Rubiani 3B - Makalah GangguanKeseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KIMIA KLINIK LANJUTAN

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Oleh :

RUBIANI

P00341019079

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KIMIA KLINIK
LANJUTAN dan juga untuk menambah wawasan saya sebagai mahasiswa. Dengan
adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan menambah
pengetahuan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui gangguan keseimbangan cairan tubuh.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata saya ucapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Kendari, 3 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................................................

C. Tujuan ..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................

A. Definisi ............................................................................................................

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ...........

C. Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ...............................................

D. Gangguan Keseimbangan Cairan ......................................................................

E. Gangguan Keseimbangan Elektrolit ..................................................................

F. Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit ..........................

BAB III PENUTUP .........................................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................

B. Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSATAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling berhubungan.
Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh manusia. Hampir 60 %
dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang berupa larutan ion dan zat
lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi
berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis kelamin. Cairan dan elektrolit tersebut
memiliki komponen utama yang berbeda dan fungsinya masing-masing sebagai
struktur penting yang membentuk dan menunjang tubuh manusia, sehingga dapat
berfungsi dengan baik melalui mekanisme pengaturan yang sedemikian rupa.

Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang sangat
permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar elektrolit.
Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan bikarbonat yang
jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk sel, seperti oksigen, glukosa,
asam lemak, dan asam amino. Komponen penting dari cairan ekstraseluler adalah
cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga perempat dari keseluruhan cairan
ekstraselular, dan seperempat lainnya merupakan plasma. Sedangkan cairan
intraseluler mengandung banyak ion kalium, magnesium dan fosfat dibandingkan
dengan ion natrium dan klorida yang banyak ditemukan pada cairan ekstraseluler
(Hall, 2014).

Keseimbangan distribusi cairan dan elektrolit diatur melalui proses pengaturan


mekanisme yang beraneka ragam dan saling terkait dalam satu kesatuan. Bila terjadi
gangguan keseimbangan dari cairan dan elektrolit, normalnya segera diikuti oleh
proses kompensasi untuk mempertahankan kondisi normal cairan dan elektrolit
sehingga fungsi organ vital dapat dipertahankan. Agar keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat dipertahankan secara optimal dan terus menerus, diperlukan proses
pengaturan keseimbangan yang adekuat. Apabila terjadi gangguan di salah satu
komponen tersebut bisa menimbulkan keadaan patologis yang mengancam tubuh
manusia (Mangku & Senapathi, 2017)

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih
pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible water loss) secara
berlebihan oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut,
pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh yang hilang dapat
digantikan dengan segera (Butterwort dkk, 2013)

Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan perawatan


stabilitas hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai pertimbangan, karena
pemilihannya tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yang hilang
dari tubuh. Jumlah kasus kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun diketahui
satu diantara lima pasien dengan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena
menderita komplikasi atau morbiditas karena pemberian terapi cairan yang tidak tepat.
Mengetahui pentingnya pemberian terapi cairan dan pertimbangan lainnya terhadap
pasien membuat penulis tertarik untuk membahas terapi cairan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit?


2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit?
3. Apa pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit?
4. Apa gangguan keseimbangan cairan?
5. Apa Gangguan keseimbangan elektrolit?
6. Apa saja Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui definisi dari gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


2. Dapat mengetagui faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit
3. Dapat mengetahui pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Dapat mengetahui gangguan keseimbangan cairan
5. Dapat mengetahui Gangguan keseimbangan elektrolit
6. Dapat mengetahui sistem apa saja yang berperan dalam kebutuhan cairan dan
elektrolit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan ketidak
seimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau
kekurangan (Tarwoto wartonah 2016).

Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan
intravenadengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit
cairan dan mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di
dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi
cairan dan elektrolit di dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi
organ vital dapat dipertahankan (Mangku dkk, 2010). Gangguan besar dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah kardiovaskular,
saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus memiliki pemahaman
yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi (Butterwort dkk, 2013).

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan.
Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh
mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang
terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi
dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”.
Tabel 1. Distribusi Cairan Tubuh

Distribusi cairan Laki-laki Dewasa Perempuan Deasa Bayi


Total air tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
-Plasma 5 5 5
-Intersisial 15 15 30

Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang


dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular atau plasma dan
kompartemen interstitial. Selain itu ada pula kompartemen kecil yang
juga disebut sebagai cairan transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan
dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal.
Cairan tersebut termasuk kedalam jenis khusus cairan ekstraseluler
( Butterworth dkk, 2013).

1. Cairan intraselular (CIS)

Cairan mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah ion
magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, yang mana semua ion ini
memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstraseluler. Sel ini juga
mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali jumlah protein
dalam plasma (Hall, 2014)

2. Cairan ekstraselular (CES)

CES merupakan cairan yang terdapat sel dan menyusun sekitar 30%
dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravaskular, cairan interstisiel,
dan cairan transelular. Cairan interstisel terdapat antara ruang antar-sel,
plasma darah, cairan celebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan
sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam
keseimbangan cairan. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan
elektrolit tubuh serta mempertahankan pH normal, tubuh melakukan
mekanisme perputaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang
berperan adalah: anion dan kation.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

1. Asupan Makanan dan Cairan

Makanan dan cairan yang kita makan dan minum berperan besar
dalam pengaturan cairan, elektrolit, dan asam-basa.Selain minuman, kita juga
mengonsumsi makanan, khususnya buah dan sayuran, yang menyediakan
cairan untuk kita.Tipe cairan dan makanan yang kita masukan mungkin
mengganggu keseimbangan elektrolit dan asam-basa.

2. Obat-obatan

Asupan obat (diresepkan, bebas, rekreasional) adalah factor pengaruh


lain. Medikasi tertentu dapat menyebabkan retensi cairan, dan medikasi lain
dapat meningkatkan perkemihan. Obat juga dapat menggangu kadar elektrolit
atau fungsionalitasnya dengan menyaingkannya untuk reseptor pada level kini.
Kejadian ini juga memngaruhi keseimbangan asam-basa.

3. Gangguan Kesehatan

Gangguan kesehatan, akut dan kronis serta fisiologis dan psikologis, juga
dapat memengaruhi kemampuan tubuh dalam memelihara keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam-basa.Gangguan akut dalam keluaran, seperti
dalam kasus muntah dan diare, dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan,
eletrolit, dan asam-basa dengan cepat. Penyakit kronis seprti gagal jantung,
gagal renal, dan gagal napas pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan
cairan. Elektrolit, dan asam basa.Seseorang yang mengalami stress, tanpa
memandang sumbernya, lebih sering menahan cairan.

4. Usia

Usia seseorang memengaruhi fungsi organ. Individu yang sangat muda


mungkin mempunyai organ yang belum berkembang pada fungsi
maksimal, dan individu sangat tua mungkin mulai mempunyai fungsi organ
yang berkurang sebagai bagian dari proses penuaan. Dalam kedua kasus itu,
kemampuan organ (missal jantung, ginjal, paru-paru) untuk mengelola
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa secara efesien juga
terpengaruh. Karena usia merupakan factor pengaruh terkontrol yang telah
disebutkan sebelumnya untuk individu yang sangat muda dan sangat tua.

C. pengaturan Keseimbangan Cairan dan elektrolit


1. Pengaturan Keseimbangan Cairan
a) Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga Penurunan fungsi ginjal merangsang
pelepasan renin, yang pada akhirnya menimbulkan produksi angiontensin
II yang dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural
yang bertanggung jawab terhadap sensasi haus. osmoreseptor di
hipotalamus mendeteksi peningkatan tekan osmotik dan mengaktivas
jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.

b) Anti Diuretik Hormone (ADH)


ADH di bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari
hipofisis stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormone ini meningkatkan
reabsorbsi air pada dukus koligentes, dengan demikian dapat menghemat
air.
2. Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
a) Natrium
1) Merupakan kation yang terbanyak di cairan ekstrasel dan
merupakan katributor utama terhadap osmolalitas serum.
2) Na mempengaruhi keseimbangan air, hantaran implus saraf dan
kontraksi otot.
3) Sodium di atur oleh intake , gram ,aldosteron dan pengeluaran urin
normalnya 135-148 mEq/liter.
b) Kalium
1) Kalium merupakan kation utama di dalam intrasel.
2) Kalium sangat penting pengaturan elektrolit
3) Berfungsi sebagai ekstrabilitas neuromuskular dan kontraksi otot.
4) Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesis protein,
pengaturan keseimbangan asam basa, karena ion k dapat di ubah
menjadi ion hidrogen. Nilai normalnya 3,5-5,5 mEq/liter.
c) Kalsium
1) Sebagai besar kalium di dalam tubuh berada di dalam sistem
rangka, relatif sedikit berada di dalam cairan ekstrasel.
2) Kalsium dalam cauran ekstrasel di atur oleh kelenjar paratiroid dan
tiroid
3) Hormon paratiroit mengabsorsi kalium melalui gastroentestnal, sekresi
melalui ginjal.
4) Horman tirokkalitonim menghambat penyerapan Ca
d) Magnesium
1) Magnesium di temukan di dalam tulang rangka dan cairan intrasel.
2) Magnesium berfungsi untuk metabolisme intrasel, yang terutama
terlibat dalam produksi dan penggunaan ATP.
e) Klorida
1) Klorida merupakan anion utama dalam CES.
2) Klorida merupakan komponen utama asam lambung sebagai asam
hidroklorida (HCI) dan terlibat dalam pengaturan keseimbangan asam
basa.
f) Fosfat PO4
1) Merupakan anion utama dalam cairan intrasel
2) Terdapat dalam CE, tulang otot rangka dan jaringan saraf. Anak –anak
memiliki kadar kadar fosfat yang lebih tinggi dibanding orang dewasa.

3) Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular , metabolisme


karbohidrat dan pengaturan asam basa
4) Pengaturan oleh hormon paratiroid
g) Bikarbonat HC03
1) Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel

2) Bikarbonat berfungsi untuk mengatur keseimbangan asam basa


sebagai komponen esensial dan sistem buffer asam karbonat dan
bikarbonat, kadar bikarbonat di atur oleh ginja.

D. Gangguan Keseimbangan Cairan

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam
tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor
kandungan lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh.
Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada wanits,
semakin ssemakin kurang kandungan cairan yang ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml
hasil metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500ml dimana ia terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat
respiratori, 400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja.
Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting kerna ia memainkan peranan
sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba
tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume sel bisa menyebabkan
impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel, terutama ada otak (Butterworth
dkk, 2013). Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau
kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume (Mangku dkk, 2010).

Berikut ganguan-gangguan keseimbangan cairan

1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi
secara berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi
bila cairan di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber
elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan tersebut (Butterworth dkk,
2013).
Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran
cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium
dalam aliran darah menjadi sangatrendah (Mangku dkk, 2010). Penyebab
overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal
akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan
irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam
(Butterworth dkk, 2013).
Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan
vena jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab
dijumpai hiponatremi dalam plasma.Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila
fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan
flebotomi pada kondisi yang darurat (Stoelting dkk, 2015)
2. Dehidrasi
Dehindrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat
masukan yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa
terdiri dari 3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh:
GE akut, overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan
natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular),
hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga penurunan volume intravaskular minimal) (Voldby dkk, 2016).
Dua bentuk dehidrasi yaitu:
a) Dehidrasi dimana kekurangan air lebih dominan dibanding
kekurangan elektrolit (dehidrasi isotonis). Dimana dehidrasi jenia ini
terjadi pemekatan jaringan ektraseluler, sehingga terjadi perpindahan
air dari intrasel ke ekstrasel yang menyebabkan terjadi „dehidrasi
intraseluer‟. Bila cairan intrasel berkurang lebih dari 20% maka sel
akan mati. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang minum air laut
pada saat kehausan berat.

b) Dehidrasi di mana kekurangan elektrolit lebih dominan disbanding


kekurangan air (dehidrasi hipertonik). Pada dehidrasi jenis ini cairan
ekstraseluler bersifat hipotonis, sehingga terjadi perpindahan air dari
ekstraseluler ke intraseluler yang menyebabkan terjadinya „edema
intrasel‟. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang yang mengalami
kekurangan cairan hanya diatasi dengan minum air murni tanpa
mengandung elektrolit.

Tabel 1. Derajat Dehidrasi


Derajat % kehilangan air Gejala
Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit kering, mata
cowong.
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium, suhu tubuh
meningkat.
Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma, hipernatremia,
viskositas plasma meningkat
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia
dan peningkatan hematokrit. Terapi dehidrasi adalah mengembalikan
kondisi air dan garam yang hilang. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan
tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan elektrolit yang hilang.
Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau

NaCl.5,6

E. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Elektrolit dikelompokkan menjadi dua yaitu kation dan anion. Kation ialah ion-
ion yang membentuk muatan positif dalam larutan. Elektrolit kation diantaranya
adalah natrium (N+), Kalium (k+), Kalsium (C+ ), dan Magnesium (M+ ). Kerja ion-
ion kation ini memengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung, perasaan
(mood) dan perilaku, serta fungsi saluran pencernaan. Sedangkan anion adalah ion-
ion yang membentuk muatan negative dalam larutan. Anion utama adalah klorida (C),
bikarbonat (HC), dan fosfat (P ). Kerja ion-ion anion memengaruhi keseimbangan
dan fungsi cairan, elektrolit, dan asam basa.
Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada
kasus-kasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut
adalah (Mangku dkk, 2010)

1. Hiponatremia

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan


mutlak dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya
natrium dalam relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk
menghasilkan urin encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat
jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air
gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini,
hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas
pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c
gravitasi> 1,003) (Butterorth dkk, 2013)

Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L.


Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110
mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya
Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia
(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang
sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif (Hines dkk, 2013)

Dosis NaCL yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut :


NaCL = 0,6 (N-n) x BB
N = Kadar Na yang diinginkan
n = Kadar Na sekarang
BB = Berat badan dalam Kg
Tabel 2. Gradasi Hiponetremia
Gradasi Gejala Tanda
Ringan (Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, Takikandi, hipotensi
vertigo
Berat (Na<90) Apatis, koma hipotemia

Pertimbangan Anestesi

Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang


medasari sebuah penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang
amat teliti. Konsentrasi natrium plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya
dianggap aman untuk pasien yang menjalani anestesi umum. Dalam sebagian
besar keadaan, plasma [Na +] harus diperbaiki untuk lebih dari 130 mEq / L
untuk prosedur elektif, tanpa adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang lebih
rendah dapat menyebabkan edema serebral signifikan yang dapat
dimanifestasikan secara intraoperatif sebagai penurunan konsentrasi alveolar
minimum atau pasca operasi sebagai agitasi, kebingungan, atau mengantuk.
Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari prostat dapat menyerap
jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL / menit) dan
berada pada risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam
keracunan air akut ( Butterworth dkk, 2013).

Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek


inotropik negatif dari anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan
pelepasan histamin (morfin, meperidine). Persyaratan dosis untuk obat lain
juga harus dikurangi untuk mengimbangi penurunan volume distribusi. Pasien
hiponatremia sangat sensitif terhadap blokade simpatik dari anestesi spinal
atau epidural. Jika anestesi harus diberikan sebelum koreksi yang memadai
hipovolemia, etomidate atau ketamin mungkin agen induksi pilihan untuk
anestesi umum ( Butterworth dkk, 2013).

2. Hipernatremia

Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut


meningkatkan relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu,
berhubungan dengan hipernatremia ([Na +]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas
tanpa hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia ditandai atau
mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi
natrium plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari
intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan /
dL pada konsentrasi glukosa plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6
mEq / L. Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian
relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah
besar natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu,
haus biasanya sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia
karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum,
sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien
dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium tubuh total yang
rendah, normal, atau tinggi ( Butterworth dkk, 2013).

Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan
mendominasi dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga
hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang
menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat
dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat absolut
hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh
darah otak pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau
subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada
anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq
/ L.

Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan


bentuk akut.1Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang
disebabkan oleh diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.1,3,4,5,7
Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk mengembalikan osmolalitas
plasma normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air
umumnya harus diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5%
dextrose dalam air. Kelainan pada volume ekstraseluler juga harus diperbaiki.
Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat mengakibatkan kejang,
edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian. Justeru
pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara
umum, penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada
tingkat yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah
penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x
0,6}: 140 (Kaye dkk, 2011)

Pertimbangan anestesi

Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi


alveolar minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi
signifikasi klinisnya lebih mendekati dengan defisit cairan yang terkait.
Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap vasodilatasi atau depresi jantung
dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis
untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output
meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda
pada pasien dengan hipernatremia yang signifikan (> 150 mEq / L) sampai
penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi. Air dan defisit cairan
isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif ( Butterworth dkk, 2013).

3. Hipokalemia

Hipokalemia Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L.


Disebut hipokalemia apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat
dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia
dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria,
intoleransi glukosa.Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi
(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida
sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisut kalium:


K = KL – (KO x 0,25 x BB)
K = Kalium yang dibutuhkan
KL = Serum kalium yang diinginkan
K0 = Serum kalium yang terukur
BB = Berat badan (Kg)

Pertimbangan anestesi

Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk


melanjutkan dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih
rendah [K +] antara 3 dan 3,5 mEq / L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus
didasarkan pada tingkat perkemkembangan hipokalemia serta ada atau tidak
adanya disfungsi organ sekunder. Secara umum, hipokalemia ringan kronis
(3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan EKG tidak meningkatkan risiko anestesi.
Namun ini mungkin tidak berlaku untuk pasien yang menerima digoksin,
yang mungkin mempunyai peningkatan risiko mengembangkan lagi toksisitas
digoxin dari hipokalemia tersebut. Maka nilai plasma [K +] di atas 4 mEq / L
yang diinginkan pada pasien tersebut. Manajemen intraoperatif hipokalemia
membutuhkan pemantauan EKG yang teliti dan berwaspada. Kalium
intravena harus diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia terjadi. Solusi
intravena glukosa bebas harus digunakan dan hiperventilasi harus dihindari
untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan
sensitivitas terhadap blocker neuromuskuler (NMBS) akan dapat dilihat pada
status hipokalemia, oleh karena itu dosis NMBS harus dikurangi 25-50%, dan
stimulator saraf harus digunakan untuk mengikuti tingkat kelumpuhan dan
kecukupan reversinya.

4. Hipokalsemia

Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan


konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis.
Ion kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk
kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan
metabolisme tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat
mengakibatkan derangements fisiologis yang mendalam.

Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan


kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel.
Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya
konstan dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium
harian biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian
besar ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun
dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya,
98% dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel
dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di
tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada hormon
paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada
sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium
distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin.1

90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia


biasanya terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia
disebabkan karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D,
defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia.3
Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan
kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani
dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda
Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme.1,3 EKG dapat
mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan yang mungkin
tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia.
Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung,
hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-
adrenergik agonis juga dapat terjadi ( Butterworth dkk, 2013).

Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat


darurat karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan
20-30 ml preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60
menit kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada
kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral (Stoelting dkk, 2015)

Perkembangan anestesi
Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar
kalsium terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat
hipokalsemia. Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih
lanjut dalam Ca 2+. Kalsium intravena mungkin diperlukan seiring transfusi
darah sitrat atau pada solusi albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek
inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatile harus diintipasi. Respon
untuk NMBS adalah tidak konsisten dan memerlukan pemantauan ketat
dengan stimulator saraf ( Butterworth dkk, 2013).

5. Hiperkalemia

Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari


membran sel serta karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel
istirahat biasanya tergantung pada rasio intraseluler dan ekstraseluler
konsentrasi kalium. Konsentrasi kalium intraseluler diperkirakan 140 mEq / L,
sedangkan konsentrasi kalium ekstraseluler biasanya sekitar 4 mEq / L.
Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+ antara cairan ekstraselular dan
kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan perubahan yang nyata
dalam ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium tubuh
( Butterworth dkk, 2013).

Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering


terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium
(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya
terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan
sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).3 Efek paling penting dari
hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan otot rangka pada
umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan
karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran
otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara
berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering dengan interval QT
memendek) → pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval P-R →
hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang → depresi
segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang
sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung.
Kontraktilitas dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan
hiperkalemia progresif. Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis
menonjolkan efek jantung hiperkalemia ( Butterworth dkk, 2013).

Tabel 3. Gambaran EKG Berdasrkan kadar K Plasma


Kadar K plasma Gambaran EKG
5,5-6 mEq\L Gelombang T tinggi
6-7 mEq\L P-R nmemanjang dan QRS melebar
7-8 mEq\L P mengecil dan takikardi ventrikel
>8 mEq\L Fibrilasi ventrikel

Bila kadar K plasma <6,5mEq/L diberikan: Diuretik, Natrium bikarbonat,


Ca glukonas, glukonas-insulin, Kayekselate. Bila dalam 6 jam belum tampak
perbaikan, dilakukan hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan
hemodialisis lebih dini. Pada kadar K plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan
dialisis (Kaye dkk, 2011)

Pertimbangan Anestesi

Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan


hiperkalemia signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia
diarahkan pada menurunkan konsentrasi kalium plasma dan mencegah
kenaikan lebih lanjut. EKG harus hati-hati dipantau. Suksinilkolin merupakan
kontraindikasi, seperti penggunaan setiap solusi intravena yang menagndungi
kalium seperti injeksi Ringer laktat. Menghindari asidosis metabolik atau
respiratorik sangat penting untuk mencegah kenaikan lebih lanjut dalam
plasma [K +]. Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi umum, dan
hiperventilasi ringan mungkin diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular
harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia dapat menonjolkan efek
NMBS.

F. Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal yaitu
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam-basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan
garam. Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam menyaring cairan. Rata-
rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui
glomelurus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring (Filtrat
glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuh renalis yang sel-selnya
menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang di produksi
ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosterone dengan rata-rata 1ml /kg
/bb /jam.
2. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang
merangsang aktifitas kelenjer keringat. Rangsangan kelenjer keringat dapat
dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat dan
demam, disebut juga Isensible Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Organ paru-paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan IWL
sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respon
terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau
demam.
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam system ini sekitar 100-200
ml/hari. Perhitungsn IWL secara keseluruhan adalahn 10-15 cc/kg BB/24 jam,
dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara normal, tubuh bisa mempertahankan diri dari ketidakseimbangan
cairan & elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak bisa mengatasinya. Ini terjadi
apabila kehilangan tterjadi dalam total banyak sekaligus, seperti pada muntah-
muntah, diare, berkeringat luar biasa, terbakar, luka/pendarahan dan sebagainya.

Cairan dan elektrolit (zat lerlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Bentuk gannguan keseimbangan cairan yang umum terjadi
adalah lebeihan atau kekurang cairan iaitu air. Kelebihan cairan disebut overhidrasi,
sebaliknya kekurang airan disebut dehidrasi. Zat terlarut yang ada dalam cairan
tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang
tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti protein, urea, glukosa,
oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh
mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++),
klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Elektrolit yang
utama yang sering menyebabkan gangguan pada hemodinamik tubuh adalah
natrium, kalium, dan kalsium.

Pasien yang mengalami gangguan cairan dan elektrolit sebaiknya segera


ditangani karena sebagian besar dalam tubuh manusia terdiri dari cairan elektrolit dan
apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian.

B. saran
Demikian makalah yang telah saya susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah
ini bagi para pembacanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical

Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 –
40

Hall, J. (2014). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
Singapore: Elsevier Health Sciences.

Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 -230.

Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2011; 23: h. 364 - 71.

Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku


Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2017. 6 (5): h.272 -301.

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and


Electrolytes.Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in

Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015;


17 : h. 341 - 49.

Tarwoto, W. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Selemba


medika

Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal


of Intensive Care. 2016; 4 : h.27 - 39.

Anda mungkin juga menyukai