Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan

Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian skripsi ini

Dengan judul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon

Stamineus Benth.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar” yang merupakan salah satu

Syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi ini terdiri dari 4 bab yaitu : Pendahuluan,

Metode Penelitian, Hasil Penelitian, Pembahasan serta Kesimpulan.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang tidak dapat

Penulis sebutkan satu persatu, untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

2. Bapak Arief Rahman Hakim, M.Si., Apt.,selaku dosen pembimbing utama atas segala

Bantuan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran kepada penulis sejak persiapan

Sampai dengan selesainya skripsi ini.

3. Ibu Arifah Sri Wahyuni, S.Si, Apt., selaku dosen pembimbing pendamping atas

Segala bantuan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran kepada penulis sejak

Persiapan sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Ibu Nurcahyanti, M.Biomed., Apt., selaku dosen penguji I skripsi yang telah memberi

Saran dan masukannya.


5. Ibu Ratna Yuliani, M.Biotech.St., selaku dosen penguji II skripsi telah memberi saran

dan masukannya.

6. Teman-temanku satu kelompok, Yusuf, Nurul, dan Wenny atas kerjasamanya dalam

menyelesaikan penelitian ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

baik langsung maupun tidah lansung selama penelitian hingga penyelesaia skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca guna

perbaikan penulis dikemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi

perkembangan dunia farmasi dan kesehatan.

Surakarta, 27 Mei 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.

iii

HALAMAN DEKLARASI...

iv

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI..

vii

DAFTAR GAMBAR.

DAFTAR TABEL...

xi

DAFTAR LAMPIRAN.

xiii

INTISARI.

хiv

BAB I. PENDAHULUAN..

A. Latar Belakang Masalah.

B. Perumusan Masalah..

C. Tujuan Penelitian

D. Tinjauan Pustaka...
3

1. Tanaman Kumis Kucing..

2. Ekstrak..

6.

3. Inflamasi.

4. Obat Antiinflamasi

5. Diklofenak..

11

vii
E. LANDASAN TEORI...

12

F. HIPOTESIS.

13

BAB II. METODE PENELITIAN.

14

A. Kategori Penelitian Dan Rancangan Penelitian..

14

1. Jenis Penelitian.

14

2. Variabel Penelitian...

14

B. Alat dan Bahan..

15

C. Jalannya Penelitian.

15

1. Determinasi tanaman

15

2. Pembuatan ekstrak etanol daun kumis kucing...

16

3. Pembutan suspensi karagenin.

16

4. Pembuatan larutan Na Diklofenak.

16

5. Pembuatan radang

16

6. Uji Pendahuluan..

17

7. Uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kumis kucing.. .

18

D. Analisis Data...
19

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..

21

A. Hasil Determinasi Tanaman Kumis Kucing...

21

B. Hasil Pembuatan Ekstrak..

21

C. Uji Pendahuluan..

22

D. Uji Daya Antiinfamasi..

28

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN.

32

A. Kesimpulan.

32

B. Saran...

32

DAFTAR PUSTAKA.

33

LAMPIRAN.

36
INTISARI

Tanaman kumis kucing secara empiris digunakan masyarakat untuk pengobatan

Penyakit gout dan rematik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk megetahui daya

Antiinflamasi ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.). Penelitian ini

Merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.

Ekstrak daun kumis kucing disari menggunakan etanol 70%. Sejumlah 25 ekor tikus

Putih jantan galur wistar umur 2-3 bulan, berat 150-200g dibagi menjadi 5 kelompok.

Masing-masing kelompok diberi perlakuan secara oral dengan akuades (kontrol negatif),

Natrium diklofenak 2,25mg/kgBB (kontrol positif). Ekstrak etanol daun kumis yang

Diujikan dosis123, 245 dan 490mg/kgBB. Perlakuan 1 jam sebelum kaki tikus

Diradangkan dengan karagenin 1% subplantar. Pengukuran volume kaki tikus dilakukan

Tiap 0,5 jam selama 6,5 jam. Kurva volume udem rata-rata yang diperoleh digunakan

Untuk menghitung AUC (Area Under the Curve), dan AUC yang diperoleh digunakan

Untuk menghitung DAI (Daya Anti Inflamasi). Data AUC dan DAI diuji statistik dengan

Anava satu jalan dan dilanjutkan dengan LSD dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kumis kucing mempunyai efek

Antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar. Ekstrak etanol daun kumis kucing

Pada dosis 123, 245, dan 490mg/kgBB menghasilkan persen daya antiinflamasi berturut

Turut 33,11%; 52,64% dan 64,12%.

: antiinflamasi, Orthosiphon stamineus Benth., natrium diklofenak, ekstrak

Etanol.

Kata kunci
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung

meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature. Obat tradisional dan

tanaman obat banyak digunakan masyarakat terutama dalam upaya preventif,

promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa

penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan

obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang

memadai tentang tanaman obat. Informasi yang memadai akan membantu

masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat

tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan.

Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) mudah sekali

ditemukan di seluruh nusantara. Tanaman ini sangat mudah tumbuh sehingga

mudah dikembangbiakan. Kumis kucing sudah digunakan masyarakat untuk

diuretik, pengobatan hipertensi, gout dan rematik (Barnes et al., 1996). Pada

penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi

merupakan

manifestasi dari kerusakan jaringan. Penelitian Anindhita (2007) menunjukkan

infusa herba kumis kucing mempunyai daya antiinflamasi pada tikus putih jantan

galur Wistar.

Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya

adalah flavonoid.

Penelitian terhadap flavonoid dari beberapa tanaman


mempunyai efek farmakologis sebagai antiinflamasi (Narayana et al., 2001).

Flavonoid yang terdapat dalam simplisia daun kumis kucing bisa disari

menggunakan air maupun etanol 70% (Harbone, 1987). Penyarian yang dilakukan

dengan mengunakan pelarut air akan diperoleh zat yang bersifat cenderung polar.

Pelarut air mempunyai kelemahan yaitu menyebabkan reaksi fermentatif sehigga

mengakibatkan perusakan bahan aktif lebih cepat. Kelemahan lainnya adalah

menyebabkan pembengkakan sel sehingga bahan aktif akan terikat kuat pada

simplisia, larutan dalam air juga mudah dikontaminasi. Pelarut alkoholik

merupakan pilihan utama untuk semua jenis flavonoid (Soemardi, 2004). Pelarut

etanol bisa digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai

relatif rendah, karena etanol merupakan pelarut universal. Etanol mempunyai

kelebihan dibanding air yaitu tidak menyebabkan pembengkaan sel, menghambat

kerja enzym dan memperbaiki stabilitas bahan obat telarut. Etanol 70% sangat

efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal, bahan balas yang ikut tersari

dalam cairan penyari hanya sedikit, sehingga zat aktif yang tersari akan lebih

banyak (Voigt, 1995).

Tikus merupakan binatang yang bisa digunakan untuk pengujian antiinflamasi

dengan berbagai stimulan kimia. Pada pengujian antiinflamasi tikus distimulasi

agar terjadi udem. Salah satu zat yang dapat digunakan sebagai induktor udem

adalah karagenin. Karagenin adalah ekstrak Chondrus, yaitu suatu polisakarida

sulfat dengan molekul besar yang bisa menyebabkan inflamasi jika diinjeksikan

subplantar pada tikus, sehingga bisa digunakan sebagai induktor inflamasi

(Corsini et al., 2005, Domer, 1971). Untuk mendapatkan data ilmiah mengenai
3

efek antiinflamasi daun kumis kucing, perlu dilakukan dengan penelitian efek

antiinflamasi ekstrak daun kumis kucing ini pada tikus putih jantan galur Wistar.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu

apakah ekstrak etanol daun kumis kucing mempunyai daya antiinflamasi pada

tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi larutan karagenin 1% ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antiinflamasi ekstrak etanol

daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) pada tikus putih jantan galur

wistar

yang

diiinduksi larutan karagenin 1%

D. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Kumis Kucing

1). Sistematika tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).

Divisio

Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Classis

: Dicotyledoneae

Sub Classis

: Sympetalae

Ordo

: Tubiflorae / Solanales

Famili

: Labiatae

Genus

: Orthosiphon
Species

: Orthosiphon stamineus Benth (Van Steenis, 1947).

2). Nama Botani tanaman kumis kucing

Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus

Benth., dan mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Mig., Orthosiphon

spicatus B.Bs, Orthosiphon grandiflorus Bld. (Van Steenis, 1947).

3). Nama lain kumis kucing

Nama daerah tanaman kumis kucing di daerah antara lain, kumis kucing (Sunda),

remujung (Jawa), se saleyan (Madura) songot koceng (Madura) (Heyne, 1987).

4). Uraian tentang tanaman

Tanaman kumis kucing dapat dideskripsikan sebagai berikut. Herba berkayu

naik perlahan lahan, pada pangkal sering bercabang, berakar kuat, tinggi 0,4-1,5m

batang berambut, pendek bertangkai daun berbentuk baji diatas pangkal yang

bertepi rata, bergerigi kasar dapat berbunga 6 dan terkumpul menjadi tandan

ujung. Daun pelindung kecil. Tangkai bunga pendek, Kelopak berambut pendek

panjang 5,5-7,5mm, taju atau hampir sampai pangkal tabung berakhir dengan 2

rusuk, bulat telur terbalik dan lebih lebar dari taju lainya, taju samping dengan

ujung runcing ungu, kedua mahkota berbibir 2, bawah lurus menjulang kedepan,

kepala sari berwarna

ungu. Bakal buah gundul, kelopak buah kurang lebih

panjangnya Icm, buahnya keras memanjang, berkerut halus (Van Steenis, 1947).

5). Daerah distribiusi, habitat dan budidayanya

Tanaman kumis kucing dapat ditemukan pada daerah yang teduh tidak telalu

kering; 1-700m (Van Steenis, 1947) di Jawa

dan pulau pulau lainya dari


nusantara, tumbuh menjulang sepanjang anak air dan selokan, karena daunya

berkhasiat untuk pengobatan, sering dibiarkan tumbuh di halaman (Heyne, 1987).

6). Kegunaan di masyarakat

Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaatnya untuk pengobatan.

Bagian tanaman yang biasa digunakan adalah herba baik segar maupun yang telah

dikeringkan. Teh yang dibuat dari daun yang dikeringkan mempunyai reputasi

yang baik sebagai obat-obatan terhadap penyakit ginjal (Van Steenis, 1947).

Kumis kucing berkhasiat diuretik, di Jawa digunakan untuk pengobatan hipertensi

dan diabetes, tanaman ini juga sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan

pendarahan, ginjal, batu empedu, gout dan rematik (Barnes, 1996).

7). Kandungan kimia

Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara lain minyak

atsiri 0,02-0,06%, terdiri dari 60 macam seskuiterpen dan senyawa fenolik

(Sudarsono dkk., 1996). Tanaman ini juga mengandung Benzokhromon,

Orthokhromen A, methyl riparikhromen A dan asetovanillochromen. Diterpen,

isopimaran-type diterpen (orthosiphones dan orthosiphol), primaran-type

diterpen (neoorthosiphol dan staminol A). Flavonoid, sinensetin, tetrametil

sculaterin dan tetramethoksiflavon, eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin,

rhamnazin, trimethilapigenin, dan tetrametilluteonin, kadar flavonoid lipofilik

pada daun kumis kucing ini antara 0,2-0,3%, kadar flavonoid glikosida juga

sekitar itu. Kandungan lain pada tanaman ini

antara lain asam kafeat dan

turunannya (contoh asam rosmarat) inositol, fitosterol (contoh B-sitosterol) dan

garam kalium (Barnes et al., 1996).


8.) Penelitian yang pernah dilakukan

Beberapa penelelitian yang telah dilakukan antara lain: kemampuan infusa

daun kumis kucing secara in-vitro untuk melarutkan kalsium batu ginjal pada

konsentrasi 5%; 7,5% dan 10% (Cahyono, 1990). Uji toksisitas terhadap

Arthemisia salina dengan ekstrak kloroform daun kumis kucing menunjukkan

gabungan fraksi 4-5 fraksi kloroform larut metanol merupakan fraksi

yang paling

toksik terhadap Arthemisia salina. Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut

adalah senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid (Utami, 2005). Isolasi dari

gabungan fraksi 7 dan 8 ekstrak kloroform larut metanol daun kumis kucing

diperoleh 1 isolat yang aktif pada uji sitotoksisitas pada sel HeLa dan sel Raji.

Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut adalah senyawa fenol, flavonoid, dan

terpenoid (Thoyibah, 2006). Penelitian Anindhita (2007) menunjukkan adanya

daya antiinflamasi infusa herba kumis kucing dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%

pada tikus putih jantan galur Wistar.

2. Ekstrak

Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan

yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati simplisia hewani dan

simplisia pelikan atau mineral (Anonim, 1985). Ekstrak adalah sediaan kering

kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar

pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah dibuat serbuk

(Anonim, 1979).
Penyarian simplisia dengan cara maserasi perkolasi, atau penyeduhan dengan

air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol air dilakukan dengan cara

maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi

(Anonim, 1979).

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia

dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope kemudian dimaserasi. Maserasi,

kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau

campuran simplisia dengan derajad halus yang cocok dimasukkan ke dalam

sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari , ditutup, dibiarkan

selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas,

dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.

Maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung

cahaya, selama 2 hari, dienap tuangkan atau saring (Anonim, 1979).

3. Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi.

Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi organisme yang menyerang,

menghilangkan zat iritan, dan mengatur perbaikan jaringan (Mycek dkk, 2001).

Tubuh mendapat manfaat dari inflamasi ini yaitu dengan memperbarui jaringan,

melakukan pembersihan dan perbaikan, sehingga menyebabkan peningkatan

aliran darah dan pembangunan jaringan baru (Aslid and Schuld, 2001).

Inflamasi biasanya terbagi dalam 3 fase yaitu: inflamasi akut, respon imun dan

inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan
hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid yang terlibat antara lain

histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien. Respon imun terjadi

bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk

merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon

terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat respon imun bagi tuan rumah

mungkin menguntungkan,

misalnya menyebabkan organisme penyerang

difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya akibat tersebut juga dapat bersifat

merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera

yang mendasarinya. Inflamasi kronis menyebabkan keluarnya sejumlah mediator

yang tidak menonjol dalam respon akut. Salah satu kondisi yang paling penting

yang melibatkan mediator ini adalah artritis rheumatoid, dimana inflamasi kronis

menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang bisa

menjurus pada ketidakmampuan untuk bergerak (Katzung, 2002).

Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsang kimiawi, fisik,

atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida

yang terdapat di situ menjadi asam arachidonat, kemudian untuk sebagian diubah

oleh enzim cyclo-oxygenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi

zat zat prostaglandin. Bagian lain dari asam arachidonat diubah oleh enzym

lipooksigenase menjadi zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien

bertanggungjawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Cyclo-oxygenase

terdiri dari 2 isoenzym yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat di kebanyakan

jaringan, antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna. Zat ini

berperan pada pemeliharaan perfusi ginjal, homeostase vaskuler, dan melindungi


lambung dengan jalan membentuk bikarbonat dan lendir serta menghambat

produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan, tetapi

dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang dan kadarnya dalam sel

meningkat sampai 80 kali (Tjay dan Raharja, 2002). Lima ciri khas inflamasi,

dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi yaitu.:

a. Eritema (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah

berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh

(kinin, prostaglandin, dan histamin) histamin mendilatasi arteriol.

b. Edema (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma

merembes ke dalam jarngan intestinal pada tempat cedera. Kinin mendilatasi

asteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler.

C.

Panas, dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah. Mungkin

juga karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu

pusat pengaturan panas pada hipotalamus.

d. Nyeri, disebabkan oleh pembengkakan pada pelepasan mediator-mediator

kimia.

e. Hilangnya fungsi, disebabkan oleh penumpukan cairan pada tempat cedera

jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah

yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).

4. Obat Antiinflamasi

Pengobatan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama yaitu, meringankan rasa

nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluahn utama
yang terus menerus dari pasien dan kedua memperlambat atau membatasi

perusakan jaringan (Katzung, 2001).

Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi peradangan, aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagi cara, yaitu

menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi

sel-sel leukosit ke daerah radang dan menghambat pelepasan prostaglandin dari

sel-sel tempat kedudukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat

antiinflamasi terbagi ke dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan

cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, dan golongan

non-steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase

yang berperan pada biosintesis prostaglandin (Anonim, 1993). Kerja obat

antiinflamasi dapat diterangkan melalui skema gambar sebagai berikut

Gambarrr
Obat golongan kortikosteroid mempunyai kemampuan menghambat

fosfolipase sehingga pembentukan prostaglandin maupun leukotrien dihalangi.

Cara kerja Obat antiinflamasi non steroid (AINS) dengan cara menghambat

sintesa prostaglandin dengan memblokir siklooksigenase dan menghambat

leukotrien dengan memblokir lipooksigenase. Obat antiinflamasi non steroid

(AINS) merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda

aktifitas antipiretik, analgetik, dan antiinflamasinya (Mycek dkk., 2001).

Walaupun demikian obat-obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi

maupun efek samping (Wilmana, 1995). Obat antiinflamasi ini efektif untuk

peradangan akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakan) juga setelah

pembedahan atau memar yang diakibatkan olahraga (Tjay dan Raharja, 2002).

Ada tujuh kelompok AINS yaitu derivat salisilat, derivat asam para klorobenzoat

atau indol, derivat pirazolon, derivat asam propionat, derivat fenamat, derifat

oksikam, derivat asam fenilasetat (Kee dan Hayes, 1996).

6. Diklofenak

Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang menyerupai

flurbiprofen dan melofenamat, obat ini adalah penghambat cyclooxygenase yang

relatif nonselektif dan kuat serta mengurangi aktifitas asam arakidonat obat ini

mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Obat ini dilaporkan dapat mengurangi sistesis

prostaglandin dan leukotrien (Katzung, 2002). Walaupun waktu paruhnya singkat,

diklofenak diakumulasikan di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi

jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Natrium
diklofenak adalah golongan antiinflamasi non streroid yang mempunyai stuktur

kimia seperti Gambar 2.

CH,COONa

CI

.CI

Gambar 2. Struktur Kimia Natrium Diklofenak (Takahashi et al., 2001)

E. LANDASAN TEORI

Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi

peradangan.

Tanaman kumis kucing secara empiris telah

dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati gout dan rematik (Barnes et al., 1996).

Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan

manifestasi dari kerusakan jaringan.

Penelitian

yang

dilakukan Anindhita (2007) menunjukkan infusa herba kumis

kucing mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.

Berbagai zat kimia ada pada tanaman kumis kucing ini, salah satu zat yang

terdapat dalam tanaman ini adalah flavonoid, baik flavonoid hidrofilik maupun

flavonoid lipofilik. Flavonoid yang terdapat pada tanaman kumis kucing antara

lain sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetrametoksiflavon, eupatorin, salvigenin,

circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimetilapigenin, dan tetrametilluteonin. Kadar

flavonoid lipofilik ini berkisar antara 0,2-0,3%, sedangkan kadar flavonoid

glikosida yang bersifat hidrofilik juga sekitar itu. Flavonoid diketahui mempunyai

aktivitas antiinflamasi (Barnes et al., 1996). Hasil penelitian pada beberapa


tanaman, diketahui flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi. Aktivitas

antiinflamasi ini bisa terjadi karena cincin bensopiron yang ada pada sruktur

flavonoid bisa berikatan dengan enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, selain

itu jika flavonoid mempunyai gugus hidroksil pada C5 dan C7 maka gugus ini juga

bisa berikatan dengan enzim lipooksigenase (Narayana et al., 2001). Kandungan

flavonoid lipofilik yang bersifat non polar, dan flavonoid glikosida yang bersifat

polar pada tanaman kumis kucing ini. Etanol bisa menyari zat tersebut karena

etanol merupakan pelarut universal yang bisa menarik zat dari yang mepunyai

kepolaran relatif rendah sampai relatif tinggi. Ekstrak etanol daun kumis kucing

memungkinkan mempunyai efek antiinflamasi karena sebagian zat yang terdapat

pada ekstrak etanol daun kumis kucing sama dengan yang tersari dalam infusa

herba kumis kucing, dan telah diketahui penelitian infusa herba kumis kucing

menunjukkan efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.

Н. НIPОТESIS

Ekstrak etanol daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) diduga

mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi terhadap tikus putih jantan galur wistar

yang diinduksi karagenin 1%.

Anda mungkin juga menyukai