Abstrak
Dalam dunia olahraga pengetahuan seputar cedera olahraga, baik dari penyebab, jenis-jenis cedera,
pencegahan cedera, penanganan pertama cedera, dan terapi latihan pasca cedera sangat berperan
penting dalam menunjang sebuah prestasi suatu tim khususnya olahraga sepakbola. Karena setiap
olahraga pasti memiliki risiko terjadinya sebuah cedera saat berada di lapangan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan penanganan cedera ankle dan terapi latihan di Ricky
Nelson Academy. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan metode
survei dan untuk pengambilan data peneliti menggunakan kuesioner yang telah dibuat di media
google form untuk membantu responden mengisi kuesioner. Sampel dari penelitian ini yaitu para
pemain atau siswa dari Ricky Nelson Academy yaitu akademi sepakbola yang berada di Lawang,
Malang, Jawa Timur dengan jumlah 60 pemain. Analisis penelitian dengan menyajikan data, reduksi
data, dan penarikan kesimpulan, dengan menentukan persentase tingkat pengetahuan dari pemain
menggunakan bantuan software SPSS 25 version. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat
pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle dan terapi latihan di Ricky Nelson Academy
yang termasuk dalam kategori sangat tinggi sebesar 5% (3 pemain), kategori tinggi sebesar 8,3% (5
pemain), kategori sedang sebesar 28,3% (17 pemain), kategori rendah sebesar 33,3% (20 pemain),
dan kategori sangat rendah sebesar 25% (15 pemain). Sehingga dapat disimpulkan dari hasil data
tersebut bahwasannya tingkat pengetahuan pemain sebagian besar termasuk dalam kategori rendah
memiliki nilai rata-rata sebesar 23, dengan jumlah frekuensi sebanyak 20 pemain atau 33,3%.
Kata Kunci: Cedera Ankle, Sepakbola, Terapi Latihan, Tingkat Pengetahuan.
Abstract
In the world of sports knowledge around sports injuries, both from the causes, types of injuries, injury
prevention, first treatment of injuries, and post-injury training therapy is very important in supporting
a team's achievements, especially football. Because every sport must have a risk of an injury while
on the field. The study aims to find out the level of knowledge of ankle injury management and
exercise therapy at Ricky Nelson Academy. This type of research is descriptive quantitative, using
survey methods and for data retrieval researchers use questionnaires that have been created in google
form media to help respondents fill out questionnaires. Samples from this study are players or
students from Ricky Nelson Academy, a football academy located in Lawang, Malang, East Java
with a total of 60 players. Analyze research by presenting data, data reduction, and inference, by
determining the percentage of knowledge level of players using SPSS 25 version software. The
results of this study showed the level of knowledge of football players about ankle injuries and
training therapy at Ricky Nelson Academy which fall into the very high category of 5% (3 players),
high category of 8.3% (5 players), medium category of 28.3% (17 players), low category of 33.3%
(20 players), and very low category of 25% (15 players). So it can be concluded from the results of
the data that the level of knowledge of players mostly belongs to the low category has an average
value of 23, with a frequency of 20 players or 33.3%.
Keywords: Ankle Injury, Football, Exercise Therapy, Level of Knowledge
327
Jurnal Kesehatan Olahraga Vol. 09. No. 01, Edisi Maret 2021, hal 327 - 334
328
Survei Tingkat Pengetahuan Pemain Sepakbola Tentang Cedera Ankle Dan Terapi Latihan
Compression, Elevation) dan terapi latihan penguatan tanggal 17 Juli – 9 Agustus 2020.
setelah adanya diagnosa keparahan cedera dari Variabel pada penelitian ini yaitu tingkat
pemain oleh tenaga ahli fisioterapi yang ada disana. pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle
Namun seringkali para pemain yang cedera dan terapi latihan. Dengan pengertian bahwa tingkat
mengalami cedera kambuhan saat proses latihan pengetahuan merupakan kemampuan atau ilmu yang
intensitas tinggi dan uji coba dikarenakan selama dimiliki seseorang dalam melakukan sebuah tindakan
proses rehabilitasi tidak melakukan program melalui pola pikir dari pemain yang dapat mengatasi
pemulihan dengan baik. Terapi latihan termasuk suatu permasalahan maupun penanganan khususnya
dalam tahapan rehabilitasi cedera dan merupakan tentang cedera ankle dan terapi latihan. Instrumen
pilihan yang paling tepat untuk cedera akut yang dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang
sudah parah maupun cedera kronis yang sudah diadopsi yang sudah dimodifikasi dari penelitian
berlangsung lama (kambuhan). Nugroho, B.S (2016) dengan judul “Tingkat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi
mengetahui tingkat pengetahuan pemain sepakbola Latihan Di Persatuan Sepakbola Telaga Utama”.
tentang cedera ankle dan terapi latihan di Ricky Menggunakan kuesioner tertutup dengan total butir
Nelson Academy. Dalam proses penelitian peneliti pertanyaan sejumlah 35 butir dengan menggunakan
juga mahasiswa yang melakukan Praktek Kerja skala Guttman dan skala dikotomi yang kemudian
Lapangan (PKL) di Ricky Nelson Academy sebagai dimodifikasi dengan memberikan alternatif tiga
tenaga praktisi sport massage dan berdasarkan jawaban yaitu: iya, ragu-ragu, dan tidak.
pengamatan diatas kebanyakan kasus cedera yang Teknik analisis data yang digunakan dalam
dialami adalah cedera kambuhan (habitual) penelitian ini antara lain: menghitung persentase,
dikarenakan proses rehabilitasi cedera yang belum mean, median, modus dan standar deviasi, skor
sampai pemulihan 100% terapi latihan sudah tidak minimum dan maksimum. Untuk memudahkan proses
dijalankan lagi program latihannya. Dengan harapan analisis maka dilakukan dengan suatu kriteria atau
adanya survei tingkat pengetahuan tentang cedera dan norma yang terdiri dari sangat tinggi, tinggi, sedang,
terapi latihan ini para pemain bisa meminimalisir rendah, rendah sekali. Dalam membantu proses
terjadinya cedera kambuhan yang dialami dan dapat analisis data peneliti menggunakan bantuan software
meningkatkan prestasi baik akademi maupun diri SPSS 25 version. Norma yang dimaksud menurut
sendiri. (Arifin, 2016), merupakan suatu tingkat pengalaman
belajar yang diharapkan tercapai sesudah selesai
METODE kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan
penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu membahas belajar berlangsung.
survei tingkat pengetahuan pemain sepakbola tentang
cedera ankle dan terapi latihan di Ricky Nelson HASIL DAN PEMBAHASAN
Academy dan kemudian diambil data dari instrumen Hasil
yang telah digunakan. Metode yang digunakan adalah Pengambilan data dalam penelitian ini
metode survei, dengan teknik pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 17 Juli – 9 Agustus 2020,
berupa kuesioner. dengan menggunakan media google form untuk
Sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pengisian kuesioner melalui link yang telah
pemain Ricky Nelson Academy di semua kelompok disediakan. Data hasil penelitian survei tingkat
usia yang dibagi menjadi empat, yaitu dengan tahun pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle
kelahiran: Juvenil A 2000-2002, Juvenil B 2003- dan terapi latihan di Ricky Nelson Academy
2004, Juvenil C 2005-2006, Juvenil D 2007-2008 dikalkulasi dengan menggunakan kuesioner tertutup
dengan jumlah total 60 pemain. Penelitian sejumlah 35 butir pertanyaan, dengan tiga opsi pilihan
dilaksanakan di Ricky Nelson Academy dengan jawaban Ya, Ragu-Ragu, dan Tidak.
menggunakan google form maka bisa dilakukan Melalui hasil dari survei, observasi, dan
dimana saja menggunakan media gadget atau laptop wawancara selama masa Praktek Kerja Lapangan
dari para pemain. Waktu pelaksanaan penelitian pada selama dua bulan di Ricky Nelson Academy, para
329
Jurnal Kesehatan Olahraga Vol. 09. No. 01, Edisi Maret 2021, hal 327 - 334
pemain atau siswa dari akademi tergolong sedikit maximum = 34. Dari data tersebut maka peneliti dapat
pasif atau kurang kritis dalam hal pengetahuan tentang mengklasifikasi mengenai tingkat pengetahuan
cedera olahraga. Dengan intensitas latihan yang pemain sepakbola tentang cedera ankle dan terapi
terprogram baik mulai tingkat sedang-tinggi latihan di Ricky Nelson Academy. Berikut adalah
kebanyakan para pemain mengeluhkan cedera di diagram yang menyajikan hasil analisis tersebut :
persendian kaki atau bisa disebut dengan cedera Diagram 1. Tingkat Pengetahuan
sprain ankle inverse yang terjadi akibat benturan dan Pemain Sepakbola Tentang Cedera Ankle dan
salah tumpuan saat mendarat posisi kaki masuk Terapi Latihan di Ricky Nelson Academy
kedalam (keseleo) serta terjadi karena faktor lapangan 40% 33.30%
28.30%
PRESENTASE
yang kurang baik. Dalam proses penyembuhan suatu 30% 25%
cedera terapi latihan termasuk dalam tahap 20%
8.30%
rehabilitasi cedera dan merupakan pilihan yang paling 10% 5%
tepat untuk cedera akut yang sudah parah maupun 0%
cedera kronis yang sudah berlangsung lama Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
(kambuhan).
Berdasarkan penjelasan pada metode KATEGORI
penelitian diatas, instrumen pada penelitian ini
Dari diagram 1. di atas maka diperoleh
menggunakan kuesioner dimana terdapat beberapa
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan pemain
pertanyaan yang harus dijawab oleh para responden
sepakbola tentang cedera ankle dan terapi latihan di
yang kemudian hasil dan jawaban tersebut dianalisis
Ricky Nelson Academy yang termasuk dalam
sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dari penjelasan
kategori “Sangat Tinggi” sebesar 5% (3 pemain),
penelitian, didapatkan hasil berupa jawaban dari para
kategori “Tinggi” 8,3% (5 pemain), kategori
responden terkait tingkat pengetahuan pemain
“Sedang” 28,3% (17 pemain), kategori “Rendah”
sepakbola tentang cedera ankle dan terapi latihan
33,3% (20 pemain), dan kategori “Sangat Rendah”
selama pernah mengalami cedera olahraga di Ricky
25% (15 pemain). Sehingga dari kesimpulan di atas
Nelson Academy.
maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
Tabel 2. Hasil Deskriptif Statistik Tingkat
pemain sepakbola tentang cedera ankle dan terapi
Pengetahuan Pemain Sepakbola Tentang Cedera
latihan memiliki nilai rata – rata sebesar 23 yang
Ankle dan Terapi Latihan di Ricky Nelson
berada dalam kategori “Rendah” dengan jumlah
Academy
frekuensi sebanyak 20 pemain atau 33,3%.
Statistik Skor
Tabel 3. Hasil Deskriptif Statistik
Frekuensi 60
Tingkat Pengetahuan Pemain Sepakbola
Mean 23,0000
Tentang Cedera Ankle di Ricky Nelson Academy
Median 24,0000
Statistik Skor
Mode 24,00
Frekuensi 60
Std. Deviation 5,43685
Minimum 8,00 Mean 10,7167
Maximum 34,00 Median 11,0000
Mode 11,00, 12,00
Dari penyajian tabel di atas yang didapat dari Std. Deviation 3,00334
hasil skor seluruh butir pertanyaan pada kuesioner Minimum 0,00
maka dapat dideskripsikan bahwa tingkat pengetahuan Maximum 15,00
pemain sepakbola tentang cedera ankle dan terapi Dari penyajian tabel di atas yang didapat
latihan di Ricky Nelson Academy sebagai berikut; dari hasil skor seluruh butir pertanyaan pada
total keseluruhan pemain = 60 pemain, rata-rata skor kuesioner maka dapat dideskripsikan bahwa tingkat
(Mean) = 23; skor tengah (Median) = 24; skor yang pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle
sering muncul (Mode) = 24; simpangan baku (Std. di Ricky Nelson Academy sebagai berikut; total
Deviation) = 5,43685; skor minimum = 8; dan skor keseluruhan pemain = 60 pemain, rata-rata skor
330
Survei Tingkat Pengetahuan Pemain Sepakbola Tentang Cedera Ankle Dan Terapi Latihan
(Mean) = 10,7; skor tengah (Median) = 11; skor yang Dari penyajian tabel di atas yang didapat dari
sering muncul (Mode) = 11 dan 12; simpangan baku hasil skor seluruh butir pertanyaan pada kuesioner
(Std. Deviation) = 3,00334; skor minimum = 0; dan maka dapat dideskripsikan bahwa tingkat pengetahuan
skor maximum = 15. Dari data tersebut maka peneliti pemain sepakbola tentang terapi latihan di Ricky
dapat mengklasifikasi mengenai tingkat Nelson Academy sebagai berikut; total keseluruhan
pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle pemain = 60 pemain, rata-rata skor (Mean) = 12,85;
di Ricky Nelson Academy. Berikut adalah diagram skor tengah (Median) = 13; skor yang sering muncul
yang menyajikan hasil analisis tersebut : (Mode) = 13; simpangan baku (Std. Deviation) =
Diagram 2. Tingkat Pengetahuan 3,22503; skor minimum = 4; dan skor maximum = 19.
Pemain Sepakbola Tentang Cedera Ankle di Dari data tersebut maka peneliti dapat mengklasifikasi
Ricky Nelson Academy mengenai tingkat pengetahuan pemain sepakbola
35%
33.3% tentang terapi latihan di Ricky Nelson Academy.
PRESENTASE
30% 23.3%
Berikut adalah diagram yang menyajikan hasil analisis
25% 20% tersebut :
20% 13.3%
15% 10% Diagram 3.Tingkat engetahuan Pemain
10% Sepakbola Tentang Terapi Latihan di Ricky
5%
Nelson Academy
0%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat 40% 31.7%
30%
PRESENTASE
Tinggi Rendah
30% 23.3%
KATEGORI 20%
6.7% 8.3%
10%
Dari diagram di atas maka diperoleh 0%
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan pemain Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
sepakbola tentang cedera ankle di Ricky Nelson Tinggi Rendah
331
Jurnal Kesehatan Olahraga Vol. 09. No. 01, Edisi Maret 2021, hal 327 - 334
melalui indra pendengaran dan penglihatan. Dengan latihan di Ricky Nelson Academy adalah rendah.
menggunakan alat indra khususnya pendengaran dan Berdasarkan hasil dua faktor penelitian
penglihatan suatu pengetahuan atau wawasan dapat yang telah dilaksanakan, diketahui bahwasanya
lebih mudah dalam penangkapan ilmu yang tingkat pengetahuan pemain sepakbola tentang
disampaikan. Karena pengetahuan juga termasuk cedera ankle dan terapi latihan di Ricky Nelson
pengalaman pribadi yang didapatkan seseorang dan Academy yang termasuk dalam kategori sangat
kemampuan mengenali bermacam pola hubungan tinggi sebesar 5% (3 pemain), kategori tinggi sebesar
sebab akibat yang diperoleh dari hasil belajar dan 8,3% (5 pemain), kategori sedang sebesar 28,3% (17
mengamati selama proses pembelajaran di pemain), kategori rendah 33,3% (20 pemain), dan
lingkungan sekitar. kategori sangat rendah sebesar 25% (15 pemain).
Responden pada penelitian ini seluruhnya Hasil dari data penelitian tersebut
berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 60 anak menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pemain
dengan rincian 4 kelompok usia 13 pemain Juvenil sepakbola tentang cedera ankle dan terapi latihan di
A kelahiran tahun 2000-2002, 23 pemain Juvenil B Ricky Nelson Academy berada pada kategori
kelahiran tahun 2003-2004, 21 pemain Juvenil C rendah. Dengan tingkat pengetahuan yang rendah ini
kelahiran tahun 2005-2006, dan 3 pemain Juvenil D menyebabkan sering terjadinya cedera ankle
kelahiran tahun 2007-2008. Pertanyaan yang kambuhan atau cedera kronis yang sudah
diberikan berupa kuesioner pada responden berlangsung lama. Hal ini bisa terjadi karena tingkat
sebanyak 35 butir pertanyaan yang terkait dengan pengetahuan yang terbilang rendah sehingga
tingkat pengetahuan pemain sepakbola tentang kesadaran pemain dalam melakukan terapi latihan
cedera ankle dan terapi latihan di Ricky Nelson pasca cedera ankle proses terapi latihan untuk fase
Academy. Data tersebut kemudian diolah dan penyembuhan kurang maksimal akhirnya
dikelompokkan sesuai dengan rumus tabel norma menyebabkan cedera kembali karena kekuatan
persentase. Hasil dari jawaban para pemain atau persendian belum siap untuk digunakan aktivitas
responden tentunya dapat mengetahui tingkat dengan intensitas yang tinggi. Kekuatan sendi ankle
pemahaman para pemain selama mengalami cedera yang mengalami cedera kondisinya tidak mendekati
olahraga dan terapi latihan untuk pemulihan pulih 100% jika tidak diberikan terapi latihan,
berdasarkan hasil survei. seperti yang diungkapkan Walker (2005:185),
Berdasarkan hasil dari kuesioner yang bahwa sendi ankle yang tidak ditangani dengan tepat
diberikan kepada pemain terkait tingkat dan terapi latihan keadaannya hanya mencapai 80%
pengetahuan pemain sepakbola tentang cedera ankle dan terapi latihan melengkapi 20% lainya dengan
dapat dianalisis sebagai berikut. Pemain yang mengurangi resiko cedera kambuhan. Terapi latihan
berkategorikan sangat tinggi sebesar 13,3% (8 memiliki peranan penting dalam mengembalikan
pemain), kategori tinggi sebesar 33,3% (20 pemain), kekuatan otot, kestabilan, kelentukan dan
kategori sedang sebesar 20% (12 pemain), kategori keseimbangan sendi ankle untuk jangkauan gerak
rendah sebesar 10% (6 pemain), dan kategori sangat sendi (Range of Motion). Keberhasilan terapi latihan
rendah 23,3% (14 pemain). Dari hasil tersebut tidak lepas dari adanya tujuan, manfaat, dan program
diperoleh bahwa tingkat pengetahuan pemain bentuk gerakan terapi latihan yang baik.
sepakbola tentang cedera ankle di Ricky Nelson Pada dasarnya, cedera olahraga dapat
Academy adalah tinggi. diakibatkan karena kecelakaan, melakukan teknik
Pada tingkat pengetahuan pemain olahraga yang buruk, perlengkapan yang tidak
sepakbola tentang terapi latihan dapat diketahui memadai, dan penggunaan berlebihan (overuse)
bahwasannya yang termasuk kategori sangat tinggi pada bagian tubuh tertentu (Elmagd, 2016).
sebesar 6,7% (4 pemain), kategori tinggi sebesar Penerapan terapi latihan yang tepat sesuai dengan
8,3% (5 pemain), kategori sedang sebesar 30% (18 cedera yang dialami menjadi kunci keberhasilan
pemain), kategori rendah sebesar 31,7% (19 cepat atau tidaknya proses pemulihan dan
pemain), dan kategori sangat rendah 23,3% (14 pengembalian performa pemain, tentunya dengan
pemain). Dari hasil tersebut diperoleh bahwa tingkat adanya pendampingan pemain lebih merasakan
pengetahuan pemain sepakbola tentang terapi kenyamanan dan termotivasi untuk bebas dari cedera
332
Survei Tingkat Pengetahuan Pemain Sepakbola Tentang Cedera Ankle Dan Terapi Latihan
333
Jurnal Kesehatan Olahraga Vol. 09. No. 01, Edisi Maret 2021, hal 327 - 334
334
23
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan atlet
tentang cedera ankle dan terapi latihan di Persatuan Sepakbola Telaga Utama.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif menggunakan metode survey
dengan teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh atlet sepakbola di PS Telaga Utama, pengambilan sampel penelitian ini
adalah seluruh atlet sepakbola PS Telaga Utama yang berjumlah 30 orang. Teknik
analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif yang dinyatakan dalam persentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan atlet tentang cedera
ankle dan terapi latihan di PS Telaga Utama sebagian besar (53,3 %) masuk dalam
kategori kurang, sisanya (46,7 %) masuk dalam kategori sedang, dan tidak satupun
masuk dalam kategori baik. Terdapat mitos-mitos keliru mengenai cedera ankle dan
terapi latihan, sehingga membutuhkan pembenahan agar tingkat pengetahuan atlet bisa
meningkat menjadi lebih baik.
Kata kunci: Tingkat pengetahuan, terapi latihan cedera ankle, dan atlet.
Sepak bola adalah olahraga yang memiliki kemungkinan body contact sangat besar yang
memungkinkan terjadi cedera baik saat latihan maupun pertandingan, sehingga membutuhkan
kondisi fisik yang prima. Angga (2011: 1) mengatakan sepak bola memperoleh persentase
tertinggi dalam cedera olahraga berjenis body contact yakni 23 %. Perkembangan sepak bola
yang semakin populer menimbulkan masalah baru yaitu persaingan. Persaingan yang terjadi
sangat ketat dengan adanya banyak informasi mengenai bakat yang layak dikembangkan.
Selain itu semakin banyak atlet yang bersaing dalam sepak bola ingin meraih prestasi
tertinggi. Hal ini memicu atlet sepak bola untuk meningkatkan kualitasnya melalui latihan
rutin dan disiplin.
Latihan fisik yang rutin dan melelahkan dengan intensitas yang berat dapat
menimbulkan masalah lain bagi pemain yang berorientasi untuk meraih prestasi tertinggi.
Masalah yang dimaksud adalah terjadinya cedera olahraga. Cedera olahraga adalah cedera
yang mengenai sistem musculoskeletal serta semua sistem yang dapat mempengaruhi sistem
musculoskeletal (Junaidi, 2004: 132). Ali Satya Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 45)
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
24
cedera adalah kelainan yang terjadi pada tubuh yang mengakibatkan timbulnya nyeri, panas,
merah, bengkak, dan tidak dapat berfungsi baik pada otot, tendon, ligamen, persendian,
maupun tulang akibat aktivitas gerak yang berlebihan atau kecelakaan.
Berdasarkan waktu terjadinya terdapat dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet,
yaitu trauma akut dan kronis. Trauma akut adalah suatu cedera yang terjadi secara mendadak,
seperti robekan ligamen, otot, tendo, atau terkilir, bahkan patah tulang. Cedera ini butuh
pertolongan profesional. Trauma kronis sering dialami oleh atlet, bermula adanya sindrom
pemakaian berlebih yakni suatu kekuatan yang sedikit berlebihan, berlangsung berulang-
ulang dalam jangka waktu yang lama. Sindrom ini kadang memberi respons yang baik
dengan pengobatan sendiri (Bambang Wijanarko, dkk. 2010: 49). Cedera dapat terjadi di
dalam proses latihan pada masa persiapan menjelang kompetisi maupun dalam proses
kompetisi.
Cedera seperti sprain dan strain merupakan sebuah hal yang masih mampu ditangani
dan disembuhkan dengan berbagai metode penyembuhan yang ada, seperti massase, terapi,
dan operasi. Setelah penanganan cedera ini, diharapkan atlet bisa segera menunjukkan
penampilan terbaiknya tanpa terganggu masalah cedera yang sama. Namun pada
kenyataannya, masih banyak atlet yang setelah diterapi kembali mengalami cedera yang sama
di kemudian harinya, khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebanyakan pemain sepak
bola terutama di Indonesia menjalani proses rehabilitasi dan terapi latihan pasca cedera
dengan kurang baik, sehingga sering terjadi cedera kambuhan. Cedera yang dialami selain
membutuhkan penanganan terhadap cederanya juga membutuhkan terapi latihan untuk
mendukung kesembuhan total pada cedera yang dialami. Harapan dari terapi latihan ini
adalah pemain tidak kembali mengalami cedera yang sama dalam waktu dekat. Namun,
kenyataannya cedera itu masih kembali dialami pemain dalam waktu dekat.
Permasalahan yang sama juga terjadi di Persatuan Sepak Bola (PS) Telaga Utama. PS
Telaga Utama merupakan sebuah klub sepak bola anggota Pengcab PSSI Sleman asal
Tlogoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Tim ini mengikuti kompetisi Pengcab PSSI Sleman
Divisi Utama tahun 2016 setelah di musim kompetisi sebelumnya meraih posisi runner-up.
Tim ini berlatih setiap hari Selasa, Kamis, dan Minggu pukul 15.30 hingga 17.30. Jumlah
atlet di PS Telaga Utama ada 30 orang. Para pemain yang dilatih fisik dengan intensitas
latihan yang berat sering mengeluhkan adanya nyeri atau cedera pada ankle mereka.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, para pemain yang mengalami cedera ankle
hanya dibiarkan saja tanpa penanganan dan tanpa latihan terapi, meskipun ada beberapa dari
mereka yang memberikan penanganan berupa terapi ke klinik terapi dan tenaga ahli atau
MEDIKORA VOL. XV No. 1 April 2016 : 23-38
25
terapis. Namun setelah diterapi tetap saja dibiarkan tanpa adanya proses pemulihan kondisi
terlebih dahulu, sehingga ketika kembali mengikuti program latihan atau pertandingan cedera
kambuh kembali. Seringkali cedera yang kembali kambuh dikarenakan cedera kronis setelah
mengalami benturan atau trauma saat pertandingan dan kurang baiknya dalam penanganan
cedera. Terapi latihan termasuk dalam tahapan rehabilitasi cedera dan merupakan pilihan
yang ideal untuk cedera kronis.
Berdasarkan pengamatan di atas, yaitu banyaknya kasus cedera kambuhan (habitual)
yang dikarenakan proses rehabilitasi cedera belum sampai tahap terapi latihan. Hal ini
disebabkan banyak faktor antara lain, (1) atlet tidak tahu tentang terapi latihan, (2) atlet tidak
mau melakukan terapi latihan, (3) atlet tidak memiliki waktu untuk melakukan terapi latihan,
dan (4) atlet butuh bantuan namun tidak ada yang membantu proses terapi latihan.
Berdasarkan faktor yang ada dan belum adanya kajian tentang seberapa besar tingkat
pengetahuan atlet tentang terapi latihan, maka peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi tentang
“Tingkat pengetahuan atlet tentang cedera ankle dan terapi latihan di PS Telaga Utama.”
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Pengetahuan
Woro Wahyu Yuliana (2014: 7) mengutip pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2003) merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang tersebut mengadakan penginderaan
terhadap sebuah obyek. Pengetahuan merupakan domain penting dalam terbentuknya
tindakan seseorang (ovent behavior) (Woro Wahyu Yuliana, 2014: 7). Merujuk pada
Taksonomi Bloom yang dikutip oleh Adhitya Irama Putra (2013: 12) pengetahuan merupakan
bagian pertama dalam aspek kognitif. Bloom membagi aspek kognitif ke dalam lima bagian:
1. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan merupakan sebuah kemampuan untuk mengenali
dan mengingat istilah, definisi, fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan
lain sebagainya.
2. Aplikasi (application). Tahapan ini menunjukkan kemampuan dalam menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan lain sebagainya.
3. Analisis (analysis). Tingkat ini menunjukkan kemampuan seseorang dalam menganalisis
informasi dan membaginya ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungan sebab dan akibat dari suatu masalah.
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
26
Bagian tubuh yang sering mengalami cedera dalam dunia olahraga adalah tulang, sendi,
tendo, dan ligamen (Ebnezar, 2003: 53). Data dari Aerobic Center Longitudinal Study
menunjukkan bagian-bagian tubuh yang sering mengalami cedera antara lain: mata, bahu,
siku, pergelangan tangan, jari tangan, punggung, panggul, quadriceps, hamstring, lutut,
ankle, dan kaki (Hootman et al, 2002: 841). Di Amerika dunia sepakbola sering
menimbulkan cedera ankle dan lutut (Judy Krugger, 2011: 316). Lavallee dan Balam (2010:
309-310) mengartikan trauma akut merupakan sebuah trauma yang terjadi secara mendadak,
sementara untuk trauma kronis merupakan trauma yang terjadi karena adanya stress pada
otot, tendo, dan ligamen secara terus menerus dan berulang.
Hardianto Wibowo yang dikutip oleh Sumargo (2010: 11) secara umum cedera
diklasifikasikan menjadi dua macam:
1. Ringan. Dikatakan ringan apabila cedera yang terjadi tidak diikuti kerusakan berarti pada
jaringan tubuh. Misal: kaku otot dan kelelahan.
2. Berat. Dikatakan berat apabila cedera serius yang diikuti kerusakan jaringan tubuh. Misal:
robek otot, ligament, maupun patah tulang.
Hardianto Wibowo dan Sudijandoko yang dikutip oleh Sumargo (2010: 13-19) membagi
sprain dan strain ke dalam beberapa tingkatan, seperti berikut:
1. Sprain merupakan bentuk cedera berupa robekan pada ligament (jaringan penghubung
tulang dan tulang) atau kapsul sendi yang memberikan stabilitas sendi. Dibagi menjadi
empat tingkatan:
a. Tingkat 1 (Ringan). Robekan terjadi pada serat ligamen, ada hematom kecil dalam
ligament, tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingkat 2 (Sedang). Robekan terjadi lebih luas (<50 %), terjadi gangguan fungsi,
proteksi diperlukan untuk kesembuhan.
c. Tingkat 3 (Berat). Robekan terjadi secara total atau ligament lepas dari tempat
perlekatannya dan fungsi terganggu total, tindakan yang diperlukan adalah segera
tempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain Fracture). Ligament lepas dari tempat perlekatannya diikuti lepasnya
sebagian tulang yang dilekatinya.
2. Strain merupakan bentuk cedera kerobekan struktur musculo-tendinous (otot dan tendo).
Dibagi menjadi tiga tingkatan:
a. Tingkat 1 (Ringan). Tidak terjadi robekan, terjadi inflamasi ringan, tidak ada
penurunan kekuatan otot, cukup mengganggu aktivitas atlet.
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
28
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
30
2) Towel Crunches dengan cara meletakkan handuk di bawah telapak kaki dan melakukan
gerakan menggulung dan melepaskan gulungan handuk. Seperti Gambar 4
3) Picking Up Object dengan cara mengambil sebuah objek dan memindahkan ke tempat
lain. Seperti Gambar 7
4) Unilateral Balance Activities dengan cara berdiri dengan satu kaki diawali mata
terbuka dan dilanjutkan dengan mata tertutup seperti Gambar 6.
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
32
5) Biomechanical Ankle Platform System (BAPS) Board dengan cara duduk dan memutar
sendi searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam sebanyak 20 kali repetisi.
Seperti Gambar 7
6) Ankle Alphabet dengan cara membuat huruf A-Z huruf kapital dan huruf kecil
sebanyak tiga kali pengulangan seperti Gambar 8
7) Triceps Surae Stretch dengan cara mengkontraksikan otot gastrocnemius pada lantai
atau dinding seperti Gambar 9
8) Thera-Band dengan cara melilitkan thera-band pada ankle dan kaki meja dilanjutkan
dengan melatih gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi dan eversi seperti Gambar 10
Gambar 10.Thera-Band
(Sumber:http://www.andorrapediatrics.com/).
9) Unilateral Balance dilakukan dengan melatih kaki lain yang dililitkan pada thera-band
dan melatih kaki yang cedera. Seperti unilateral balance yang tanpa thera-band,
perbedaannya hanya saja terletak pada penggunaan thera-band.
10) BAPS Board dengan cara berdiri dan dilakukan beberapa kali seperti BAPS
sebelumnya (Marcia et al, 2009: 655).
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan
cedera ankle dan terapi latihan pemain PS Telaga Utama. Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survei, dengan teknik pengumpulan data berupa
kuesioner.
Populasi pada penelitian ini adalah pemain sepak bola di klub PS Telaga Utama. Sampel
yang diambil adalah seluruh anggota atau bagian dari populasi sehingga disebut juga
penelitian populasi. Jumlah atlet di klub PS Telaga Utama adalah sebanyak 30 orang.
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
34
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
36
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atlet tentang cedera ankle
dan terapi latihan di Persatuan Sepak Bola Telaga Utama. Berdasarkan hasil análisis
menunjukkan tingkat pengetahuan atlet tentang cedera ankle dan terapi latihan di Persatuan
Sepak Bola Telaga Utama masuk dalam kategori “kurang” dan “sedang” menurut kategori
yang telah dibuat oleh Nursalam (Nursalam, 2008: 1).Tingkat pengetahuan yang kurang ini
yang menyebabkan atlet di Persatuan Sepak Bola Telaga Utama sering mengalami cedera
ankle yang kambuhan. Hal ini dikarenakan masih kurangnya tingkat pengetahuan sehingga
kesadaran melakukan terapi latihan pasca cedera ankle menjadi kurang dan menyebabkan
proses terapi latihan tidak berjalan lancar dan tuntas yang pada akhirnya menyebabkan cedera
ankle yang dialami berulang-ulang karena kekuatan sendi yang belum maksimal sudah
digunakan untuk aktivitas olahraga prestasi. Kaminski et al (2013) dalam Journal of Athletic
Training yang menyatakan manajemen ankle sprain terbaik adalah memasukkan latihan dan
teknik mobilisasi untuk mengembalikan jangkauan gerak sendi (Range of Motion), kekuatan
otot dan latihan keseimbangan untuk mengembalikan fungsi dan mengurangi resiko cedera
kembali. Sendi ankle yang mengalami cedera kalau tidak diberikan terapi latihan
kekuatannya tidak mendekati 100 %, seperti yang diungkapkan Walker (2005: 185) bahwa
sendi ankle yang tidak diikuti terapi latihan keadaannya hanya mencapai 80 % dan terapi
latihan melengkapi 20 % lainnya yang mengurangi resiko kambuhan.
Terapi latihan meskipun hanya mempengaruhi sebesar 20 % dari 100 % namun memiliki
peran krusial untuk tingkat kesembuhan cedera (Walker, 2005: 185). Terapi latihan ditujukan
untuk mengembalikan kestabilan dan kekuatan otot, hal ini krusial dalam menghasilkan
keseimbangan sendi ankle (McPoil et al, 1996: 5). Cleland (2013) menjelaskan dalam proses
penyembuhan ankle sprain lebih efektif kalau ada intervensi atau adanya proses terapi
latihan, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitiannya yang menunjukkan adanya perubahan
signifikan kondisi sendi ankle. Roosen (2013) mengatakan bahwa tujuan dari terapi latihan
adalah memperbaiki kekuatan otot, ruang gerak sendi, dan kendali sensiomotor. Keberhasilan
terapi latihan didukung oleh faktor pengetahuan yang memadai terkait teori-teori terapi
latihan pasca cedera ankle seperti tujuan, manfaat, dan bentuk gerakan terapi latihan.
Hasil penelitian tingkat pengetahuan atlet tentang cedera ankle dan terapi latihan di PS
Telaga Utama lebih dari setengah termasuk dalam kategori kurang, sehingga ke depannya
masih perlu meningkatkan pemahaman atlet tentang terapi latihan cedera ankle dengan cara
mengadakan pelatihan tentang penanganan dan terapi latihan cedera ankle. Selain itu juga
perlu melakukan pembenahan paradigma yang selama ini keliru, sebagai contoh kebanyakan
subjek penelitian masih beranggapan bahwa cedera akut merupakan cedera yang sudah parah,
sebenarnya cedera akut merupakan kategorisasi cedera berdasarkan waktu terjadinya yaitu
kurang dari 24 jam. Jadi, tingkat pengetahuan atlet tentang cedera ankle dan terapi latihan di
PS Telaga Utama secara umum masih termasuk dalam kategori kurang.
KESIMPULAN
Pada dasarnya, latihan kekuatan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan sendi yang
melemah pasca cedera ankle, sementara ruang gerak sendi dapat dilatih dengan latihan
kelentukan. Mitos yang keliru dan masih tetap ada adalah anggapan bahwa sendi ankle yang
sudah tidak terasa nyeri dan sakit sudah bisa langsung digunakan kembali. Hal ini yang
memicu terjadinya cedera kambuhan, karena sendi yang cedera kekuatannya melemah dan
tidak baik untuk langsung digunakan untuk olahraga prestasi. Sendi yang mengalami cedera
lebih baik direhabilitasi dengan menggunakan terapi latihan sehingga kekuatan sendi dapat
mendekati 100 % seperti sebelum cedera dan bisa terhindar dari cedera ankle kambuhan.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil data yang sudah diolah bahwa tingkat
pengetahuan atlet mengenai terapi latihan cedera ankle di PS Telaga Utama yaitu lebih dari
setengah atlet masuk dalam kategori kurang, sedangkan sisanya masuk dalam kategori
sedang, dan tidak satupun atlet yang masuk dalam kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Syamsudin. 2010. “Aspek-Aspek Penilaian (Ranah Kognitif, Afektif, dan
Psikomotor) Asessmen Pembelajaran Fisika.” UPI.
Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi. 2012. Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan
Cedera Pada Anggota Gerak Tubuh Bagian Bawah. Yogyakarta: Digibooks.
Bleakley, Chris M, et aL. (2010). Effect of Accelerated Rehabilitation on Function after
Ankle Sprains: Randomised Controlled Trial. BMJ Online.bmj.com diunduh pada 21
Maret 2015.
Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle dan Terapi Latihan di Persatuan Sepakbola Telaga
Utama (Bimantoro Setio Nugroho Dan Rahmah Laksmi Ambardini )
38
Abstrak
Salah satu ancaman cedera yang kerap kali membayangi seseorang dengan aktivitas fisik yang tinggi
adalah cedera sendi ankle, cedera sendi ankle umumya merupakan gangguan pada bagian ligamen sendi
yang diakibatkan oleh tarikan berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi
masase terhadap nyeri gerak dan fungsi gerak sendi ankle pasca cedera ankle. Terapi masase yang
digunakan dalam penelitian adalah soft tissue release dan deep tissue massage yang dilengkapi dengan
reposisi gerak. Penelitian ini merupakan penelitian pre-experimental design dengan metode one-group
pre-test – post-test design. Populasi sample penelitian ini adalah pasien Lab/Klinik Terapi Latihan FIK
UNY yang selama tiga bulan (Februari – April 2019) diperkirakan sejumlah 100 orang. Teknik sampling
data menggunakan insidental sampling dengan rumus Slovin (nilai kritis 20%) sehingga diperoleh
subjek sebanyak 20 orang. Instrumen yang digunakan berupa catatan medis hasil dari anamnesa dan
pemeriksaan yang dibuat dengan memodifikasi Lower Extremity Functional Scale (Binkley et al, 1999)
yang telah di uji validitas menggunakan Pearson correlation dan reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha.
Nyeri gerak dan fungsi gerak sebelum dan sesudah perlakukan dianalisis dengan menggunakan uji beda
dua kelompok berpasangan non- parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test. Data pre dan post ini
digunakan dalam uji efektivitas. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi masase yang meliputi
pelemasan otot dengan soft tissue release dan deep tissue massage dan ditambah dengan reposisi gerak
dapat mengurangi nyeri gerak dan meningkatkan fungsi gerak dari sendi ankle pasca cedera ankle (p <
0,05), dengan efektivitas penurunan nyeri gerak sebesar 70,31% dan peningkatan fungsi gerak sebesar
20,62%. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan massage tersebut efektif dalam memperbaiki nyeri gerak
dan fungsi ankle paska cedera.
Kata Kunci: terapi masase, soft tissue release, deep tissue massage, cedera ankle.
soft tissue release and deep tissue massage and coupled with motion repositioning can reduce motion
pain and improve motion function of the ankle joint after ankle injury (p <0.05), with the effectiveness
of decreasing motion pain by 70.31% and an increase in motion function by 20.62%. It can be concluded
that the massage treatment is effective in improving postoperative pain and ankle function.
Keywords: massage therapy, soft tissue release, deep tissue massage, ankle injury
PENDAHULUAN
Dislokasi sendi dapat memungkinkan terjadinya pergeseran atau keluarnya ligamen dari
jalurnya sehingga rasa nyeri yang dirasakan tak kunjung hilang dan ligamen rentan mengalami
robekan yang lebih parah. Cedera pada sendi ankle tidak bisa dianggap remeh karena
berdasarkan observasi peneliti di lingkungan sekitar cedera sendi ankle merupakan salah satu
kasus cedera yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari khususnya di lingkup orang-orang
yang banyak beraktivitas dengan bagian tubuh ekstremitas bawah dan orang-orang yang
menghabiskan banyak waktu untuk berjalan atau berlari. Sebagian orang mengabaikan cedera
ini dan membiarkan membaik dengan sendirinya ini merupakan dampak kurangnya
pemahaman tentang cedera sendi ankle dan penanganannya, padahal kondisi kaki yang cedera
akan mengganggu aktivitas lainnya sehari-hari. Pembiaran pada cedera juga meningkatkan
risiko terjadinya cedera yang sama dapat berulang dikemudian hari.
Olahraga merupakan salah satu contoh aktivitas dengan tingkat risiko terjadinya sprain
ankle yang tinggi, umumya pada olahraga yang mengandalkan agility atau kelincahan yang
mengharuskan seseorang untuk menendang, melompat, berlari sekaligus merubah arah dalam
kecepatan tinggi. Abdurrahman (2015: 30) mengungkapkan pada pelaksanaan Pra PON 2015
cabor taekwondo, terdapat 37 atlet yang mengalami cedera, 3 kasus terbanyak adalah cedera
lutut (knee sprain) sebanyak 10 kasus (27%), cedera ankle (ankle sprain) sebanyak 7 kasus
(18%) dan cedera hamstring sebanyak 4 kasus (10%). Data lain menyebutkan diagnosa cedera
tertinggi dalam tiga kali pelaksanaan piala dunia futsal berturut-turut (2000, 2004, dan 2008)
berupa memar di area tungkai bawah (11%), sprain ankle (10%), strain groin (8%) (Junge &
Dvorak, 2010: 1090). Dari data diatas cedera sprain ankle menjadi salah satu cedera yang
cukup sering terjadi dalam suatu pertandingan atau event olahraga.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin banyak cara yang dapat dilakukan
dalam penanganan cedera, namun efektivitas yang dihasilkan masih bervariasi. Variasi ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis cedera yang ditangani, kondisi pasien, dan lain-
lain. Salah satu pengobatan yang berkembang belakangan ini adalah terapi masase. Terapi
masase adalah manual terapi yang digunakan dalam membantu seseorang yang mengalami
kelelahan, cedera ataupun sekedar perawatan tubuh dengan cara sentuhan tangan pada
permukaan kulit guna mengurangi ketegangan otot, memposisikan persendian dan
memperlancar peredaran darah sehingga tubuh terasa bugar, nyaman, serta dapat mengurangi
proses peradangan seperti panas, merah, nyeri, bengkak dan keterbatasan sendi (Graha &
Priyonoadi, 2012: 1). Terapi masase merupakan terapi manual yang murah, sederhana, dan
cenderung aman dari segi efek samping, sebagian orang juga meyakini bahwa masase memiliki
efektivitas yang tinggi untuk penanganan beberapa jenis cedera sehingga dengan risiko yang
rendah dan informasi positif yang berkembang di masyarakat, masase dapat diterima di
masyarakat luas dan banyak dipilih sebagai pengobatan alternatif maupun pengobatan utama
suatu cedera.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental design dengan model one-group
pre-test – post-test design, dimana subjek penelitian menjadi satu kelompok kemudian
dilakukan pendataan dan pengukuran sebelum dan setelah diberikan treatment dengan maksud
dapat diketahui ada tidaknya perubahan yang dialami subjek sebelum dan setelah diberikan
treatment. Penelitian ini menggunakan populasi pasien Laboratorium Terapi Latihan FIK UNY
yang selama tiga bulan (Februari – April 2019) diperkirakan sejumlah 100 orang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa catatan medis hasil dari anamnesa
dan pemeriksaan yang dibuat dengan memodifikasi Lower Extremity Functional Scale (Binkley
et al, 1999). Data yang ingin diperoleh dari anamnesa yaitu aktivitas fisik sehari-hari, tinggi
badan, berat badan, riwayat cedera ankle, durasi cedera, dan penyebab cedera. Aktivitas fisik
dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu subjek dengan aktivitas fisik ringan dimana dalam sehari-
hari ia hanya melakukan pekerjaan/aktivitas yang ringan tidak memerlukan banyak tenaga dan
tidak sampai mengakibatkan kelelahan fisik, kemudian sedang dimana dalam sehari-hari subjek
melakukan pekerjaan yang cukup melelahkan atau pekerjaan yang ringan tetapi ditambah
aktivitas di luar pekerjaan yang cukup melelahkan namun dengan jeda istirahat yang masih
cukup panjang, dan berat dimana dalam sehari-hari subjek melakukan pekerjaan/aktivitas yang
melelahkan dengan jeda istirahat cenderung singkat.
Teknik analisis data
Data penelitian berupa data demografi meliputi umur, pekerjaan, aktivitas fisik, berat
badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh yang akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
Data cedera ankle meliputi riwayat cedera, durasi cedera, dan penyebab cedera juga akan
dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data tentang nyeri gerak dan fungsi gerak sendi ankle
sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji beda dua kelompok
berpasangan non-parametrik yaitu Wilcoxon Signed Ranks Test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitiaan ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi masase yang meliputi pelemasan
otot dengan soft tissue release dan deep tissue massage yang disertai reposisi gerak terhadap
cedera ankle, dalam penelitian ini terekrut subjek mayoritas remaja dan dewasa karena rentang
usia subjek penelitian dipengaruhi oleh cara peneliti menyebarkan informasi terkait penelitian
ini, dimana peneliti menggunakan perantara media sosial whatsapp sehingga kalangan yang
menerima informasi ini merupakan pengguna aktif smartphone yang notabene berusia remaja
hingga dewasa. Pekerjaan subjek penelitian didominasi oleh mahasiswa/pelajar karena
dipengaruhi faktor jaringan peneliti dan juga cara penyebaran informasi terkait penelitian ini.
Tidak hanya mahasiswa FIK UNY terdapat juga subjek penelitian dari fakultas dan universitas
lain, berdasarkan observasi dan wawancara dengan subjek diperoleh informasi bahwa seluruh
subjek baik mahasiswa atau pelajar memiliki hobi berolahraga maupun aktivitas fisik lainnya
sehingga rentan mengalami cedera. Kemudian 3 dari 4 subjek yang bekerja sebagai wiraswasta
juga menggemari olahraga.
Setiawan (2011: 95) berpendapat salah satu penyebab cedera olahraga adalah faktor dari
dalam yaitu berupa anatomi, latihan gerakan/pukulan yang keliru, adanya kelemahan otot, dan
tingkat kebugaran rendah, berdasarkan data penelitian ini kasus cedera banyak terjadi pada
subjek dengan aktivitas fisik ringan dan sedang, bisa dikatakan cedera yang terjadi dipengaruhi
oleh faktor kebugaran jasmani subjek. Sulistiono (2014: 381-382) berpendapat kebugaran
jasmani (physical fitness) adalah kondisi fisik yang memungkinkan seseorang melakukan
kegiatan rutin tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan bila perlu masih dapat melakukan
kegiatan tambahan serta masih dapat menikmati waktu luangnya. Seseorang yang memiliki
tingkat kebugaran jasmani yang tinggi dapat melakukan aktivitas fisik seperti belajar, bekerja
atau berolahraga dengan baik tanpa merasa terlalu lelah. Seseorang dengan aktivitas fisik yang
ringan dan sedang cenderung memiliki kebugaran jasmani yang rendah dan standar sehingga
rentan mengalami cedera ketika melakukan aktivitas yang berat seperti berolahraga dengan
tempo cepat dan dalam durasi yang lama. Begitupula sebaliknya seseorang dengan aktivitas
fisik berat sehari-hari akan lebih siap menerima beban yang dapat mengakibtkan cedera karena
kebugaran jasmani yang lebih baik, namun terdapat beberapa faktor yang dapat mengakibatkan
Copyright © 2019, MEDIKORA
ISSN: 0216-9940
MEDIKORA, Vol. XVIII No. 2 Oktober 2019 - 95
Setiawan Jodi, B.M Wara Kushartanti
seseorang dengan aktivitas fisik berat mengalami cedera salah satunya overuse ini dikarenakan
kurangnya waktu istirahat atau beban latihan yang terlalu dipaksakan. Ihsan (2017: 69)
menyatakan sendi ankle menjadi salah satu sendi yang paling besar persentase cederanya
karena sebagai penggerak dan penahan berat badan, sehingga kemungkinan cedera tinggi. Bisa
dikatakan bahwa berat badan merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya cedera, maka semakin tinggi indeks massa tubuh seseorang akan meningkatkan
risiko terjadinya cedera sendi ankle. Namun sebagian besar cedera yang terjadi pada penelitian
ini tidak dipengaruhi oleh indeks massa tubuh melainkan terdapat penyebab lain, bisa dilihat
dari data yang diperoleh sebagian besar subjek memiliki indeks massa tubuh normal, kecuali
beberapa subjek yang termasuk dalam kategori gemuk (berlebihan berat badan tingkat ringan)
dan gemuk (berlebihan berat badan tingkat berat) terdapat kemungkinan cedera yang dialami
dipengaruhi oleh indeks massa tubuh yang berlebih.
Hasil keseluruhan analisis data penelitian menunjukan bahwa terapi masase yang
meliputi pelemasan otot dengan soft tissue release dan deep tissue massage yang disertai
reposisi gerak efektif terhadap penurunan nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle
pasca cedera sendi ankle pasien Laboratorium Terapi Latihan FIK Universitas Negeri
Yogyakarta. Melalui hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test diketahui bahwa terdapat penurunan
skala nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle yang signifikan.
Cedera ankle merupakan salah satu cedera yang kerap dialami seseorang baik dalam
aktivitas sehari-hari maupun saat berolahraga, umumnya cedera terjadi ketika seseorang
terjatuh dengan tumpuan kaki yang salah, benturan fisik di area ankle/pergelangan kaki atau
karena overuse syndrome (sindrom pemakaian berlebih). Cedera mengakibatkan nyeri gerak
dan penurunan fungsi gerak sendi ankle, ini merupakan akibat dari robekan ligamen baik secara
mikroskopis atau lebih parah dan bisa disertai pergeseran atau keluarnya ligamen dari jalurnya
sehingga rasa nyeri yang dirasakan tak kunjung hilang dan ligamen rentan mengalami robekan
yang lebih parah juga dapat mengakibatkan kendurnya ligamen sendi sehingga cedera mudah
terulang. Cedera pada sendi ankle juga dapat mengakibatkan ketegangan pada otot penopang
sendi ankle ini bisa terjadi akibat dari pola jalan yang tidak normal yang akhirnya membebani
otot yang bekerja dalam gerakan berjalan atau berlari. Dampaknya cedera pada sendi ankle
akan mengakibatkan kondisi ketidak mampuan sendi dalam menopang aktivitas serta menahan
beban tubuh, Arovah (2010: 3) menyatakan kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan
keterbatasan jangkauan gerak sering dijumpai pada kasus cedera.
Terapi masase yang meliputi pelemasan otot dengan soft tissue release melalui
manipulasi gerakannya memberikan efek relaks pada jaringan lunak di sekitar area cedera
terutama otot penopang sendi ankle, melalui gerakan penekanan dan stretching/peregangan
yang menyeluruh di area permukaan otot-otot tungkai bawah menghilangkan kekakuan otot
yang terjadi akibat dari cedera, jadi selain manipulasi manual therapy pada soft tissue release
juga terdapat manipulasi exercise therapy yaitu berupa gerakan stretching/peregangan. Kisner
dan Colby (2007: 66) menyatakan, latihan peregangan dianggap sebagai elemen penting dalam
kebugaran dan program pengondisian yang dirancang untuk mempromosikan kesehatan dan
mengurangi resiko cedera dan cedera berulang. Begitupula dengan deep tissue massage melalui
manipulasi gerakan yang diberikan yaitu gerakan stroke/penekanan yang dalam dan perlahan
menggunakan siku dan lengan bawah terapis di area permukaan otot-otot tungkai bawah
memberikan efek relaks dan nyaman pada pasien yang dapat memicu hormon endorphin yang
mampu mengurangi rasa nyeri. Secara tidak langsung pelemasan otot dengan soft tissue release
atau deep tissue massage yang menghilangkan kekakuan otot dan memberikan kenyamanan
pada otot dan jaringan lunak lainnya membantu meningkatkan fungsi gerak sendi ankle karena
pada setiap gerakan sendi memerlukan bantuan daripada jaringan lunak dan otot-otot penopang
di sekitar sendi. Kemudian penanganan reposisi gerak yang diberikan dengan gerakan
peregangan pasif dan PNF pada sendi ankle memberikan efek penurunan nyeri gerak melalui
gerakan-gerakan mobilisasi sendi dan juga peningkatan fungsi gerak melalui peningkatan ROM
pada sendi ankle, ini bisa dilihat melalui hasil analisis data terdapat penurunan skala nyeri gerak
pada semua subjek penelitian dan peningkatan skala fungsi gerak pada 19 subjek penelitian
dengan 1 sisanya tidak mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan fungsi
gerak sendi. Tingkat efektivitas yang dihasilkan dari penanganan terapi yang diberikan lebih
optimal pada pengurangan nyeri gerak sendi ankle (70,31%) sedangkan pada peningkatan
fungsi gerak sendi ankle kurang begitu optimal (20,62%) ini dikarenakan untuk peningkatan
fungsi gerak dibutuhkan lebih dari penanganan terapi pasif, diperlukan terapi aktif yaitu terapi
latihan yang melibatkan latihan penguatan dan daya tahan otot-otot dan jaringan lunak pada
bagian kaki cedera sehingga peningkatan fungsi gerak sendi ankle akan lebih optimal, jadi
penulis menyarankan untuk menyertai program terapi latihan pasca terapi masase.
Lokasi yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah Klinik Olahraga Terapi
dan Rehabilitasi FIK UNY yang dalam hal ini dilakukan di Poliklinik UNY. Subjek dalam
penelitian ini merupakan pasien Klinik Olahraga Terapi dan Rehabilitasi FIK UNY selama
bulan Oktober-Desember 2017 yang mengalami nyeri dan ketegangan otot leher sampai
menggangu fungsi gerak leher.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 15 orang dengan rincian 10 orang laki-laki, dan 5
orang perempuan, sehingga didapatkan persentase pasien laki-laki sebesar 66,7%, dan pasien
perempuan sebesar 33,3%. Rentang usia dari subjek penelitian ini berkisar pada 19-24 tahun,
dengan rata-rata berusia 21,7 tahun dan standar deviasi 2,5. Rata-rata pekerjaan yang dimiliki
subjek penelitian yaitu sebagai mahasiswa berumlah 13 dengan persentase 86,7%. Sembilan
dari 13 mahasiswa sebagai subjek penelitian memiliki profesi sebagai olahragawan yaitu
berjumlah 9 orang. Berat badan dari subjek penelitian ini berkisar antara 45-75,5 kg, dengan
rata-rata berbobot 62,57 kg dan standar deviasi 8,94. Tinggi badan dari subjek penelitian adalah
151-180 cm dengan rata-rata 165,23 cm dan standar deviasi 8,70. Pengukuran yang dilakukan
terhadap 15 subjek dalam penelitian ini meliputi ROM, skala nyeri, dan skala fungsi.
Deskripsi data penelitian
Data yang didapatkan dalam penelitian ini berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan
sebelum dan setelah perlakuan. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk
mempermudah penyajian data penelitian. Hasil analisis deskriptif pada masing-masing data
penelitian adalah sebagai berikut:
Riwayat cedera ankle
Berdasarkan data 14 dari 20 subjek penelitian memiliki riwayat cedera ankle dan 6
sisanya merupakan cedera pertama kali. Rentang riwayat cedera ankle subjek penelitian ini
adalah 6-132 bulan atau setengah tahun sampai 11 tahun dengan rata-rata 53,57 bulan atau
sekitar 4,4 tahun dan standar deviasi 37,541.
Durasi cedera ankle
Rentang durasi cedera subjek penelitian ini adalah 1-93 hari dengan rata-rata 27,90 hari
dan standar deviasi 31,795. Kisner dan Colby (2007: 297) berpendapat tahap cedera akut
biasanya berlangsung 4 – 6 hari sejak cedera dialami, sedangkan tahap sub akut dapat
berlangsung 10 – 17 hari atau 4 – 21 hari sejak terjadinya cedera, dan tahap kronis dapat
berlangsung 6 – 12 bulan atau 21 hari - 12 bulan tergantung pada jaringan yang terlibat dan
jumlah kerusakan jaringan. Berdasarkan data diatas diketahui subjek dengan durasi cedera
kurang dari 30 hari merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah 13 orang, secara durasi
terdapat 4 subjek yang termasuk ke dalam fase cedera akut namun secara kondisi tidak ada
indikasi gejala cedera akut karena ke 4 subjek memiliki riwayat cedera sendi ankle, jadi bisa
dikatakan ke 4 subjek termasuk ke dalam fase kronik.
manipulasi gerakan yang diberikan yaitu gerakan stroke/penekanan yang dalam dan perlahan
menggunakan siku dan lengan bawah terapis di area permukaan otot-otot tungkai bawah
memberikan efek relaks dan nyaman pada pasien yang dapat memicu hormon endorphin yang
mampu mengurangi rasa nyeri.
Secara tidak langsung pelemasan otot dengan soft tissue release atau deep tissue massage
yang menghilangkan kekakuan otot dan memberikan kenyamanan pada otot dan jaringan lunak
lainnya membantu meningkatkan fungsi gerak sendi ankle karena pada setiap gerakan sendi
memerlukan bantuan daripada jaringan lunak dan otot-otot penopang di sekitar sendi.
Kemudian penanganan reposisi gerak yang diberikan dengan gerakan peregangan pasif dan
PNF pada sendi ankle memberikan efek penurunan nyeri gerak melalui gerakan-gerakan
mobilisasi sendi dan juga peningkatan fungsi gerak melalui peningkatan ROM pada sendi
ankle, ini bisa dilihat melalui hasil analisis data terdapat penurunan skala nyeri gerak pada
semua subjek penelitian dan peningkatan skala fungsi gerak pada 19 subjek penelitian dengan
1 sisanya tidak mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan fungsi gerak sendi.
Tingkat efektivitas yang dihasilkan dari penanganan terapi yang diberikan lebih optimal pada
pengurangan nyeri gerak sendi ankle (70,31%) sedangkan pada peningkatan fungsi gerak sendi
ankle kurang begitu optimal (20,62%) ini dikarenakan untuk peningkatan fungsi gerak
dibutuhkan lebih dari penanganan terapi pasif, diperlukan terapi aktif yaitu terapi latihan yang
melibatkan latihan penguatan dan daya tahan otot-otot dan jaringan lunak pada bagian kaki
cedera sehingga peningkatan fungsi gerak sendi ankle akan lebih optimal, jadi penulis
menyarankan untuk menyertai program terapi latihan pasca terapi masase.
Pembahasan hasil penelitian
Hasil keseluruhan analisis data penelitian menunjukan bahwa terapi masase yang
meliputi pelemasan otot dengan soft tissue release dan deep tissue massage yang disertai
reposisi gerak efektif terhadap penurunan nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle
pasca cedera sendi ankle pasien Laboratorium Terapi Latihan FIK Universitas Negeri
Yogyakarta. Melalui hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test diketahui bahwa terdapat penurunan
skala nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle yang signifikan.
Cedera ankle merupakan salah satu cedera yang kerap dialami seseorang baik dalam
aktivitas sehari-hari maupun saat berolahraga, umumnya cedera terjadi ketika seseorang
terjatuh dengan tumpuan kaki yang salah, benturan fisik di area ankle/pergelangan kaki atau
karena overuse syndrome (sindrom pemaikaian berlebih). Cedera mengakibatkan nyeri gerak
dan penurunan fungsi gerak sendi ankle, ini merupakan akibat dari robekan ligamen baik secara
mikroskopis atau lebih parah dan bisa disertai pergeseran atau keluarnya ligamen dari jalurnya
sehingga rasa nyeri yang dirasakan tak kunjung hilang dan ligamen rentan mengalami robekan
yang lebih parah juga dapat mengakibatkan kendurnya ligamen sendi sehingga cedera mudah
terulang. Cedera pada sendi ankle juga dapat mengakibatkan ketegangan pada otot penopang
sendi ankle ini bisa terjadi akibat dari pola jalan yang tidak normal yang akhirnya membebani
otot yang bekerja dalam gerakan berjalan atau berlari. Dampaknya cedera pada sendi ankle
akan mengakibatkan kondisi ketidak mampuan sendi dalam menopang aktivitas serta menahan
beban tubuh, Arovah (2010: 3) menyatakan kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan
keterbatasan jangkauan gerak sering dijumpai pada kasus cedera.
Hasil keseluruhan analisis data penelitian menunjukan bahwa terapi masase yang
meliputi pelemasan otot dengan soft tissue release dan deep tissue massage yang disertai
reposisi gerak efektif terhadap penurunan nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle
pasca cedera sendi ankle pasien Laboratorium Terapi Latihan FIK Universitas Negeri
Yogyakarta. Melalui hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test diketahui bahwa terdapat
penurunan skala nyeri gerak dan peningkatan fungsi gerak sendi ankle yang signifikan.
SIMPULAN
Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi masase yang meliputi
pelemasan otot dengan soft tissue release atau deep tissue massage dan ditambah dengan
reposisi gerak dapat mengurangi nyeri gerak dan meningkatkan fungsi gerak dari sendi ankle
pasca cedera ankle, dengan efektivitas penurunan nyeri gerak sebesar 70,31% dan peningkatan
fungsi gerak sebesar 20,62%.
DAFTAR PUSTAKA
Arovah, N. I. (2009). Diagnosis dan Manajemen Cedera Olahraga. Yogyakarta: FIK UNY.
Arovah, N. I. (2010). Dasar-Dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: FIK UNY.
Binkley et al. (1999). The Lower Extremity Functional Scale (LEFS): Scale development,
mearsurement properties, and clinical application. Physical Therapy. 79: 371-383.
Graha, A. S. & Priyonoadi, B. (2012). Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan Cedera Pada
Anggota Gerak Tubuh Bagian Bawah. Yogyakarta: FIK UNY.
Graha, A. S. (2013). Masase Terapi Cedera Olahraga Metode Ali Satia Graha (Therapy
Massage Sport Injury). Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ihsan, M. (2017). Survey Cedera Olahraga pada Atlet Cabang Olahraga Bola Basket di Club
XYZ Junior Medan Labuhan. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 16 (1), Hlm 62-72.
Junge, A. & Dvorak, J. (2014). Injury Risk of Playing Football in Futsal World Cups Journal.
Switzerland: Br J Sport Med, 1089-1092.
Kisner, C. & Colby, L. A. (2007). Therapeutic Exercise (5th ed.). United States of America: F.
A. Davis Company Inc. Klonisch, T. & Hombach-Klonisch, S. (2011). Sobotta Atlas of
Human Anatomy. Elsevier GmbH, Munich.
Meliala, L. (2004). Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan yang akan
Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada.
Setiawan, A. (2011). Faktor Timbulnya Cedera Olahraga. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia. Vol 1, 94-98.
Sulistiono, A. A. (2014). Prediksi Aktivitas Fisik Sehari-hari, Umur, Tinggi, Berat Badan dan
Jenis Kelamin terhadap Kebugaran Jasmani Siswa SMP di Banjarmasin. Puslitjak,
Balitbang-Kemdikbud. Hlm 380-389.Admadja, A.S. (2016). Sindrom Nyeri Myofascial.
Continuing Medical Education, 43 (3), 176-179.
1) Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi, Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat
Email: mriyanhidayatullah@gmail.com
Abstrak
Masase olahraga adalah suatu pijatan yang ditujukan kepada semua orang yang sehat, dalam hal ini tidak
mempunyai pengertian bahwa sport massage hanya untuk olahragawan saja, tetapi boleh juga diberikan
kepada siapa saja, baik orang tua maupun orang muda, pria ataupun wanita. Termasuk mereka yang
menderita cedera-cedera ringan dapat disembuhkan dengan sport massage. Tujuan pengabdian kepada
masyarakat ini untuk memberikan bekal keilmuan dalam bidang penanganan cedera olahraga baik secara
teoritis dan praktis sehingga dapat meningkatkan Pengetahuan dalam menangani cedera olahraga di
lapangan. Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan di Padepokan Pencak Silat Pagar Nusa NTB.
Materi yang disampaikan dalam pelatihan ini adalah penanganan cedera olahraga melalui sport massage
dan metode rice. Jumlah peserta sebanyak 15 orang peserta, Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian
pada masyarakat dilaksanakan secara bertahap, yakni pelatihan secara terintegritas pada satu tempat yang
diawali dengan penyelenggaraan pelatihan secara keilmuan sport massage dan metode RICE, dijadwal
berikutnya mulai mempraktikan sport massage dan metode RICE. Evaluasi yakni penilaian berupa tes tulis.
Hasil pengabdian kepada masyakat ini adalah mengahsilkan tenaga masseur yang berkualitas untuk
kebutuhan recovery atlet di Nusa Tenggara Barat.
Abstract
Sports massage is a massage aimed at all healthy people, in this case it does not have the meaning that
sports massage is only for sportsmen, but it can also be given to anyone, whether old or young, male or
female. Including those who suffer minor injuries can be healed with sports massage. The purpose of this
community service is to provide knowledge in the field of handling sports injuries both theoretically and
practically so as to increase knowledge in dealing with sports injuries in the field. This community service is
carried out at the Pagar Nusa NTB Pencak Silat Padepokan. The material presented in this training is the
handling of sports injuries through sports massage and the rice method. The number of participants is 15
participants.The method of implementing community service activities is carried out in stages, namely
integrated training in one place which begins with the implementation of scientific training in sports massage
and the RICE method, the next scheduled to start practicing sports massage and the RICE method.
Evaluation is an assessment in the form of a written test. The result of this community service is the creation
of qualified masseurs for the recovery needs of athletes in West Nusa Tenggara.
Article History
Received: 2 Januari 2021
Revised: 7 Januari 2021
Accepted: 9 Januari 2021
Muhammad Riyan Hidayatullah, Sylvana Yaka Saputra
Abdinesia: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, Februari 2021: 1-5
Abdinesia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License.
PENDAHULUAN
Masase olahraga adalah suatu masase (pijatan) yang ditujukan kepada semua orang yang sehat,
dalam hal ini tidak mempunyai pengertian bahwa sport massage hanya untuk olahragawan saja, tetapi
boleh juga diberikan kepada siapa saja, baik orang tua maupun orang muda, pria ataupun wanita. Termasuk
mereka yang menderita cedera-cedera ringan dapat disembuhkan dengan sport massage. Menurut
Garisson dalam Atmojo (2019: 91) kasus cedera dapat terjadi karena faktor eksternal maupun internal.
Faktor eksternal adalah faktor yang unsur-unsurnya berasal dari luar diri atlet tersebut, meliputi
perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan bermain, dan cuaca, sedangkan faktor internal adalah faktor
yang unsur-unsurnya sudah ada dalam diri atlet tersebut. Unsurunsur tersebut meliputi kelemahan jaringan,
fleksibilitas, kelebihan beban, kesalahan biomekanika, kurangnya penyesuaian, ukuran tubuh, kemampuan
kinerja, dan gaya bermain. Penanganan cedera banyak macam cara yaitu dengan pengobatan medis
maupun non medis, pengobatan medis meliputi terapi rehabilitasi olahraga dengan menggunakan
penanganan pengobatan alternatif dan olahraga terapi sebagai pilihan untuk penyembuhan pasca cedera
yang dialami atlet tersebut yaitu terapi herbal, sport massage, thermotherphy, coldtherphy, hydrotheraphy,
manual theraphy, terapi yoga, exercise therapy, dan lain lain (Graha dalam Sa’roni, 2019). Dalam dunia
olahraga Sport massage adalah masase yang telah diadaptasi untuk keperluan atlet dan terdiri dari dua
kategori, yakni pemelliharaan (sebagai bagian dari pelatihan) dan perlombaan (seblum, jeda dan sesudah
perlombaan) dengan karakteristik khusus sesuai tujuan cabang olahraganya (Kemenpora, 2010:3).
Pemijatan atau massage dapat memperbaiki masalah di persendian otot, melenturkan tubuh, memulihkan
ketegangan dan meredakan nyeri (Triyadini dalam Maulana, 2019). Secara umum tujuan dari sport
massage adalah mempelancar peredaran darah, dan mempercepat pemulihan kelelahan setelah
berolahraga.
Sport Massage dapat diterapkan pada seluruh tubuh terutama apabila ditujukan untuk pemulihan
kelelahan setelah berolahraga (Astri Ayu Irawan, 2017). Massage yang dilakukan sebelum maupun saat
jeda olahraga hanya akan menggunakan manipulasi tertentu pada daerah otot tertentu pula yang banyak
digunakan untuk berolahraga. Fenomena yang terjadi di Lombok Nusa Tenggara Barat berdasarkan
observasi terdapat rumusan masalah yakni; 1) pengetahuan tentang recovery khususnya sport massage
dan metode RICE masih sangat rendah, sedangkan dalam meraih prestasi atlet harus mampu dalam
recovery; 2) para pelaku olahraga masih mengandalkan masase tradisional, dimana ada beberapa faktor
dalam penanganan cedera olaharaga dengan sport massage baik sebelum, jeda dan sesudah
pertandingan; 3) Selain pengetahuan tentang recovery dari sport massage para pelaku olahraga juga
kurangnya informasi tentang metode RICE.
2
Muhammad Riyan Hidayatullah, Sylvana Yaka Saputra
Abdinesia: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, Februari 2021: 1-5
Metode RICE merupakan kependekan dari Rest, Ice, Copression, and Elevation, harus dilakukan
sesegera mungkin setelah terjadinya cedera (Tommy Fondy, 2019:16). Melihat situasi seperti ini, tim
pelaksana pengabdian kepada masyarakat mempunyai ide, gagasan dan inisiatif, bertujuan untuk
melakukan pelatihan kepada atlet, di Lombok Nusa Tenggara Barat, yang dimaksudkan dapat menjawab
mengenai edukasi dan pengenalan gerakan serta cara menangani cedera olahraga melalui sport massage
dan metode rice. Diharapkan ide pengabdian ini dapat memberikan bukti pengembangan yang efektif
mengenai peningkatan prestasi olahraga di Lombok Nusa Tenggara Barat.
METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan secara bertahap, yakni
pelatihan secara terintegritas pada satu tempat yang diawali dengan penyelenggaraan pelatihan secara
keilmuan sport massage dan metode RICE, dijadwal berikutnya mulai mempraktikan sport massage dan
metode RICE. Evaluasi, yakni penilaian yang dilakukan berupa tes tulis, tes lisan dan praktik sport massage
dan metode RICE. Target dan sasaran pengabdian pada masyarakat ini secara umum adalah atlet dan
pelatih Pencak Silat Pagar Nusa NTB. Rencana jangka panjang ke depan pelatihan ini dapat berguna untuk
kemajuan prestasi atlet, dan diharapkan dapat terciptanya tenaga massure di Lombok Nusa Tenggara
Barat.
3
Muhammad Riyan Hidayatullah, Sylvana Yaka Saputra
Abdinesia: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, Februari 2021: 1-5
Pelatihan penanganan cedera olahraga melalui sport massage dan metode RICE ini diikuti oleh 15
orang atlet pencak silat Pagar Nusa NTB, kegiatan pengabdian ini diaksanakan selama tiga hari penuh
tanggal 17, 18, dan 19 Januari 2021. Namun peserta terlihat begitu aktif dan bersemangat dalam mengikuti
pelatihan dan mempelajari materi yang disampaikan oleh narasumber selama waktu yang sudah ditentukan.
Narasumber dibantu oleh tim pengabdian untuk membimbing peserta selama mengikuti pelatihan.
Dilapangan begitu banyak cabang olahraga yang membutuhkan tenaga masseur, namun di Nusa Tenggara
Barat masih sangat kekurangan tenaga masseur. Selama ini atlet hanya ditangani oleh tukang pijat
tradisional pada situasi dan kondisi yang urgen saja, belum mendapatkan pelayanan profesional oleh
tenaga masseur yang sudah kompeten di bidangnya, sehingga pelatihan berjalan sangat antusias dari
peserta. Banyak peserta yang aktif bertanya dengan dasar mereka sangat tertarik dengan meteri yang
disampaikan, yang awalnya peserta tidak tahu dan menjadi tahu ilmu tentang bagaimana menangani cedera
yang baik dan benar. Setelah dilaksanakannya pelatihan penanganan cedera olahraga melalui sport
massage dan metode RICE, diharapkan agar setelah mengikuti pelatihan ini, para peserta bisa
mengamalkan ilmunya untuk membantu dirinya sendiri dan orang sekitarnya dari cedera olahraga atau rasa
nyeri otot yang dialaminya selama beraktifitas. Serta mampu memanfaatkan ilmu sport massage sebagai
seorang masseur untuk mendapatkan penghasilan tambahan menangani atlet diberbagai cabang-cabang
olahraga maupun pribadi.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini bahwa atlt pencak silat yang begitu
bersemangat dan antusias dalam mengikuti pelatihan ini karena mengaggap ilmu penanganan cedera
olahraga dilapangan sangat dibutuhkan, selama ini banyak atlet khususnya di NTB tidak paham cara
menangani cedera olahraga dilapangan yang sesuai dengan SOP Penanganan cedera olahraga, baik untuk
dirinya sendiri atupun orang lain. Kesimpulan berikutnya dari terlaksananya pelatihan ini sebagai berikut; 1)
menciptakan tenaga masseur di NTB yang berkualitas kompeten dibidangnya baik secara teori dan praktek,
memberikan pengetahuan terhadap atlet tentang penanganan cedera olahraga melalui sport massage dan
metode RICE; 2) menciptakan suatu kelompok organisasi/lembaga belajar massage di NTB yang bertujuan
untuk mengash dan menambah secara keilmuan dari sport massage.
4
Muhammad Riyan Hidayatullah, Sylvana Yaka Saputra
Abdinesia: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, Februari 2021: 1-5
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih diucapkan kepada LPPM Sebagai penyelenggara PKM UNU NTB 2020 dan
Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat yang telah memberikan bantuan Hibah Penelitian dan
PKM, serta ucapan terimakasih disampaikan kepada mitra pengabdian organisasi Pencak Silat Pagar Nusa
NTB yang telah bersedia bekerja sama dengan kami demi terlaksananya pelatihan pengabdian kepada
masyarakat internal universitas nahdlatul ulama nusa tenggara barat.
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, W. T., & Ambardini, R. L. (2019). Efektivitas Kombinasi Terapi Dingin Dan Masase Dalam
Penanganan Cedera Ankle Sprain Akut. Medikora, 16(1).
https://doi.org/10.21831/medikora.v16i1.23485.
Fondy, T. (2019). Sport Massage (Panduan Praktis Merawat dan Mereposisi Cedera Tubuh. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Irawan, A. A. (2017). Pelatihan Penanganan Cedera Olahraga Melalui Sport Massage dan Metode Rice
Bagi Atlet Pencak Silat Ipsi Kabupaten Karawang, Proceeding.
Kemenpora RI. (2010). Masase Olahraga (Pendukung Prestasi dan Terapi Cedera Olahraga). Jakarta:
Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Asdep Tenaga Keolahragaan.
Maulana, G. F., & Graha, A. S. (2019). Pengaruh Masase Dengan Terapi Panas Terhadap Pemulihan
Gangguan Nyeri Otot Trapezius Pada Pemain Rugby. Medikora, 18(1), 7–11.
https://doi.org/10.21831/medikora.v18i1.29190.
Sa’roni, A. S., & Graha, A. S. (2019). Efektifitas Masase Terapi Cedera Olahraga Terhadap Nyeri Tumit Dan
Nyeri Otot Tibialis Pada Atlet Futsal Sma Negeri 1 Ciamis. Medikora, 18(2), 56–63.
https://doi.org/10.21831/medikora.v18i2.29197.
5
JSSF 4 (2) (2015)
Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Abstract
___________________________________________________________________
The success rate of treatment ROM ankle injury in athletes Association football Unnes using massage therapy
and management frirage ROM handling injuries ankle using frirage massage. This research is to determine
how far the level of successful therapy frirage massage handling ROM ankle injury in athletes PS. Unnes and
management of the athletes who suffered an ankle injury. The method uses pre-experimental research design
one group pretest posttest with survey techniques and tests. The population of this study all athletes PS. Unnes
are 32 people, students of the Faculty of Sport Sciences, purposive sampling technique sampling to obtain
samples 11 people. Tool in the research questionnaire and goniometer. The study was conducted in December
2014, at the Laboratory IKOR, Unnes. Research data analysis technique using paired t-test with the help of a
computer SPSS version 15. Results showed frirage massage can improve results degrees average value of 7.4
ROM ankle flexion, extension 1.7, inversion 4.5, eversion 5.8, and flexion p = 0.001, inversion p = 0.001 and
eversion p = 0.000, Handling ROM with therapy massage frirage done with sitting/lying down, next friction
and effluerage manipulation of the muscles of the fastener joints injury then do traction and repositioning.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6528
Gedung F1 Lantai 3 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: Triahretnoningsih@yahoo.com
49
Triah Retnoningsih / Journal of Sport Sciences and Fitness 4 (2) (2015)
PENDAHULUAN
Setiap melakukan aktivitas fisik olahraga yaitu pada 5 jaringan tubuh antara
khususnya olahraga selalu dihadapkan lain: otot, persendian, tendon, ligamen dan
kemungkinan cedera dan cedera ini akan tulang (Ali Satia Graha dan Bambang
berdampak pada gangguan aktivitas fisik, psikis Priyonoadi, 2012).
dan prestasi (Sri Sumartiningsih, 2012). Cedera Cedera ankel merupakan salah satu cedera
adalah kelainan yang terjadi pada tubuh yang yang sering terjadi pada atlet Persatuan sepak
mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bola Universitas Negeri Semarang (PS. Unnes)
bengkak, dan tidak dapat berfungsi baik pada yang selalu mengikuti even mulai dari kejuaraan
otot, tendon, ligamen, persendian maupun antar perguruan tinggi, turnamen tingkat
tulang akibat aktivitas gerak yang berlebihan daerah, luar daerah dan nasional. Sehingga atlet
atau kecelakaan (Ali Satia Graha dan Bambang PS. Unnes memerlukan penanganan khusus
Priyonoadi, 2012). untuk menangani cedera.
Macam cedera yang terjadi dalam Penanganan cedera dengan terapi pada
aktivitas sehari-hari maupun berolahraga dibagi era modern, di Indonesia sekarang ini
menjadi 2, yaitu: trauma akut dan overuse menerapkan terapi masase di dunia olahraga
syndrom (penggunaan berlebih). Trauma akut berawal dari pendidikan yang diberikan lewat
adalah suatu cedera berat yang terjadi secara perkuliahan di sebuah perguruan tinggi
mendadak, seperti cedera goresan, robekan pada keolahragaan yang menjamin keilmiahan dan
ligamen atau patah tulang. Sedangkan overuse manfaat terapi tersebut dengan anggota pakar
syndrom yaitu akibat cedera yang berlarut-larut masase, dosen masase, guru pendidikan jasmani
dan sering timbul kembali rasa sakitnya akibat dan kesehatan, dan para pakar pengobatan
cedera terdahulu (Arif Setiawan, 2011). alternatif yang menggunakan metode
Cedera olahraga harus dapat pertolongan kedokteran timur. Salah satu masase yang
dan pengobatan sedini mungkin, agar para dikembangkan dari masase sebelum-sebelumnya
olahragawan tidak menderita cacat dan segera adalah masase frirage (Ali Satia Graha dan
dapat berlatih dan bertanding lagi (Arif Bambang Priyonoadi, 2012).
Setiawan, 2011). Masase frirage berasal dari kata masase
Sepak bola adalah termasuk cabang yang artinya pijatan, dan frirage yaitu gabungan
olahraga body contact langsung dan keras yang teknik masase atau manipulasi friction (gerusan)
menuntut kemampuan fisik individu maupun dan efflurage (gosokan) yang dilakukan secara
kerjasama tim untuk bergerak, berfikir dan bersamaan dalam melakukan pijatan. Masase
memutuskan segala sesuatu dengan cepat dan frirage ini, sebagai salah satu ilmu pengetahuan
akurat. Tidaklah mengherankan apabila dalam terapan yang termasuk dalam bidang terapi dan
olahraga sepak bola seorang pemain sangat rehabilitasi, baik untuk kepentingan sport
rentan terhadap terjadinya cedera. Cedera yang medicine, pendidikan kesehatan maupun
dialami oleh seorang atlet sepak bola dapat pengobatan kedokteran timur (pengobatan
menyebabkan mundurnya prestasi seorang atlet, alternatif) yang dapat bermanfaat untuk
trauma, gangguan psikologis, fisik menurun, membantu penyembuhan setelah penanganan
dan bahkan cacat permanen atau bahkan medis maupun sebelum penanganan medis
sampai pada kematian. Cedera yang dialami sebagai salah satu pencegahan dan perawatan
oleh atlet sepak bola bisa berawal dari proses tubuh dari cedera, kelelahan dan perawatan
latihan dan saat pertandingan, dimana seorang kulit. Masase frirage ini dapat digunakan untuk
atlet sepak bola mengharapkan untuk menjadi pertolongan, pencegahan, dan perawatan tubuh
atlet yang berprestasi tentunya perlu melalui supaya tetap bugar dan sehat, selain dari
berbagai tahap untuk memperoleh hasil yang berolahraga dan perawatan medis (Ali Satia
maksimal. Cedera yang sering terjadi pada Graha dan Bambang Priyonoadi, 2012).
olahragawan sewaktu melakukan aktivitas
50
Triah Retnoningsih / Journal of Sport Sciences and Fitness 4 (2) (2015)
Penelitian ini seperti penelitian dari Ali post-test, data pre test dan data post test gerak
Satia Graha, M.Kes, penelitian sebelumnya fleksi, ekstensi, inversi dan eversi semua di
untuk mengetahui tingkat keberhasilan masase masukan dalam lembar monitoring dan di
frirage terhadap penanganan ROM cedera lutut pisahkan berdasarkan data sebelum penanganan
pasien putra Phisical Therapy Clinic dan metode dan data setelah penanganan menggunakan
penelitiannya menggunakan tindakan kelas. terapi masase frirage.
Penelitian sekarang memfokuskan cedera ankle Teknik analisis data yang digunakan
pada atlet PS. Unnes dan untuk mengetahui adalah analisis dengan teknik t-test untuk
penatalaksanaan masase frirage untuk atlet PS. mengetahui hubungan semua variabel bebas
Unnes yang mengalami cedera ankle dengan terhadap variabel terikat, untuk menguji analisis
metode penelitian pre-experimental design pre test tersebut melakukan uji persyaratan untuk
post test one group. mengetahui kelayakan data yang meliputi: 1)
Masase frirage diharapkan dapat Uji Normalitas Data menggunakan Kolmogorov-
mengatasi gangguan ROM ankle pada atlet PS. smirnov, 2) Uji Homogenitas Data menggunakan
Unnes. Atlet PS. Unnes belum pernah Chi-Square, dan 3) Uji t-test Data menggunakan
menggunakan terapi masase dalam penanganan perhitungan pengolahan dan analisis data
cedera ankle. digunakan program bantu statistik SPSS versi
15.
METODE
Jenis metode penelitian yang digunakan PEMBAHASAN
adalah penelitian kuantitatif karena data yang Range of Motion (ROM) merupakan salah
akan diperoleh berupa angka yang nantinya satu indikator fisik yang berhubungan dengan
akan dianalisis dengan perhitungan statistik fungsi pergerakan (Easton, 1999). Menurut
(Sugiyono, 2010). Jenis desain penelitian ini Kozier (2004), ROM dapat diartikan sebagai
adalah eksperimen dengan pre-experimental design pergerakan maksimal yang dimungkinkan pada
one group pre test dan post test, menggunakan sebuah persendian tanpa menyebabkan rasa
teknik survey test dan measuring (pengukuran). nyeri. Latihan ROM dapat dilakukan dengan
Variabel dalam penelitian ini menggunakan posisi duduk dan berdiri serta pada posisi
variabel bebas berupa masase frirage dan terlentang di tempat tidur (Wold, 1999). ROM
variabel terikat berupa penanganan ROM cedera atau luas gerak sendi diukur oleh fisioterapis
ankle. menggunakan alat yang disebut goniometer.
Teknik pengumpulan data menggunakan Angka dalam goniometer menunjukkan besar
cara kuesioner, tes dan pengukuran dengan sudut dalam derajat.
menggunakan alat goniometer. Goniometer Masase frirage adalah salah satu metode
untuk mengukur derajat nilai ROM ankle gerak atau cara untuk membantu seseorang yang
fleksi, ekstensi, inversi dan eversi. Populasi mengalami cedera, kelelahan ataupun
penelitian ini seluruh atlet PS. Unnes berjumlah perawatan tubuh dengan melakukan sentuhan
32 orang, teknik pengambilan sampel tangan pada kullit untuk mengurangi
menggunakan purposive sampling memperoleh ketegangan otot, memposisikan persendian pada
sampel 11 orang. Penelitian dilakukan pada tempatnya dan membantu memperlancar
bulan Desember tahun 2014 di Laboratorium peredaran darah pada tubuh sehingga terasa
IKOR, F4, Lt.3 FIK, Unnes, jam 19.00-20.30 bugar, nyaman dan mengurangi proses
WIB. Penelitian ini dilakukan dalam tiga peradangan seperti panas, nyeri, bengkak, dan
minggu, minggu pertama pre-test, minggu ke-2 gangguan gerak sendi setelah mendapatkan
terapi masase frirage dengan frekuensi 3kali perlakuan masase frirage.
dalam satu minggu, intensitas disesuaikan Selanjutnya Uji statistik pre test dan post
dengan tebal/besarnya otot dan nyeri otot, test terhadap derajat nilai ROM ankle,
waktu 1kali terapi 15 menit. Minggu terakhir dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
51
Triah Retnoningsih / Journal of Sport Sciences and Fitness 4 (2) (2015)
keberhasilan masase frirage dalam penanganan probabilitas (p) yang dapat digunakan untuk
ROM cedera ankle ringan gerak fleksi, ekstensi, membuktikan hipotesis ada atau tidak adanya
inversi dan eversi pada atlet PS. Unnes sebelum pengaruh secara signifikan. Cara menentukan
dan sesudah diberikan penanganan terapi signifikan tidaknya adalah jika nilai p < 0,05
menggunakan masase frirage. Selanjutnya data maka ada perbedaan signifikan, selanjutnya jika
yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis p > 0,05 maka tidak ada perbedaan signifikan,
dengan menggunakan uji-t (beda) berpasangan maka hasil analisis menggunakan program SPSS
(paired t-test) dengan taraf signifikasi 5 %. Uji-t versi 15 adalah sebagai berikut:
menghasilkan nilai t hitung dan nilai
Tabel.1 Hasil uji t data pre test dan post test pada ankle atlet PS. Unnes
Rata-rata
Variabel n =11
Pretest Posttest ∆ ROM (0) T P
Nilai
ROM
ankle (0) :
Fleksi 38,9 ± 6,7 46,3 ± 2,8 7,4 -4,552 0.001
Ekstensi 27,08 ± 4,7 28,9 ± 4,2 1,7 -2,002 0.073
Inversi 39,2 ± 4,5 43,8 ± 3,5 4,5 -4,726 0,001
Eversi 22,3 ± 4,4 28,1 ± 3,6 5,8 -5,511 0,000
Keterangan: ∆ ROM : Peningkatan ROM Penelitian membuktikan tingkat
Terdapat perbedaan yang signifikan ankle gerak keberhasilan masase frirage terhadap
fleksi, inversi dan eversi. penanganan ROM cedera ankle ringan pada atlet
Berdasarkan tabel.1 di atas diketahui PS. Unnes. Penelitian ini sebelumnya belum
bahwa data pre test dan post test derajat nilai pernah dilakukan. Sebelumnya penelitian
ROM fleksi mempunyai t -4,552, p 0.001, inversi tentang Tingkat Keberhasilan Masase Frirage
mempunyai t -4,726, p 0.001 dan eversi dilakukan oleh Ali Satia Graha, M.Kes, yang
mempunyai t -5,511, p 0.000. Semua data berjudul “Tingkat keberhasilan masase frirage
mempunyai nilai sig. hitung < sig. alpa sehingga dalam cedera lutut ringan pada pasien putra di
ada perbedaan yang signifikan derajat nilai Phisical Teraphy Clinic Fakultas Ilmu
ROM ankle gerak fleksi, inversi dan eversi Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
sebelum dan sesudah diberi penanganan terapi tahun 2011”. Menggunakan sampel 5 orang dan
masase frirage. Sedangkan derajat nilai ROM hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa
ekstensi mempunyai sig. hitung > sig. alpa masase frirage berhasil dan efektif dalam
sehingga tidak dapat perbedaan yang signifikan meminimalisir cedera ringan gangguan ROM
gerak ekstensi sebelum dan sesudah di masase pada cedera lutut ringan pasein Physical Therapy
frirage. Uraian tersebut dapat disimpulkan Clinic (PTC) FIK UNY tahun 2011.
bahwa masase frirage berhasil terhadap Penelitian yang dilakukan oleh penulis
penanganan ROM cedera ankle gerak fleksi, menggunakan 11 orang sampel yang telah di
inversi dan eversi pada atlet PS. Unnes. seleksi. Dalam melakukan pengukuran peneliti
Rangkuman hasil uji-t diatas dapat disimpulan di bantu oleh 5 orang terapis dan 8 orang
bahwa untuk gerak fleksi, inversi dan eversi: masseur yang sudah layak dan terlatih dari
Masase frirage berhasil terhadap penanganan jurusan ilmu keolahragaan. Pengukuran
ROM cedera ankle gerak fleksi, inversi dan eversi pertama (pretest) mengukur derajat nilai ROM
pada atlet PS. Unnes, untuk ankel gerak ekstensi ankle gerak fleksi, ekstensi, inversi dan eversi
hasil antara pretest dan posttest tidak jauh berbeda menggunakan alat goniometer, data di masukan
(normal). ke dalam lembar monitoring. Kemudian sampel
di terapi menggunakan masase frirage dengan
52
Triah Retnoningsih / Journal of Sport Sciences and Fitness 4 (2) (2015)
frekuensi tiga kali dalam seminggu, intensitas keberhasilan masase frirage dengan satu kali
penekanan disesuaikan dengan tebal/besarnya terapi ada 4 orang sampel yang sembuh, dengan
otot dan nyeri otot, waktu yang digunakan dua kali terapi ada 7 orang sampel yang
untuk 1kali terapi 15 menit, tipe masase frirage. sembuh.
Penelitian dengan tiga kali terapi sampel di tes
kembali seperti pre test dengan mengukur DAFTAR PUSTAKA
kembali derajat nilai ROM ankle untuk Ali Satia Graha, dan Bambang Priyonoadi.
mengetahui hasil post test. Sebelumnya sampel 2012. Terapi Masase Frirage
belum pernah menggunakan terapi masase Penatalaksanaan Cedera pada Anggota
frirage dalam menangani cedera ankle. Hasil Tubuh Bagian Bawah. Yogyakarta: Klinik
penelitian membuktikan masase frirage berhasil Terapi Fisik UNY.
terhadap penanganan ROM cedera ankle atlet Arif Setiawan. 2011. Faktor Timbulnya Cedera
PS. Unnes dengan tingkat keberhasilan satu kali Olahraga. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
terapi 4 orang sampel sembuh dan dengan dua Indonesi; Volume 1; Edisi 1; Semarang.
kali terapi 7 orang sampel sembuh. UNNES.
Basmajian, John. V. 1980. Therapeutic Exercise.
SIMPULAN Baltimore, Md. U.S.A: Williams and
Berdasarkan pada hasil analisis data Wilkins.
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Knight, A.C. dan Weimar, W.H., 2012. Effects of
Masase frirage dapat meningkatkan derajat nilai previous lateral ankle sprain and taping on the
rata-rata ROM ankle gerak fleksi sebesar 7,4˚, latency of the peroneus longus. Sports
ekstensi sebesar 1,7˚, inversi sebesar 4,5˚ dan Biomechanics, 11:1, 48-56, DOI:
eversi sebesar 5,8˚ dan nilai p pre test dan post test 10.1080/14763141.2011.637121. USA.
untuk ankle pada gerak fleksi 0.001, inversi Mississippi State University.
0.001dan eversi 0.000 < dari 0,05, berarti Sarah Uliya, et al. 2009. Pengaruh Latihan Range
terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil of motion (ROM) terhadap Fleksibilitas Sendi
tersebut kemudian dapat di simpulkan bahwa Lutut pada Lansia di Panti Wreda Wening
masase frirage berhasil terhadap penanganan Wardoyo Ungaran. Jurnal Media Ners,
ROM cedera ankle pada atlet PS. Unnes 2) Volume 1; Nomor 2; FK UNDIP, FK
Penatalaksanaan terapi masase frirage bisa UGM dan FIK UNY .
dengan posisi duduk atau berbaring, selanjutnya Sri Sumartiningsih. 2012. Cedera Keseleo pada
melakukan manipulasi gerakan friction dan Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). Jurnal
efflurage pada bagian otot-otot pengikat Media Ilmu Keolahragaan Indonesia;
persendian yang mengalami gangguan serta Volume 2; Edisi 1; Semarang. UNNES.
melakukan gerakan traksi reposisi. Tingkat
53