Anda di halaman 1dari 6

Nama : Denok Setyowati

Nim : 202141960009
Mata Kuliah : Filsafat

AGAMA ADALAH SAINS YANG BELUM DITERIMA


LOGIKA MANUSIA

Judul yang saya tulis di atas bisa jadi akan membuat orang yang membacanya
terbelalak dan akan mengumpat pada saya, sebelumnya perkenankan saya memohon maaf
jika tulisan ini saya buat, sebatas kemampuan pengetahuan saya, dan sebagai kewajiban
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat.

Perdebatan antara Sains dan agama sampai hari ini masih sering kita dengar di forum-
forum kajian, di buku-buku , artikel-artikel bebas di media sosial bahkan celetukan -celetukan
ringan mahasiswa. Sains berasal dari erate latin yaitu “scientia” yang artinya pengetahuan.
Jadi definisi sains ialah suatu cara untuk mempelajari berbagai aspek-aspek tertentu dari alam
secara terorganisir, sistematik & melalui berbagai metode saintifik yang terbakukan. Definisi
sains menurut Webster’s New Collegiate Dictionary adalah pengetahuan yang dicapai
melalui studi atau praktek atau pengetahuan yang memiliki kebenaran dari pengoperasian
ilmu misalnya yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah. Sementara pengertian sains
menurut UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) adalah
salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
manusia, yang dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa pembelajaran Sains (Ilmu
Pengetahuan Alam) diberikan pada jenjang erates a yang terdapat di Indonesia
(SD/MI,SMP/MTS, maupun SMK) baik negeri maupun swasta. Dari definisi tersebut
sangatlah jelas bahwa Sains haruslah memiliki ciri-ciri bersifat objektif. Mengikuti logika
atau masuk akal, bersifat dinamis atau dapat berkembang. Mempunyai objek berupa benda
nyata, menggunakan erates sistematis yang teratur dan berurutan sesuai aturan. Sedangkan
agama adalah erate yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak agama
memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna
hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama,
atau gaya hidup yang disukai. Maka untuk mendalami sebuah agama maka dibutuhkan
sebuah keyakinan.
Pembahasan tentang pergulatan sains dan agama pada saat ini tetap menarik karena
para pemimpin agama kini ramai-ramai menyerang Profesor Stephen Hawking. Dalam buku
terbarunya, Te Grand Design, fsikawan dunia asal Inggris yang lumpuh dan hidup di atas
kursi erates menyimpulkan alam semesta bukanlah diciptakan oleh Tuhan. Serangan balik
itu tak kurang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Canterbury, Rowan Williams. Kepada
Te Times Uskup William menyatakan, “Iman terhadap Tuhan bukan soal mencari jawaban
tentang bagaimana satu hal berkorelasi dengan hal lain di semesta. Ini adalah iman bahwa ada
sesuatu yang Maha Cerdas dan Kuasa di mana segala hal di jagat erates bergantung pada
keberadaanNya. Ilmu fsika saja tak akan mampu memecahkan misteri kenapa tercipta sesuatu
dari ketiadaan.” Selain itu kritikan juga erate dari berbagai kalangan agamawan di antaranya
Vincent Nichols, pemimpin Gereja Katolik Roma di Inggris dan Wales; Lord Sacks, Rabbi
Kepala; dan Ibrahim Mogra, imam dan ketua Majelis Muslim Inggris.1
Menurut Edwin syarif dalam jurnal refleksi tahun 2013, Sains dan agama merupakan
dua wilayah pengetahuan manusia yang berbeda dari segi erates a e. Sains yang
berkembang saat ini lebih menekankan kepada pengetahuan rasional dan empiris, sedangkan
agama merupakan pengetahuan yang bersifat intuitif.2 Bagi John Hedley Brooke hubungan di
antara kedua mereka dapat berbentuk konfik yaitu sains dan agama saling bertentangan, atau
harmoni yaitu baik sains maupun agama saling melengkapi.3 Menurut fsikawan Ian G.
Barbour, terdapat empat hubungan dalam persoalan itu yakni: konfik, erates a , dialog, dan
integrasi dan dalam kasus yang ekstrim bahkan bermusuhan.4 Bentuk lain dari hubungan
sains dan agama adalah dialog dan konfrmasi.5 Pergulatan sains dan agama dalam tulisan ini
didasarkan pada pendekatan historis, yang dibagi dalam urutan waktu secara umum yaitu
pada masa Yunani, Islam, Renaisans dan modern. Pengelompokan dalam empat bagian untuk
memudahkan dalam menganalisis pergulatan yang terjadi antara sains dan agama, sehingga
diketahui setiap periode perkembangan sains dan agama memiliki ciri khas yang berbeda.
Cara berpikir yang berbeda inilah yang menyebabkan banyak ilmuwan yang tidak
mempercayai ajaran agama, karena mereka tidak menemukan Tuhan secara logika berpikir
mereka. Maka sains dan agama seolah tidak dapat Bersatu dan harus berdiri sendiri.
Banyak tokoh filsuf baik dalam negeri maupun luar negeri yang mencoba untuk
menyandingkan antara sains dan agama ini, diantaranya Agus mustofa yang mencoba
mengkaji sains dalam perspektif agama dalam bukunya, Bersatu dengan Allah, Energi
Pusaran Ka’bah, Ternyata Akhirat tidak Kekal dan banyak lagi, Mohammad Arifullah, dalam
artikelnya Hubungan Sains dan Agama, Haidar Baghir dan Ulil Abshar dalam bukunya Sains
Religius dan Agama Saintifik dan masih banyak lagi. Tentu saja pembahasan mereka belum
sepenuhnya diterima oleh sebagian pelaku sains, karena lagi-lagi menurut mereka ajaran-
ajaran agama tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak masuk logika berpikir mereka.
Mengapa agama terkesan tidak dapat diterima logika berpikir manusia??, padahal
banyak ilmuwan-ilmuwan yang mendapatkan ispirasi dalam penelitian-penelitian nya melalui
ajaran agama,di antaranya Maurice Bucaille pada tahun 1920, Maurice Bucaille dikenal
sebagai ilmuwan yang meneliti jasad Fir’aun. Ia merupakan ahli bedah asal Prancis yang lahir
pada 19 Juli 1920. Maurice Bucaille kemudian menjadi pemimpin ahli bedah sekaligus
penanggung jawab utama dalam penelitian tentang mumi. Hasil penelitian menemukan hal
yang mengejutkan bahwa sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh mumi adalah petunjuk
bahwa Firaun meninggal karena tenggelam. Jasadnya yang baru dikeluarkan dari laut
kemudian segera dibalsem untuk diawetkan. Namun hal ini tetap mengganjal logika sang
erates a. Bagaimana jasad mumi yang sudah tenggelam lama di dalam laut ini masih lebih
baik kondisinya erates a mumi-mumi lainnya? Hal tersebut mulai sesuai dengan
penggambaran kematian Firaun di Alquran bahwa dia mati karena ditelan ombak. Bucaille
kemudian merilis laporannya yang berjudul “Les momies des Pharaons et la midecine”
(Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern). Jacques Yves Costeau seorang ahli
erates a er dan ahli selam terkemuka dari Prancis, Jacques-Yves Cousteau melakukan
eksplorasi bawah laut. Tetiba ia menemukan beberapa kumpulan mata air tawar yang tidak
bercampur dengan air laut. Seolah ada dinding atau erates yang membatasi keduanya. Lalu,
suatu hari ia bertemu dengan seorang erates a Muslim dan menceritakan fenomena itu.
Profesor itu teringat pada ayat Alquran tentang bertemunya dua lautan pada surat Ar Rahman
Ayat 19-20. “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara
keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing,” bunyi Surah Ar Rahman Ayat 19-
20.   Mendengar ayat-ayat Alquran itu, Costeau kagum dan dikatakan ia memeluk Islam.
Sekadar informasi, Jacques-Yves Cousteau lahir di Prancis pada 11 Juni 1910 dan meninggal
dunia di Paris pada 25 Juni 1997. Fidelma merupakan ahli neurologi yang berasal dari Negeri
Paman Sam, Amerika Serikat. Ia mendapatkan hidayah erate meneliti saraf otak manusia.
Saat ia melakukan penelitian, ia menemukan bahwa beberapa urat saraf di otak manusia tidak
dimasuki oleh darah. Padahal, setiap inci otak manusia memerlukan suplai darah yang cukup
untuk bisa berfungsi secara normal. Ia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat
saraf di dalam otak, kecuali erate seseorang melakukan erates sujud dalam salat seperti
yang dilakukan umat Muslim. Ini menunjukkan bahwa bila seseorang tidak melakukan salat,
maka otak tidak dapat menerima darah yang cukup untuk bisa berfungsi secara normal.
Profesor William Majalah sains, Journal of Plant Molecular Biologies mengungkap hasil
penelitian yang dilakukan tim ilmuwan Amerika Serikat. Tim meneliti suara halus yang tidak
bisa didengar oleh telinga manusia. Suara itu keluar dari tumbuhan dan peneliti merekamnya
dengan alat perekam canggih. Dari alat perekam itu, getaran erates a diubah menjadi
gelombang elektrik erat yang dapat dipantau di monitor. Para ilmuwan ini kabarnya
membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim peneliti Inggris di mana salah seorangnya
adalah peneliti muslim. Mengejutkan, getaran halus erates a yang tertransfer dari alat
perekam menggambarkan garis-garis yang membentuk lafadz Allah. Ilmuwan lalu kagum
erates a yang mereka saksikan. Peneliti muslim lalu memberikan hadiah berupa mushaf
Alquran dan terjemahanya kepada Profesor William, salah satu anggota tim peneliti Inggris.
Pada suatu kesempatan, sang erates a mengatakan bahwa dalam hidupnya, ia belum pernah
menemukan fenomena semacam ini. “Dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang
melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula
tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya
tafsir yang erates a temukan adalah dalam Alquran. Hal ini tidak memberikan pilihan lain
buatku selain mengucapkan Syahadatain,” ungkap William.

Selain itu banyak teori-tori yang dikemukakan ilmuwan tidak langsung diterima
begitu saja oleh masyarakat, bahkan membutuhkan ratusan tahun dan melewati pertentangan
dari masyarakat kala itu. Contohnya teori Heliosentris yang dikemukakan oleh Galileo Galilei
Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop, berbagai
pengamatan astronomi, dan hukum gerak pertama dan kedua (dinamika). Selain itu, Galileo
juga dikenal sebagai seorang pendukung Copernicus mengenai peredaran bumi mengelilingi
matahari dan matahari sebagai erate tata surya. Akibat pandangannya yang disebut itu ia
dianggap melenceng dari keyakinan yang selama ini dianut oleh masyarakat maupun gereja
saat itu, dan diajukan ke pengadilan gereja Italia tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang
matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan
gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Ia dihukum dengan pengucilan (tahanan
rumah) sampai meninggalnya. Baru pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan
secara resmi bahwa keputusan penghukuman itu adalah salah, dan dalam pidato 21 Desember
2008 Paus Benediktus XVI menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi erates
sebagai ilmuwan. Menurut Stephen Hawking, Galileo dapat dianggap sebagai penyumbang
terbesar bagi dunia sains modern. Hasil usahanya bisa dikatakan sebagai terobosan besar
dari Aristoteles. Konfliknya dengan Gereja Katolik Roma (Peristiwa Galileo) adalah sebuah
contoh awal konflik antara otoritas agama dengan kebebasan berpikir (terutama dalam sains)
pada masyarakat Barat.

Maka atas dasar pemikiran inilah, penulis mencoba menyampaikan pendapat, sekali
lagi ini hanya pendapat penulis, jika sebuah teori membutuhkan berates-ratus tahun untuk
dapat diterima dan dianggap saintifik, maka memiliki kemungkinan apa yang ditulis dalam
kitab-kitab agama adalah sebuah teori yang sebenarnya merupakan Saintifik hanya saja saat
ini belum dapat diterima logika berpikir kita.
Daftar Pustaka

Pergulatan Sains dan Agama Edwin Syarif Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta edwin_syarif@yahoo.com
https://lifestyle.okezone.com/ dengan judul "4 Ilmuwan Dunia yang Masuk Islam karena
Riset Ilmiah Mereka : Okezone Lifestyle".

https://id.wikipedia.org/wiki/Galileo_Galilei

http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2020/07/29/agama-dan-sains-tidak-dapat-dipisahkan/

Anda mungkin juga menyukai