Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

BIDANG ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


REQUIREMENT RESTORASI ANAK KLAS V

DPJP:
drg. Riski Amalia Hidayah, MPH

Disusun oleh:
Adi Nugroho
G4B017056

Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi
Daring

Nilai

Tanda Tangan
DPJP drg. Riski Amalia Hidayah, MPH drg. Riski Amalia Hidayah, MPH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Karies
Karies merupakan salah satu penyakit kronis yang cukup sering terjadi di
masyarakat. Akibat yang ditimbulkan berupa kerusakan pada gigi geligi. Kerusakan
terjadi akibat produksi asam pada gigi geligi oleh interaksi bakteri dengan karbohidrat
yang dapat difermentasi. Asam yang dihasilkan seiring berjalannya waktu dapat
menimbulkan demineralisasi email dan dentin pada fissure maupun permukaan halus
gigi geligi. (Nowak, dkk., 2019). Cameron dan Widmer (2013) menyebutkan bahwa
karies terjadi akibat interaksi berbagai faktor antara lain sebagai berikut:
1. Plak
Lapisan plak pada gigi dapat mempengaruhi kesehata rongga mulut. Seringkali
plak menyebabkan dampak negatif pada rongga mulut, akan tetapi plak juga
dapat menjadi reservoir untuk fluoride dan barrier terhadap erosi. Plak
menyediakan lingkungan untuk kehidupan bakteri. Streptococus mutans
merupakan bakteri inisiasi yang terakumulasi pada plak. Asam yang dihasilkan
oleh bakteri akan menurunkan pH, kadar pH dibawah kritikal (5,5)
menyebabkan desaturasi mineral gigi, demineralisasi enamel setidaknya
selama 20 menit tergantung ketersediaan substrat dan efek buffer dari saliva.
2. Substrat
Bakteri pada plak menggunakan substrat berupa karbohidrat sebagai sumber
energi. Setelah energi dihasilkan melalui metabolism bakteri, zat yang
dikeluarkan berupa asam. Sukrosa merupakan substrat yang sering digunakan
oleh bakteri, akan tetapi jenis karbohidrat lain tetap dapat menjadi sumber
energi bakteri dan penghasil asam. Bakteri merubah karbohidrat menjadi asam
laktat. Frekuensi terpapar oleh karbohidrat (makanan) lebih berpengaruh
terhadap kejadian karies dibandingkan dengan jumlah karbohidrat.
3. Host
Faktor hospes merupakan faktor yang terdapat dalam individu. Beberapa
faktor host yang cukup berpengaruh antara lain yaitu struktur gigi dan kondisi
saliva. Struktur gigi seperti pada kondisi hipomineralisasi enamel dapat
meningkatkan resiko karies. Saliva memiliki berbagai fungsi antara lain
sebagai anti bakteri, antifungal, dan antivirus, sebaga lubrikan dalam
membentuk bolus makanan, dan sebaga zat yang dapat menghambat
demineralisasi serta menjada stabilitas kalsium dan fosfat untuk proses
remineralisasi.
4. Waktu
Kondisi asam secara terus menerus dapat menybabkan rusaknya struktur gigi.
Bakteri kariogenik telah ada dalam rongga mulut sehingga proses
demineralisasi sekaligus remineralisasi terus menerus terjadi. Ketidak
seimbangan antara proses tersebut dapat menyebankan karies. Ketimpangan
yang terjadi dalam waktu yang cukup lama diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti jumlah dan komposisi plak, frekuensi dan rentang waktu konsumsi gula
(khususnya sukrosa), paparan terhadap fluorida, kualitas dan laju saliva,
kualitas enamel gigi, dan respon imun.
Interaksi antara faktor-faktor karies dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 1.1 Faktor karies


Sumber: Cameron dan Widmer, 2013.
B. Klasifikasi karies
Garg dan Garg (2015) menyebutkan bahwa karies dapat diklasifikasikan menjadi
berbagai macam dan jenis. Klasifikasi karies dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Berdasarkan letak anatomi
Berdasarkan letak anatomi, terjadinya karies dapat dibedakan menjadi:
a. Karies pit dan fissure, merupakan karies yang terjadi pada pit dan fissure
dari permukaan oklusal gigi posterior, permukaan bukal dan lingual gigi
molar, dan permukaan lingual gigi anterior maksilaris
b. Karies permukaan halus, merupakan karies yang terjadi pada permukaan
halus gigi geligi seperti pada permukaan halus bagian bukal, lingual, dan
proksimal gigi
c. Karies akar, merupakan karies yang terjadi ada akar yang terkespos
2. Berdasarkan kecepatan
Berdasarkan kecepatan berkembangnya karies dapat dibedakan menjadi
a. Karies aktif, merupakan karies yang terjadi pada beberapa gigi, apabila
tidak dilakukan penanganan dapat meluas hingga ke jaringan pulpa. Karies
ini memiliki konsistensi lunak dan berwarna terang
b. Karies Inaktif, merupakan karies yang perkembangannya lambat, biasanya
terjadi pada kavitas yang besar sehingga memiliki self cleansing yang baik.
Karies ini memiliki konsistensi lunak dan terang.
c. Karies kronis, merupakan karies yang telah terjadi lama dengan
perkembangan perlahan. Karies ini memiliki konsistensi keras dan gelap.
d. Karies rampan, merupakan karies aktif yang terjadi pada beberapa gigi
sekaligus. Karies biasanya terjadi secara cepat dan terletak pada
permukaan halus gigi (free caries)
3. Berdasarkan kronologis
Berdasarkan perjalanan karies dapat dibedakan menjadi:
a. Karies primer, merupakan karies yang terjadi pada permukaan yang belum
pernah dilakukan restorasi
b. Karies sekunder atau rekuren, merupakan karies yang terjadi pada
permukaan yang telah dilakukan restorasi sebelumnya
c. Residual karies, merupakan karies pada gigi yang telah dilakukan restorasi,
residual karies secara intensional dilakukan untuk menghindari eksposure
jaringan pulpa
4. Berdasarkan jalur penyebaran
Berdasarkan jalur penyebarannya, karis dapat dibagi menjadi:
a. Forward caries, apabila karies yang terjadi pada enamel lebih besar atau
sama dengan dentin
b. Backward caries, apabila karies berkembang dari dentoenamel junction
(DEJ) ke enamel yang masih sehat
5. Berdasarkan perluasan
Berdasarkan perluasan karies dapat dibedakan menjadi:
a. Incipient caries, merupakan lesi karies awal yang belum mengalami
perluasan hingga ke DEJ. Karies ini masih dapat dilakukan remineralisasi
melalui perawatan. Karies ini disebut juga dengan reversible caries
b. Cavitated caries, merupakan lesi karies yang telah berkembang hingga ke
dentin. Lesi ini tidak dapat dilakukan remineralisasi, disebut juga dengan
irreversible caries
6. Berdasarkan jumlah permukaan gigi
Berdasarkan jumlah permukaan gigi karies dapat dibedakan menjadi:
a. Simple caries, merupakan karies yang terjadi pada satu permukaan gigi
b. Compoung caries, merupakan karies yang terjadi pada dua permukaan gigi
c. Complex caries, merupakan karies yang terjadi pada lebih dari dua
permukaan gigi
7. Klasifikasi WHO
Berdasarkan sistem WHO, karies dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. D1, secara klinis dapat terlihat lesi awal karies
b. D2, secara klinis terlihat karies membentuk kavitas
c. D3, secara klinis karies telah mencapai dentin
d. D4, karies telah mencapai jaringan pulpa
8. Klasifikasi G.V Black
Berdasarkan sistem yang dibuat oleh G.V. Black, karies dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Class I, karies terjadi pada oklusal gigi geligi posterior, dua pertiga oklusal
bagian bukal dan lingual, dan palatal gigi anterior maksilaris
b. Class II, karies terjadi pada permukaan proksimal gigi premolar dan molar
c. Class III, karies terjadi pada permukaan proksimal gigi anterior yaitu
insisivus dan caninus, tanpa melibatkan permukaan insisal
d. Class IV, karies terjadi pada permukaan proksimal gigi geligi anterior
dengan melibatkan permukaan insisal
e. Class V, karies pada sepertiga dari gingiva pada permukaan fasial dan
lingual atau palatal seluruh gigi
f. Class VI, karies pada insisal gigi geligi anterior atau melibatkan cups gigi
posterior tanpa melibatkan permukaan lainnya
9. Klasifikasi G.J Mount
Berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Graham Mount, karies dapat
diklasifikasikan berdasarkan dua parameter yaitu lokasi lesi karies dan ukuran
lesi karies. Penulisan klasifikasi didahului dengan penyebutan lokasi kemudian
ukuran. Lokasi karies dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Site 1, pit dan fissure
b. Site 2, area kontak atau proksimal
c. Site 3, servikal
Sedangkan ukuran dapat dibedakan menjadi empat yaitu size 1 minimal, 2
moderate, 3 enlarged, dan 4 extensive.
C. Deteksi karies
Dean, dkk. (2016) menyebutkan bahwa deteksi karies pada saat ini dapat
dilakukan pada lesi awal karies atau early caries detection. Terdapat berbagai
instrument dan metode yang dapat digunakan. Penggunaan instrument secara
kombinasi diperlukan untuk memantapkan akurasi deteksi karies. Karies yang
diketahui secara dini dapat mengurangi dampak yang diakibatkan serta dapat
melakukan pencegahan dengan berbagai metode perawatan preventif karies. Deteksi
karies secara konvensional dapat dilakukan menggunakan instrument untuk
mengetahui apakah terdapat kavitas. Metode tersebut kurang konservatif karena dapat
menjadikan lesi awal karies menjadi kavitas yang lebih dalam. Beberapa instrumen
yang dapat digunakan untuk mendeteksi karies antara lain:
1. Infrared laser fluorescence
Instrumen dengan laser infrared digunakan untuk mendeteksi karies pada
bagian oklusal atau permukaan halus gigi. Instrumen dilengkapi dengan
sumber cahaya laser dan fiber optik pada ujung instrument. Cahaya laser
diemisikan pada jaringan keras gigi melewati struktur organik maupun
anorganik gigi. Emisi tersebut menimbulkan fluoresensi yang ditangkap oleh
fiber optik pada ujung instrumen. Fluoresensi ditransmisikan melalui kabel
dan ditampilkan pada layer dengan skala 0 sampai 99. Meningkatnya angka
menandakan potensial yang tinggi terhadap karies. Instrumen dapat dilihat
pada Gambar berikut.

Gambar 1.2 Infrared laser fluorescence diagnostic tool


Sumber: Dean, dkk., 2016.
2. Digital imaging fiberoptic translumination
Transiluminasi menggunakan fiber optik dapat digunakan untuk mendeteksi
karies khususnya pada daerah interproksimal gigi. Cahaya yang digunakan
merupakan cahaya terang yang dapat menembus jaringan gigi. Cahaya
diserap oleh molekuler kemudian dipendarkan dengan warna dan kecerahan
yang berbeda
3. Quantitative light fluorescence
Metode ini sama halnya dengan metode transiluminasi lainnya. Akan tetapi
pada metode ini fluoresensi yang dihasilkan dilakukan pengukuran sehingga
dapat diketahui komposisi pada lesi karies. Sehingga dapat dilakukan
estimasi kerusakan akibat karies serta progresivitas dari lesi karies

D. Anatomi gigi desidui


Cameron dan Widmer (2013) menyebutkan bahwa tujuan dilakukanya restorasi
pada gigi desidui antara lain adalah sebagai berikut:
1. Merestorasi kerusakan akibat lesi karies
2. Menproteksi dan menjaga struktur yang tersisa dan jaringan pulpa serta
mencegah timbulnya gejala atau rasa sakit
3. Mempertahankan fungsi gigi geligi secara adekuat
4. Mempertahankan estetik
5. Mempermudah untuk menjaga kebersihan rongga mulut
6. Mempertahankan lengkung rahang dan ruangan untuk pertumbuhan gigi
permanen
Terdapat perbedaan yang signifikan antara gigi desidui dengan gigi permanen.
Perbedaan anatomi antara gigi geligi dewasa dan gigi desidui mempengaruhi tindakan
restorasi yang dilakukan pada anak-anak. Perbedaan antara gigi permanen dan gigi
desidui dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 1.1 Perbandingan gigi desidui dengan gigi dewasa
Bagian gigi Anatomi gigi desidui Perbedaan klinis
Lebih pendek
Lapisan email dan dentin Ruangan untuk preparasi terbatas
Mahkota lebih tipis
Gigi molar memiliki kontak Karies terdeteksi secara klinis apabila luas,
area yang luas radiografi bitewing sangat diperlukan
Enamel rod gingiva meluas Enamel pada dasar box tidak dirusak
ke arah oklusal
Terdapat penyempitan pada Dapat digunakan sebagai retensi stainless
daerah servikal steel crown
Secara umum lebih putih Membutuhkan bahan restorasi yang putih
Kamar pulpa lebih besar Preparasi terbatas
Jaringan
Tanduk pulpa dekat dengan Pulpa mudah tereksposur apabila teknik tidak
pulpa
permukaan oklusal tepat
Lebih panjang dan ramping
Lebih melebar
Akar Tindakan pulpektomi sulit
Terdapat banyak kanal
aksesorius

E. Preparasi
Preparasi pada kavitas gigi desidui membutuhkan tindakan operator yang presisi.
Penggunaan instrumen yang kecil serta ujung yang membulat atau round ended bur
diperlukan untuk mendapatkan outline yang konservatif serta efektif. Dean, dkk.
(2016) menyebutkan bahwa dalam melakukan preparasi pada gigi desidui dapat
dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Klas I
Pasien dengan usia dibawah dari 2 tahun seringkali ditemukan lesi karies
pada fosa sentralis beberapa gigi posterior. Preparasi dilakukan dengan
bantuan orang tua dalam berkomunikasi. Pemilihan bur yang digunakan
adalah bur kecil dengan round end bur. Area yang terkena karies dilakukan
preparasi dan dilebarkan pada daerah cavosurface. Pada pasien dengan usia
yang lebih tua dilakukan perlakuan yang serupa. Karies yang meluas hingga
ke dentin diperlukan perluasan preparasi hingga menghilangkan lesi karies.
Kavitas yang menyisakan selapis tipis dentin memerlukan basis untuk
melindungi pulpa.
2. Klas II
Preparasi pada kavitas klas II preparasi secara konservatif dapat dilakukan
dengan melakukan preparasi dari permukaan oklusal atau permukaan fasial.
Preparasi dilakukan dengan tujuan untuk dapat melakukan eskavasi lesi
karies serta memudahkan alat yang digunakan untuk melakukan restorasi.
Pada lesi yang lebih luas hingga mencapai dentin, preparasi dapat dilakukan
dengan cara konvensional yaitu preparasi dilakukan meliputi pelebaran pada
dinding cavosurface dan bevel pada axiopulpo line angle. Gambar preparasi
dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 1.3 Preparasi klas II


Sumber: Dean, dkk., 2016.
3. Klas III
Kavitas klas III dapat terbentuk akibat karies pada permukaan proksimal,
karies terbentuk karena lengkung rahang yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan crowding. Apabila lesi karies tidak meluas hingga ke dentin,
preparasi dapat dilakukan secara konvensional. Preparasi dapat dilakukan
seperti pada Gambar berikut.

Gambar 1.4 Preparasi klas III


Sumber: Dean, dkk., 2016.
Apabila lesi karies pada gigi posterior kecil, dapat dilakukan tindakan dengan
menghilangkan jaringan karies dan menghilangkan titik kontak. Gigi
dilakukan restorasi dengan tujuan untuk mempertahankan hingga gigi
tanggal. Preparasi juga dapat dilakukan dengan membentuk interlock seperti
dovetail. Preparasi tersebut dilakukan apabila terdapat lesi karies yang
meluas. Bentuk preparasi dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 1.5 Preparasi Klas III dengan dovetail


Sumber: Dean, dkk., 2016.
4. Klas V
Preparasi yang dilakukan pada karies klas V dilakukan dengan membuat
outline yang tidak meluas melebihi lesi karies. Pelebaran kavitas dapat
dilakukan ke arah mesial, distal, oklusal atau gingival hingga jaringan sehat
gigi didapatkan. Untuk mendapatkan retensi yang lebih dapat diberikan
groove dan cove pada dinding axioinsisal dan axiogingiva.

F. Bahan restorasi
Cameron dan Widmer (2013) menyebutkan bahwa bahan restorasi yang
digunakan pada gigi geligi desidui antara lain sebagai berikut:
1. Glass Ionomer Cements
Bahan ini mengandung powder dan larutan asam yang bereaksi sehingga
membentuk restorasi. Restorasi melekat pada struktur gigi secara kimiawi.
Penggunaan GIC sebagai bahan perlu memperhatikan area yang akan
dilakukan restorasi. Bahan ini cukup hidrofilik sehingga dapat menyebabkan
restorasi lepas dan rusak. Penggunaan bahan coating setelah dilakukan
restorasi mempengaruhi keberhasilan tindakan karena dapat menjaga
restorasi hingga bahan setting karena GIC memerlukan waktu yang cukup
lama untuk setting.
2. High viscosity GIC’s
Bahan ini memiliki karakteristik yang sama seperti bahan GIC lainnya.
Keuntungan bahan ini yaitu memiliki karakteristik mekanis yang lebih baik
dibandingkan dengan GIC konvensional. Bahan ini memiliki ketahanan yang
cukup baik sekalipun digunakan sebagai bahan restorasi untuk oklusal gigi
posterior. Akan tetapi bahan ini memiliki tingkat kesuksesan yang lebih
rendah apabila digunakan untuk restorasi interproksimal.
3. Resin modified glass ionomer cements
Bahan ini dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kelembapan saat
prosedur operatif dilakukan dan karakteristik mekanis yang kurang baik.
Bahan ini mengandung GIC dengan sistem polimerisasi asam basa sekaligus
polimerisasi menggunakan foton atau cahaya. Polimerisasi menggunakan
cahaya dikarenakan terdapat kandungan resin dalam bahan ini. Kandungan
resin meningkatkan kekuatan mekanis dari restorasi.
4. Composite resins
Proses polimerisasi bahan ini menggunakan photo polymerization yaitu
menggunakan cahaya. Bahan ini dapat digunakan sebagai kombinasi dengan
restorasi menggunakan bahan GIC dengan cara sandwich. Penggunaan bahan
ini memerlukan isolasi yang baik, sehingga memerlukan kooperatif pasien
yang baik.
5. Compomer (polyacid-modified composite resin)
Bahan ini mengandung filler kalsium aluminium fluorosilikat. Polimerisasi
yang digunakan adalah foton polimerisasi tanpa adanya reaksi asam-basa.
Reaksi asam-basa terdapat pada rongga mulut sekaligus terjadi rilis fluorida.
Penggunaan primer diperlukan untuk mendapatkan ikatan yang kuat antara
restorasi dengan struktur gigi.
6. Stainless steel crown
Bahan ini digunakan sebagai restorasi ekstra-korona pada gigi dengan kavitas
yang luas. Bahan ini menutup seluruh permukaan klinis gigi. Penggunaan
bahan ini memerlukan preparasi yang cukup luas sehingga membutuhkan
kooperatif dari pasien.
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke RSGM untuk


memeriksakan gigi depannya yang kehitaman. Ibu pasien mengeluh malu dengan
kondisi gigi anaknya yang terlihat kehitaman. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri
pada gigi tersebut. Pasien sudah pernah ke RSGM sebelumnya untuk dilakukan
pencabutan gigi depan bawah yang goyah. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat area
kehitaman pada permukaan servikolabial gigi 73, kedalaman dentin, sondasi (-) nyeri,
perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), tes vitalitas dengan CE (+)
A. Identitas Pasien
1. Jenis kelamin : Perempuan
2. Usia : 8 tahun
B. Hasil Pemeriksaan
1. Pemeriksaan subjektif
Chief Complain (CC) : pasien datang ke RSGM bersama ibunya untuk
memeriksaan gigi depan anaknya yang kehitaman.
Present Illness (PI) : pasien tidak merasakan nyeri
Past Medical History :-
Past Dental History : pasien pernah mencabutkan gigi depan bawah yang
goyah
Family History (FH) :-
Social History (SH) :-
2. Pemeriksaan objektif
a. Pemeriksaan ekstra oral
Tidak ada keterangan
b. Pemeriksaan intra oral
Terdapat karies pada servikolabial gigi 73 dengan kedalaman dentin.
Sondasi (-) nyeri, perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), tes vitalitas CE (+).
C. Kesimpulan Pemeriksaan
Berdasarkan pemeriksaan terdapat karies pada gigi permukaan serviko labial
73 dengan kedalaman dentin.
D. Diagnosa
Pulpitis reversible (K 04.01)
E. Rencana Perawatan Kasus
Restorasi direct
F. Tahapan perawatan
Restorasi direct menggunakan bahan restorasi glass ionomer cement pada
karies dengan kavitas klas V dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Perkenalan dengan pasien untuk membangun komunikasi yang baik sehingga
respon pasien anak positif
2. Pemeriksaan anamnesa dengan wali pasien atau dengan pasien langsung
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
3. Persiapan alat dan bahan yaitu diagnostic set, rubber dam set, high speed, low
speed, round ended bur, spatel, glass plate, filling instrument, rotary brush,
cotton roll, cotton pellet, microbrush, dentin conditioner, GIC tipe II A,
mixing paper, dan varnish
4. Persiapan alat dan bahan dapat diperkenalkan kepada pasien sekaligus
menginformasikan cara perawatan menggunakan metode tell show do
5. Melakukan pemeriksaan obyektif dan meminta informed consent kepada wali
pasien sekaligus menjelaskan rencana perawatan
6. Melakukan preparasi pada gigi dengan teknik minimal intervention dan
menghilangkan seluruhn infected dentin
7. Isolasi daerah operatif dapat menggunakan rubber dam, apabila pasien kurang
kooperatif dapat dilakukan isolasi menggunakan cotton roll
8. Mengaplikasikan dentin conditioner pada kavitas bagian dentin, kemudian
ditunggu 15-20 detik.
9. Bilas dengan air dan keringkan hingga moist
10. Manipulasi GIC dengan mencampurkan powder dan liquid dengan
perbandingan 1:1. Manipulasi dilakukan diatas mixing paper di atas glass
plate. Manipulasi dilakukan hingga homogen
11. Aplikasikan GIC pada kavitas menggunakan filling instrument
12. Mengaplikasikan varnish pada permukaan restorasi
13. Edukasi pada pasien untuk tidak makan dan minum selama 1 jam, tetap
menjaga OH, dan control 1 minggu kemudian
DAFTAR PUSTAKA

Cameron, A.C., Widmer, R.P., 2013, Handbook of Pediatric Dentistry 4th Edition,
Mosby Elsevier, Canberra.
Dean, J.A., Jones, J.E., Vinson, L.A.W., 2016, McDonald and Avery’s, Dentistry for
the Child and Adolescent 10th Edition, Elsevier, Missouri.
Garg, N., Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry 3rd Edition, Jaypee Brother
Medical Publisher, New Delhi.
Nowak, A.J., Christensen, J.R., Mabry, T.R., Townsend, J.A., Wells, M.H., 2019,
Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescene 6th Edition, Elsevier:
Philadhelpia.

Anda mungkin juga menyukai