Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN KASUS

HIDROKEL TESTIS DEXTRA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Bedah RSUD Wonosari

Disusun Oleh:
Ranti Puspa Lestari
20712104

Pembimbing:
dr. Pramono Sargo, Sp. B
dr. Aji Pangki Asmaya, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD WONOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA 2021
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU BEDAH
ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS Untuk Dokter Muda
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Ranti Puspa Lestari Tanda Tangan
NIM 20712104
Tanggal Ujian
Rumah sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode

A. Identitas
Nama : Bp. r
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 51 th
Alamat : Duwet, Semin
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Cempaka

Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal masuk : 17/09/2021
Nomer CM : 00628xxx

B. Anamnesis
Diberikan oleh : Pasien dan keluarga pasien di bangsal
Cempaka 18-9-21 / pukul 08.00
Keluhan Utama : Benjolan di testis sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli Bedah RSUD Wonosari
dengan keluhan benjolan di testis seblah kanan. Keluhan dirasakan kurang lebih
2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dirasakan membesar, dan
tidak bisa keluar masuk saat beraktivitas. Pasien menyangkal adanya keluhan
nyeri pada benjolan yang membesar tersebut. Benjolan tidak tampak kemerahan
ataupun membiru. Riwayat infeksi dan trauma pada testis disangkal oleh pasien.
Keluhan seperti demam, mual, muntah ndan nyeri perut disangkal. BAK dan BAB
normal.

2
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat keganasan atau tumor disangkal
- Riwayat operasi disangkal
- Riwayat Diabetus Melitus disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat Diabetus Melitus disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal

Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal : nyeri kepala (-), penglihatan kabur (-), demam (-)
Sistem Cardiovaskular : dada berdebar (-), tekanan darah tinggi (-), nyeri
dada (-)
Sistem Respiratorius : sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)
Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (-), kembung (-), mual (-), muntah (-),
BAB (+), diare (-)
Sistem Urogenitale : nyeri berkemih (-), panas/rasa terbakar saat
berkemih (-), keluar cairan yang tidak biasanya dari
kemaluan (-)
Sistem Integumentum : gatal (-), kemerahan (-), plenting (-)
Sistem Musculoskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

Resume Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan benjolan pada testis sebelah
kanan. Benjolan dirasa semakin membesar dalam 2 bulan terakhir. Benjolan tidak
terasa nyeri, dan tidak dapat keluar masuk. Riwayat trauma seperti terkena
benturan disangkal. Keluhan lain seperti demam, mual, muntah dan nyeri perut
disangkal.

3
C. Pemeriksaan Fisik

I. Status Generalis

Kondisi Umum : Sedang


Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Sedang
Status Antopometri : Normal

Tanda vital :
Tekanan darah : 130/85 mmHg
Nadi : 90 x/Menit
Respirasi : 18 x/Menit
Suhu : 36,5
Warna Kulit : Sawo matang
Cephal : Normocephalic
CA (-/-), SI (-/-), epistaksis (-/-), sianosis (-)

Collum : struma (-), pembesaran JVP (-)


pembesaran KGB (-)

Thorax :
Cor :
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak
terlihat Palpasi: pulsasi iktus kordis teraba
Perkusi :
Batas jantung atas pada SIC II linea sternalis sinistra.
Batas pinggang jantung pada SIC III linea parasternalis
sinistra.
Batas kanan jantung pada SIC IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung pada SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : tidak terdapat tanda pembesaran
jantung
Pulmo :
Inspeksi : normochest, pergerakan dada
simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri
tekan (-), fremitus teraba sama pada kedua lapang
paru
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : SDV (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Palpasi : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Urogenitale : Nyeri tekan suprapubic (-), pembesaran KGB (-),


Hiperemis (-), oedem (-), Nyeri tekan pada testis (-)

Extremitas
Superior dextra : Superior sinistra :
Akral hangat (+) edema (-) Akral hangat (+) edema (-)
CRT <2 detik CRT <2 detik
Inferior dextra : Inferior sinistra :
Akral hangat (+) edema (-) Akral hangat (+) edema (-)
II. Status Lokalis
Regio : Genitalia
Inspectio : Testis kanan terlihat lebih besar dibanding testis kiri.
Ukuran 7x5 cm kiri dan kanan 3x4 cm. Hiperemis (-).
Pasien diminta mengedan dan batuk, testis tidak semakin
membesar. Pasien diminta berbaring dari keadaan berdiri
testis yang membesar tidak berubah mengecil. Dilihat
pembesaran kantung testisnya bersifat unilateral
Palpasi : Palpasi pada testis yang membesar terasa ada fluktuasi dan
relative kenyal atau lunak, dan dirasakan sesuatu yang oval,
lembut, berbatas tegas dan tidak nyeri tekan. Pemeriksaan
transluminasi (+). Funikulus spermaticus teraba kecil.

C. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin

F. DIAGNOSIS KERJA
- Hidrokel testis Dextra
- HIL dextra

G. USULAN TERAPI / TINDAKAN


- Pasang IV line
- Infus RL 24 tpm
- Puasakan
- Plan operasi Hidrokelektomi
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Cosmeticam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan
normal, cairan yang berada didalam rongga ini memang ada dan berada
dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorsi oleh system limfatik
disekitarnya (Sjamsuhidajat, 2010).
II. Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang normalnya berjumlah ada dua
masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid
dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm dengan volume
15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albugenia
yang melekat pada testis. Di luar tunika albugenia terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika
dartos. Otot kremaseter yang berada di sekitar testis memungkinkan testis
dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan

temperatur testis agar tetap stabil (Syaifuddin. 2009).


Secara histologis, testis terdiri atas +/- 250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri atas tubuli seminefri. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel
spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferi
terdapat sel leydig. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis
menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan
pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel
interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosterone
(Syaifuddin, 2009).
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis
disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi di epididimis
setelah mature sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampula vas deferens.
Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan
semen atau mani (Syaifuddin, 2009).
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu:
 Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta,
 Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior,
 Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami
dilatasi dan dikenal sebagai varikokel (Syaifuddin, 2009).

III. Epidemiologi
Hidrokel lebih sering terjadi pada bayi laki-laki yang baru lahir,
sebagai akibat terlambatnya penutupan tunika vaginalis. Pada laki-laki
dewasa, hidrokel terjadi pada kurang lebih 1% populasi. Insidensi hidrokel
di Amerika Serikat terjadi kurang lebih 10-20 per 1000 kelahiran hidup
dan lebih sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah
disebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi secara bilateral. Insidensi
PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada neonatus,
kurang lebih 80%-94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada
bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram
dibandingkan dengan bayi aterm (Grace, 2006).

IV. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem
limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel
(Sjamsuhidajat, 2010).
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan
pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi
atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu
memungkinkan suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebih oleh
testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus (Grace, 2006).

V. Patofisiologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus
vaginalis yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan
melalui saluran mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk
katup. Dengan demikian cairan dari rongga peritoneum dapat masuk ke
dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke rongga peritoneum (Grace,
2006).
Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat berbentuk kantong
yang mencapai scrotum. Ujung bawah kantong ini mengelilingi testis dan
disebut tunika vaginalis. Apabila terjadi atrofi pada ujung proksimal dan
tengah sehingga bagian distal yang mengelilingi testis tetap terbuka, maka
terjadi hidrokel testikularis (Grace, 2006).
Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus
spermatikus, juga dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam
rongga perut pada undesensus testis. Hidrokel infantilis biasanya akan
menghilang dalam tahun pertama, umumnya tidak memerlukan
pengobatan, jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis. Hidrokel
testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling
berhubungan sepanjang prosesus vaginalis peritonei. Hidrokel akan
tampak lebih besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang
masuk dalam kantong sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian
akan mengecil pada esok paginya setelah anak tidur semalaman
(Sjamsuhidajat, 2010).
Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer)
dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada
testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau
reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu
tumor, infeksi atau trauma pada testis atau epididimis. Dalam keadaan
normal cairan yang berada di dalam rongga tunika vaginalis berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi dalam sistem limfatik
(Sjamsuhidajat, 2010).

VI. Klasifikasi
Hidrokel dapat diklasifikasi berdasarkan kapan terjadinya,
berdasarkan kejadian dan berdasarkan letak kantong hidrokel terhadap
testis, yaitu sebagai berikut:
a. Hidrokel berdasarkan kapan terjadinya, yaitu:
 Hidrokel primer
Pada anak-anak terjadi karena akibat kegagalan penutupan
prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu
diverticulum peritoneum embrionik yang melintasi kanalis
inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini
tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini
akan dapat menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorbsi
(Jenkins, 2008).
 Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang
lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap
obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan
epididimis atau testis. Keadaan ini dapat terjadi karena radang
atau bahkan karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan
mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi
cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam
jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika
(Jenkins, 2008).
b. Hidrokel berdasarkan kejadian, yaitu:
 Hidrokel akut
Berlangsung secara cepat dan menimbulkan rasa nyeri. Berisi
cairan kemerahan yang mengandung protein, fibrin, eritrosit
dan sel polimorf (Jenkins, 2008).
 Hidrokel kronis
Pada jenis ini menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat,
jarang menyebabkan rasa nyeri (Jenkins, 2008).
c. Hidrokel berdasarkan letak kantong terhadap testis, secara klinis dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
 Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tidak dapat teraba diraba. Pada anamnesis, besarnya
kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari (Jenkins, 2008).
 Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah
kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan
berada diluar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong
hidrokel besarnya tetap sepanjang hari (Jenkins, 2008).
 Hidrokel komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan
peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat
berubah-ubah, yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada
palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen (Jenkins, 2008).

VII. Gejala dan Tanda


Pasien mengeluh adanya pembesaran di zakar dan tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran di zakar dengan
konsistensi kistik dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan
adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum
yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini,
sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi (Sjamsuhidajat,
2010).

VIII. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya pembesaran
di zakar dan tidak nyeri. Biasanya pasien mengeluh pembesaran yang
berat dan besar di zakar. Konsistensi pembesaran tersebut adalah
kistik, lunak, dan kecil pada pagi hari dan membesar serta tegang pada
malam hari. Tergantung pada jenis hidrokel biasanya benjolan tersebut
berubah ukuran atau volume sesuai waktu tertentu (James, 2008).
Pada hidrokel testis besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong hidrokel besarnya
dapat beruba-ubah yang bertambah besar pada saat anak menangis.
Pada riwayat penyakit dahulu, hidrokel testis biasa disebabkan oleh
penyakit seperti infeksi atau riwayat trauma pada testis (Basuki, 2003).
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi skrotum yang hidrokel akan tampak lebih besar dari
yang lain. Palpasi pada skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan
relatif kenyal atau lunak tergantung pada tegangan di dalam hidrokel,
permukaan biasanya halus (Basuki, 2003).
Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah cairan
minimun, testis relatif mudah diraba. Sedangkan bila cairan yang
tekumpul banyak, testis akan sulit diraba. Juga penting dilakukan
palpasi korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis.
Pembengkakan kistik karena hernia atau hidrokel atau padat karena
tumor. Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang
membedakannya dengan hernia skrotalis yang kadang-kadang
transiluminasinya juga positif. Pada auskultasi dilakukan untuk
mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan adanya hernia
(Basuki, 2003).
Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi
massa hidrokel dengan cahaya di dalam ruang gelap. Hidrokel berisi
cairan jernih, straw-coloured dan mentransiluminasi (meneruskan)
berkas cahaya. Kegagalan transiluminasi dapat terjadi akibat
penebalan tunika vaginalis karena infeksi kronik atau massa di
skrotum tersebut bukan hidrokel (Basuki, 2003).
Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis. Jika
hidrokel muncul antara 18-35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa
kistik yang terpisah dan berada di pool atas testis dicurigai
spermatokel. Pada aspirasi akan didapatkan cairan kuning dari massa
skrotum. Berbeda dengan spermatokel, akan didapatkan cairan
berwarna putih, opalescent dan mengandung spermatozoa (Basuki,
2003).

c. Pemeriksaan penunjang
 Ultrasonografi
Gelombang suara dapat dikirimkan melewati skrotum dan
membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel),
vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor (Hata,
2004).
IX. Diagnosis Banding
a. Varikokel
Varikokel adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Pada
anamnesis pasien mengeluh adanya benjolan di atas testis yang tidak
nyeri, testis terasa berat dan pasien dengan varikokel biasanya juga
mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah.Pada pemeriksaan fisik pasien berdiri dan diminta untuk
manuver valsava. Pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti
kumpulan cacing di dalam kantung, yang letaknya di sebelah kranial
dari testis, permukaan testis licin, konsistensi elastis (Sjamsuhidajat,
2010).

Gambar 3 Varicocele

b. Spermatocele
Spermatocele adalah benjolan kistik yang berasal dari epididimis
dan berisi sperma. Pada anamnesa pasien mengeluhkan adanya
benjolan kecil yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik teraba masa
kistik, mobile, lokasi di cranial dari testis, transiluminasi (+). Pada
aspirasi didapatkan: cairan encer, keruh keputihan (Sjamsuhidajat,
2010).
Gambar 4 Spermatocele

c. Torsio Testis

Torsio testis adalah keadaan dimana funikulus spermatikus


terpuntir sehingga terjadi gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat
berakibat terjadinya gangguan aliran darah daripada testis. Pada
anamnesa didapatkan keluhan yang timbul mendadak, nyeri hebat dan
pembengkakan pada skrotum. Sakit perut hebat kadang disertai mual
dan muntah, nyeri dapat dirasakan menjalar ke daerah inguinal.
Pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapatkan testis bengkak, terjadi
retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir
dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi dan lebih
horizontal jika dibandingkan testis sisi yang sehat. Pada palpasi teraba
lilitan dan atau penebalan funikulus spermatikus (Sjamsuhidajat,
2010).

Gambar 5 Torsio Testis


d. Hematocele
Hematocele adalah penumpukan darah di dalam tunika
vaginalis, biasanya didahului oleh trauma. Pada pemeriksaan
didapatkan benjolan pada testis, teraba kistik. Pemeriksaan
transiluminasi (-) (Sjamsuhidajat, 2010).

Gambar 6 Hematocele

e. Tumor testis
Tumor testis merupakan keganasan pada pria yang terbanyak
mengenai pria usia 15-35 tahun. Pada anamnesa didapatkan keluhan
adanya pembesaran testis yang tidak nyeri. Terasa berat pada kantong
skrotum. Terkadang juga sering diikuti dengan keluhan penurunan
berat badan dan nafsu makan menurun (Sjamsuhidajat, 2010).

Gambar 7 Tumor Testis


f. Hernia Inguinalis

Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan di daerah


inguinal/skrotal yang hilang timbul. Timbul saat mengedan, batuk,
atau menangis, dan hilang bila pasien tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan di lipat
paha/skrotum pada bayi saat menangis dan bila pasien diminta untuk
mengedan. Benjolan menghilang atau dapat dimasukkan kembali ke
rogga abdomen. Transiluminasi (-). Terkadang didapatkan bising usus
(+) pada auskultasi (Sjamsuhidajat, 2010).

Gambar 8 Hernia inguinalis lateralis

X. Tatalaksana
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak berusia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu
dipikirkan untuk dilakukan koreksi (Schwartz, 2000).
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi
dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa
infeksi (Charles, 2010).
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:
 Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
 Indikasi kosmetik
 Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu
pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari
Pada hidrokel primer pada anak dilakukan pendekatan inguinal
karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga
pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi (Charles,
2010).
Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan
melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara
Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord.
Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in
toto.

Gambar 9 Hidrokelektomi

Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel


bisa dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).
 Pasien dilakukan pembiusan regional atau umum.
 Posisi pasien terlentang (supinasi).
 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
 Lapangan pembedahan dipersempit dengan duk steril.
 Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol
lapis demi lapis samapai tampak tunika vaginalis.
 Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya
besar sekali dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
 Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan:
 Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi
dan bila diperlukan diplikasi dengan benang chromic cat gut.
 Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya
diplikasi dengan benang chromic cat gut.
 Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut

Gambar 10 Hasil dari hidrokelektomi


Daftar Pustaka

Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta : CV. Sagung Seto.
2003. Hal 140-142, 14
Charles L. Snyder. Inguinal Hernias and Hydroceles in Ashcraft’s Pediatric
Surgery. Fifth Ed. 2010; 51:669-75.
Grace, Borley, At a Glance ILMU BEDAH. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2006
Hata S, Takahashi Y, Nakamura T, dkk. Preoperative sonographic evaluation is a
useful method in detecting contralateral patent processus vaginalis in
pediatric patients with unilateral inguinal hernia. J Pediatr Surg. Sep
2004;39(9):1369-9.
James M Becker. 2008. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
Jenkins JT, O’Dwyer PJ. Inguinal hernias. BMJ. Feb 2008 2;336(7638):269-72.
Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000.
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2010.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai