Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

ACARA 1
PETA TOPOGRAFI

NAMA : BRIGITHA LORA LOLONGAN


NIM : 2009086009
KELOMPOK : 2 (DUA)
ASSISTEN : MUHAMMAD FARDIANSYAH RAHMADANI
NIM : 1709085027

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peta topografi adalah peta gambaran permukaan bumi dimana garis kontur dijadikan
sebagai penanda elevasi suatu wilayah dan dilengkapi dengan skala sebagai pembanding
dari jarak pada kedalaman gambar yang sesungguhnya. Garis kontur adalah garis pada
peta yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap
bidang referensi yang digunakan. Kecuraman dari suatu lereng (stepness) dapat
ditentukan dengan adanya interval kontur dan jarak antara ke-2 kontur sedangkan jarak
horizontal antara dua garis kontur dapat ditentukan dengan cara interpolasi. Garis
kontur merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan peta lainnya dan
digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya permukaan bumi yang
dipetakan. Dari pengertian di atas dapat di pahami betapa pentingnya garis kontur antara
lain untuk pembuatan trace jalan atau rel dan menghitung volume galian dan timbunan.
Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang
telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah
yang tidak disimpan atau diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada
seluruh wilayah. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat
kontinyu dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial. Kedua sisi
tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan
lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip
daripada nilai pada titik yang terpisah lebih jauh. Peta topografi sangatlah penting,
dalam proses pemetaan, karena merupakan peta dasar. Dari peta ini dapat diolah
menjadi peta geologi dan peta geomorfologi. Peta topografi memiliki banyak unsur,
yang memberikan informasi mengenai simbol-simbol dalam peta, lokasi peta, tahun
pembuatan, dan lain-lain

Oleh karena itu, praktikum geomorfologi ini dilaksanakan agar praktikan bisa mehami
lebih jauh apa itu geomorfologi dan unsur-unsur peta topografi pada umumnya dan
dapat mengetahui lebih jauh menghitung garis kontur, interval kontur, dan lain-lain
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu :
- Untuk mengetahui bentang alam dari peta struktural.
- Untuk mengetahui proses dari peta denudasi.
- Untuk mengetahui rumus interval kontrur
BAB II
LANDASAN TEORI

Definisi Peta
Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian unsur
permukaan bumi digambar dalam skala tertentu dan sistem proyeksi tertentu. Peta
seringkali sangat efektif untuk menunjukkan lokasi dari objek-objek alamiah maupun
objek buatan manusia, baik ukuran maupun hubungan antara satu objek dengan objek
lainnya. Sebagaimana dengan foto, peta juga menyajikan informasi yang barangkali
tidak praktis apabila dinyatakan atau digambar dalam susunan kata-kata. Secara umum
peta diartikan sebagai gambaran konvensional dari pola bumi yang digambarkan
seolaholah dilihat dari atas pada bidang datar melalui satu bidang proyeksi dengan
dilengkapi tulisan-tulisan untuk identifikasinya (Djauhari Noor, 2014).

Peta mengandung arti komunikasi. Artinya merupakan suatu signal atau Chanel antara
si pengirim pesan (pembuat peta), dengan si penerima (pemakai peta). Dengan demikian
peta digunakan untuk mengirim pesan berupa informasi tentang realita dari fenomena
geografi. Peta pada dasarnya adalah sebuah data yang didisain untuk mampu
menghasilkan sebuah informasi geografis melalui proses pengorganisasian dari
kolaborasi data lainnya yang berkaitan dengan bumi untuk menganalisis,
memperkirakan dan menghasilkan gambaran kartografi. Informasi ruang mengenai
bumi sangat kompleks tetapi pada umumnya data geografi mengandung empat aspek
penting, yaitu:
1. Lokasi-lokasi yang berkenaan dengan ruang merupakan objek objek ruang yang khas
pada sistem koordinat (proyeksi sebuah peta).
2. Atribut (ciri bahan), informasi yang menerangkan mengenai objek-objek ruang yang
diperlukan. Hubungan ruang, hubungan logika atau kuantitatif di antara objek-objek
ruang waktu, merupakan waktu untuk memperoleh data data atribut dan ruang.
3. Pemetaan adalah suatu proses menyajikan informasi muka bumi yang berupa fakta,
dunia nyata, baik bentuk permukaan buminya maupun sumber daya alamnya,
berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka
bumi yang disajikan.
4. Penyajian unsur-unsur permukaan bumi di atas peta dibatasi oleh garis tepi kertas
serta grid atau gratikul. Di luar batas tepi daerah peta pada umumnya dicantumkan
berbagai keterangan yang disebut titik-titik keterangan tapi ini dicantumkan agar peta
dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh pemakai peta. Penyusunan dan penempatan
keterangan tepi bukan merupakan hal yang mudah, karena semua informasi yang
terletak disekitar peta harus memperhatikan keseimbangan. (Djauhari Noor, 2014).

Berasal dari bahasa Yunani, “topos” yang berarti tempat dan “graphi” yang berarti
menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat di permukaan bumi yang
berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur dengan satu
garis kontur mewakili satu ketinggian. peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri
permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alami atau buatan, yang dapat
ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah
ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran
permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang
sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola
urbanisasi. Juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan
tertentu dalam batas-batas skala (Djauhari Noor, 2014).

Peta topografi dapat juga diartikan sebagai Peta yang menggambarkan kenampakan
alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar.
Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari
unsur-unsur pada muka bumi dan di bawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi
dan unsur-unsur buatan manusia. peta topografi mempunyai garis lintang dan garis
bujur dan titik pertemuannya menghasilkan koordinat. Koordinat ialah titik Persilangan
antara garisan lintang dan bujur (Noor, 2010).

Peta topografi adalah peta yang menyajikan informasi topografi (ketinggian) disamping
tentunya informasi planimetris secara lengkap sesuai dengan skalanya. Semua detail
yang dianggap penting ditampilkan pada peta Topografi. Sifatnya yang umum ini
menjadikannya sering dijadikan referensi bagi keperluan pemetaan lainnya, sehingga
peta topografi juga sering disebut peta dasar. Peta Dasar Nasional yang dibuat oleh
Badan Koordinasi Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), antara lain dengan skala
1:50.000 dan 1:25.000 adalah bentuk peta topografi, yang disebut juga sebagai peta rupa
bumi (Yulianto, 2003).

Satu lembar peta terdiri atas muka peta dan Informasi tepi. Muka peta adalah area, pada
umumnya persegi, yang memuat detail peta, sedangkan Informasi tepi adalah segala
bentuk informasi yang ditampilkan di luar muka peta. Informasi tepi lazimnya terdiri
atas Judul peta, lokasi daerah pemetaan, nomor lembar peta, skala peta, petunjuk arah
utara peta, indeks lembar, legenda, keterangan dan catatan, serta koordinat peta.
Informasi skala peta dapat ditampilkan secara numeris dan atau dalam bentuk skala
grafis, yakni skala yang digambarkan dengan penggalan garis dan nilai panjang
sebenarnya di lapangan. Skala numerik lebih mudah dibaca, namun jika peta diperkecil
atau diperbesar (misalnya dengan fotocopy), informasi skalanya menjadi tidak benar.
Hal tersebut berbeda dengan skala grafis, yang informasinya tetap benar saat peta
diperkecil atau diperbesar (Yulianto, 2003).

Bagian-bagian peta:
1. Judul peta, diambil dari bagian terbesar wilayah yang tercantum dalam satu sheet
peta. Biasanya terletak di bagian atas peta atau disamping untuk peta buatan Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
2. Legenda peta, penjelasan dari simbol-simbol yang tercantum dalam peta. Bagian ini
adalah komponen yang sangat vital karena kita akan jadi buta dalam membaca peta
jika tidak ada legendanya.
3. Skala peta, bagian yang menunjukkan ukuran dalam lembar peta dengan medan
sebenarnya. Skala ini ada dua jenis yaitu skala garis dan skala angka. Dalam peta
topografi biasanya dicantumkan keduanya. Rumus hitungan: jarak di medan
sebenarnya = jarak di peta x skalanya. Cara membacanya adalah 1:25.000 berarti 1
cm dalam peta adalah 25000 cm di medan sebenarnya atau 25 km.
4. Garis koordinat jaring-jaring dalam peta yang terdiri dari garis vertikal dan garis
horizontal. Guna garis ini adalah untuk batas perhitungan koordinat. Koordinat peta
dikenal ada dua jenis yaitu koordinat grid dan koordinat geografis. Koordinat
geografis merupakan koordinat dari jaring-jaring bumi yang terdiri garis lintang
untuk horizontalnya dan garis bujur untuk vertikalnya. Penulisannya biasanya
dengan koordinat geografis, derajat menit dan detik (contoh: 94o 15’114,4”)
biasanya disertakan “L” untuk lintang dan “B” untuk bujur. Koordinat grid adalah
jaring-jaring koordinat lokal yang dipakai untuk acuan pengkoordinatan dalam peta.
Biasanya hanya disebutkan dengan angka saja dan dikenal dengan koordinat 8 angka
atau 12 angka. Untuk peta w;st=”On” Indonesia ada 2 acuan pokok dalam koordinat
ini yaitu dikenal dengan sistem UTM/UPS atau LCO masing-masing dengan acuan
0° yang berbeda.
5. Garis ketinggian atau biasa disebut garis kontur, adalah garis yang menyerupai sidik
jari yang menunjukkan titik ketinggian yang sama dalam peta. Karena merupakan
tanda dari ketinggian yang sama maka garis ini tidak akan pernah saling memotong
tapi bisa bersinggungan. Lokasi yang akan melingkari lokasi yang lebih tinggi adalah
ciri garis kontur. Atau bisa juga disebutkan garis sebelah dalam adalah lebih tinggi
dari garis sebelah luar. Dalam peta interval atau jeda beda ketinggian antara garis
kontur biasanya ditunjukkan di dekat lokasi legenda. Untuk peta skala 1:25.000
interval konturnya biasanya adalah 12,5 m sedangkan peta skala 1:50.000 biasanya
interval konturnya adalah 25 m. Garis kontur dengan pola huruf “V” atau runcing
biasanya menunjukkan sebuah jurang atau sungai, dan garis kontur dengan pola “U”
berpola lengkung biasanya menunjukkan sebuah pegunungan dan “O” merupakan
puncak atau kawah.
6. Tahun pembuatan peta, merupakan keterangan yang menunjukkan tahun terakhir
peta tersebut diperbaharui. Hal ini sangat penting karena kondisi permukaan bumi
bisa berubah sewaktu-waktu.
7. Deklinasi, yaitu garis keterangan yang menunjukkan beda utara peta dan utara
magnetik (utara kompas). Deklinasi ini direvisi tiap 5 tahun sekali. Kenapa ada
perbedaan antara utara peta dan utara sebenarnya dan utara magnetik. Seperti kita
ketahui utara bumi kita di tunjukkan oleh di Kutub Utara. Sedangkan sumbu utara
magnet bumi sebenarnya ada di sebuah kepulauan di dekat dataran Greenland. Setiap
tahun karena rotasi sumbu bumi ini mengalami pergeseran rata-rata 0,02 detik bisa
ke timur dan ke barat. Jadi utarasebenarnya bisa ditentukan dari mengkonversi antara
utara magnetik dengan utara peta. Biasanya akan dicantumkan di setiap lembar peta.

Ke tujuh bagian di atas merupakan bagian pokok yang selalu ada dalam setiap lembar
peta titik bagian lain adalah merupakan bagian pelengkap yang biasanya berisi indeks
peta keterangan pembuatan peta dan produksi peta (Djauhari Noor, 2014)

Untuk menggambar kontur harus terlebih dahulu dicari titik-titik yang ketinggiannya
sama titik pada kenyataannya sangat sulit memperoleh harga dan ketinggian sesuai
dengan yang diinginkan (misal + 100, + 200, + 300, dst). Untuk itu perlu diadakan
interpolasi dari titik-titik yang tersedia (hasil pengukuran) dengan prinsip perbandingan
jarak. Posisi dari titik yang akan dilalui kontur dapat diinterpretasikan secara matematis
dari titik-titik yang telah diketahui. Hal ini merupakan salah satu penyederhanaan
dengan asumsi kemiringan tanah tersebut linear disekitar titik tinggi itu (Sobatnu, 2018)

Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau
melalui foto udara jika terdapat tanda satu titik kontrol sebagai titik ikat. Ketinggian
rata-rata pada suatu DAS merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap
temperatur dan pola hujan khususnya pada daerah topografi bergunung. Lereng
merupakan salah satu faktor penting dalam analisis morfometri das. Pengukuran lereng
di lapangan dapat digunakan abney level atau clinometer, sedangkan pengukuran
melalui melalui peta topografi atau peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dapat
menggunakan slope meter atau dengan mencari beda tinggi dengan paralaks meter atau
dengan menggunakan aplikasi Arcgis 10.1 (Latuamury, 2020).

Nomor lembar peta memberikan petunjuk tentang kedudukan lembar peta dalam setiap
seri pemetaan. Untuk peta dasar topografi nasional, sistem penomoran lembar peta ini
sudah dibakukan bakosurtanal, sehingga memudahkan pengguna peta dalam mencari
nomor-nomor lembar tertentu. Nomor lembar peta pada umumnya ditulis di dekat nama
lembar (judul peta), yaitu di sudut kanan atas dengan huruf berukuran besar dan di sudut
kiri bawah dengan huruf berukuran kecil (Sobatnu, 2018)
Berikut beberapa sifat kontur yang diperlukan untuk penggambarannya:
1. Awal dan akhir dari kontur akan selalu bertemu. Dengan kata lain, kontur pada titik
ketinggian tertentu akan selalu membentuk satu lingkaran tidak beraturan.
2. Kontur tidak pernah berpotongan dan tidak bercabang.
3. Kontur yang rapat akan menggambarkan permukaan tanah yang terjal sangat miring.
4. Kontur yang semakin renggang menggambarkan daerah medan yang landai atau
relief datar.
5. Kontur yang melintasi objek jalan akan cenderung cembung ke arah bagian yang
lebih rendah atau jalan yang menurun.
6. Bentuk kontur untuk menggambarkan alur sungai, saluran air akan cembung ke arah
hulu sungai
7. Kontur yang menggunakan suatu tanjung atau semenanjung akan berbentuk
cembung ke arah laut.
8. Kontur yang menggambarkan bukit akan berbentuk cembung ke arah rendah nya
bukit dan lereng yang menurun.
9. Kontur indeks adalah garis ketinggian yang digambarkan dengan tebal dibandingkan
garis yang lain pada tiap kelipatan 5 atau 10 dari seluruh kontur
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.3 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Berikut ini merupakan alat-alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan peta
topografi pada praktikum geomorfologi kali ini:
- Rotering 0.2, 0.3, dan 0.5 mm
- Penggaris
- Penggaris sablon
- Pensil 2B
- Penghapus
- Pulpen
- Kalkulator

3.1.1 Bahan
Berikut ini merupakan bahan yang dipergunakan dalam proses pembuatan peta
topografi pada praktikum geomorfologi kali ini:
- Kertas Kalkir A3
- Kertas HVS A4
- Peta Topografi

3.2 Prosedur Percobaan


Berikut ini merupakan prosedur percobaan dalam pembuatan peta topografi pada
praktikum geomorfologi kali ini:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Gambar 3.1 Alat dan Bahan
2. Ditarik garis lurus dari satu titik ke titik ketinggian lainynya, dengan syarat garis
tidak boleh saling berpotongan

Gambar 3.2 Pembuatan Garis Triangulasi Pada Peta Topografi


3. Dihitung interval kontur pada peta, dengan menggunakan rumus 1 /2000 x skala
peta.

Gambar 3.3 Penghitungan Interval Kontur


4. Dihitung interpolasi dari tiap titik yang berhubungan, dengan menggunakan rumus
interpolasi kontur ( titik yang dicari – titik terendah/titik tertinggi – titik terendah x
jarak).

Gambar 3.4 Titik Interpolasi Kontur


5. Ditarik garis kontur dari satu titik ketinggian ke titik ketinggian yang sama, yang
diperoleh dari hasil penghitungan tadi.

Gambar 3.5 Garis Kontur


6. Dibuat margin, format untuk penggambaran peta, dan format untuk penulisan
legenda pada kertas kalkir.

Gambar 3.6 Gambar margin pada kertas kalkir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Gambar Peta


4.1.1 Peta Daerah Denudasi
Gambar 4.1 Peta Daerah Denudasi
4.1.2 Peta Daerah Flufial
Gambar 4.2 Peta Daerah fluvial

4.1.3 Peta Daerah Struktural


Gambar 4.3 Peta Daerah Struktural

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Daerah Denudasi
1
IK = x Skala peta
2000

1
IK = x 20.000 = 10
2000

Titik dicari−titik terendah


Interpolasi = x Jarak
Titik tertinggi−titik terendah

1. 100 - 76
80−76
 x 7.2=1.2
100−76
90−76
 x 7.2=4.2
100−76
2. 40 – 76
50−40
 x 5.1=1.4
76−40
60−40
 x 5.1=2.8
76−40
70−40
 x 5.1=4.2
76−40
3. 47 – 60
50−47
 x 4.7=1.2
60−47
4. 40 – 80
50−40
 x 11.7=2.9
80−40
60−40
 x 11.7=5.9
80−40
70−40
 x 11.7=8.8
80−40
5. 80 – 100
90−80
 x 7.3=3.7
100−80
6. 80 – 100
90−80
 x 4.3=2.2
100−80
7. 40 – 100
50−40
 x 7.6=1.3
100−40
60−40
 x 7.6=2.5
100−40
70−40
 x 7.6=3.8
100−40
80−40
 x 7.6=5.1
100−40
90−40
 x 7.6=6.3
100−40
8. 40 – 70
50−40
 x 7.8=2.6
70−40
60−40
 x 7.8=5.2
70−40
9. 70 – 100
80−70
 x 7=2.3
100−70
90−70
 x 7=4.7
100−70
10. 40 – 100
50−40
 x 13.3=2.2
100−40
60−40
 x 13.3=4.4
100−40
70−40
 x 13.3=6.7
100−40
80−40
 x 13.3=8.9
100−40
90−40
 x 13.3=11.1
100−40
11. 76 – 100
80−76
 x 14.2=2.4
100−76
90−76
 x 14.2=8.3
100−76
12. 40 – 70
50−40
 x 11.4 =3.8
70−40
60−40
 x 11.4 =7.6
70−40
13. 47 – 70
50−47
 x 7.1=0.9
70−47
60−47
 x 7.1=4
70−47

4.2.2 Pergitungan Daerah Fluvial

1
IK = x Skala peta
2000

1
IK = x 20.000 = 10
2000

Titik dicari−titik terendah


Interpolasi = x Jarak
Titik tertinggi−titik t erendah

1. 60-110
70−60
 X 7,4=1,5
110−60
80−60
 X 7,4=3
110−60
90−60
 X 7,4=4,4
110−60
100−60
 X 7,4=6
110−60
2. 60-100
70−60
 X 6,1=1,5
100−60
80−60
 X 6,1=3
100−60
90−60
 X 6,1=4,6
100−60
3. 100-20
30−20
 X 7.7=1
100−20
40−20
 X 7.7=2
100−20
50−20
 X 7.7=3
100−20
60−20
 X 7.7=4
100−20
70−20
 X 7.7=5
100−20
80−20
 X 7.7=6
100−20
90−20
 X 7.7=7
100−20
4. 20-67
30−20
 X 5.7=1.2
67−20
40−20
 X 5.7=2.4
67−20
50−20
 X 5.7=3,6
67−20
60−20
 X 5.7=4.9
67−20
5. 67-89
70−67
 X 4.6=0,6
89−67
80−67
 X 4.6=2,7
89−67
6. 89-30
40−30
 X 9.3=1,6
89−30
50−30
 X 9.3=3,2
89−30
60−30
 X 9.3=4,7
89−30
70−30
 X 9.3=6.3
89−30
80−30
 X 9.3=7.9
89−30
7. 30-110
40−30
 X 9,4=1.2
110−30
50−30
 X 9,4=2.4
110−30
60−30
 X 9,4=3,5
110−30
70−30
 X 9,4=4.7
110−30
80−30
 X 9,4=5.9
110−30
90−30
 X 9,4=7
110−30
100−30
 X 9,4=8,2
110−30
8. 30-60
40−30
 X 8,2=2.7
60−30
50−30
 X 8,2=5,5
60−30
9. 60-20
30−20
 X 9,5=2,3
60−20
40−20
 X 9,5=4,8
60−20
50−20
 X 9,5=7,1
60−20
10. 30-67
40−30
 X 9,4 = 2,5
67−30
50−30
 X 9,4 = 5.1
67−30
60−30
 X 9,4 = 7,6
67−30
4.2.3 Perhitungan Daerah Struktural
1
IK = x Skala peta
2000

1
IK = x 20.000 = 10
2000
Titik dicari−titik terendah
Interpolasi = x Jarak
Titik tertinggi−titik terendah

14. 45 - 80
50−45
 x 6=0,8
80−45
60−45
 x 6=2,5
80−45
70−45
 x 6=4,2
80−45
15. 45 – 70
50−45
 x 9,7=1,9
70−45
60−45
 x 9,7=5,9
70−45
16. 70 – 90
80−70
 x 11,2=5,6
90−70
17. 10 – 90
20−10
 x 8,5=1
90−10
30−10
 x 8,5=2
90−10
40−10
 x 8,5=3
90−10
50−10
 x 8,5=¿ 4
90−10
60−10
 x 8,5=5
90−10
70−10
 x 8,5=6
90−10
80−10
 x 8,5=7
90−10
18. 10-30
20−10
 x 9,8=4,9
30−10
19. 30-50
40−30
 x 9,8=4,9
50−30
20. 50-67
60−50
 x 7=4,1
67−50
21. 67-80
70−67
 x 6,1=1,4
80−67
4.3 Pembahasan
4.3.1 Peta Denudasi
Pada peta topografi denudasi yang telah dibuat, setelah dilakukan penghitungan interval
kontur dengan rumus (IK= 1 /2000 x skala peta). diketahui bahwa interval kontur pada
peta denudasi yaitu 10 m. dengan dua puncak bukit yang memiliki ketinggian 100 m
pada kedua puncak. Dengan bentuk lahan pada peta berupa perbukitan landai, dengan
dua puncak bukit yang memiliki ketinggian 100 m pada kedua puncak. Berpedoman
pada tabel klasifikasi geomorfologi menurut Van Zuidam (1983), setelah dilakukan
penghitungan persen lereng dapat disimpulkan bahwa peta denudasi yang diolah
termasuk dalam klasifikasi unit denudasional hills and mountain (D1), dengan
karakteristik lereng landai bergelombang lemah, dengan kemiringan lereng 3-7%, dan
beda tinggi 5-50 m. Nilai kemiringan lereng ini diperoleh dari perhitungan kemiringan
lereng menggunakan rumus (Beda Tinggi (H)/Jarak (D) x 100).

Proses denudasi adalah salah satu proses geologi yang terjadi akibat tenaga eksogen.
merupakan proses yang cenderung mengubah bentuk permukaan bumi yang disebut
dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah proses degradasi berupa
pelapukan, serta proses erosi, pengangkutan dan gerakan massa. Proses ini lebih sering
terjadi pada satuan perbukitan dengan material mudah lapuk dan tak berstruktur. Proses
degradasi menyebabkan agradasi pada lereng kaki perbukitan menghasilkan endapan
koluvial dengan material tercampur. Kadang proses denudasional terjadi pada
perbukitan struktur dengan tingkat pelapukan tinggi, sehingga disebut satuan struktural
denudasional. Ciri-ciri bentuk lahan asal denudasi adalah relief sangat jelas (lembah,
lereng, pola aliran sungai), tidak ada gejala struktural, batuan massif, stike/dip tertutup,
dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain, relief local, pola aliran dan
kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan bentuk lahan, lotilogi
terasosiasi dengan bukit, dan tipe proses

Faktor-faktor denudasi Denudasi bisa disebabkan karena bermacam- macam faktor,


seperti tenaga endogen dan juga tenaga eksogen. Beberapa contoh tenaga endogen yang
menyebabkan denudasi antara lain adalah pergeseran lempeng tektonik, gempa bumi,
rekahan, dan gunung meletus. Sementara itu contoh tenaga eksogen yang menyebabkan
denudasi diantaranya adalah erosi, pelapukan serta peristiwa mass wasting.

4.3.2 Peta Flufial


Peta daerah fluvial ini memiliki interval kontur 10 m, dengan skala 1:20.000. Dari pola
kontur pada peta daerah fluvial jika dihubungkan dengan sifat-sifat garis kontur dapat
diketahui bahwa pada peta terdapat 3 (tiga) kemungkinan arah aliran sungai, yang
diperlihatkan oleh sifat garis kontur yang berbentuk “V”, atau runcing biasanya
menunjukkan adanya sebuah jurang atau sungai. Dimana pola kontur berbentuk runcing
dari arah ketinggian 100 m ke arah ketinggian 67 m, yang kedua dari ketinggian 30 m,
ke arah 67 m, dan yang ketiga dari ketinggian 20 m ke arah 60 m, yang kemudian pada
ketinggian 60 m pola kontur yang meruncing berbelok ke arah 100 m.

Setelah diamati dengan seksama, pola “V” yang meruncing dari ketinggian 30 m ke
arah 67 m, dan dari ketinggian 20 m ke ketinggian 60 m, dan 100 m, dapat
diindikasikan sebagai tanggul sungai, ataupun tebing sungai. Hal ini dikarenakan sungai
tidak mungkin mengalir dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi.

Bentuk lahan fluvial sendiri merupakan semua bentuk lahan yang terjadi akibat adanya
proses aliran air baik yang terkonsentrasi yang berupa aliran sungai, maupun yang tidak
terkonsentrasi yang berupa limpasan permukaan, yang dapat mengakibatkan perubahan
bentuk permukaan bumi. Bentang alam yang terbentuk dapat terjadi karena proses erosi
maupun proses sedimentasi, yang dilakukan oleh air permukaan. Bentukan bentuk lahan
fluvial memiliki banyak jenis, antara lain: dataran alluvial, kipas alluvial, dataran banjir,
tanggul alam sungai (natural levee), rawa belakang (backswamp), teras sungai, gosong
sungai, sungai teranyam (braided stream), sungai meander, dan delta.Dataran fluvial
dikontrol oleh sebuah proses yang disebut dengan proses fluviatil. Berikut
macammacam proses fluviatil: proses erosi, yaitu gaya melebar air yang mengalir di
atas permukaan air tanah yang menyebabkan terbentuknya lembah-lembah. Proses
transportasi, yaitu perpindahan material oleh suatu tubuh air yang dinamis, yang
diakibatkan oleh tenaga kinetis pada sungai. Proses sedimentasi, terjadi ketika sungai
tidak mampu lagi mengankut material yang dibawanya, dimana apabila tenaga
pengankut berkurang, maka material yang dibawa akan diendapkan.

3.1 Peta Struktural


Peta topografi struktural ini digambar menggunakan skala 1:20.000, dan setelah
dilakukan penghitungan interval kontur, dengan menggunakan rumus (IK= 1 /2000 x
skala peta), diperoleh interval kontur senilai 10 m. Dengan titik tertinggi senilai 100m,
dan titik terendah senilai 10m. Pada bagian titik tertinggi (100 m), terdapat ketinggian
90 m yang seolah-olah melingkari titik 100 m, dengan bentuk melonjong yang dapat
diindikasi sebagai sebuah puncak lipatan (antiklin). Dari bentuk kontur yang rapat juga
mengindikasikan adanya struktur pada peta topografi struktural ini.

Kontur yang rapat pada peta topografi dapat mengindikasikan tebing curam, yang
biasanya merupakan sayap lipatan, yang mana pada peta topografi ini adalah sayap
lipatan antiklin, yang mana bentuk perbukitan antiklin ini umumnya terbentuk akibat
proses endogen pada wilayah tersebut. Pada peta topografi juga terdapat bagian daerah
yang landai, yang diindikasikan dengan bentuk kontur yang renggang, dengan beda
tinggi yang tidak terlalu jauh.

Bentuk lahan struktural terbentuk karena proses endogen atau proses tektonik, yang
berupa pengankatan, perlipayan dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif
(membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk
oleh kontrol struktural. Tektonisme akan menyebabkan patahan atau lipatan, itulah
mengapa struktural selalu dicirikan dengan patahan atau lipatan. Contoh bentuk lahan
asal struktural antara lain perbukitan patahan (Horst), graben, perbukitan monoklin,
perbukitan lipatan (antiklin), lembah lipatan (sinklin), dan juga perbukitan kubah
(dome), pegunungan/perbukitan plato, teras struktural, perbukitan mesa.

Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh
struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan bentang alam struktural adalah struktur geologi skunder, yaitu
struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Ciri-ciri bentuk lahan struktural, antara
lain dip dan strike batuan resisten – non resisten jelas, horizon kunci jelas, adanya sesar,
kekar, pecahan: gawir sesar, sesar bertingkat, adanya material intrusive: dike, kubah
granitik.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
- Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh
struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan bentang alam struktural adalah struktur geologi
skunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Ciri-ciri bentuk lahan
struktural, antara lain dip dan strike batuan resisten – non resisten jelas, horizon
kunci jelas, adanya sesar, kekar, pecahan: gawir sesar, sesar bertingkat, adanya
material intrusive: dike, kubah granitik.
- Proses denudasi adalah salah satu proses geologi yang terjadi akibat tenaga
eksogen. merupakan proses yang cenderung mengubah bentuk permukaan bumi
yang disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah proses
degradasi berupa pelapukan, serta proses erosi, pengangkutan dan gerakan massa.
Proses ini lebih sering terjadi pada satuan perbukitan dengan material mudah lapuk
dan tak berstruktur. Proses degradasi menyebabkan agradasi pada lereng kaki
perbukitan menghasilkan endapan koluvial dengan material tercampur. Kadang
proses denudasional terjadi pada perbukitan struktur dengan tingkat pelapukan
tinggi, sehingga disebut satuan struktural denudasional
1
- Rumus interval kontur yaitu IK = x Skala peta
2000

5.2 Saran
Semoga kedepannya praktikumnya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Noor Djauhari. 2014. Geomorfologi. Deepublish: Yogyakarta.

Sobatnu Ferry. 2018. Survey Terrestris. Poliban Press: Banjarmasin Utara.

Yulianto Widi. 2003. Aplikasi Autocad 2002 Untuk Pemetaan Dan Sig.
Pt.Elex Media Komputindo: Jakart

Samarinda, 18 Oktrober 2021


Asisten Praktikan

Muhammad Fardiansyah Rahmadani Brigitha Lora Lolongan


NIM. 1709085027 NIM. 2009086009
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai