Istilah ‘pluralisme’ yang berarti ‘beragam’, pendapat orang tentang istilah ini
juga beraneka ragam pula. Secara harfiah pluralisme berarti jamak, beberapa, berbagai
hal, keberbagaian atau banyak. Oleh karenanya sesuatu dikatakan plural pasti terdiri
dari banyak hal; jenis, berbagai sudut pandang serta latar belakang. 1
adanya hal-hal yang bersifat banyak dan berbeda-beda (heterogen) di suatu komunitas
masyarakat.2
Istilah pluralisme sendiri sesungguhnya adalah istilah lama yang hari-hari ini
kian mendapatkan perhatian penuh dari semua orang. Dikatakan istilah lama karena
perbincangan mengenai pluralitas telah dielaborasi secara lebih jauh oleh para pemikir
berbeda dengan Heraklitos, begitu pula pendapat Plato tidak sama dengan apa yang
dikemu-kakan Aristoteles.3 Hal itu berarti bahwa isu pluralitas sebenarnya setua usia
manusia.
yang pluralistik secara alamiah dan wajar-wajar saja. Kehidupan mengalir apa adanya
tanpa ada prasangka dan perhitungan lain yang lebih rumit. Persoalan menyeruak
1
Syafa’atun Elmirzanah, et. al., Pluralisme, Konflik dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 7.
2
Lorens Bagus, Kamus Filasafat, Gramedia, Jakarta, 2000, hal. 853
3
Perbincangan pluralisme menurut Amin Abdullah sesungguhnya tak lebih seperti put a new
wine in the old bottle (memasukkan minuman anggur baru dalam kemasan lama). Baca M. Amin
Abdullah, Dinamika Islam Kultural: Pemetaan Atas Wacana Islam Kontemporer, Bandung: Mizan,
2000), 68.
ketika berbagai kepentingan dan pertimbangan tadi menempel dalam pola interaksi
antar manusia. Apalagi jika kepentingan yang disebut di atas lebih menonjol, maka
“Pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui
keberadaan dan hak orang lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan
dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan”. Hal ini senada
dengan pernyataan Adhyaksa Dault bahwa pluralitas di satu segi dipandang sebagai
sesuatu yang dengan mudah diikat dalam selogan Bhinneka Tuggal Ika. 4Melalui pe-
mahaman tentang pluralisme yang benar dengan diikuti upaya mewujudkan kehidupan
yang damai seperti inilah akan tercipta toleransi antar umat beragama.
masing agama dengan bebas dapat mengembangkannya. Inilah toleransi yang dulu
(Pluralistic Societi), maka kebutuhan yang segera muncul mukan meredam dan
4
Adhiyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme: Reposisi Wacana Universal Dalam Konteks
Nasional, (Jakarta: Pustaka Alkausar, 2005), hal. 88
5
Bachtiar Effendi, “Menyoal Pluralisme di Indonesia” dalam Living Together in Plural
Societies; Pengalaman Indonesia Inggris, ed. Raja Juli Antoni (Yogyakarta: Pustaka Perlajar, 2002),
239-249.
berkelindan dan berdialektika secara wajar.6 Pengabaian hak-hak minoritas oleh
mencermati realitas kebijakan komunitas dalam sebuah negara. Negara Muslim pada
umumnya menunjukkan sikap toleransi yang cukup baik dibandingkan dengan negara
Kristen Barat. Adalah sangat signifikan jika dihadapkan betapa sikap masyarakat Islam
terhadap penganut Yahudi, dengan perlakuan Kristen Eropa terhadap minoritas Yahudi
selama berabad-abad.8 Karena itu, persoalan yang penting didiskusikan kembali adalah
mencerminkan ruh yang Islam. Akan tetapi, ketika ada 'kebijakan politik' penegakkan
syariat Islam secara luas diberikan kewenangan bagi masyarakat Aceh, sehingga telah
memunculkan harapan dan tantangan yang amat varian, salah satunya adalah sering
diharapkan berkenan mengevaluasi kembali kepada berbagai pemikiran dan data sejarah
yang diwarisi oleh masyarakat Islam. Konsekuensi ini akan memberi arti serta solusi terhadap
problematika tersebut.
Namun tanpa berlebihan dan tidak cenderung emosional, dapat ditegaskan bahwa
Di dalam penegakan syariat, masyarakat muslim harus kembali kepada nilai syariat
itu sendiri yang berpola untuk mendatangkan kemaslahatan kehidupan manusia. Dalam
berinteraski antara manusia adalah dinilai sama, tidak ada perbedaan di antara manusia
itu kecuali ketakwaannya. Karena itu, posisi non-muslim dalam tataran normatif keislaman
adalah jelas dan tidak perlu dikhawatirkan di dalam prilaku kehidupan mayoritas Muslim,
apalagi dalam aspek interaksi bermuamalah. Sebab aspek agama (keyakinan) telah banyak
bidang aqidah
B. Rumusan Masalah
Adapun tujuan
Darussalam.
c. Untuk mengetahui solusi yang diberikan masyarakat Aceh bila non- muslim
D. Kerangka Teoritis
Allah Swt, telah menegaskan bahwa Dia telah menunjukkan dua jalan kepada
manusia, yaitu jalan yang benar itu adalah Islam dan jalan yang tidak benar adalah
pengingkaran (kufr) terhadap Islam. Dengan potensi akal yang dimiliki manusia, ia
bagaimanapun juga dalam penghayatan agama, potensi akal menjadi strategis, karena
memang, “Agama itu adalah (menuntut) akal, dan tidak ada agama bagi orang yang
Dengan fitrah dan potensi akal, manusia akan bisa memilih jalan hidupnya
sendiri. Nabi Muhammad telah berhasil gemilang merealisasikan secara baik pesan al-
10
Lihat surat al-Balad: 10, al-Insan: 3, al-Kahf: 29.
Quran. Konstitusi Madinah adalah bukti kongkrit, misalnya secara tegas digariskan
nabi.11 Kalaupun ada pembicaraan, bahwa nabi Saw pernah bertindak tegas terhadap
kaum yahudi, sikap itu semata bukanlah ditunjukkan karena perbedaan agama
yang ada di tangan Nabi. Lain halnya, ketika beliau pergi ke Thaif yang diterima
secara tidak bersahabat oleh penduduk disana, beliau hanya berucap: “Saya hanya
mengajak anda sekalian kepada kebenaran, jika anda tidak ingin mendengarkan, ya
tidak apa-apa”.
kebebasan beragama adalah sangat diperhatikan dan bahkan menjadi sesuatu yang
problematik dalam “kajian keagamaan” setelah tampilnya konsep zimmi.12 Term ini
mendapat bahasan yang serius dalam literature keagamaan dalam tataran konsep
Negara dan masyarakat dalam islam, atau lebih dikenal dengan bahasan al-Fiqh al-
Siyasah.
Memang terdapat klaim bahwa konsep zimmi itu bersifat diskriminatif yang sangat
menyedihkan yang harus diderita oleh kalangan zimmi. Dalam konteks sejarahnya, tradisi
zimmi yang muncul di tengah kaum muslim itu adalah produk modifikasi tradisi Arab
yang dikenal dengan jiwar, yaitu tradisi memberi-kan perlindungan kepada pihak asing.
Diakui atau tidak, terdapat oknum penguasa muslim yang bertindak diskriminatif
11
W. Montgomery Watt. Islamic Political Thought (Edinburg: University Press), hal. 130-
134.
12
Zimmi, zimmah mengandung arti “suatu perjanjian” yang menyatakan pihak muslim setuju
untuk menghargai pihak non-muslim dan pelanggaran terhadapnya dikenal zam (dicela). Dalam konteks
hokum, istilah zimmah menunjuk kepada status tertentu yang dengannya seseorang akan mendapatkan
hak tertentu yang dijamin oleh Negara.
batasan pakaian yang boleh dipakai atau tidak boleh dipakai dan hal lainnya. Terhadap
hal ini adalah lumrah, kalaupun ini disebut penyimpangan yang dilakukan oknum
penguasa muslim, saya pikir masih dalam batas kewajaran, fenomena seperti ini kapan dan
tentang diperlukannya sikap toleransi yang harus ditunjukkan oleh penguasa dan
negara Islam atau mayoritas muslim yang memperhatikan ini, yaitu memberikan
penganut agama dan kepercayaan lain kebebasan hidup damai di tengah kaum muslim
berbeda, adalah sulit untuk menemukan orang-orang Islam yang mengemban posisi
ditempatkan dalam ‘bahaya’, dapat dilihat pada kaum muslim moro di Fillipina dan muslim
India.
menjadi acuan PBB telah memposisikan kelompok minoritas non-muslim di tengah kaum
muslim muncul sebagai masalah. Perbedaan agama tidak menjadi cukup alasan untuk
memberikan per-lakuan yang berbeda kepada satu individu dengan individu lain dalam
hal-hal yang sangat mendasar.13 Bagaimanapun juga, diskriminasi atas dasar agama telah
13
Diantara teks deklarasi HAM berbunyi: “Setiap individu mendapat hak dan kebebasan yang
sama terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam deklarasi ini tanpa mengenal perbedaan suku,
warna kulit, seks, bahasa, agama, politik, nasionalisme, kekayaan, kelahiran, dan status lainnya”.
menjadi salah satu sumber konflik, bahkan perang antar sesama manusia. Tidak meng-
herankan jika AN. Wilson mengemukan bahwa "Relegion is the tragedy of mankind"
Pada dasarnya, pemikiran seperti itu adalah wujud ke-khawatiran bahwa jika
Islam, realitasnya menjadi salah satu kekuatan di dunia, berkuasa ia tidak akan
memberikan peluang hidup yang layak kepada minoritas non-muslim. Apalagi di-
perburuk oleh kenyataan adanya gerakan yang diklaim sebagai fundamentalisme atau
muslim militan yang ter-'lanjur' divonis bersemangat untuk menghancurkan agama lain.
Lain halnya, dengan kenyataan historis Islam yang didiskripsikan sebagai the relegion
of sword yang dikait-kaitkan dengan term dar al-harb dan dar al-Islam. Mungkin saja,
fenonema keagamaan hari ini akan menimbul-kan semakin luasnya kekhawatiran non-
muslim, penegakan syariat Islam dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan, ke-kejaman
dan ketidakadilan. Prinsip ini tidak semestinya terjadi, karena kekhawatiran itu adalah
tidak berdasar. Kita perlu melihat kembali kemasan normatif kelslaman dan bagaimana
E. Tela’ah Kepustakaan
syari’at belum ada yang membahas dan meneliti secara spesifik. Namun beberapa
intelektual dalam menuliskan tentang flural dalam aspek yang berbeda. Seperti
Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Refleksi tiologi
Untuk Aksi Dalam Keberagamaan dan Pendidikan, mengupas tentang agama sebagai
tema yang paling penting sehingga terkesan demikian besar terlebih dalm era
moral, etika dan estetika. Kemudian Anis Malik Thoha, dalam bukunya Tren
Pluralisme: Tinjauan Kritis, mengatakan bahwa tren-tren pluralism agama secara
Minoritas dalam Realitas Syariat Islam di Aceh, dalam syariat di Wilayah Syariat
mengungkapkan posisi kelompok lain yang minoritas dalam kontek penegakan syariat
Islam yang bersifat ketentraman publik yang diatur secara sistematis tidak hanya
Imam Sukardi Dkk, Pilar Islam bagi Pluralisme Modern, 2003 Menelusuru
aspek agama sebagai perspektif dalam menilai dan memandang sesuatu yang sarat
dengan muatan moral sehingga identitas keagamaan adalah sebagai sebuah pespektif
yang dapat menetukan cara pandang seseorang, disamping itu ia mengutip pendapat
Kaarl marx mengatakan bahwa agama adalah candu dan pendapat Carnap berpendapat
tuhan adalah sesuatu yang tidak bermakna, dalam hal itu Imam Sukardi dan kawan-
bertentangan.
dalam Syariat Diwilayah Syariat, 2002, mengupas dalam konteks penegakan syariat
sistematis sesuai semangat hidup terkini, tidak hanya sebatas normative tetapi juga
bersifat realistis sehingga syariat Islam di Aceh menjadi potret kehidupan masyarakat
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kota Lhokseumawe, mengingat kota
Ulama (MPU) di tiga Kecamatan Kota Lhokseumawe; yaitu Kecamatan Banda Sakti,
Muara Dua, dan Muara Satu. Sedangkan sample dipilih secara purposive atau sample
tujuan (beberapa pengurus inti), dengan pertimbangan bahwa mengingat waktu dan
jadwal yang sangat singkat serta tenaga dan dana yang terbatas, sehingga tidak
3. Data Penelitian
Jenis data yang dikumpulkan menurut sifat data adalah data kualitatif. Cara
memperoleh data adalah dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data
dikumpulkan bersumber pada dokumen adalah yang terdapat dalam buku-buku dan
media cetak yang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini.
ini adalah pedoman wawancara, alat perekam suara dan alat perekam gambar.
adalah mengolah data. Teknik mengolah data dilakukan dengan; editing, coding, dan
display. Sedangkan analisis data peneliti mengunakan metode kualitatif. Metode ini
Sesuai analitis diskriptif tersebut, peneliti menggunakan dua pendekatan sebagai dasar
G. Daftar Pustaka
14
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik,
Cet. V, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 21
15
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi III, Cet. VII, (Yogyakarta: Reka
Sarasin, 1996), hlm. 49
Ann Elizabeth Mayer. Islam and Human Righ: Tradition and Politics (London: Pinter
Publisher), 1991
Hasan Hanafi, pemikiran muslim kontemporer, tesis tersebut diperoleh ketika penulis
aktif sebagai peserta acara International Conference on Word Peace di IAIN
Alauddin Makassar.
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi III, Cet. VII, Yogyakarta:
Reka Sarasin, 1996
Syafa’atun Elmirzanah, et. al., Pluralisme, Konflik dan Perdamaian Studi Bersama
Antar Iman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Proposal Penelitian
ISLAM DAN PLURALISME
(Tinjauan Hubungan dan Kerjasama Komunitas Muslim
dan Kelompok Civil Society di Kota Lhokseumawe)
Oleh:
ZAMRI, S. Sos.I
Nim. 09 Komi 1710
I A I N
S U M ATE A
R U TA RA
M E D A N
PROGRAM PASCASARJANA
SUMATERA UTARA
2011
OUT LINE
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
A. Kerangka Teori
B. Hasil Penelitian
C. Kerangka Berfikir dan Hipotesis
A. Perencanaan Penelitian
B. Pelaksanaan Penelitian
C. Observasi dan Anaslisis
A. Hasil Penelitian
B. Pembagian Hasil
A. Kesimpulan
Lampiran-Lampiran