Materi Kelompok 4 - Perjanjian Waralaba ( (1) )
Materi Kelompok 4 - Perjanjian Waralaba ( (1) )
PERJANJIAN WARALABA
PP No 42 Tahun 2007 tentang waralaba merupakan salah satu dasar hukum yang
mengatur bisnis waralaba di Indonesia, namun dalam PP tersebut tidak dijelaskan pengertian
perjanjian waralaba itu sendiri. Maka dari itu perjanjian waralaba dapat didefinisikan dengan
cara mendefinisikan apa itu perjanjian dan apa itu waralaba.
Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPdt adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sebagaimana yang telah kita pelajari pada pertemuan sebelumnya, perjanjian itu
merupakan suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Adapun pengertian waralaba menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007, Pasal
1 ayat (1), yaitu:
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau
badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba”.
Dari masing-masing definisi perjanjian dan definisi waralaba, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa perjanjian waralaba adalah suatu bentuk perbuatan hukum antara
dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan diri dalam rangka perluasan bisnis.
Dimana salah satu pihak sebagai pemilik atas nama dagang, sistem bisnis dan ciri khas
usaha lainnya, sedangkan pihak lain sebagai penerima atas hak penggunaan nama
dagang, sistem bisnis, dan ciri khas usaha lain dari bisnis tersebut untuk digunakan
dalam rangka pemasaran.
Di Indonesia sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua
dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu
franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi
produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang
harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor
maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian
hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak
kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni1997, yaitu
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.
PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun
2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian
hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut :
Beberapa tahun terakhir ini bisnis franchise, terlebih di bidang makanan tumbuh
dengan pesat. Jika kita amati, maka kita akan dengan mudah menemukan berbagai jenis
franchise kreatif, khususnya di bidang kuliner. Contoh bisnis franchise di bidang makanan
yang banyak ditemui seperti KFC, McD, atau Pizza Hut yang merupakan merek dari Amerika
serikat, Bread Story berasal dari Malaysia dan Bread Talk dari Singapura. Bukan rahasia lagi
jika franchise dari luar negeri ini cukup banyak menyedot konsumen
Lalu bagaimana dengan franchise yang ada di Indonesia sendiri?. Pada saat ini
bisnis franchise di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
dikarenakan banyak pemilik franchise yang berkeinginan untuk memperluas usahanya hingga
ke pelosok Indonesia, seperti franchise Alfamart. Saat ini franchise Alfamart dapat dengan
mudah ditemukan.
b) Waralaba Jasa
Jika waralaba produk akan menjual produk dalam bentuk barang, maka waralaba
jasa sudah pasti menjual produk dalam wujud layanan jasa tertentu. Contohnya:
salon, tempat les atau pelatihan tertentu, dan lain-lain
c) Waralaba Gabungan
Merupakan jenis bisnis waralaba yang mencampurkan antara waralaba produk dan
jasa dalam penawaran produknya. Contoh: salon yang juga menjual dan memiliki
alat kosmetik sendiri.
b) Manufacturing Franchisee
Jenis bisnis waralaba yang berikutnya ini merupakan hak yang
dimiliki franchisee untuk membuat produksi produk dari brand tertentu yang
dimiliki franchisor. Kita sebagai pebisnis waralaba memiliki hak untuk
mencampur atau mengolah bahan baku yang telah disediakan oleh
pemilik brand tersebut.
1. Sistem Keuangan.
Sistem keuangan pada usaha franchise dapat dibuat oleh franchisor (pemilik merk
dagang), tujuannya untuk diterapkan langsung kepada seluruh franchisee (penerima
waralaba). Artinya, frachisee (penerima waralaba) tidak perlu membuat sistem
keuangan dari awal dan bisa langsung menjalankan usahanya.
2. Sistem Produk dan Distribusi.
Sama hal nya dengan sistem keuangan, sistem produk dan distribusi pada franchise
dapat dibuat atau ditentukan oleh franchisor (pemilik merk dagang). Tujuannya agar
kualitas produk yang dihasilkan dan pelayanan yang diberikan itu sama atau sesuai
dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
3. Promosi dan Pemasaran.
Promosi merupakan salah satu bentuk pengenalan produk kepada para pelanggan
sebagai strategi pemasaran perusahaan, tujuannya untuk meningkatkan angka
penjualan.
4. Pengelola Pelanggan.
Pelanggan adalah sebuah investasi bagi perkembangan suatu usaha sekaligus
keberlangsungan hidup perusahaan. Tanpa adanya pelanggan, suatu usaha tidak dapat
berkembang. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha harus mampu memberikan
pelayanan nya dengan baik kepada semua pelanggan, untuk mendapatkan kesan dan
kepercayaan yang baik sehingga mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan.
5. Pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia).
Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam perusahaan sangat diperlukan, tujuannya
untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Pada initinya pola sistem usaha frienchise dibentuk untuk membuat sistem usaha yang baik,
agar visi misi serta tujuan perusahaan dapat tercapai.
C. ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA
1) Pihak-pihak Dalam Waralaba
Dalam memahai aturan main konsep bisnis waralaba, serta aspek-aspek hukum dalam
perjanjian waralaba maka hal pertama yang harus kita ketahui adalah berkaitan dengan pihak-
pihak yang terlibat dalam bisnis atau perjanjian waralaba itu sendiri.
Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba itu penting, sebab berkaitan
dengan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak dalam menjalankan konsep bisnis
waralaba.
Menurut PP No 42 Tahun 2007, pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba terdiri dari
a) Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak
untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada
Penerima Waralaba.
b) Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak
oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang
dimiliki Pemberi Waralaba.
Dalam hal ini pemberi waralaba disebut dengan istilah franchisor dan penerima waralaba
disebut dengan franchisee.
2) Kriteria Waralaba
Kriteria Waralaba dapat diartikan sebagai syarat untuk mendirikan waralaba. Artinya, tanpa
memenuhi kriteria-kriteria yang disebutkan di dalam peraturan yang berlaku, maka bisnis
tersebut belum dapat dikatakan sebagai waralaba (franchise).
Oleh karena itu, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai
waralaba, yaitu :
Perjanjian waralaba di Indonesia diatur dalam Pasal 4, PP No 42 Tahun 2007 yang berbunyi:
Tata cara pendaftaran waralaba di indonesia diatur dalam pasal 10-13 PP No 42 Tahun 2007
tentang waralaba.
Pendaftaran disini dibagi menjadi dua, yaitu pendaftaran bagi pemberi waralaba (franchisor)
dan pendaftaran bagi penerima waralaba (franchisee).
Bagi pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum
membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba, hal tersebut dapat dilakukan oleh
pihak lain yg diberi kuasa dengan melampirkan:
Pada pasal 14 ayat (1) pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan waralaba.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian:
SANKSI
a. Peringatan tertulis;
b. Denda; dan/atau
Menurut Pasal 17
Ayat (1)
Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11.
Ayat (2)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3
(tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan
sebelumnya diterbitkan.
Menurut Pasal 18
Ayat (1)
Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b,
dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus
penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang
tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
Ayat (2)
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Ayat (3)
1. Kurangnya kendali dari pembeli waralaba terhadap bisnisnya sendiri.Merek dan Brand sudah
dikenal Masyarakat
2. Meskipun bisnis waralaba memiliki pasar yang matang, para pembeli waralaba biasanya
terjebak dalam tren pasar.Peluang sukses yang lebih cepat
3. Ketergantungan pada reputasi waralaba lainnya.
4. Membutuhkan modal yang lebih banyak.
5. Adanya pemotongan keuntungan
KASUS
Bisnis waralaba produk teh poci ini dimulai dengan dibuatnya kontrak antara para pihak
diantaranya adalah pihak pewaralaba (franchisor) dan pihak terwaralaba (franchisee).
Kontrak tersebut berisi tentang hak dan kewajiban, dan hal-hal yang telah disepakati.
Permasalahan yang timbul diantaranya pada bisnis waralaba teh poci di jalan suromenggolo
adalah
Setelah beberapa tahun bekerjasama ternyata pihak terwaralaba tidak lagi membeli
varian rasa minuman di pihak pewaralaba dan memilih membeli varian rasa minuman
di toko ataupun pihak luar yang harganya lebih terjangkau. Sehingga, bisa dikatakan
bahwa pembelian varian rasa pada bisnis tersebut tidaklah sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati.
Pihak terwaralaba pernah menggunakan gelas beserta tutup minumannya tanpa
menggunakan lebel poci atau dengan kata lain menggunakan gelas beserta tutup
minuman biasa. Hal tersebut juga bisa dikatakan bahwa pihak ter-waralaba melanggar
perjanjian sebab tidak memenuhi cara penyajian minuman yang telah ditentukan
Pihak terwaralaba melakukan penggantian peralatan berupa meja penjualan yang
berasal dari pihak pewaralaba tanpa izin. Hal ini dapat dikatakan bahwa pihak
terwaralaba telah melanggar hak cipta dari waralaba produk teh poci tersebut karena
tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pihak pewaralaba.
1. Bahwa saya merupakan mitra dari pt. Poci kreasi mandiri (“pt. Pkm”) yang melakukan
penjualan teh poci hangat dan dingin (“produk”) yang berlokasi jetis, ponorogo dimana saya
melakukan pengambilan barang dari pt. Pkm.
2. Bahwa saya akan menjaga, menyimpan dan menyajikan produk dengan cara yang sesuai
dengan cara-cara yang telah diberitahukan kepada saya dan akan segera memberitahukan
kepada pt. Pkm dalam hal terjadi kerusakan produk.
3. Bahwa dalam melakukan penjualan sebagaimana dimaksud dalam poin huuf a, saya hanya
akan menggunakan produk pt.pkm dan tidak menggunakan produk lainnya.
4. Bahwa dalam melakukan penjualan sebagaimana di maksud dalam poin huruf a, saya tidak
akan melakukan pemindahan meja counter dan alat pendukung lainnya sebelum mendapat
persetujuan dari pt. Pkm.
5. Bapak anwar rosid mengetahui bahwa apabila kerusakan pada produk disebabkan oleh
kesalahan perbuatan bapak anwar rosid maka bapak anwar rosid tidak akan mendapatkan
penggantian atas produk. 17 asuan, “eksistensi waralaba (franchise) menurut peraturan
pemerintah no. 42 tahun 2007 sebagai perjanjian innominaat”
6. Bahwa dalam bapak anwar rosid melanggar pernyataan yang diberikan menurut surat
pernyataan ini, maka bapak anwar rosid bersedia untuk menerima konsekuensi sesuai dengan
kebijakan yang berlaku pada pt. Pkm.
Penyelesaian :
Selama ini jika ada pelanggaran pemberi waralaba terlebih dahulu akan memastikan
apa jenis pelanggaran yang terjadi. Selain itu, pihak pemilik waralaba umumnya hanya
diberikan teguran. Jika teguran kemudian tidak di indahkan, maka pemberi waralaba akan
mencabut perjanjian
Penyelesaian wanprestasi terhadap perjanjian bisnis waralaba produk teh poci bahwa
penyelesaian wanprestasi yang dilakukan ialah dengan prinsip perdamaian dimana pihak
pewaralaba memberikan teguran kepada pihak terwaralaba yang melanggar perjanjian.
Pemberian teguran yang dilakukan mengakibatkan adanya komunikasi antara pihak
pewaralaba dan pihak terwaralaba yang berujung dengan kesepakatan.
KESIMPULAN
Perjanjian waralaba adalah suatu bentuk perbuatan hukum antara dua pihak
atau lebih yang saling mengikatkan diri dalam rangka perluasan bisnis. Dimana salah
satu pihak sebagai pemilik atas nama dagang, sistem bisnis dan ciri khas usaha
lainnya, sedangkan pihak lain sebagai penerima atas hak penggunaan nama dagang,
sistem bisnis, dan ciri khas usaha lain dari bisnis tersebut untuk digunakan dalam
rangka pemasaran.