Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ADELIA AYU RAMADHANTI

NPP : 29.0867
NO : 01
KELAS : F3

1. Badan Pemeriksa Keuangan terbentuk berdasarkan Surat Penetapan


amanat UUD tahun 1945 yang dikeluarkan pemerintah No. 11/OEM
tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa
Keuangan yang berada di Kota Magelang. Aturan yang digunakan
untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan
yang berlaku bagi pelaksanaan tugas Alemene Rekenkamer (BPK
Hindia Belanda) yakni ICW dan IAR. Pada era reformasi, BPK telah
mendapat dukungan konstitusi dari MPR RI dalam Sidang Tahun 2002
dengan memperkuat kedudukan BPK sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara. Di mana dikeluarkannya TAP
MPR Nomor VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali
kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya
lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu
lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan
professional.

2. Menurut UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 14 dijelaskan bahwa


anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan
DPD. Kemudian pertimpangan DPD disampaikan secara tertulis yang
memuat semua nama calon secara lengkap dan diserahkan kepada
DPR dalam jangka waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak tangal
diterimanya surat permintaan pertimbangan dari pimpinan DPR. Calon
anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada public untuk memperoleh
masukan dari masyarakat. DPR memulai proses pemilihan anggota
BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari
BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus
menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1
(satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang
lama.

3. BPK menyerahkan hasil pemeriksaaan atas pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD
sesuai dengan kewenangannya. DPR, DPD, dan DPRD
menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga
perwakilan. Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD
dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.

4. Secara khusus Audit adalah sebuah proses pemeriksaan. Mengingat


pentingnya proses audit, maka biasanya pihak auditor (pihak yang
melakukan audit bisa disebut dengan auditor) akan memerintahkan
kepada lembaga/ perusahaan yang akan diaudit untuk menyiapkan
berkas-berkas yang diperlukan. Dalam kasus tertentu terkadang
proses audit dilakukan oleh sebuah lembaga audit independent
supaya hasilnya bisa lebih dipercaya, biasanya bagi perusahaan akan
menunjuk sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terpercaya KAP
yang dapat mengikuti proses pemilihan merupakan KAP yang terdaftar
di BPK. KAP dan auditor yang akan ditugaskan memiliki kualifikasi dan
perijinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak
sedang dikenai sanksi. Memiliki Pemahaman terhadap Standar
Akuntansi Pemerintahan dan berpengalaman melakukan audit
terhadap klien minimal setara dengan BLU yang akan diperiksa,
diutamakan pada klien pada bidang usaha yang sama. Memperhatikan
prinsip best value for money, yaitu kombinasi yang paling
menguntungkan dari biaya imbal/jasa, kualitas, dan kesinambungan
layanan yang antara lain yang diwujudkan dengan memilih KAP yang
sesuai dengan skala bisnis dan kompleksitas transaksi keuangan BLU,
KAP berkomitmen menjaga rahasia data.informasi BLU dan
bersungguh-sungguh dalam menyampaikan rekomendasi untuk
perbaikan kelemahan pengendalian intern setelah mempelajari dan
mengevaluasi pengendalian intern BLU selama proses audit
(sebagaimana dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Sistem Pengedalian Inter). KAP tersebut harus bebas dari Pengaruh
Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan pihak lain yang
berkepentingan di BLU (stakeholders).

5. BPK adalah lembaga negara di luar eksekutif (Presiden) yang


kedudukannya sejajar dengan Presiden, DPR dan MA. Sedangkan
BPKP adalah lembaga yang bertanggungjawab kepada Presiden.
Jadi, BPKP adalah bagian dari eksekutif. Konsekuensinya, hasil
laporan BPK disampaikan ke DPR, sedangkan BPKP
menyampaikannya ke Presiden, karena memang membantu Presiden
dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.

6.  Laporan Hasil Pemeiksaan (LHP) disampaikan oleh BPK RI kepada


Bupati dan DPD dengan tembusan disampaikan kepada Inspektorat.
Untuk selanjutnya Tim Tindakaanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI yang
dibentuk oleh Bupati menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK
RI dengan batas waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
LHP diterima, sesuai ketentuan perundang-undangan. Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 9 tahun 2009
yang menjelaskan bahwa pimpinan unit kerja pada instansi pemerintah
yang tidak melaksanakan kewajiban menindaklanjuti rekomendasi
dalam LHP dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu undangundang nomor 15
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 20 ayat 5 yang
menyatakan bahwa pejabat yang diketahui tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pejabat wajib
menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan, dapat
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian, yaitu: Peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil yang sudah diubah menjadi Peraturan Pemerintah nomor
53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.

7. Mencegah kecurangan, menghasilkan keluaran yang berharga untuk


menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif dan legislatif
dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah pada waktu yang akan datang. BPK dapat memanfaatkan hasil
pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan keuangan
pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah dalam
pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian
Internal.

8. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian


Hukum dan HAM Mualimin Abdi mengatakan kerugian negara hanya
bisa diungkap melalui pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan tersebut
baru dapat dilakukan apabila ada alasan yang cukup kuat dan akurat,
sehingga pemeriksaan investigatif dapat dilaksanakan secara objektif
dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurutnya, pemeriksaan
investigatif merupakan kewenangan yang boleh digunakan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengungkap indikasi perbuatan
pidana yang dapat menimbulkan kerugian negara. “Dalam
menggunakan kewenangan tersebut, BPK berpedoman kepada tata
kerja yang berlaku di lingkungan BPK serta standar pemeriksaaan.
Pasal 13 UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara menyatakan: Pemeriksa dapat melaksanakan
pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian
negara/daerah dan/atau unsur pidana.

9. BPK menemukan potensi kerugian perusahaan sebesar Rp16,7 triliun.


Perhitungan ini berdasarkan kesalahan penempatan investasi Asabri
pada dua instrumen investasi yakni saham (Rp9,7 triliun) dan
reksadana (Rp6,7 triliun). BPK turun tangan dalam penanganan
dugaan korupsi PT Asabri.  BPK melakukan pemeriksaan investigatif
terhadap Asabri. Hasil pemeriksaan investigatif Asabri akan
disampaikan secara resmi oleh pimpinan BPK.

10. Korporasi sebagai suatu entitas atau subjek hukum yang


keberadaannya memberikan konteirbusi yang besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional,
namun dalam kenyataannya korporasi ada kalanya juga melakukan 
pelbagai tindak pidana (corporate crime) yang membawa dampak
kerugian terhadap negara dan masyarakat. Dalam kenyataannya
korporasi dapat menjadi tempat untuk menyembunyikan harta
kekayaan hasil tindak pidana yang tidak tersentuh proses hukum
dalam pertanggungjawaban pidana. TPK Korporasi ini diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara
Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Tindak pidana
korupsi korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat
dewasa ini. Perbuatan pidana tersebut dilakukan dengan berbagai
modus, mehimpang dari ketentuan hokum yang berlaku dengan tujuan
menguntungkan perusahaan. Perbuatan korupsi korporasi tersebut
membawa dampak kerugian pada perekonomian dan keuangan
negara, yang berdampak pada pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat. Namun penegakan hokum terhadap tindak pidana korupsi
korporasi, sangat jarang dihadapkan di pengadilan. Biasanya
pengurus korporasi saja yang mewakili perseroan di muka hokum.
Sementara masyarakat mengehendaki agar korupsi yang dilakukan
korporasi tidak cukup menjerat direksinya saja, tapi menjatuhkan juga
sanksi pidana pada korporasinya.
.

Anda mungkin juga menyukai