Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HUKUM DAGANG

Disusun untuk memenuhi tugas mid

OLEH :

NAMA : MUH. JUSRIN

NIM : G120020

PRODI : ILMU HUKUM

DOSEN PENGAMPU

IRSAN HAERUDDIN,S.H.,M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

SULAWESI TENGGARA

2021

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul "Puji
dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul "HUKUM
DAGANG"
Saya menyadari bahwa makalah yang telah saya buat masih jauh dari kata sempurna,baik dari cara
penulisan maupun isi yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu,saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun sehingga saya dapat berkarya dengan yang lebih baik lagi
kedepannya. Akhirnya dengan satu harapan dari saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita.khususnya bagi rekan-rekan pembaca pada umumnya.

Kendari,12 November 2021

Penulis

DAFTAR ISI

Judul........................................................................................................................1

2
Kata pengantar........................................................................................................ 2

Daftar isi...................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................4

B. Rumusan masalah................................................................................................4

C. Tujuan penulisan..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5

A. Definisi Hukum.....................................................................................................5

B. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang..............................................7

C. Sejarah Hukum Dagang.......................................................................................9

D. Unsur-Unsur Hukum............................................................................................10

E. Sifat dan Tujuan Hukum.......................................................................................10

F. Perkumpulan-perkumpulan Dagang.....................................................................11

G. Sumber-Sumber Hukum Dagang........................................................................12

H. Pembagian Hukum..............................................................................................15

I. Persekutuan Dagang............................................................................................16

J. Perantara Dalam Hukum Dagang..........................................................................17

K. Sistematika KUH Perdata....................................................................................

L. Pengaturan Hukum Dagang...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

BAB 1

3
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa dan pada
zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa,
Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu Hukum
Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka
dibuatlah hukum baru di samping Hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 yang disebut
hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-
17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun
Ordonnance De La Marine yang mengatur tenteng kedaulatan dan pada tahun 1807 di Perancis di buat
hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (Code De Commerce) yang tersusun dari
Ordonnance Du Commerce (1673) dan Ordonnance Du La Marine (1838).

Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda dan pada
tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada
tahun 1838 akhirnya di sahkan. KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838
menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof.
Molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri
sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang
dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian tentang hukum dagang

2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dengan hukum dagang

3. Bagaimana sejarah dalam hukum dagang

4. Apa saja unsur-unsur dalam hukum dagang

5. Apa saja sifat dan tujuan dari hukum tersebut

6. Apa saja perkumpulan-perkumpalan dagang tersebut

7. Apa saja sumber-sumber dari hukum dagang yang ada di Indonesia dan sumber hukum perdagangan
internasional

8. Bagaimana pembagian dalam hukum

9. Apa saja persekutuan dari hukum dagang.dan apa saja perantara dalam hukum dagang

C. Tujuan penulisan

4
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka salah satu tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian dari hukum dagang itu sendiri, mengetahui hubungan
antar hukum dagang dengan hukum perdata, mengetahui sumber-sumber hukum dagang dan lain-
lainnya yang berhubungan dengan materi hukum dagang.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI HUKUM

Sebagaimana diterangkan, pembagian hukum perdata dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hanya berdasarkan riwayat saja. Pada pokoknya hukum itu ialah

5
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yakni peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman tertentu.
Suatu pengertian ekonomi lagi yang banyak dipakai dalam W.v.K. ialah pengertian “bedrijf”. Seorang
dapat dikatakan mempunyai suatu perusahaan, jika ia bertindak ke luar untuk mencari keuntungan
dengan suatu cara dimana ia menurut imbangan lebih banyak mempergunakan modal (capital menurut
pengertian ekonomi) dari pada mempergunakan tenaganya sendiri(arbeid).

Seorang mempunyai suatu “beroep” jika ia untuk mencari penghidupan bekerja terutama dengan
tenaganya sendiri. Dengan demikian, seorang pengacara, seorang dokter dan seorang tukang cukur
semuanya mempunyai pekerjaan tetap, tetapi seorang pemilik hotel, seorang pemilik pabrik dan
seorang juru pengangkut (transporteur) semuanya mempunyai suatu perusahaan.

Pengertian perusahaan (bedrijf), penting untuk beberapa pasal undang-undang.

a. Siapa saja yang mempunyai suatu perusahaan, diwajibkan “melakukan pembukuan” tentang
perusahaan (Pasal 6 W.v.K.)

b. Lapangan pekerjaan dari suatu perseroan firma, adalah “menjalankan suatu perusahaan”

c. Pada umumnya suatu akte di bawah tangan yang berisikan suatu pengakuan dari suatu pihak, hanya
mempunyai kekuatan pembuktian, jika ia ditulis dengan tangan sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi
tanda persetujuan yang menyebutkan jumlahnya uang pinjaman. Tetapi peraturan ini tidak berlaku
terhadap hutang-hutang perusahaan

d. Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan (gijzeling) terhadap tiap orang yang
telah menandatangani suatu surat wesel atau cek. Tetapi terhadap seorang yang menandatangani itu
hanya diperbolehkan jika surat-surat itu mengenai perusahaannya.

e. Orang yang menjalankan suatu perusahan, adalah “pedagang” (koopman) dalam pengertian Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).

Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap
perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Perjanjian KUH Perdata
artinya sebagian besar dari perikatan-perikatan terbit karena perjanjian-perjanjian. Demikian pula
halnya dengan hukum dagang, sehingga bagian dari ilmu hukum ini dapat dinyatakan sebagai
sekelompok hukum perikatan. Hukum sipil itu terdiri dari hukum sipil dalam arti luas dan hukum sipil
dalam arti sempit. Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi hukum perdat dan hukum dagang.
Sedangkan hukum sipil dalam arti sempit meliputi hukum perdata saja.

B. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap
perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan antara Hukum
Dagang dengan Hukum Perdata erat sekali, karena sebagian dari aturan-aturan Hukum Dagang terdapat

6
dalam Buku III KUH-Perdata tentang Perikatan. Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah hukum
yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang di satu pihak menimbulkan
kewajiban dan di pihak yang lain menimbulkan suatu hak. Hak dan kewajiban itu bersumber dari
perjanjian misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, cheque, Firma, CV, PT
dan sebagainya.

Begitu eratnya hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ini dapat dilihat dari bunyi pasal
1 KUHD yaitu:

“Kitab Undang-undang Hukum Dagang, selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-
undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam Undang-undang ini.”

Rumusan pasal 1 di atas mencerminkan bahwa KUH-Dagang adalah hukum yang bersifat khusus
sedangkan KUH-Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum. Hal ini terjadi apabila suatu hal
telah diatur dalam KUH-Dagang, maka ketentuan-ketentuan Hukum Perdata tidak diberlakukan, tetapi
bila suatu hal tidak diatur dalam KUHD aturan itu terdapat dalam KUH-Perdata, maka ketentuan-
ketentuan KUH-Perdata berlaku dalam hubungan hukum di bidang perdagangan yaitu dalam melakukan
perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang
berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH
Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini berlaku
adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum
yang bersifat umum.

Dari rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum yang bersifat khusus dan
KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi
KUH Dagang adalah perkecualian dari KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya secara
khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUH Dagang belum
diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek perdagangan tersebut, tunduk terhadap KUH Perdata yaitu
tentang perikatan atau perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam lapangan
harta kekayaan.

Dengan demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena
hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik dalam masyarakat umum maupun dalam
perdagangan. Karena hukum perikatan adalah bagian dari hukum perdata maka hukum dagang adalah
merupakan bagian dari hukum perdata, misalnya pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa semua
perjanjian yang bernama maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH
Perdata.

Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian jual-beli, pengangkutan,
asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan secara khusus dalam KUH Dagang,
asas-asas pokok perjanjian tersebut tunduk pada KUH Perdata.

7
Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga ada beberapa pendata para sarjana hukum yang
menggambarkan hubungan hukum perdata dengan hukum dagang, yaitu:

a. Prof. Subekti, S.H., berpendapat:

“Terdapatnya KUHP di samping, KUHS/KUH Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, karena
sebenarnya “hukum dagang tidak lain daripada hukum perdata”, dan perkataan dagang bukanlah suatu
pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian.

Dengan demikian sudahlah diakui, bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai hukum
khusus terhadap hukum umum.

b. Prof. Sudiman Kartodiprojo, S.H., berpendapat:

“Dengan perkataan lain KUHD merupakan lex specialis terhadap KUH Perdata, dan KUH Perdata sebagai
lex generalis terhadap KUHD.”

c. Prof. Soekardono, S.H., berpendapat:

“Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum dagang, sekedar KUHD
tidak khusus menyimpang dari KUHS.”

Dapatlah dirumuskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antar
individu (non-pemerintah) yaitu orang atau badan hukum sebagai satu dengan orang atau badan
hukum sebagai pihak lain, mengenai benda bergerak atau tidak bergerak dan jasa serta berbagai
kebutuhan individu (non-pemerintah) yang diatur sedemikian rupa sejak individu masih dalam
kandungan sampai dengan setelah meninggal dunia. Ketentuan Hukum Perdata ini berkaitan dengan
hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang diikuti dengan akibat hukum yang dapat dipaksakan
berdasarkan keputusan pengadilan.

Mencermati pendapat para Guru Besar yang telah disebut di atas jelas bahwa Hukum Dagang adalah
bagian Hukum Perdata yang secara khusus mengatur perdagangan. Oleh karena itu, seperti telah
dikemukakan bahwa Hukum Dagang yang terkodifikasi dalam KUHD yang sudah lebih dari satu abad itu
sudah tidak mampu mewadahi hubungan hukum mengenai kegiatan perdagangan, baik nasional apalagi
internasional, yang perkembangannya semakin pesat ditunjang oleh hasil teknologi canggih dalam
informasi dan komunikasi di era kesejagatan ini.

C. Sejarah Hukum Dagang

Sebagaimana dikatakan di muka, hukum. dagang adalah merupakan hukum perdata khusus bagi para
pedagang. Karenanya pembagian hukum perdata dengan hukum dagang bukanlah pembagian yang
sangat mendasar, tetapi timbul dari kebutuhan-kebutuhan masyarakat pedagang melalui proses sejarah.

Perkembangannya dimulai sejak lebih kurang tahun 1500. Di Italia dan Prancis Selatan lahir kota-kota
pusat perdagangan , seperti Florence, Venesia, Marseilles, dan lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris

8
Civilis) tidak dapat menyelesaikan perkara yang ada pada waktu itu, sehingga para pedagang (gilda)
membuat peraturan sendiri di samping Hukum Romawi, yang masih bersifat kedaerahan.

Berlakunya KUH dagang di Indonesia di sampan KUH Perdata berdasarkan pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945, yaitu : segala badan negara dan peraturan yang ada masih terus berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. KUH Perdata dan KUH Dagang, yang
merupakan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda, masih terus berlaku hingga sekarang ini sebelum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar kita.

KUH Perdata dan KUH Dagang mulai berlaku di Indonesia (Hindia Belanda) pada 1 Mei 1948,
sebagai turunan dari Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek Van Koophandel (KUHD). KUH
Perdata dan KUHD Belanda ini, bukanlah merupakan hasil hukum nasionalnya, tetapi merupakan
jiplakan dari Kitab Undang-undang Prancis yang bernama Code Civil dan Code Decommerce.

Pada waktu abad ke 17, di Prancis timbul kebutuhan-kebutuhan para pedagang terhadap
peraturan-peraturan perniagaan, karena Hukum Civil/Hukum Perdata yang dikenal dengan Corpus Iuris
Civilis, tidak mampu lagi menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di kalangan pedagang,
demikian juga dengan hukum kebiasaan yang banyak tumbuh, tidak lagi dapat memberikan kepuasan
bagi para pedagang. Sehingga dipandang perlu untuk membuat suatu peraturan tertulis yang khusus
mengatur ketentuan-ketentuan dalam perdagangan, maka atas perintah Raja Lodewijk XIV Prancis,
dibuatlah kodifikasi yang pertama mengenai hukum dagang, dikenal dengan “Ordonnance Du
Commerce” tahun 1673 dan tahun 1681 dilanjutkan dengan munculnya “Ordonnance De La Marine”.

Selanjutnya kedua kitab hukum dagang di atas (tahun 1673 dan 1681) dijadikan sebagai sumber
bagi pengkodifikasian hukum dagang pada tahun 1807. Pada tahun ini lahirlah hukum dagang yang baru
yaitu Code De Commerce. Dengan demikian di Prancis sejak tahun 1807 sudah ada kodifikasi hukum
dagang yaitu Code De Commerce yang dipisahkan dari Code Civil yaitu hukum perdata.

Selanjutnya pada tahun 1838 code de commerce dan code civil Prancis, dinyatakan berlaku di
Negeri Belanda. Kemudian perintah Belanda membuat kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek)
dan kodifikasi hukum dagang (Wetboek Van Koophandel) berdasarkan code de commerce dan code civil
Prancis, yang disahkan oleh pemerintah Belanda dan diberlakukan di Belanda pada tahun 1838.
Akhirnya berdasarkan asas konkordansi (asas persamaan) maka KUHD Belanda 1838, dijadikan sumber
dan dasar bagi penyusunan KUHD Indonesia tahun 1848. Dan sejak tanggal 1 Mei 1848 sampai sekarang
ini berlakulah KUHD yang disusun berdasarkan KUHD Belanda.

D. Unsur-Unsur Hukum

Berdasarkan definisi hukum tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum itu terdiri dari beberapa
unsur, yaitu:

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat

b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib

9
c. Peraturan itu bersifat memaksa

d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

E. Sifat dan Tujuan Hukum

Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup


kemasyarakatan (yang disebut norma atau kaidah) yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata
tertib dalam masyarakat, serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang
tidak mau patuh mentaatinya.

Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan
dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat
di selesaikan melaui proses pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku. Selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat
menjadi hakim atas dirinya sendiri. Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang pada pokoknya
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.

F. Perkumpulan-perkumpulan Dagang

a. Maatschap

Sebagaimana diketahui, maatschap adalah suatu bentuk kerjasama yang paling sederhana, yang diatur
di dalam B.W. oleh karena lapangan pekerjaannya tidak dibatasi pada sesuatu hal, maka bentuk ini
dapat dipakai juga untuk melakukan perdagangan. Tiap anggota maatschap, hanya dapat mengikatkan
dirinya sendiri kepada orang-orang pihak ketiga. Ia tak dapat mengikat teman-teman anggotanya,
kecuali jika mereka itu memberikan padanya suatu penguasaan khusus untuk bertindak atas nama
mereka. Keanggotaan maatschap bersifat sangat pribadi, artinya tidak mungkin digantikan oleh orang
lain.

b. Perseroan Firma

Ini adalah suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturan-peraturannya terdapat dalam W.v.K.
perkataan “Firma” sebenarnya berarti suatu nama yang dipakai oleh beberapa orang bersama untuk
berdagang. Menurut undang-undang, suatu perseroan Firma ialah suatu “bedrifj” dengan memakai
suatu nama bersama. Perkataan “Firma” juga lazim dipakai, jika yang dimaksudkan perkumpulan dagang
yang memakai nama itu. Dalam suatu perseroan Firma tiap persero (firmant) yang namanya tercantum
di dalam akte pendirian (tidak dikecualikan) berhak untuk melakukan pengurusan dan bertindak ke luar
atas nama perseroan. Segala perjanjian yang diperbuat oleh seorang persero, mengikat juga teman-
teman persero lainnya. Segala apa yang diperoleh oleh salah seorang persero, menjadi benda
kepunyaan Firma, yang berarti kepunyaan semua persero bersama.

c. Perseroan Komanditer (CV)

10
Ini adalah suatu perseroan, dimana seorang atau beberapa orang persero tidak turut campur dalam
pengurusan atau pimpinan perseroan, tetapi hanya memberikan suatu modal saja. Persero yang “berdiri
di belakang layar” ini juga turut mendapat bagian dalam keuntugan dan juga turut memikul kerugian
seperti seorang persero biasa, tetapi tanggung jawabnya adalah terbatas, yaitu ia tidak akan memikul
kerugian yang melebihi jumlah modal yang ia masukkan menurut perjanjian.

Persero yang berdiri di belakang layar itu, dinamakan komanditaris, sedangkan mereka yang memimpin
perseroan dan bertindak ke luar dinamakan pesero-pengurus atau pesero-pemimpin.

d. Perseroan Terbatas atau Naamloza Vennontschap (N.V.)

Ini adalah suatu perseroan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya
disediakan untuk orang yang hendak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada tanggung jawab atau
risiko dari para persero atau pemegang andil, yang hanya terbatas pada harga surat andil atau sero yang
mereka ambil.

e. Perkumpulan Koperasi

Ini adalah suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan. Meskipun perihal
koperasi ini tidak diatur dalam W.v.K., akan tetapi untuk lengkapnya ada baiknya juga dibicarakan di sini.
Perihal Perkumpulan Koperasi, dulu ada dua peraturan, suatu peraturan umum yang berlaku untuk
semua golongan penduduk (Stbl. 1933 – 108) dan satu peraturan khusus untuk bangsa Indonesia (Stbl.
1927 – 91), sejak tahun 1958 kita mempunyai suatu undang-undang nasional, yaitu Undang-undang No.
79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi.

f. Perseroan Andil Indonesia atau I.M.A.

Ini adalah suatu bentuk perseroan yang diatur dalam suatu peraturan khusus. Jadi di luar W.v.K., dan
dimaksudkan untuk dipergunakan oleh orang-orang Indonesia saja. Pendirian I.M.A. cukup dilakukan
dengan suatu akte di bawah tangan (tidak usah dengan notaris), yang harus dikirimkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri, yang diwajibkan memeriksanya dan meneruskannya Kepada Menteri Kehakiman
dengan disertai pertimbangannya.

g. Perusahaan Negara (PN)

Ini didirikan dengan Peraturan Pemerintahan berdasarkan P P Pengganti Undang-undang No. 19 Tahun
1960. PN ini merupakan suatu badan hukum dan modalnya terdiri dari kekayaan Negara yang
dipisahkan, tetapi tidak terbagi atas saham-saham. Ia dipimpin oleh sebuah Direksi.

G. Sumber-Sumber Hukum Dagang

Ø Sumber Hukum Dagang di Indonesia

Hukum Dagang Indonesia yang utama adalah “Hukum Dagang” yang berasal dari pemerintahan Hindia
Belanda yaitu Wetboek van Koophandel (WvK), yang dalam bahasa Indonesi dinamakan Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD). Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-

11
pihak yang mengadakan perjanjian, sebenarnya merupakan bagian dari hukum perdata, khususnya
mengenai perikatan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kita kenal dengan Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUHPdt) buku III tentang perikatan.

Sumber utama dari perikatan-perikatan adalah perjanjian-perjanjian, artinya sebagian besar dari
perikatan-perikatan terbit karena adanya perjanjian-perjanjian. Demikian pula halnya dengan hukum
dagang, sehingga bagaian dari ilmu hukum ini dapat dinyatakan sebagai sekelompok hukum perikatan
(een stuk verbintenissenrecht), perikatan-perikatan mana buat sebagian besar terbit karena perjanjian-
perjanjian khusus (bijzondere overeenkomsten), mungkin dapat terbit juga diluar perjanjian, misalnya
sebagai akibat tubrukan kapal-kapal (aanvaring van schepen).

Hukum dagang bersumber terutama pada:

a. KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Sipil = KUHS) khususnya buku III perihal Perikatan.

b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

c. Peraturan-peraturan di bidang perdagangan di luar KUHD (koperasi, paten, hak milik industri, Perum,
Perjan, Persero, perusahaan Negara, dan lain-lain).

Ø Sumber Hukum Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis
yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap
kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus
peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antarnegara.

Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antarnegara diperlukan suatu instrument hukum dalam
bentuk peraturan-peraturan, baik nasional maupun internasional seperti hukum perdagangan
internasional (international trade law). Hukum Perdagangan Internasional merupakan bagian dari
hukum bisnis atau hukum ekonomi.

Perlu dapat disimak Sumber Hukum Perdangangan Internasional yang justru dapat mengatasi
tertinggalnya dasar Hukum Dagang Indonesia, yaitu KUHD dan KUHPdt (Buku III). Hal-hal esensial dari
sumber hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Provisi Kontrak (Contract Provisions)

Perlu dipahami bahwa yang merupakan dasar dan sumber hukum utama bagi suatu kontrak, termasuk
kontrak tentang jual beli internasional adalah contract provisions, yakni apa-apa yang telah diatur dalam
kontrak tersebut oleh kedua belah pihak. Hukum memandang kontrak sebagai your own business.
Artinya terserah pada para pihak mau mengatur bisnisnya secara bagaimana dalam kontrak tersebut.

Untuk itu paling jauh hukum hanya memberikan rambu-rambu demi mencapai dan melindunginya
berbagai kepentingan lain yang lebih tinggi, misalnya mencapai keadilan, ketertiban umum, kepentingan
negara dan sebagainya.

12
Hukum Kontrak Umum (General Contract Law)

KUHPerdata, yang juga merupakan salah satu dasar dan sumber hukum bagi suatu kontrak,
menyediakan aturan, antara lain yang bersifat General Contract Law. Artinya banyak ketentuan dalam
Buku Ketiga KUHPerdata yang mengatur secara umum saja, seperti yang berlaku bagi seluruh macam
kontrak, apakah dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dan sebagainya. Apabila
terhadap suatu jual beli internasional berlaku hukum Indonesia, maka ketentuan umum dalam Buku
Ketiga KUHPerdata tersebut juga harus diterapkan.

c. Hukum Kontrak Khusus (Specific Contract Law)

Selain ketentuan-ketentuan umum tentang kontrak yang terdapat dalam KUHPerdata, maka
KUHPerdata juga mengatur tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-
kontrak tertentu. Ada ketentuan tentang jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan sebaginya.
Terhadap perjanjian jual beli internasional, jika yang hukum Indonesia, maka berlaku juga ketentuan
tentang perjanjian jual beli yang terdapat dalam KUHPerdata.

Ketentuan tentang jual beli dalam KUHPerdata ini ditemukan dalam Pasal 1457 KUHPdt sampai dengan
Pasal 1540 KUHPdt, yang prinsipnya mengatur tentang:

a. Ketentuan-ketentuan Umum

b. Kewajiban-kewajiban Penjual

c. Kewajiban Pembeli

d. Hak Membeli Kembali

e. Ketentuan-ketentuan Khusus Mengenai Jual Beli Piutang dan Hak-hak tidak Berwujud Lainnya.

Kebiasaan Dalam Perdagangan Internasional

Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat merupakan salah satu sumber hukum. Demikian
juga dengan kebiasaan dalam bisnis atau dagang. Sehingga apa yang namanya trade usage merupakan
salah satu sumber hukum dagang dan merupakan salah satu pedoman dalam menginterprestasi kontrak
bisnis termasuk Hukum Dagang Internasional. Misalnya jika ada pemesanan pembelian letterheads oleh
pihak pembeli dari pihak percetakan, maka jika yang dikirim kemudian hanya berjumlah 960 saja,
tidaklah berarti pihak penjual atau pencetak telah ingkar janji. Sebab, telah menjadi kebiasaan dalam
bisnis yang telah diterima secara meluas dalam praktek bisnis sejenis bawha terhadap pemesanan yang
demikian, kekurangan atau kelebihan tidak lebih dari 5% dapat ditoleransi.

e. Yurisprudensi

Adakalanya apa yang terdapat dalam praktek dagang sehari-hari kemudian dikukuhkan dalam suatu
yurisprudesi, yakni diputuskan oleh pengadilan yang kemudian keputusan tersebut memperoleh
kekuatan tetap. Dalam sistem hukum Indonesia, seperti juga dalam negara-negara dengan sistem

13
hukum Eropa Kontinental lainnya, bahwa kekuatan dari yurisprudensi tidak sekuat di negara-negara
yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, dengan teori precedent-nya.

Namun demikian, yurisprudensi di negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental tersebut
tetap saja menjadi dasar hukumnya, terutama terhadap hal-hal yang belum diatur dalam undang-
undang, atau yang memerlukan penafsiran-penafsiran terhadap suatu undang-undang.

f. Kaidah Hukum Perdata Internasional

Banyak juga kaidah Hukum Perdata Internasional yang digunakan terhadap suatu kontrak jual beli
internasional. Sebab, sebagaimana transaksi lainnya yang melibatkan para pihak dari berbagai negara,
kemungkinan untuk timbul suatu konflik antara hukum di negara yang satu dengan hukum di negara
lainnya tentunya besar. Apalagi terhadap kontrak dagang rutin yang hanya memakai kontrak yang
sangat sederhana, sehingga pengaturan dalam kontrak sama sekali tidak jelas.

g. International Convention

International Convention adalah kesepakatan-kesepakatan internasional yang telah, sedang atau akan
diratifikasi oleh banyak Negara di dunia ini. Ketentuan yang terdapat dalam konvensi-konvensi
internasional tersebut berlaku juga terhadap perjanjian jual beli internasional. Asal saja negara kedua
belah pihak tersebut merupakan peserta konvensi dan telah meratifikasi konvensi tertentu itu sehingga
menjadi bagian dari hukum nasionalnya.

h. Ketentuan-ketentuan Yang Diundangkan oleh Negara Tertentu

Terdapat lagi ketentuan-ketentuan lain yang akan melakukan dan terlibat dalam suatu transaksi dalam
perdagangan internasional, misalnya undang-undang dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah setempat yang berkenaan dengan ekspor-impor, Letter Of Credit, Asuransi, Bill Of Lading,
Bill Of Exchange dan lain sebagainya.

H. Pembagian Hukum

a. Menurut bentuknya hukum dapat dibagi dalam:

1. Hukum tertulis

2. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan)

b. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:

1. Ius Contstitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu.

2. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.

3. Hukum Alam, yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa
di dunia.

14
c. Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:

1. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan
orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

2. Hukum Publik ( hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat
perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan warga negaranya, yaitu:

· Hukum tatanegara

· Hukum administrasi Negara

· Hukum pidana

· Hukum internasional

· Hukum pajak

· Hukum perburuhan, dan lain-lain

I. Persekutuan Dagang

Dalam Hukum Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain sebagai berikut:

1. Firma

Suatu persekutuan yang bertujuan untuk melakukan perusahaan bersama di bawah satu nama, sehingga
dalam bentuk firma itu beberapa orang melakukan usahanya di bawah nama yang telah disepakatinya.

2. Perseroan Komanditer

Dalam perseroan komanditer terdapat dua macam persero, yaitu persero biasa dan persero
komanditer.Persero komanditer hanya menyediakan modal saja dan tidak ikut menjalankan perusahaan.
Persero ini hanya bertanggung jawab sampai sejumlah uang yang disetorkan saja.

3. Perseroan Terbatas

Dalam Perseroan Terbatas (PT), tiap persero bertanggung jawab dengan modal yang disetor saja. Modal
perseroan terdiri atas hasil penjualan saham-saham. PT harus didirikan dengan Akta Notaris dan
mendapatkan pengesehan dari Departemen Kehakiman serta Anggaran Dasarnya harus dimuat dalam
Tambahan Berita Negara.

4. Koperasi

Perkumpulan koperasi adalah perkumpulan yang anggota-anggotanya diperkenankan keluar masuk dan
yang bertujuan memajukan kepentingan kebendaan para anggotanya dengan jalan mengadakan usaha
dalam lapangan ekonomi demi kesejahteraan bersama.

15
Koperasi didirikan atas usaha bersama, permodalannya diusahakan bersama, yaitu berasal dari iuran
wajib yang dikumpulkan setiap bulan yang harus dipenuhi oleh anggotanya disamping iuran sukarela.
Pengurus koperasi terdiri atas para anggota koperasi sendiri, sehingga mereka akan bertanggung jawab
penuh dalam menjalankan usaha-usahanya itu.

J. Sistematika KUH Perdata

Bagian-bagian KUH Perdata yang mengatur tentang Hukum Dagang sebagian terbesar terletak pada
Kitab III perikatan. Yang dimaksud dengan Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang
satu wajib berprestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Hukum dagang tersebut
terletak dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul
dari dalam lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi,
pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya.

Hukum Dagang di Indonesia terutama bersumber pada :

Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan

· KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau Wetboek Van Koophandel Indonesia (W.K)

· KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (B.W)

Hukum-hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu Perudang-undangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.

Hukum dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran dan
dagang pada umumnya. KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah
air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-
masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri. Dan terbagi dalam bagian-
bagian dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan masing-masing menjadi pasal-
pasal atau ayat-ayat.

K. Pengaturan Hukum Dagang

Peraturan dagang selain diatur dalam Hukum Perdata tentang perikatan juga diatur dalam hukum
berbagai peraturan perudangan, baik sudah dikodifikasikan maupun yang belum dikodifikasikan, yaitu:

a. Peraturan hukum dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD).

b. Peraturan hukun dagang yang belum dikodifikasikan.

Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang
belum di koodifikasikan) seperti :

Ø Peraturan tentang koperasi

16
Ø Peraturan pailisemen

Ø Undang-undang oktroi

Ø Peraturan lalu lintas

Ø Peraturan maskapai andil Indonesia

Ø Peraturan tentang perusahaan Negara

Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah
mengenai perikatan umumnya seperti :

Ø Persetujuan jual beli (contract of sale)

Ø Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)

Ø Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Untuk mengantisipasi kemajuan dalam bidang ekonomi, dan semakin majunya lalu lintas perdagangan,
baik di tingkat nasional maupun internasional (global dan regional), Indonesia memerlukan instrument
hukum baru yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum dalam bidang ekonomi dan
perdagangan yang berkembang dewasa ini. Hal ini diperlukan karena banyaknya persoalan hukum yang
menyangkut masalah-masalah ekonomi atau bisnis yang belum diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berlaku di
Indonesia.

Kemajuan di bidang ekonomi terutama di sektor perdagangan belum dapat diikuti oleh instrument
hukum yang berlaku di negara kita, baik aturan hukum perdata maupun hukum dagang. Kodifikasi
hukum perdata dan hukum dagang yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan di
Indonesia adalah berasal dari Code Civil dan Code du Commerce Prancis tahun 1808, kemudian berlaku
di Negeri Belanda tahun 1828 menjadi Burgelijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Kophandel (WvK).
Kedua bidang hukum tersebut selanjutnya diterapkan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi
semenjak tahun 1838 menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD).

Kedua bidang hukum ini sudah tidak dapat lagi menjangkau permasalahan ekonomi dan bisnis yang
semakin kompleks dewasa ini, antara lain menyangkut masalah investasi, perdagangan internasional,
pasar modal, anti trust dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan instrument hukum baru yang berupa
peraturan-peraturan di bidang bisnis baik secara nasional maupun internasional.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari materi diatas diantaranya yaitu Hukum dagang adalah
keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam
usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat
dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku
juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara
khusus”. Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang
bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum. Sejak abad pertengahan Eropa (1000/ 1500)
yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-
negara lainnya).

Hukum terdiri dari beberapa unsur yaitu, peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat, peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, peraturan itu bersifat
memaksa, dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. Hukum mempunyai sifat
mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut
norma atau kaidah) yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat, serta
memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.
Bagian-bagian dalam perkumpulan dagang yaitu Maatschap, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer,
Perseroan Terbatas, Perseroan Andil Indonesia, dan Perusahaan Negara. Pembagian Hukum menurut

18
bentuknya yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, menurut waktu berlakunya yaitu Ius
Contstitutum, Ius Constituendum dan hukum alam. Sedangkan menurut isinya yaitu hukum privat dan
hukum public. Dalam Hukum Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang yaitu firma,
perseroan komanditer, perseroan terbatas dan koperasi. Pedagang-pedagang besar membutuhkan
bantuan dan perantaraan orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Hukum dagang tersebut
terletak dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul
dari dalam lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi,
pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya. Peraturan hukum
dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

B. Saran

Jika kita menjalankan usaha atau berdagang hendaknya kita harus mengetahui beberapa aspek yang
mengatur hukum dagang itu sendiri. Dan semua hal-hal tersebut sudah di atur dalam KUHD. Dalam
berdagang kita harus jujur, artinya jujur dalam arti usaha yang kita jalankan harus diketahui oleh
pemerintah atau mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan jujur dalam hal lainnya.
Disamping itu usaha yang kita jalankan juga harus bermanfaat bagi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Masriani Tiena Yulies, S.H., M.Hum. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., & Christine S.T. Kansil, S.H. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum Dalam Ekonomi). Jakarta: PT Pradnya Paramita

Prof. R. Soekardono,S.H. 1981. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat

Prof. Dr. Soedjono Dirdjosiswono, SH., MM. 2006. Pengantar Hukum Dagang Internasional. Bandung: PT
Refika Aditama

Muhammad Sood, S.H., M.H. 2011. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Prof. Subekti, S.H. 1994. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermassa

http://qmepenguinmini.blogspot.co.id/2013/04/makalah-hukum-dagang.html

19
20

Anda mungkin juga menyukai