Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MEMBUAT POLICY PAPER PROGRAM KEBIJAKAN KOTA

TANPA KUMUH (KOTAKU)

“MODEL PENEGEMBANGAN DAERAH KUMUH DALAM


MENGURANGI PERMASALAHAN KAMPUNG KUMUH DI
PERKOTAAN”

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Sosial Kelas D2

Disusun Oleh :
Chandika Permana L.P
190910301064

Dosen Pengampu :
Wahyuni Mayangsari,S.Sos.,M.Kesos
NIP. 198802102019032017

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. Latar Belakang dan Analisis Program KOTAKU

a. Latar Belakang Kebijakan KOTAKU


Program KOTAKU merupakan Program Pemerintah yang
bertujuan membangun sistem yang terpadu untuk penanganan permukiman
kumuh, dimana Pemerintah Daerah memimpin dan berkolaborasi dengan
para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya,
serta mengedepankan partisipasi Masyarakat. Sesuai dengan tujuan
Program, penanganan permukiman kumuh yang dimaksud di dalam
Program KOTAKU tidak hanya mengatasi kekumuhan yang sudah ada,
namun juga untuk mencagah tumbuhnya kekumuhan baru. Program
KOTAKU ini mengacu kepada dua pola penanganan yang dimaksud
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu : pencegahan dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh.
Hal yang menjadi target dari Program KOTAKU adalah untuk
mencapai kondisi masa depan yang diinginkan dengan memanfaatkan
kondisi yang ada semaksimal mungkin dan meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan fisik dan sosial. Pencapaian tujuan program antara lain
diukur dengan merumuskan indikator kinerja keberhasilan dan terget
capaian program yang akan berkontribusi terhadap capaian sasaran Rencana
Pembangunan Jangka Menegah (RPJMN) 2015-2019 yaitu pengentas
permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Untuk itu, seluruh
program Ditjen Cipta Karya (DJCK) Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dalam kurun waktu 5 tahun ke depan akan difokuskan
untuk mewujudkan permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha
kumuh tanpa menggusur.
Dalam program KOTAKU adalah 7 indikator kumuh yang dibahas
dan dijadikan acuan yaitu: (1) jalan lingkungan, (2) drainase lingkungan, (3)
penyediaan air bersih/minum, (4) pengelolaan sampah, (5) pengelolaan air
limbah, (6) pengamanan kebakaran, (7) ruang terbuka hijau.
b. Tujuan adanya Kebijakan KOTAKU
1. Menurunnya luas pemukiman kumuh
2. Mewujudkan kolaborasi penanganan kawasan kumuh
3. Menyediakan infrastruktur pemukiman

c. Dasar Hukum Program KOTAKU


 Perspektif Regulasi
1. UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
2. PP No 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Pemukiman
3. Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015-2019
4. Peraturan Presiden Tentang Rencana Kerja Pemerintah RKP
5. Permen PUPR No. 13 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis
Kementrian PUPR Tahun 2015-2019
6. Permen PUPR No. 2 Tahun 2016 Tentang Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahan Kumuh dan Kawasan Pemukiman Kumuh
7. Surat Edaran Dirjen CK No. 50 Tahun 2016 Tentang Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2015-2019
8. Surat Edaran Dirjen CK No 40 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Umum Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
 Perspektif Pembiayaan
1. Bapenas : Bluebook List of Mediun – Term Planned External
Loans 2015 – 2019
2. Loan Agreement (LA) antara Pemerintah Indonesia dengan Asia
Development Bank (ADB) Tentang NUSP-2 (3122-INO) Tanggal
23 April 2014
3. Alokasi Pembiayaan dan K/L
4. Alokasi Pembiayaan dari APBD Provinsi dan Kota/Kab
5. Kontribusi Pembiayaan dari Masyarakat dan Stakeholder lainnya
d. Analisa Kebijakan Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
 Identifikasi Masalah
Program Kotaku dalam pelaksanaannya menggunakan platform
kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kota/kabupaten,
masyarakat dan stakeholder lainya dengan memposisikan masyarakat dan
pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaku utama. Pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh telah diamanatkan Undang-
Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Selain itu, penanganan permukiman kumuh sudah secara jelas
ditargetkan pada RPJMN 2015-2019, dimana target besarnya adalah
terciptanya kota bebas kumuh di tahun 2019. Salah satu langkah
mewujudkan sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa permukiman
kumuh di tahun 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya menginisiasi
pembangunan platform kolaborasi melalui Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah satu dari sejumlah upaya
strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di
Indonesia dan mendukung “Gerakan 100- 0-100”, yaitu 100 persen akses
universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses
sanitasi layak. Arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah
membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi
komunitas (berbasis komunitas). Tujuan umum program ini adalah
meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di
permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan permukiman
perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. (kotaku.pu.go.id,
2016)

 Implementasi Kebijakan
Sumber pembiayaan pada program KOTAKU yang dapat digunakan
dalam penataan Pemukiman kumuh berasal dari sumber dana APBN ,
sumber dana APBD Provinsi Sumber Dana APBD Kota atau Kabupaten,
Sumber dana Swadaya Masyarakat, Sumber dana Swasta dan Perbankan.
Untuk mendapatkan dana itu adapun pola-pola yang dapat dilakukan dalam
menggalang sumber-sumber pendanaan dalam rangka mewujudkan visi tata
bangunan dan lingkungan di kawasan perencanaan pada dasarnya berupa
kegiatan-kegiatan antara lain:
a. Sosialisasi dan promosi program ke berbagai sumber pendanaan
potensial baik sumber pendanaan APBD, Masyarakat, swasta baik di
dalam maupun luar negeri.
b. Penyiapan/ penyelenggaraan program intensif dan kemudahan dalam
penyelenggaraan investasi perizinan, dukungan program pemerintah
dalam pelaksanaan investasi dan lain sebagainya. Pemerintah daerah
perlu melakukan langkah-langkah yang dapat mempercepat laju
investasi sehingga penataan bangunan dan lingkungan di kawasan
perencaan dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang di jadwalkan.

Setelah persiapan terkait pendanaa sudah terselesaikan maka hal selanjutnya


yang dapat dilakukan adalah melakukan perencanaan dan survey lokasi
daerah yang akan diberdayakan. Ketiga proses tahapan impolementasi
tersebut merupakan wadah kolaborasi yang wajib dilakukan seluruh
tahapannya.
Pada pelaksanaan kebijakan Kotaku ini perencanaan n yang
disusun dalam dokumen rencana penanganan pemukiman kumuh dimana
yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Kegiatan yang
dilaksanakan merupakan kegiatan pioritas penanganan baik skala kota
maupun skala lingkungan yang sudah di koordinasikan. Adapun dalam
proses pelaksanaan program Kotaku harus ada beberapa target yang dicapai
yaitu :

a. Pengelolaan pembuangan limbah dan sampah.


b. Penataan jalan lingkungan dan saluran drainase.
c. Penataan ruang terbuka hijau dan publik.
d. Penataan visual kawasan.
Keempat aspek tersebut wajib dilakukan dalam pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh.
 Argumentasi Kebijakan
Kegiatan dan hasil pembangunan infrastruktur dari program KOTAKU
secara umum memberikan dampak positif. Dampak ekonomi yang terjadi
adalah peningkatan pada pendapatan masyarakat akibat berpartisipasi dalam
mengerjakan pembangunan. Adapun dampak terhadap pekerjaan dilihat dari
penyerapan tenaga kerja yang memiliki kemampuan dalam bidang
pembangunan fisik. Kedua dampak ini yaitu pendapatan dan pekerjaan
masih dalam konteks dari kegiatan peningkatan kualitas. Oleh karena itu,
dalam konteks keberlanjutan maka dampak ekonomi Program KOTAKU
terhadap masyarakat belum dirasakan dalam jangka panjang. Dampak
ekonomi dalam pendapatan yakni peningkatan pendapatan sifatnya masih
sementara atau terjadi ketika ada kegiatan saja. Sementara dalam hal
pekerjaan, peningkatan kualitas berdampak kepada pekerja yang memang
bekerja pada bidangnya seperti ahli bangunan serta sifatnya juga sementara
atau terjadi ketika ada kegiatan pembangunan saja. Keberlanjutan hasil dari
peningkatan kualitas seperti infrastruktur masih belum dimanfaatkan secara
optimal misalnya pembukaan lapangan pekerjaan baru atau dapat membuka
usaha baru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas dalam meningkatkan
kualitas ekonomi masyarakat dalam jangka panjang seperti dengan
memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun. Dengan adanya program
ini diharapkan dapat menurunkan angka pemukiman kumuh dan dapat
memberikan fasilitas pemukiman yang lebih baik bagi masyarakat.
NASKAH KEBIJAKAN

(POLICY PAPER)

“MODEL PENEGEMBANGAN DAERAH KUMUH DALAM


MENGURANGI PERMASALAHAN KAMPUNG KUMUH DI
PERKOTAAN”

ABSTRAK

Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah program nasional di 271


kabupaten/kota di 34 propinsi yang menjadi “platform kolaborasi” atau basis
penanganan permukiman kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya
dan sumber pendanaan, termasuk dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota,
donor, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Program Kotaku
bertujuan untuk membangun sistem yang terpadu dalammenangani permukiman
kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para
pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, serta
mengedepankan partisipasi masyarakat. Adapun tujuan penyusunan Policy Paper
ini untuk dapat menganalisis terkait seberapa efektifkah Program Kebijakan Kota
Tanpa Kumuh dalam menyelesaikan permasalahan tingginya pemukiman atau
tempat tempat kumuh khususnya di wilayah perkotaan.

Kata Kunci : implementasi, kebijakan, program, pemukiman kumuh

DESKRIPSI MASALAH

Permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir


semua kota-kota besar di Indonesia, bahkan kota-kota besar di negara berkembang
lainnya. Telaah tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya mencakup
tiga segi, yaitu, pertama, kondisi fisiknya. Kondisi fisik tersebut antara lain
tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi
rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan
drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Kedua, kondisi
sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di permukiman tersebut.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan permukiman kumuh
antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar,
budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari
sikap dan perilaku yang apatis. Ketiga, dampak oleh kedua kondisi tersebut.
Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk,
sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang,
yang berdampak pada kehidupan keseluruhannya.Kawasan permukiman kumuh
dianggap sebagai penyakit kota yang harus diatasi. Pertumbuhan penduduk
merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman. Sedangkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan
menentukan kualitas permukiman yang terwujud. Permukiman kumuh adalah
produk pertumbuhan penduduk kemiskinan dan kurangnya pemerintah dalam
mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan pelayanan kota yang memadai.
Jumlah penduduk global di perkotaan diperkirakan akan mencapai 60%
pada tahun 2030, dan 70% pada tahun 2050. Jumlah kota berpenduduk lebih dari
1 juta jiwa akan mencapai 450 kota, dengan lebih dari 20 kota sebagai megacity,
dengan penduduk melampaui 10 juta jiwa. Kondisi kota-kota di Indonesia yang
berkembang dan berfungsi sebagai pusat-pusat kegiatan mengundang penduduk
daerah sekitarnya untuk datang mencari lapangan kerja dan kehidupan yang lebih
baik. Mereka yang bermigrasi ke perkotaan relatif meningkat dari tahun ke tahun.
Mereka ini berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda-beda dan
sebagian dari mereka datang tanpa tujuan yang jelas. Di lain pihak kota belum
siap dengan rencana sistem perkotaan guna mengakomodasi perkembangan
kegiatan perkotaan dalam sistem rencana tata ruang kota dengan berbagai aspek
dan implikasinya termasuk di dalamnya menerima, mengatur dan
mendayagunakan pendatang. Akibatnya terjadi aktivitas yang sangat heterogen
dan tidak dalam kesatuan sistem kegiatan perkotaan yang terencana, yang
mengakibatkan terjadinya kantong-kantong kegiatan yang tidak saling menunjang,
termasuk dengan munculnya permukiman yang berkembang di luar rencana
sehingga terbentuklah permukiman-permukiman kumuh.
Terbatasnya dana yang dimiliki pemerintah untuk penataan dan
pengelolaan kota dalam menghadapi masalah kependudukan tersebut di atas juga
telah menyebabkan fasilitas perumahan dan permukiman menjadi terbatas dan
mahal pembiayaannya. Di daerah perkotaan, warga yang paling tidak terpenuhi
kebutuhan fasilitas perumahan dan permukimannya secara memadai adalah
mereka yang tergolong berpenghasilan rendah dan atau dengan kata lain orang
miskin. Abrams (1964) misalnya mengatakan bahwa pada waktu seseorang
dihadapkan pada sebuah masalah mengenai pengeluaran yang harus dilakukan
untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, makan, berpakaian, dan
pengobatan untuk kesehatan, maka yang pertama dikorbankan adalah pengeluaran
untuk rumah dan tempat tinggalnya.
Masalahnya, bagi mereka masyarakat miskin yang berpenghasilan rendah,
tidak dapat mengabaikan begitu saja kebutuhan akan rumah dan tempat tinggal
karena masalah ini penting dalam dan bagi kehidupan mereka, tetapi di satu sisi
mereka juga tidak mampu untuk mengeluarkan biaya prioritas bagi
pengembangan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan permukimannya agar
layak untuk dihuni. Semakin kecil bagian dari penghasilan yang dapat disisihkan
guna pembiayaan pemeliharaan rumah dan fasilitas permukiman, semakin kumuh
pula kondisi permukimannya. Jika pertumbuhan lingkunan permukiman kumuh
ini dibiarkan, derajat kualitas hidup masyarakat miskin akan tetap rendah. Akan
mudah menyebabkan kebakaran, memberi peluang tindakan kriminalitas,
terganggunya norma tata susila, tidak teraturnya tata guna tanah dan sering
menimbulkan banjir yang akhirnya menimbulkan degradasi lingkungan yang
semakin parah. Penggusuran pada permukiman kampung kota yang kumuh oleh
pihak-pihak terkait tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, selain cara ini tidak
manusiawi, para pemukim kembali menyerobot tanah terbuka lainnya sehingga
hilang satu akan tumbuh dua atau lebih permukiman kumuh yang baru lagi.

PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum berperan
dalam menangani kawasan kumuh dengan melakukan penataan lingkungan
maupun penyediaan rumah layak huni dan berkelanjutan. Ditjen Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum menyebutnya dengan Key Performance
Indicators 100-0-100. “Bahasa” sederhana tersebut merupakan aktualisasi visi
Cipta Karya untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan
pada lima tahun ke depan. Menjawab tantangan tersebut, pemerintah memberikan
fasilitas pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum,
sanitasi, jalan lingkungan, revitalisasi kawasan, dan peningkatan kualitas
permukiman serta penyediaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman tersebut juga
dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak
perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan insfrastruktur, salah satu
program yang diinisiasi oleh pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut adalah
Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK).

PLPBK pada dasarnya adalah kelanjutan dari transformasi sosial Program


Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan sehingga
beberapa prinsip dasar yang digunakan di PNPM Mandiri Perkotaan seperti
demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabel dan desentraliasi, dan sebagainya
juga menjadi prinsip dasar pada pelaksanaan PLPBK. Meskipun pembangunan
manusia melalui pembangunan bidang sosial, ekonomi dan lingkungan masih
tetap menjadi andalan utama dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, secara
khusus dalam program PLPBK pembangunan lingkungan diberikan penekanan
khusus untuk mewujudkan perubahan perilaku masyarakat yang sejalan dengan
menciptakan lingkungan hunian yang kondusif terhadap berbagai aspek
pembangunan manusia sehingga penanggulangan kemiskinan melalui
pembangunan manusia seutuhnya (spiritual dan material) dengan segera terwujud.

Lalu terdapat program kebijakan lain yang dapat menjadi pilihan yang
cukup relevan terhadap permasalahan pemukiman kumuh diperkotaan yaitu
program kebijakan Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Dasar kebijakan program
Kotaku adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Berdasarkan kebijakan tersebut, maka
dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019 pada gerakan 100-0-100 (100% akses air
minum, 0% kawasan kumuh, 100% akses sanitasi). Untuk memenuhi target 0%
kawasan kumuh tersebut maka Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian
PUPR membuat program Kotaku. Hal yang menjadi target dari Program
KOTAKU adalah untuk mencapai kondisi masa depan yang diinginkan dengan
memanfaatkan kondisi yang ada semaksimal mungkin dan meminimalkan dampak
negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial. Pencapaian tujuan program antara
lain diukur dengan merumuskan indikator kinerja keberhasilan dan terget capaian
program yang akan berkontribusi terhadap capaian sasaran Rencana
Pembangunan Jangka Menegah (RPJMN) 2015-2019 yaitu pengentas
permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Untuk itu, seluruh program
Ditjen Cipta Karya (DJCK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat dalam kurun waktu 5 tahun ke depan akan difokuskan untuk mewujudkan
permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha kumuh tanpa menggusur.

Didalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) maka


akan dibentuk Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP). Nantinya KKP lah
yang akan melakukan pemeliharaaan terhadap bantuan yang akan diberikan oleh
pemerintah. Peningkatan kualitas permukiman kumuh tidak dapat hanya
dilakukan dengan membangun infrastruktur saja, tetapi juga harus dilakukan
upaya-upaya pencegahan tumbuhnya kumuh baru. Kegiatan operasi/pemanfaatan
dan pemeliharaan, disamping untuk menjaga kualitas infrastruktur agar berfungsi
dengan baik, juga merupakan kegiatan dalam upaya pencegahan tumbuhnya
kumuh baru. Kegiatan operasi/pemanfaatan adalah cara menggunakan prasarana
dan sarana sesuai dengan fungsinya untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat
di lingkungannya. Sedangkan pemeliharaan adalah upaya untuk menjaga agar
prasarana dan sarana yang dibangun atau telah ada agar berfungsi sesuai
fungsinya dan memiliki umur pemakaian lebih lama. Dengan pengaturan
pemanfaatan dan pemeliharaan, dapat dihindarkan perbaikan atau rehabilitasi
secara besar-besaran. Kegiatan O&P infrastruktur sebagai pelayanan umum tidak
dapat dilaksanakan sendiri-sendiri tetapi harus diorganisasikan pada tataran
pemerintahan dan masyarakat.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan pembahsan dan pemaparan diatas, maka disini kita dapat


membuat kesimpulan terkait pembahasan diatas yaitu Permasalahan yang terjadi
didaerah pemukiman kumuh tidak dapat dilakukan dengan cara instan, artinya
diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang sifatnya berkepanjangan. Kebijkan
yang berkepanjangan disini diartikan bahwa kebijkan yang diberikan memberikan
dampak positif bagi penerima manfaat untuk kedepannya. Pada kebijakan yang
bersifat berkepanjngan ini pemerintah tidak lagi menggunakan cara-cara represif
dalam menyelesaikan permasalahan peukiman kumuh, seperti pergusuran dan
perobohan bangunan-bangunan kumuh disekitar perkotaan. Pada kebijakan
berkelanjutan ini pemerintah lebih banyak menerapkan kebijakan yang bersifat
partisipatoris, artinya disini pemerintah dapat merangkul masyarakat yang tinggal
di daerah pemukiman kumuh untuk dapat merubah pola kehidupan mereka
dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat. bantuan tersebut tidak
berupa uang tunai tetapi berupa perbaikan kualitas pemukiman seperti renovasi
rumah, pengadaan air bersih dan lain sebagainya. dan rangkuman dari kebijakan
tersebut terdapat didalam program Kota Tanpa Kumuh KOTAKU.

Rekomendasi
Rekomendasi disini diberikan kepada Masyarakat selaku penerima
manfaat dan juga kepada pemerintah sebagai pemberi manfaat. Kepada
masyarakat diharapkan dapat menjaga kulitas pemukiman yang sudah dibantu
oleh pemerintah. Sedangkan kepada pemerintah dalam mengimplementasikan
kebijakan diharapkan dapat selalu tepat sasaran kepada masyarakat yang
membutuhkan.
Catatan Akhir

 KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh)


 KPP (Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara
 O&P (Operasional dan Pemanfaatan
DAFTAR PUSTAKA

Agustino Leo, 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Aprilia Theresia, Krisnha S, 2015. Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung:


Alfabeta

Branch, M.C, 1978. Perencanaan Kota Yang Komprehensif. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman


pada peraturan pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang rencana pembangunan jangka


menengah tahun 2015-2019

Undang – undang nomor 1 tahun 2012 tentang perumahan dan kawasan


pemukiman pada peraturan pemerintah

Anda mungkin juga menyukai