DPJP:
drg. Riski Amalia Hidayah, MPH
Disusun oleh:
Adi Nugroho
G4B017056
Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi
Daring
Nilai
Tanda Tangan
DPJP drg. Riski Amalia Hidayah, MPH drg. Riski Amalia Hidayah, MPH
A. Karies
Karies merupakan salah satu penyakit kronis yang cukup sering terjadi di
masyarakat. Akibat yang ditimbulkan berupa kerusakan pada gigi geligi. Kerusakan
terjadi akibat produksi asam pada gigi geligi oleh interaksi bakteri dengan karbohidrat
yang dapat difermentasi. Asam yang dihasilkan seiring berjalannya waktu dapat
menimbulkan demineralisasi email dan dentin pada fissure maupun permukaan halus
gigi geligi. (Nowak, dkk., 2019). Cameron dan Widmer (2013) menyebutkan bahwa
karies terjadi akibat interaksi berbagai faktor antara lain sebagai berikut:
1. Plak
Lapisan plak pada gigi dapat mempengaruhi kesehata rongga mulut. Seringkali
plak menyebabkan dampak negatif pada rongga mulut, akan tetapi plak juga
dapat menjadi reservoir untuk fluoride dan barrier terhadap erosi. Plak
menyediakan lingkungan untuk kehidupan bakteri. Streptococus mutans
merupakan bakteri inisiasi yang terakumulasi pada plak. Asam yang dihasilkan
oleh bakteri akan menurunkan pH, kadar pH dibawah kritikal (5,5)
menyebabkan desaturasi mineral gigi, demineralisasi enamel setidaknya
selama 20 menit tergantung ketersediaan substrat dan efek buffer dari saliva.
2. Substrat
Bakteri pada plak menggunakan substrat berupa karbohidrat sebagai sumber
energi. Setelah energi dihasilkan melalui metabolism bakteri, zat yang
dikeluarkan berupa asam. Sukrosa merupakan substrat yang sering digunakan
oleh bakteri, akan tetapi jenis karbohidrat lain tetap dapat menjadi sumber
energi bakteri dan penghasil asam. Bakteri merubah karbohidrat menjadi asam
laktat. Frekuensi terpapar oleh karbohidrat (makanan) lebih berpengaruh
terhadap kejadian karies dibandingkan dengan jumlah karbohidrat.
3. Host
Faktor hospes merupakan faktor yang terdapat dalam individu. Beberapa
faktor host yang cukup berpengaruh antara lain yaitu struktur gigi dan kondisi
saliva. Struktur gigi seperti pada kondisi hipomineralisasi enamel dapat
meningkatkan resiko karies. Saliva memiliki berbagai fungsi antara lain
sebagai anti bakteri, antifungal, dan antivirus, sebaga lubrikan dalam
membentuk bolus makanan, dan sebaga zat yang dapat menghambat
demineralisasi serta menjada stabilitas kalsium dan fosfat untuk proses
remineralisasi.
4. Waktu
Kondisi asam secara terus menerus dapat menybabkan rusaknya struktur gigi.
Bakteri kariogenik telah ada dalam rongga mulut sehingga proses
demineralisasi sekaligus remineralisasi terus menerus terjadi. Ketidak
seimbangan antara proses tersebut dapat menyebankan karies. Ketimpangan
yang terjadi dalam waktu yang cukup lama diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti jumlah dan komposisi plak, frekuensi dan rentang waktu konsumsi gula
(khususnya sukrosa), paparan terhadap fluorida, kualitas dan laju saliva,
kualitas enamel gigi, dan respon imun.
Interaksi antara faktor-faktor karies dapat dilihat pada Gambar berikut.
E. Preparasi
Preparasi pada kavitas gigi desidui membutuhkan tindakan operator yang presisi.
Penggunaan instrumen yang kecil serta ujung yang membulat atau round ended bur
diperlukan untuk mendapatkan outline yang konservatif serta efektif. Dean, dkk.
(2016) menyebutkan bahwa dalam melakukan preparasi pada gigi desidui dapat
dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Klas I
Pasien dengan usia dibawah dari 2 tahun seringkali ditemukan lesi karies
pada fosa sentralis beberapa gigi posterior. Preparasi dilakukan dengan
bantuan orang tua dalam berkomunikasi. Pemilihan bur yang digunakan
adalah bur kecil dengan round end bur. Area yang terkena karies dilakukan
preparasi dan dilebarkan pada daerah cavosurface. Pada pasien dengan usia
yang lebih tua dilakukan perlakuan yang serupa. Karies yang meluas hingga
ke dentin diperlukan perluasan preparasi hingga menghilangkan lesi karies.
Kavitas yang menyisakan selapis tipis dentin memerlukan basis untuk
melindungi pulpa.
2. Klas II
Preparasi pada kavitas klas II preparasi secara konservatif dapat dilakukan
dengan melakukan preparasi dari permukaan oklusal atau permukaan fasial.
Preparasi dilakukan dengan tujuan untuk dapat melakukan eskavasi lesi
karies serta memudahkan alat yang digunakan untuk melakukan restorasi.
Pada lesi yang lebih luas hingga mencapai dentin, preparasi dapat dilakukan
dengan cara konvensional yaitu preparasi dilakukan meliputi pelebaran pada
dinding cavosurface dan bevel pada axiopulpo line angle. Gambar preparasi
dapat dilihat sebagai berikut.
F. Bahan restorasi
Cameron dan Widmer (2013) menyebutkan bahwa bahan restorasi yang
digunakan pada gigi geligi desidui antara lain sebagai berikut:
1. Glass Ionomer Cements
Bahan ini mengandung powder dan larutan asam yang bereaksi sehingga
membentuk restorasi. Restorasi melekat pada struktur gigi secara kimiawi.
Penggunaan GIC sebagai bahan perlu memperhatikan area yang akan
dilakukan restorasi. Bahan ini cukup hidrofilik sehingga dapat menyebabkan
restorasi lepas dan rusak. Penggunaan bahan coating setelah dilakukan
restorasi mempengaruhi keberhasilan tindakan karena dapat menjaga
restorasi hingga bahan setting karena GIC memerlukan waktu yang cukup
lama untuk setting.
2. High viscosity GIC’s
Bahan ini memiliki karakteristik yang sama seperti bahan GIC lainnya.
Keuntungan bahan ini yaitu memiliki karakteristik mekanis yang lebih baik
dibandingkan dengan GIC konvensional. Bahan ini memiliki ketahanan yang
cukup baik sekalipun digunakan sebagai bahan restorasi untuk oklusal gigi
posterior. Akan tetapi bahan ini memiliki tingkat kesuksesan yang lebih
rendah apabila digunakan untuk restorasi interproksimal.
3. Resin modified glass ionomer cements
Bahan ini dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kelembapan saat
prosedur operatif dilakukan dan karakteristik mekanis yang kurang baik.
Bahan ini mengandung GIC dengan sistem polimerisasi asam basa sekaligus
polimerisasi menggunakan foton atau cahaya. Polimerisasi menggunakan
cahaya dikarenakan terdapat kandungan resin dalam bahan ini. Kandungan
resin meningkatkan kekuatan mekanis dari restorasi.
4. Composite resins
Proses polimerisasi bahan ini menggunakan photo polymerization yaitu
menggunakan cahaya. Bahan ini dapat digunakan sebagai kombinasi dengan
restorasi menggunakan bahan GIC dengan cara sandwich. Penggunaan bahan
ini memerlukan isolasi yang baik, sehingga memerlukan kooperatif pasien
yang baik.
5. Compomer (polyacid-modified composite resin)
Bahan ini mengandung filler kalsium aluminium fluorosilikat. Polimerisasi
yang digunakan adalah foton polimerisasi tanpa adanya reaksi asam-basa.
Reaksi asam-basa terdapat pada rongga mulut sekaligus terjadi rilis fluorida.
Penggunaan primer diperlukan untuk mendapatkan ikatan yang kuat antara
restorasi dengan struktur gigi.
6. Stainless steel crown
Bahan ini digunakan sebagai restorasi ekstra-korona pada gigi dengan kavitas
yang luas. Bahan ini menutup seluruh permukaan klinis gigi. Penggunaan
bahan ini memerlukan preparasi yang cukup luas sehingga membutuhkan
kooperatif dari pasien.
BAB II
LAPORAN KASUS
Cameron, A.C., Widmer, R.P., 2013, Handbook of Pediatric Dentistry 4th Edition,
Mosby Elsevier, Canberra.
Dean, J.A., Jones, J.E., Vinson, L.A.W., 2016, McDonald and Avery’s, Dentistry for
the Child and Adolescent 10th Edition, Elsevier, Missouri.
Garg, N., Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry 3rd Edition, Jaypee Brother
Medical Publisher, New Delhi.
Nowak, A.J., Christensen, J.R., Mabry, T.R., Townsend, J.A., Wells, M.H., 2019,
Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescene 6th Edition, Elsevier:
Philadhelpia.