Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA ASMA

Oleh
KELOMPOK 5

1. ENDAH JUNI) WIJAYANTI (21089144055)


2. SINDY CHANDRA RAHMAWATI (21089144057)
3. YUNITA DWI ASTUTIK (21089144060)
4. KETUT DEWI KUSUMA SARI (21089144064)
5. NI MADE DWI SUKMA DEWI (21089144065)
6. MADE EVI DWI ERIYANI (21089144066)
7. MADE DWI YULIANTARI (21089144069)
8. PUTU ELY SWANDEWI (21089144070)
9. SITI RAFIAH (21089144071)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan


bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran
nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan
pengobatan (Buku Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).
Asthma Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan
peningkatan respon trakhea dan bronkus dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom,
infeksi, endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical, Surgical Nursing
Care Plan).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanyasuatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadilebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasienakan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik. Dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.

C. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karenaadanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulutex:
makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex:
perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicuterjadinyaserangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

D. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
a. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.
c. Tingkat III :
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

d. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.Pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.Asma pada
dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih,takikardi.

E. KOMPLIKASI
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
b. Bronchiolitis
c. Pneumonia
d. Emphysema.
e. Hipoksemia
f. Pneumothoraks
g. Emfisema
h. Deformitas thoraks
i. Gagal nafas

F. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan ademalokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalamlumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang
selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
ekspirasi paksa 3 menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
G. PATHWAY

Pencetus serangan
Alergi, emosi/stress obat/obatan, infeksi

Reaksi atigen dan antibodi

Release vasoactive substance,


(histamine, brodikinin, anofilaxtocin)

Kontraksi otot polos permeabilitas kapiler sekresi mucus

bronkospasme produksi mukus


- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa
- hipesekresi
- Ketidakefektifan penumpukan
bersihn jalan nafas secret kental
- Ketidakefektifan
pola nafas
Obstruksi saluran nafas

hiperkapnea hipoventilasi Bernafas melalui mulut

hipoksemia - Disitribusi sirkulasi tidak merata dengan keringnya mukosa


sirkulasi darah paru
- Gangguan disfungsi gas alfeoli

Gelisah Kerusakan pertukaran gas Resiko infeksi

cemas
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoiddengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah.
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadihipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E padawaktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi
bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusenakan
semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
d. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi danclock
wise rotation.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB(Right
bundle branch block).
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, danVES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udaraselama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
g. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

1. Pengobatan dengan obat-obatan, seperti :


a. Beta agonist(beta adrenergik agent)

b. Methylxanlines (enphy bronkodilator)

c. Anti kolinergik (bronkodilator)

d. Kortikosteroid

e. Mast cell inhibitor(lewat inhalasi)


2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
a. Oksigen 4-6 liter/menit.2)
b. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10mg) inhalasi nabulezer
dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau
terbutalin 0,25 mg dalam larutandextrose 5% diberikan perlahan.
c. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat inidalam 12jam
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segeraatau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangatberat
Pengobatan non farmakologik .
1. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
3. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses
keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan data.
1. Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa
sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di
mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma.
Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktorpencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga
digaji untukmengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji
tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala
lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan
kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal
terjadinya serangan.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksisaluran napas
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankangejala asthma
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh
lingkungan,
5. Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan
kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma.
yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan
dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan sepertisemula,
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normalsehingga
klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan asthma)
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea
saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien
tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya
wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien
e. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas
lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut
dengan Exerase Induced Asthma
f. Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien
baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja,
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt
menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin
banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan
kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h. Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien
dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i. Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhanini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan
menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan
asthma.
j. Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan
asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh
terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor,
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
pendekatan diri pada Nya merupakan metodepenanggulangan stres yang konstruktif
7. Pemeriksaan fisik
a). Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan
klien. Serta riwayat penyakit mata lainya
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan danmengunyah, dan
sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan
h) Thorak
 Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama
pernafasan serta frekwensi peranfasan
 Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus
 Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
 Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya
pulsus paradoksus,
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat
nutrisi
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena
dapat merangsang serangan asthma

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekrsi kental,
peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.

b. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan
kelelahan akibat kerja pernafasan,

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatansekresi,


peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,

d. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

e. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan
imobilisasi,

3.INTERVENSI
a. Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus bronkospasme.
Tujuan
 Jalan nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil
a. menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan
pertukaran gas.
b. dapat mendemontrasikan batuk efektif
c. dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
d. tidak ada suara nafas tambahan

Rencana tindakan
a. Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
b. Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
c. Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
d. Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
e. Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada
f. Dorong dan atau berikan perawatan mulut.
RASIONAL
a. Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat
ringannya obstruks

b. Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkanfrustasi


c. Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatanmukus
yang dapat menimbulkan atelektasis.
d. Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
e. Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
f. Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan
kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
Tujuan
 Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
Kriteria hasil
a. Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
b. Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut
Rencana tindakan
a. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
b. Posisikan klien dada posisi semi fowler
c. Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkancara
bernafas efektif
d. Minimalkan distensi gaster
e. Kaji pernafasan selama tidur
f. Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
Rasional
a. Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas
yang tidak efektif
b. Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan
pengembangan pada organ paru
c. Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
d. Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
e. Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
f. Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan


sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
Kreteria hasil
a. Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
b. Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
c. Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

Rencana Tindakan
a.Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
b.Tempatkan klien pada posisi semi fowler
c.Berikan terapi intravena sesuai anjuran
d.Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasilPaO2
e.Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tandatoksisitas
Rasional
a. Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan darihasil
klien
b. Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
c. Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaanvaskular
untuk pemberian obat – obat darurat.
d. Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
e. Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi
sebelumnya
f. Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
d. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil
a. Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
b. Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
c. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.

Rencana tindakan.
a. Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
b. Kaji kebiasaan keterampilan koping.
c. Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.
d. Implementasikan teknik relaksasi.
e. Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
f. Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
Rasional.
a. Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan
tindakan selanjutnya.
b. Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping
yang bisa di gunakan.
c. Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
d. Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan
kecemasan
e. Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.

e. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan
imobilisasi.
Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria hasil
Tidak ada tanda – tanda infeksi
Rencana tindakan
a. Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
b. Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
c. Pertahankan kewaspadaan umum.
d. Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
e. Berikan nutrisi yang adekuat
f. Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
g. Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

Rasional
a. Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi
b. Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
c. Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk
melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
d. Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
e. Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.
f. Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.
g. Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Asuhan keperawatan pada pasien asthma.


http://nursecerdas.wordpress.com/. 12 november 2012

Anonim. 2011. Laporan pendahuluan asthma. Anonim. 2011. Asuhan keperawatan padapasien
asthma. http://nursecerdas.wordpress.com/. 12 november 2012

Anonim. 2011.asthma. http://nursecerdas.wordpress.com/. 12 november 2012

Anda mungkin juga menyukai