Anda di halaman 1dari 7

JIHAN SAFIRA

1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

1. Buku ketiga KUHPerdata mengatur mengenai perjanjian. Salah satu agar perjanjian
dikatakan sah adalah kecakapan para pihak yang melakukan perjanjian. Dalam lingkup
perusahaan, kecakapan para pihak perusahaan berkaitan dengan perjanjian, dinilai dari
siapa yang mewakili Perusahaan. Yang dinilai cakap untuk mewakilkan perusahaannya
untuk melakukan Tindakan hukum dalam perjanjian adalah seorang Direksi dan Direksi
yang diatur dalam AD Perusahaan tersebut. Kewenangan Direksi untuk mewakili
Perusahaan diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang mana pasal tersebut menyatakan bahwa Direksi adalah organ Perseroan
yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroa serta mewakili
Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuang anggaran
dasar perusahaan. Sehingga seorang manajer dari sebuh perusahaan tidak dapat mewakili
Perusahaan dalam melakukan perjanjian, kecuali memang ditentukan lain yang sah dan
terpenuhi, semisal sang Direktur memberkan kuasa kepada seorang Manajer.
Dalam kasus ini, kehendak menutup perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak
perusahaan, masing-masing diwakilkan oleh Manajer Perusahaan, sehingga atas
tindakan kedua Manajer Perusahaan tersebut tidak sah karena kedudukannya tidak cakap
untuk mewakili perusahaan dalam menutup perjanjian. Kasus tersebut juga tidak
menjelaskan bahwa dari kedua Manajer tersebut telah diberikan kuasa khusus untuk
melaksanakan penutupan perjanjian. Akibatnya adalah penutupan perjanjian tersebut
dapat dibatalkan.
2. Unsur esensial agar suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai badan hukum apabila
tanggung jawab atas badan tersebut terikat pada keseluruhan dan kesatuan perusahaan
tersebut (bukan secara individu) dan kekayaan yang terpisahkan atas perusahaan dengan
pendirinya.
Berdasarkan Pasal 16 KUHD, firma adalah suatu persekutuan perdata yang didirikan
untuk menjalankan suatu perusahaan dalam satu nama bersama. Firma benar bukan
termasuk badan hukum dikarenakan pada Pasal 17 KUHD, dimungkinkan bahwa atas
tindakan suatu Firma yang dilakukan dalam perbuatan hukum atas nama firma tersebut
hanya mengikat salah satu sekutu yang berwenang dalam anggaran dasar saja yang
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

melakukan perbuatan hukum. Sehingga sekutu tersebut hanya bertanggung jawab secara
individu atas tindakannya yang mengatasnamakan firma. Kemudian mengenai harta
kekayaan dalam firma dengan pengurusnya tidak ada pemisahan kekayaan sehingga
apabila firma dimintai pertanggungjawaban maka mencakup pula sampai pada harta
kekayaan pribadi sekutu-sekutunya seperti yang dimaksud pada Pasal 33 KUHD.
Sehingga Firma bukanlah badan hukum karena dimungkinkan adanya tanggung jawab
individu dari sekutu atas nama firma dan tidak ada pemisahan harta kekayaan antara
pengurus dengan firma tersebut.
Berbeda halnya dengan Perseroan Terbatas atau PT. PT termasuk dalam kualifikasi
badan hukum. Hal ini dikarenakan terhadap pertanggungjawaban pihak ketiga hanya
mengikat bagi PT itu sendiri, tidak mengikat atas nama individu baik pendiri maupun
pengurus PT tersebut. Kemudian harta kekayaan antara pendiri maupun pengurus dengan
perusahaan dipisahkan secara jelas sehingga ketika PT dimintai tanggung jawab, harta
kekayaan milik pendiri PT tersebut tidak dijadikan harta yang disita juga, hanya terbatas
pada harta kekayaan PT tersebut saja.

3. Pada Pasal 1633 KUHPer, pembagian keuntungan dan kerugian masing-masing dalam
persekutuan perdata adalah sesuai dengan proporsional pemasukan atau inbreng dari
pada sekutu. Hal ini kontradiktif dengan Pasal 1635 KUHPer yang dikatakan bahwa
dalam persekutuan tidak boleh memperjanjikan keuntungan yang hanya dinikmati oleh
seorang saja, namun diperbolehkan apabila di antara para sekutu berjanji dan sepakat
apabila semua kerugian dibebankan pada salah satu pihak. Mengenai pembagian
keuntunagn dan kerugian suatu persekutuan perdata adalah bergantung pada apakah para
sekutu membuat perjanjian yang mengatur pembagian tersebut, termasuk masalah
pembebanan kerugian hanya pada satu orang berdasarkan Pasal 1635 KUHPer, maka hal
ini diperbolehkan secara sah oleh undang-undang mengingat esensial dari persekutuan
perdata adalah mencari laba sebanyak-banyaknya. Namun apabila tidak diperjanjikan
mengenai pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan perdata maka
berlakulah Pasal 1633 KUHPer.
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

4. A. Seorang Direktur PT memiliki tugas pokok melakukan pengurusan PT tersebut


dengan batas-batas kewenangan perusahaan dan dirinya sendiri, sperti prinsip-prinsip
duty of care, fiduciary duty, duty of skills dan duty of loyalty. Apabila anggota direksi
menyalahgunakan kedudukannnya sebagai pengurus perseroan atau apabila bersalah
atau lalai dalam menjalankan tugasnya yang mengakibatkan perseroan menderita
kerugian karena ia melampaui batas kewenangan dan prinsip-prinsip yang ada, maka
setiap anggota direksi dapat dimintakan untuk bertanggung jawab secara pribadi.
Sehubungan dengan hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menentukan bahwa
setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas dalam mengurus
perseroan.
B. Piercing of Corporate Veil atau ‘penyingkapan tabir perseroan’ adalah suatu tindakan
untuk mengungkapkan hal-hal mengenai PT berkaitan dengan kasus hukum yang
dilakukan atas kesalahan orang-orang di dalam PT. Piercing of Corporate Veil diatur
dalam UU PT khususnya Bab IX Pemeriksaan terhadap Persereoan. Dikatakan pada
Pasal 138 ayat (1) UU PT, perbuatan ini bertujuan untuk mendapatkan data atau
keterangan dalam hal perseroan yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
sehingga merugikan pihak ketiga atau pemegang saham, dan/atau ketika anggota Dewan
Komisaris melakukan PMH yang merugikan perseroan. Piercing of Corporate Veil dapat
dimintakan kepada Pengadilan Negeri yang diajukan oleh pemegang saham, atau pihak
lain yang memiliki kepentingan, atau kejaksaan demi kepentingan umum.

5. A. Hak retensi yang dimiliki seorang komisioner diatur dalam Pasal 85 KUHD. Dalam
pasal tersebut dinyatakan bahwa hak retensi komisioner sama dengan hak retensi yang
diatur dalam Pasal 1812 KUHPer, yaitu komisioner berhak menahan apapun benda yang
berkaitan dengan perjanjian antara pemberi kuasa dan sang komisioner sampai
komisioner tersebut dibayar lunas atas upahnya. Hak retensi komisioner tetap ada dan
tidak berkurang sekalipun walaupun komisioner menitikberatkan pada perbuatan yang
dilakukannya atas nama dirinya sendiri, bukan atas nama pemberi kuasa.
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

B. KUHPer memberikan peluang dalam lastgeving untuk penarikan kuasa yang


dilakukan secara sepihak, khususnya pemberi kuasa yang menarik kuaasa tersebut. Hal
ini diatur dalam Pasal 1813 KUHPer sehingga mengakibatkan berakhirnya perjanjian
pemberian kuasa tersebut. Penarikan kembali oleh si kuasa tentunya dapat merugikan
pihak ketiga. Misalnya saja seorang penerima kuasa ini atau agen sudah terlanjur
melakukan hubungan terhadap pihak ketiga, lalu tiba-tiba kuasa ditarik oleh pemberi
kuasa, maka tentu agen tidak dapat meneruskan hubungan dengan pihak ketiga itu karena
tak ada lagi kuasanya dan pihak ketiga pun dirugikan. Maka perlindungan pihak ketiga
yang dirugikan seperti ini diatur dalam Pasal 1815 KUHPer, yang mana pihak ketiga
langsung dapat menuntut pemberi kuasa atau principal karena ialah yang seharusnya
bertanggung jawab.

6. A. Pengalihan Wesel
a. Pembeli melakukan jual beli dengan penjual, penjual menjual sesuatu dengan
pembeli yang memberikan wesel sebagai pengganti pembayaran, sehingga
penjual menjadi penerima wesel.
b. Wesel dikeluarkan oleh bank, bank statusnya menjadi akseptan apabila pembeli
menyerahkan weselnya untuk dicairkan kepada bank sehingga bank statusnya
jadi debitur dan penjual penerima menjadi kreditur.
c. Penjual penerima dapat menjual weselnya tadi yang dia sebelum cairkan, dengan
endosemen, ke pemegang baru. Dijual dengan discount rate tertentu
d. Nantinya pemegang baru bisa langsung ke bank. Pemegang ini pas beli weselnya
gak full harganya, karena jangka waktunya masih lama.
e. Bisa langsung terus menerus selama belum jatuh tempo
f. Pemegang terakhir adalah kreditur wesel. Para endosan, akseptan, dan penarik
wesel adalah debitur wesel.
g. Bila tertarik atau bank tidak diakseptasi weselnya maka ia gak berwajib untuk
membayar weselnya saat jatuh tempo
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

B. Surat Sanggup
Surat sanggup adalah surat yang diterbitkan oleh seseorang yang mendapat kan
jaminan. Semisal seseorang yang melakukan peminjaman dengan bank. Surat sanggup
dapat dialihkan dengan endosemen atau jual di bawah tangan, yang mana endosan baru
melibatkan diri menjadi debitur bersamaan dengan debitur sebelumnya. Hal ini diatur
dalam Pasal 176 KUHD.
C. Cek
Pengalihan cek biasanya dilakukan apabila seorang pemegang cek menarik ceknya
kepada bank. Hal ini diatur dalam Pasal 180 KUHD.

7. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan,


maka pembukuan yang diatur khususnya pada Pasal 6 sampai dengan 12 KUHD
dinyatakan tidak lagi berlaku. Hal ini dikarenakan istilah pedagang yang dicabut pada
Pasal 2 KUHD, sehingga klausul yang termaktub dalam Pasal 6 KUHD mengenai
pembukuan wajib dilakukan oleh pedagang menjadi tidak relevan. Kemudian masih
banyak lagi hal-hal yang tidak lagi sejalan antara sistem pembukuan menurut KUHD
dengan keadaan zaman sekarang, katakanlah mengenai pembukuan elektronik dan
masalah penyimpanan dokumen, sehingga UU Dokumen Perusahaan hadir untuk
menjawab kekurangan terhadap pembukuan yang diatur dalam KUHD. Istilah
pembukuan dalam UU Dokumen Perusahaan disebut dengan catatan catatan. Setiap
perusahaan wajib membuat catatan berupa neraca tahunan, perhitungan laba/rugi
tahunan, rekening, jurnal transaksi harian dan setiap tulisan yang berisi keterangan
mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang berkaitan dengan suatu perusahaan
sesuai kebutuhan perusahaan. Pasal 29 UU Dokumen Perusahaan juga semakin
mempertegas tidak lagi berlakunya aturan pembukuan dalam KUHD.

8. A. Bahwa antara Nn Mora, Nn Eva, dan Ny Nira dianggap sebagai bentuk persekutuan
perdata terlebih dahulu karena tidak ada ciri khusus yang menunjukan persekutuan
mereka adalah firma yang dengan nama bersama atau CV yang mana adanya sekutu aktif
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

dan pasif. Sehingga apabila dilihat berdasarkan bentuk persekutuannya, maka perjanjian
sewa menyewa tersebut hanya mengikat pada sekutu yang melakukan perjanjian tersebut
yaitu Nn Nira. Hal ini sesuai dengan Pasal 1644 KUHPer, yang menegaskan bahwa
seorang sekutu yang melakukan perjanjian hanya mengikat si sekutunya itu, bukan pada
persekutuannya sendiri. Para sekutu lainnya, yakni Nn Mora dan Nn Eva, dalam hal ini
tidaklah bertanggung jawab untuk sepenuhnya bagi utang sewa menyewa tersebut,
kembali lagi karena masing masing sekutu tidaklah dapat mengikatkan sekutu sekutu
lainnya dalam perbuatannya masing masing dengan pihak ketiga.

B. Apabila ternyata diketahui Nn Nira adalah sekutu pelepas uang atau sekutu pasif, maka
jelas bentuk persekutuan tersebut adalah persekutuan komanditer. Maka perjanjian
sewa menyewa tersebut mengikat seluruh sekutu tersebut apabila Nn Mora dan Nn
Eva benar benar merupakan sekutu aktif atau kompelementer sebagaimana pada Pasal
18 KUHD. Begitu juga perjanjian tersebut mengikat Ny Nira padahal ia merupakan
sekutu pelepas uang. Pada dasarnya memang sekutu pelepas uang tidak bertanggung
jawab dan tidak terikat pada perjanjian pihak ketiga, namun dalam hal ini tindakan Nn
Nira sebagai sekutu pelepas uang yang melakukan perjanjian sewa menyewa
dikecualikan dalam Pasal 20 alinea kedua KUHD. Pasal tersebut menjelaskan bahwa
perlindungan sekutu pelepas uang tidak lagi berlaku apabila sekutu pelepas uang
melakukan tindakan aktif dengan pihak ketiga atas nama CV. Sehingga Nn Nira pun
terikat dan bertanggung jawab atas perjanjian sewa menyewa tersebut.

C. Seperti yang tadi diuraikan pada poin B, Burhan dapat menuntut harga sewa yang
tidak dibayarkan kepada sekutu aktif, dalam kasus ini tidak dijelaskan begitu rinci
apakah Nn Mora dan Nn Eva adalah keduanya sekutu aktif. Pun apabila tidak
diketahui, Burhan dapat mengajukan tuntutan kepada Nn Nira sebagai sekutu yang
melakukan perjanjian karena ia melakukan pengurusan dalam CV yaitu yang
melakukan perjanjian walaupun ia pada awalnya merupakan sekutu pasif. Hal ini
didasarkan pada pengecualian Pasal 20 KUHD tersebut.
JIHAN SAFIRA
1806139374
HUKUM DAGANG KELAS A REGULER

REFERENSI

Agus Sardjono, dkk. Pengantar Hukum Dagang. Depok: Rajawali Pers, 2019.

Hukumonline.com. Tanya Jawab Seputar Hukum Perusahaan. Jakarta: Visimedia


Pustaka, 2009.

Samuel P. Hutabarat. Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian. Jakarta:


Grasindo, 2010.

Anda mungkin juga menyukai