didihkan sampai serbuk pirolusit bereaksi sempurna (tidak ada lagi partikel-partikel berwama
coklat atau hitam) Sisa ITS Na2C2O4 kemudian dititrasi dengan KmnO4 0,1 N. Jika volume
KmnO4 yangdiperlukan adalah vl dan berat molekul MnO2 adalah M, maka banyaknya
MnO2dalam pirolusit adalah :
MnO2 = (50 – v1 ) x 0,1 x M/2 mgr ..................................................... (3-21)

= .....................................................(3-22)

3.3.1e Penentuan Nitrit


Garam nitrit bila diasamkan akan terurai menghasilkan gas No sehingga
dalampenentuanflya secala permanganometri dibalik.yaitu larutan standar KmnO4
yangdiasamkan baru kemudian dititrasi dengan larutan garam nitrit (KNO2). Timbang 1,1 gr
garam kalium nitrit dan larutkan dalam labu ukur 250 ml, kocok sampai homogen. Arnbil 25 ml
KMnO4 0,1 N, asamkan dengan beberepa tetes H2SO4 0,1 N, panaskan pada temperatur 40oC
beberapa saat kemudian dinginkan.Titrasi dengan larutan KNOz sampai warna ungu KMnO4
hilang. Misalkan volume KNO2 yang diperlukan adalah v ml dan berat molekul KNO2 adalah M,
maka dalam 250 ml larutan terdapat :

..............................................................(3-23)

= ..............................................................(3-24)

3.3.2 Bikromatometri
Sebagai zat oksidator,K2Cr2O7 tidak sebaik KMnO4, karena potensial reduksinya relatif lebih
kecil. E° KMnO4 a : 1,59 volt, sedangkan E° K2Cr2O7 : 1,36 volt, namun demikian garam
K2Cr2O7juga mempunyai kelebihan yaitu dapat diperoleh dalam keadaan mumi dan cukup stabil
bila dipanaskan sampai titik lebumya, sehingga K2Cr2O7 dapat digunakan sebagai zat standar
primer. Larutan standar K2Cr2O7 dapat dibuat dengan menimbang sejumlah berat tertentu
kemudianditarutkan dalam aquades sampai volume tertentu pula sesuai normalitas dan jumlah
yang dikehendaki. Garam K2Cr2O7 tidak mudah tereduksi oleh senyawaorganik dan cukup stabil
terhadap cahaya sehingga larutannya tidak harusdisimpan dalam botol berwarna atau tempat
yang gelap. Larutan standar K2Cr2O7 hanya dapat digunakan sebagai oksidator dalam suasana
asam (H2SO4 atau HCl 1 - 2 N) di mana garam ini akan tereduksi menjadi garam kromi (Cr3+)
yang berwarna hijau sesuai persamaim setengah reaksi redoks berikut :
Cr2O72- + 14H+ 6e 2Cr3+ + 7H2O
sesuai dengan persamaan reaksi di atas, garam K2Cr2O7mempunyai beratekivalen l/6 mol (l gek
:49 g), sehingga larutan K2Cr2O7 0,1 N mengandung 4,9 g garam K2Cr2O7 per liternya.
Titrasi bikromatometri terutama digunakan untuk menentukan besi dalam bijih besi- Mula-mula
bijih besi dilarutkan dalam HCl, ion feronya ditentukansecara langsung sedang ion ferinya
direduksi lebih dulu dengan SnCl2 barukemudian dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7.
2Fe3+ + Sn3+ 2Fe2+ + Sn4+
6Fe2+ + Cr2O72-- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Dalam titrasi bikromatometri, untuk mengetahui saat tercapainya titikekivalen dapat dilahrkan
dengan 3 cara,yaitu dengan indikator internal, indikatorekstemal dan dengan cara potensiometi.
Dalam buku ini hanya akan dibahastentang indikator internal. Indikator intemal adalah indikator
yang dalampemakaiannya ditambahkan ke dalam larutan yang akan dititrasi seperti
indikatorfenol ftalein (pp) dan metal orange (mo) dalam titrasi asidi-alkalimetri. Adapun
indikator yang banyak digunakan dalam titrasi bikromatometri adalah larutandifenilarnin I Yo
dalan H2SO4pekat dan larutan natrium difenilamin sulfonat0,2 yo dalam ak dan larutan difenil
benzidin l% dalam H2SO4 pekat. Indikator-indikator tersebut bereaksi dengan ion Fe2+
memberikan warna hijau, dengan sistem Fe2+ - Fe3+ menghasilkan warna hijau-biru, sedangkan
pada titik ekivalen dimana semua ion Fe2+ telah teroksidasi menjadi Fe3+ menghasilkan
warnaungu- biru Ke dalam larutan yang akan dititrasi dengan indikator tersebut
harusditambahkan asarn fosfat yang berfungsi menurunkan potensial dari sistem fero- feri
dimana H3PO4 dengan ion Fe3+ akan membentuk ion kompleks (Fe(HpO4))+ Untuk menghindari
penambahan H2SO4 ke dalam larutan dapat ditambahkan denganmenggunakan indikator lain
seperti asam N-fenilantranilat yang dapat dibuatdengan cara melarutkan 0,25 gr N-fenilantranilat
padat dalam 12 ml larutan NaOH 0,1 N kemudian diencerkan dengan aquades sampai 250 ml.
Perubahanwarna yang terjadi adalah dari hijau menjadi ungu-kemerahan.
3.3.2a Pembuatan Larutan Standar K2Cr2O7 0,1 N
Panaskan garam K2Cr2O7 pada temperatur 140-150oC selama ± 30 menit kemudian dinginkan
dalam eksikator. Timbang dengan tepat 4,9 gr garam K2Cr2O7 yang telah dikeringkan dan
larutkan dalam aquades sampai volumenya 1 liter. Larutan ini telah mempunyai konsentrasi 0,1
N dan telah dapat digunakan sebagai larutan standar.
3.3.2b Penentuan Besi (Fe) Dalam Bijih Besi
Besi (Fe) baik dalam bentuk fero, feri maupun campuran keduanya yang terkandung dalam bijih
besi dapat ditentukan secara bikromatometri. Mula-mula bijih besi misal sebanyak A gr
dilarutkan dalam HCL dengan volume tertenty, misal V liter.
1. Penentuan Ion Fero
Jika larutan terlalu pekat, encerkan lebih dulu, misalkan larutan hasil pengenceran ini volumenya
V3 ml. Ambil 25 ml larutan hasil pengenceran, tambahkan kepadanya laruan H2SO4 encer (5%)
secukupnya kemudian titrasi degan larutan standar K2Cr2O7 0,1 N dan indikator difenilamin.
Titik ekivalen tercapai jika telah terbentuk warna biru-violet. Seandainya banyaknya volume
yang diperlukan untuk titrasi tersebut adalah a ml, maka dalam 25 ml larutan encer terdapat ion
fero 0,1 a mgrek. Dalam V’ ml larutan encer terdapat ion fero sebanyak :

..........................................................(3-25)

Jika pengenceran dilakukan 10 kali, maka jumlah ion fero dalam V liter larutan adalah :

mgrek .............................................................(3-26)

..............................................................(3-27)

x 100% .............................................................(3-28)

2. Penentuan Ion Feri


Ambil 25 ml larutan encerr, tambahkan kepadanya H2SO4encer (5%) secukupnya. Tambakan
pula larutan SnCl215%, kemudian ditambahkan larutan HgCl. Titrasi dengan larutan standar
K2Cr2O70,1 N dengan indikator difenilamin (0,4 ml). Misalkan volume K2Cr2O7yang diperlukan
untuk titrasi adalah b ml, maka dalam V3 ml larutan encer banyaknya besi (fero dan feri) adalah :

.............................................................(3-29)
Dalam V liter larutan asli terdapat ion feri sebanyak :

.........................................................(3-30)

...............................................................(3-31)

3.3.3 Brometri
Brometri adalah proses titrasi dengan menggunakan kalium bromat (KBrO3) sebagai larutan
standarnya. Sebagai zat oksidator KBrO3hanya dapat digunakan dalam suasan asam sesuai
persamaan reaksi berikut:
BrO3- + 6H++6e Br- + 3H2O
Sesuai dengan persamaan reaksi diatas, berat ekivalen KBrO3adalah 1/6 mol (1 grek = 27,84 gr) sehingga
larutan KBrO30,1 N mengandung 2,784 gr perliter. Titik ekivalen ditandai dengan timbulnya warna
kuning muda karena terjadinya Br2 bebas.
BrO3- + 5Br-+6H+ 3Br- + 3H2O
Titik ekivalen akan lebih nampak jika dalam proses titrasi ini digunakan indikator seperti metil orange,
metil merah, naftol biru hitam, bordeaks atau fuksin. Warna indikator ini akan dirusak oleh Br 2 sehingga
pada saat mendekati titik akhir titrasi harus ditambahkan lagi sedikit indikator. HCl (1,5-2 N) yang
digunakan dalam titrasi ini dapat menghilangkan warna indikator karena terbentuknya gas Cl2, sehingga
titrasi harus dilakukan dengan pelan pelan sampai terjadi perubahan warna indikator.
1OCI- + 2BrO3- + 12H+ 5Cl2 + Br2 6H2O
Indikator redoks reversible juga dapat digunakan dalam titrasi ini seperti a-naftoflavon, p-
athoksikrisoidin dan quinolin kuning yang biasa digunakan untuk meneyapkan As (III) dan Sb
(III). Dengan cara ini kedalam larutan harus ditambhakan sedikit asam tartrat atau garam kalium
natrium tartrat yang berfungsi menahan hidrolisis adam pada konsentrasi rendah.
Tabel 3.2 Indikator Untuk Titrasi Bromatometri
Nama Konsentrasi Perubahan warna
Metil Orange 0.1% (air)* Merah tak berwarna atau kuning pucat
aftol biru – hitam 0.2% (air) Biru tak berwarna atau merah muda
Bordeauks 0.1%(air) Merah tak berwarna
Fuksin 0.2%(air) Kuning tak berwarna
a-Naftoflavon 0.5%(air) Hijau orange
Quinolin kuning 0.5%(air) Kuning tak berwarna
Ion-ion logam seperti Al3+, Mg2+, Cd2+, Co2+, Ni2+, TiO2- dan Zn2+ dapat sacara tidak
langsung dengan KBrO3, caranya adalah dengan terlebih dulu mengendapkan ion logam tadi
dengan oksim (8-hidroksiquinolin). Endapan logam oksimat yang terjadi kemudian dilarutkan
dalam HCl dan oksim bebasnya dititrasi dengan larutan standar KBrO3dengan menggunakan
indicator metil orange dan penambahan KBr.
3C9H6NOH + 2BrO3 + 4Br- + 6H+3C9N4NBr2OH + 6H2o
Misalkan ion logam yang akan ditentukan adalah Al3+, maka rumus endapan oksimatnya
adalah Al(C9H6NO)3. Menurut persamaan reaksi di atas setiap 3 mol iksim setara dengan 2 mol
Bro3-, sehingga setiap ion Al3+ juga setara dengan 2 mol Bro3-. Jadi berat ekivalen Al adalah 1/12
mol.
3.3.3a Pembuatan Larutan Standar KBrO3 0,1 N
Garam KBrO3dapat diperoleh dengan kemurnian tinggi 99,9% sehingga dapat dih=gunakan
sebagai standar primer. Beret ekivaen KBrO3 adalah 1/6 mol (1 grek = 27.84 gr), sehingga untuk
membuat larutan KBrO3 0,1 mol diperlukan KBrO3sebanyak 2,78 gr.
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Panaskan garam KBrO3pada tempertatur 120oC selama ±1,5 jam, kemudian dinginkan dalam
eksikator. Timbang dengan tepat 2,784 gr garam kering tersebut dan larutkan dengan aquades
samapi volumenya 1 liter. Larutan ini telah siap digunakan sebagai larutan standar.
3.3.3b Penentuan Stimbium (Sb) Dalam Tartar Emetik
Timbang 4,1 gr tartar emetic, masukkan dalam labu ukur 250 ml kemudian larutkan dengan
aquades sampai tanda batas. Ambil 25 ml larutan tersebut, kemudian berturut – turut tambahkan
aquades 25 ml, 10 ml HCl pekat dan 2 tetes indikator metal orange. Titrasi dengan larutan
KBrO30,1 N sampai warna merah larutan tapat hilang. Misalkan banyaknya larutan KBrO3yang
dipakai adalah v ml, maka banyaknya Sb dalam 250 ml larutan adalah:

……………………………………..(3-32)

Kadar Sb dalam tartar emetic adalah:

x 100% ………………………………..(3-33)

3.3.3c Penentuan Al Dalam Garam K2SO4 . Al2(SO4)3 . 24H2O


Timban 3,5 gr garam kalium malumunium sulfat hidrat, larutkan dengan aquades sampai 250 ml.
Ambil 25 ml larutan tersebut panaskan sampai 60oC. Setelah dingin tambahkan 20 ml larutan
oksim 20% dalam asam asetat dan larutan ammonium asetat. Endapan alumunium oksimat
Al(C9H6NO)3 yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan air panas. Larutkan endapan
ini dalam HCl pekat panas, kumpulkan tapisannya dalam erlenmayer, tambhakan beberapa
tetesindikator metil merah atau metil orange kemudian titrasi dengan larutan standar KBrO3 0,1
N sampai larutan menjadi berwarna kuning. Misalkan volume larutan KBrOg yang diperlukan
adalah v ml, maka dalam 250 ml larutan terdapat :

.........................................................................(3-34)

.......................................................................(3-35)

3.3.4 Iodometri Dan Iodimetri


Iodometri adalah suatu proses titrasi terhadap iodium bebas (I2) dalam larutan, sedangkan
iodimetri adalah proses titrasi dimana larutan standarnya adalah larutan 12 bebas. oleh karena 12
bebas sukar larut dalam air, maka pada sebagian besar proses titrasi iodimetri, larutan standarnya
adalah larutan 12 dalam KI.
Dalam proses iodo-iodimetri, yang dimaksud dengan berat ekivalen suatu
zat adalah banyaknya zat tersebut yang dapat bereaksi atau dapat membebaskan 1
mol I. Potensial reduksi I2 standar adalah 0,5345 volt.
l2+2e ----------> 2I –
Dalam suasana asam, larutan standar I2 dapat digunakan untuk menentukanbeberapa zat
reduktor kuat seperti SnCL2, H2SO3, H2S dan Na2S2O3, sedangkanuntuk zat reduktor yang lebih
lemah seperti As3+, Sb3+ dan (Fe(CN)6)4- hanyadapat ditentukan dalam suasana netral atau sedikit
asam. Untuk zat oksidator kuatdapat ditentukan dalam suasana netral atau sedikit asam. Apabila
ke dalam zatoksidator kuat ini ditambahkan ion iodida berlebihan, maka zat tersebut
akantereduksi sedangkan ion iodida akan teroksidasi membebaskan Izyutgbanyaknyasetara
dengan zat oksidator yang ada, Selanjutnya I2 bebas ini dititrasi denganlarutan standar natrium
tiosulfat (Na2S2O3),
Tabel 7.3 oksidator Dan Reduklor Yang Dapat Ditentukan secara Iodo-Iodimetri Reduktor /
Reaksi redoks
Oksidator
Sn2+ Sn2+ + I2 Sn4+ + 2I–
SO32- SO32- + I2 +H2O SO42- + 2H+ + 2I-
H2S H2S + I2 S + 2H+ + 2I-
H3AsO3 H3AsO3 + I2 + H2O H3AsO4 + 2H+ +2I-
MnO4- 2MnO4- + 16H+ + 101- 2Mn2++ 512 + 8H2O
Cr2O72- Cr2O72- + 14H+ + 61- 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
H2O2 H2O2 + 2H+ +2I- 2H2O + I2
3- 3- + -
BrO BrO + 6H + 6I Br- + 3I2 + 3H20
Ce4+ 2Ce4+ +2I 2Ce3+ + I2
Cu2+ 2Cu2+ +4I 2CuI + I2
Cl2 Cl2 + 2I 2Cl- + I2
Br2 Br2 + 2I 2Cl- + I2
Larutan I2 dalam KI encer berwarna coklat muda, sehingga sebenarnyalarutan I2 sudah dapat
berfirngsi sebagai indikator nirmun demikian saat ekivalenakan lebih jelas jika digunakan
indikator. Kanji (amilum) adalah indikator yangbiasa digunakan dalam titrasi iodo-iodimetri
dimana I2 akan membentuk senyawakomplek dengan amilum (iod-amilum) yang berwarna biru
meskipun konsentrasiI2 nya sangat kecil. Kelemahan indikator amilum ini adalah tidak larut
dalam dingin' air suspehsinya dalam air tidak stabil dan kompleks iod-amilum sendiri tidak larut
dalam air sehingga indikator amilum harus ditambahkan setelah titrasi mendekati titik ekivaren-
Indikator lain yang dapat digunakan adalah natrium amilum glikolat' Indikator ini dapat
ditambahkan pads awal titrasi karena tidak membentuk kompleks yang tidak larut dalam air.
Dengan I2 natrium amilum glikolat akan berwarna hijau, sedangkan pada titik ekivalen dimana
tidak ada ragi I2, akan berwarna biru tua. Karbon tetra krorida juga dapat digunakan sebagai
indikator dimana dengan I2 akan bereaksi membentuk warna ungu_merah.
3.3.4a Pembuatan Larutan StandarNa2S2O3 0,1 N
Garam natrium tiosulfat dapat diperoleh dalam kearJaan murni, tetapi karenakandungan air
kristalnya tidak dapat diketahui dengan tepat, maka larutannyatidak dapat digunakan sebagai zat
standar primer. Sebagai zat reduktor, tiosianatakan teroksidasi menjadi tetra tionat sesuai dengan
reaksi setengah sel berikut :
2S2O32- -----> S4O62- + 2e
Dari reaksi di atas dapat diketahui berat ekivalen tiosulfat adalah 1 mol atau Igrek Na2S2O3 =
248,1 gr, sehingga untuk membuat larutan tiosulfat 0,1 N dapatdilakukan dengan melarutkan 25
gr kristal. Na2S2O3. 5H2O dalam 1 liter aquades.CO2 dalam air dapat menyebabkan terjadinya
peruraian S4O62- menjadi belerangbebas (S), disamping itu S4O62- juga dapat diuraikan oleh
bakteri tertentusehingga sebaiknya larutan tiosulfat dibuat dengan cara sebagai berikut
pertamalarutkan garam kristal tiosulfat dalam aquades mendidih, kemudian tambahkan 3tetes
kloroform (CHCI3) atau 10 mgr merkuri klorida (HgCl2) dalam I liter larutantersebut. Simpan
dalam tempat yang tidak terkena sinar matahari.
3.3.4b Standarisasi Larutan Na2S2O3
Standarisasi larutan tiosulfat depot dilakukan dengan larutan zat standar primerseperti KIO3,
KBrO3, K2Cr2O7, Cu dan I2. Berikut ini adalah cara standarisasidengan K2Cr2O7.
Ambil 25 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N. Tambahkan kepadanya 5 ml asarn asetatglasial, 5 rnl larutan
CuSO4 10-3 M (untuk mempercepat reaksi) dan 30 ml larutanKI 10 o/o, kemudian kocok sampai
homogen. Titrasi dengan larutan Na2S2O3yangnormalitasnya mendekati 0,1 N dengan indikator
amilum. Seandainya volumelarutan tiosulfat yang diperlukan adalah v ml, maka konsentrasi
tiosulfat adalah :

Ntiosulfat ...................................................................(3-36)

3.3.4c Pembuatan Larutan I2 0,1 N


Dalam titrasi iodo-iodometri, berat ekivalen I2 adalah ½ (1 grek = 127gr) sehingga larutan I2 0,1
N mengandung 12,7 gr I2 perliter. Kelarutan I2 dalam air pada temperatur kamar sangat kecil
yaitu 0,335 gr/lt dan sangat volatil, sehingga larutannya dibuat dengan jalan melarutkan kristal I2
dalam KI.
Caranya adalah sebagai berikut:
Larutkan 20gr KI bebas iodat dalam 30-40 ml aquades dalam labu ukur 1 liter tertutup.
Masukkan 12,7gr 1 2 ke dalam larutan KI tersebut, kocok sampai semua I2 larut. Diamkan
beberapa saat sampai larutan menjadi dingin pada temperatur kamar kemudian tambahkan
aquades sampai volumenya mencapai 1 liter. Simpan di tempat dingin dan gelap.
3.3.4d Standarisasi Larutan I2
Untuk standarisasi I2 dapat dilakukan dengan beberapa jenis reduktor seperti As2O3, Na2s2O3,
dana BaS2O3. H20. Berikut ini adalah cara standarisasi larutan I2dengan BaS2O3. H2O. Larutkan
40gr garam BaCl2. 2H2O dan 50gr garam natrium tiosulfat pentahidrat masing-masing dalam
300ml aquades. Panaskan keduanya sampai 50derajatC, kemudian sambil diaduk tuangkan
sedikit demi sedikit larutan BaCl2 ke dalam larutan tiosulfat monohidrat (BaS2O3.H2O), Saring
dan cuci endapan tersebut berturut-turut dengan aquades, alkohol 95%dan eter, kemudian
keringkan dalam udara. Timbang dengan tepat 1gr kristal BaS2O3.H20, kemudian larutkan dalam
100ml aquades dan tambahkan 2 tetes indikator amilum. Titrasi larutan tersebut dengan larutan I2
sampai terjadi warna biru permanen. 1ml larutan I2 setara 0,2675gr BaS2O3.H20.
3.3.4e Penentuan Klor Aktif Dalam Serbuk Pemutih
Serbuk pemutih terdiri dari kalsium hipoklorit Ca(OCI)2 dan kalsium klorida basa
CaCl.Ca(OH)2.H2O dimana komponen aktifnya adalah hipoklorit (C10-). Bila kedalam serbuk
pemutih di asamkan makan akan terbentuk gas Cl2.
OCl- + Cl- + 2H+ Cl2 + H2O
Cl2 yang terjadi kemudian ditentukan secara iodemtri. Timbang 2gr tepung pemutih, larutkan
sampai 250ml. Amil 25ml larutkan ini, tambahkan 10ml larutan KI 10% dan 5ml asam asetat
glasisal (tidak boleh dengan HCL). I2 bebas yang terjadi dititrasi dengan larutan standar
Na2S2O3 0,1N dengan indikator amilum.
Cl2 + 2l- 2Cl- + I2
1ml Na S O 0,1 N= 3,5 mgr Cl .............................................. (3-37)
3.3.4f Penentuan Larutan Iodium Komersial
Ambil 25ml larutan iodium komersial, titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 ),1 N sampai
warna coklat muda, kemudian tambahkan 1ml indikator amilum. Larutkan titrasi sampai warna
biru hilang. Seandainya volume tiosulfat yang diperlukan untuk titrasi adalah v ml, maka
Niod= ......................................................................... (3-38)

Kadar iodium dalarn larutan adalah :


I2 = 0,lxvxBM 12gram.................................................. (3-39)
3.3.4g Penentuan Cu Dalam CUSO4
Ambil 25 ml larutan CuSO4 encer. Bila larutan asam netralkan dengan NH4OH. Tambahkan 25
ml KI I N. I2 bebas yang terjadi dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N dengan indikator
amilum. Reaksi yang terjadi adalah:
2CuSO4 + 4KI Cu2I2+ I2 + 2K2SO4
12 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
1 ml Na2S2O3 0,1 N = 6,7 mgr Cu .................................................(3-40)
1ml Na2S2O3 0,1 N = 15,93 mgr CuSO4........................................ (3-41)

Anda mungkin juga menyukai