Anda di halaman 1dari 7

Nama : Chandika Permana L.

NIM : 190910301064

Mata Kuliah : Kebijakan Sosial

Kelas : D2

Dosen Pengampu : Wahyuni Mayangsari S.Sos., M.Kesos

Kebijakan Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan

 TUJUAN
Tujuan dari adanya BPJS Ketenagakerjaan adalah untuk dapat memberikan
jaminan sosial terhadap para pekerja agar nantinya jika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan para pekerja tersebut bisa mendapatkan kompensasi berupa jaminan sosial.

 SEJARAH
Jaminan sosial ketenagakerjaan atau sekarang lebuh dikenal dengan BPJS
Ketenagakerjaan merupakan suatu bentuk jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah
terhadap para pekerja. BPJS Ketenagakerjaan sendiri merupakan transformasi dari PT
Jamsostek (Persero) dan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015. Sejarah terbentuknya PT
Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang sebelum berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Sejarah pembentukan dimulai dari UndangUndang Nomor 33 Tahun
1947 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan
Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 Tahun 1952 Jo PMP Nomor 8 Tahun 1956 tentang
Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, Peraturan Menteri
Perburuan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, Peraturan
Menteri Perburuan Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan Dana Jaminan
Sosial (YDJS), diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-
pokok Tenaga Kerja. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut
landasan hukum, bentuk perlindungan, maupun cara penyelenggaraan proses lahirnya
asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Selanjutnya pemerintah juga menerbitkan UU No.

 IMPLEMENTASI
Dalam BPJS Ketenagakerjaan sendiri terdapat beberapa pembagian golongan dari
BPJS Ketenagakerjaan yaitu :
 Jaminan Kecelakaan Kerja JKK
Jaminan kecelakaan kerja dalam BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan atas
risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke tempat kerja atau sebaliknya, hingga
perjalanan dinas. Jaminan kesehatan tersebut juga termasuk penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan tempat bekerja.
Berikut adalah rincian iuran JKK BPJS Ketenagakerjaan.

Kategori Jumlah Iuran yang Harus Dibayar


Penerima upah 0,24% – 1,74% dari upah tergantung besarnya resiko pekerjaan.
Detail besaran presentase pembayaran sebagai berikut :
✩ Resiko sangat rendah : 0,24%
✩ Resiko rendah : 0,54%
✩ Resiko sedang : 0,89%
✩ Resiko tinggi : 1,27%
✩ Resiko sangat tinggi : 1,74%
Bukan penerima upah 1% dari penghasilan yang dilaporkan
Pekerja migran Indonesia Rp370 ribu
Jasa kontruksi 0,21% berdasarkan nilai proyek

 Jaminan Hari Tua (JHT)


Jaminan Hari Tua ialah manfaat yang berupa uang tunai yang besarnya adalah nilai
akumulasi iuran ditambah hasil pengembangan yang di atas bunga deposito. Dalam
proses pencairan dana JHT peserta harus memenuhi sejumlah persyaratan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Tahun 2015. Iuran yang harus dibayarkan oleh Peserta
JHT yaitu :

Kategori Jumlah Iuran yang Harus Dibayar


Penerima upah 5,7% per bulan dari upah yang dilaporkan
(2% dari upah pekerja dan 3,7% dari perusahaan)
Bukan penerima upah 2% per bulan dari penghasilan yang dilaporkan
Pekerja migran Indonesia Rp105 ribu – Rp600 ribu per bulan
 Jaminan Pensiun (JP)
Program ini diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk mempertahankan kehidupan
yang layak bagi para peserta atau ahli waris setelah memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat. uran yang harus dibayarkan untuk program JP adalah masing-masing
1% oleh pekerja dan 2% oleh perusahaan.

 Jaminan Kematian (JKM)


Program ini diberikan dalam bentuk uang tunai kepada ahli waris ketika peserta
meninggal dunia yang bukan disebabkan karena kecelakaan kerja.

 KENDALA
Kendala dari adanya BPJS Ketenagaerjaan di Indonesia yaitu :
 Kecilnya segmen dari pendaftar PBJS Ketenagakerjaan di Indonesia
 Banyaknya manfaat penyakit akibat kerja (PAK) dalam program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) yang tidak terbayar karena bersentuhan dengan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
 Kekosongan Hukum dan Kurangnya Sosialisasi

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Thailand


Industrial Rehabilitation Centre (IRC)

 TUJUAN
Industrial Rehabilitation Centre (IRC) adalah lembaga atau Instansi di Thailand
yang didirkan pada tahun 1985, IRC didirikan bertujuaan untuk rehabilitasi pekerja
yang tidak mampu bekerja karena cacat, dengan mendapatkan standar yang sama.
Untuk Jaminan Sosial ketenagakerjaan sendiri dilakukan oleh Kementrian
Ketenagakerjaan (Kemnaker) Thailand. Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
mengelola keseluruhan kebijakan dan layanan asuransu ketenagakerjaan. Adapun
beberapa layanan yang dilakukan oleh Kemnaker Thailand yaitu :
 Pangkalan data Terhubung (Pusat Informasi ketenagakerjaan Nasional) untuk
layanan ketenagakerjaan.
 Hotline tunggal 1506 dalam bahasa Thailand, Inggris, Burma dengan respons
otomatis dan staf siap menjawab telepon.
 Kantor pelayanan Satu Pintu dengan staf

 SEJARAH
Usaha Pemerintah Thailand dibidang ketenagakerjaan pada awalnya dilakukan
oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial didirikan pada tahun 1993.
Pada tahun 2002 bidang ketenagakerjaan diurus oleh kementrian khusus yaitu
Kementrian Tenaga Kerja. Program Jaminan Sosial di Thailand terdiri atas program
jaminan bagi pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan program kesehatan. Program
yang diatur oleh UU Jaminan Sosial di Thailand dimulai pada tahun 1990 Pemerintah
Thailand mengeluarkan UU Jaminan Sosial, namun demikian implementasinya baru
dimulai enam bulan kemudian, yaitu pada bulan Maret 1991. Dana yang terkumpul
dikelola oleh suatu badan tripartit, Dewan Jaminan Sosial, yang terdiri dari 15 orang
yang mewakili pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja masing-masing 5 (lima)
orang. Kantor Jaminan Sosial (Social Security Office, SSO) berada di bawah
Departemen Tenaga Kerja dan Kesejahteraan. Mula-mula program tersebut wajib
bagi pemberi kerja dengan 20 karyawan atau lebih, yang kemudian secara bertahap
diwajibkan kepada pemberi kerja yang lebih kecil. Sejak 31 Mei 2002, seluruh
tenaga kerja dengan satu atau lebih karyawan wajib menjadi peserta. Kini jumlah
peserta SSO adalah 6,59 juta tenaga kerja di Thailand, seluruh tenaga kerja formal
telah menjadi peserta. Dinas atau instansi yang bertugas dalam perlindungan
terhadap Tenaga Kerja di Thailand sendiri bernama Industrial Rehabilitation Centre
(IRC) yang didirikan pada tahun 1985. IRC sendiri didirikan berdasarkan Undang-
undang pekerja yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendapatkan
kompensasi terdiri dari pembiayaan pemeliharaan kesehatan, perlindungan bulanan,
pembiayaan rehabilitasi dan pembiayaan pemakaman.

 IMPLEMENTASI
 Ganbaran Umum Sistem Asuransi Ketenagakerjaan.
Dalam mengimplementasikan asuransi ketenagakerjaan di Thailand, Kemnaker
Thailand sendiri membagi kedalam tiga Departemen yaitu :
1) Departemen Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja (DLPW), beberapa
tanggung jawab dari departemen terkit yaitu :
a) Kondisi kerja layak (kontrak, upah)
b) Perlindungan terhadap pengangguran tidak sah
c) Pembayaran pesangon dan dana perlindungan
2) Departemen Ketenagakerjaan (DoE), beberapa tanggung jawab dari
departemen terkit yaitu :
a) Pendaftaran pengangguran
b) Layanan pencocokan kerja
c) Saran karir
3) Departemen Pengembangan keterampilan (DSD), beberapa tanggung jawab
dari departemen terkit yaitu :
a) Kursus pelatihan keterampilan dasar dan lanjutan
b) Sertifikasi dan regulasi keterampilan
 Tunjangan Pengangguran
Di Negara Thailand pengangguran tetap mendapatkan tunjangan dari dana
pengangguran jaminan sosial dan dari pemberi kerja. Pembagian tunjangan sendiri
dibedakan dari kondisi pengangguran itu sendiri. Untuk pengangguran dengan
alasan dipecat maka tunjangan sosial akan diberikan penuh dan akan mendapatkan
pesangon, untuk alasan habis kontrak tunjangan jaminan sosial tidak diberikan
sepenuhnya tetapi mendapatkan pesangon, untuk pekerja yang berhenti sukarela
tunjangan jaminan juga tidak diberikan sepenuhnya dan tidak mendapatkan
pesangon.
 Pesangon bagi tenaga kerja
Pemberian pesangon diatur didalam UU Perlindungan Tenaga Kerja (revisi 2019).
UU tersebut digunakan untuk melindungi dari pemberi kerja memecat pekerka,
UU tersebut menetapkan bahwa pesangon harus dibayar oleh pemberi kerja
kecuali sang pekerja berhenti secara sukarela. Tenagakerja juga akan
mendapatkan Dana Perlindungan Pesangon. Ketika sebuah perusahaan menutup
bisnisnya, perusahaan tersebut mungkin tidak memiliki uang untuk membayar
presangon semua karyawannya. Dana melakukan langkah-langkah untuk
memastikan bahwa semua karyawan akan menerima setidaknya sebagian
pesangon, meskipun jumlah yang dibayarkan oleh dana dibatasi hingga 60 hari
upah. Jumlah yang dibayarkan dibebankan kepada pemberi kerja setelah pesangon
dibayar oleh dana, dengan tingkat bunga 15% per tahun.
ARGUMENTASI
Berdasarkan dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia masih
sedikit tertinggal dari negara Thailand dalam hal jaminan sosial bagi tenaga kerja.
Didalam proses implementasi jaminan sosial di negara Thailand lebih merata pembagian
hal-hal jaminan sosial yang diberikan. Di Negara Thailand sendiri hak untuk
pengangguran dan pesangon sudah diayut didalam undang-undang sehingga seluruh
masyarakat dapat merasakan jaminan sosial tanpa terkecuali.
Bagi implementasi BPJS Ketnagakerjaan di Indonesia masih sekali banyak terjadi
permasalahan yang membuat banyak tenaga kerja yang tidak menerima jaminan sosial.
dalam implementasinya masih banyak ditemukan kendala sehingga program jaminan
sosial belum terlaksana secara optimal dan menyeluruh terutama bagi pekerja pada sektor
informal seperti pedagang, nelayan, tukang ojek, tukang becak, dan lain sebagainya.
Masih begitu banyak pekerja informal yang belum terdaftar menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya program jaminan sosial ketenagakerjaan. Pekerja bukan penerima upah
atau pekerja disektor informal sangat rentan terhadap risiko sakit dan kecelakaan kerja.
Karena mereka umumnya bekerja kurang tertib atau seringkali mengabaikan keselamatan
kerja tanpa menggunakan pengamanan kerja. Selain itu pekerja bukan penerima upah
yang perekonomiannya menengah kebawah atau tidak mampu lebih memikirkan untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap orang yang melakukan suatu pekerja sangatlah
membutuhkan perlindungan sosial, sebab setiap pekerjaan pasti adanya risiko yang
kemungkinan menimpa diri
Untuk itu di Indonesia harus dapat memperbaiki sistem yang ada didalam
program BPJS Ketenagakerjaan, selain itu masyarakat juga harus lebih mawas diri
didalam malakukan setiap pekerjaan. Para pekerja dan juga perusahaan harus dapat
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan SOP yang ada sehingga dharapkan jaminan sosial
yang dikeluarkan tidak hanya lebih besar kepada Pekerja yang mengalami kecelakaan
kerja tetapi merata kepada golongan lainnya

Anda mungkin juga menyukai