Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

Paraquat adalah herbisida yang paling beracun yang dipasarkan selama 60 tahun
terakhir. Namun, paraquat merupakan herbisida ketiga yang paling banyak
digunakan di dunia, dan di sebagian besar negara di mana ia dapat digunakan
tanpa pembatasan. Gramoxone, diproduksi oleh Syngenta, adalah nama dagang
yang paling umum untuk paraquat, namun herbisida juga dijual dengan banyak
nama yang berbeda oleh produsen yang berbeda. Produk ini digunakan pada lebih
dari 50 tanaman pada lebih dari 120 negara. Paraquat telah dilarang atau dibatasi
di 13 negara, terutama untuk alasan kesehatan. Yang terbaru negara yang
melarang penggunaan paraquat yaitu Malaysia pada tahun 20021.
Ribuan kematian telah terjadi akibat konsumsi (paling sering bunuh diri)
atau paparan kulit (terutama saat bekerja) dengan paraquat. Di negara-negara
berkembang, di mana kondisi pemakaian paraquat telah meningkat sedikit dalam
tiga puluh tahun terakhir, paraquat sering dipakai dalam kondisi yang berbahaya
yang mengakibatkan paparan kulit yang tinggi. Kondisi tersebut yaitu suhu dan
kelembaban yang tinggi, kurangnya pakaian pelindung, tas penyemprot yang
bocor, buta huruf, kurangnya fasilitas untuk mencuci, atau pengobatan medis, dan
paparan berulang. Di Malaysia wanita penyemprot dapat menyemprotkan
herbisida 262 hari per tahun: paraquat adalah herbisida yang paling sering
disemprotkan. Namun diketahui bahwa petani dapat meninggal setelah hanya 3,5
jam penyemprotan paraquat yang diencerkan dengan tas penyemprot yang bocor1.
Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berat pada banyak
negara meskipun fakta bahwa paraquat dianggap aman oleh para produsen, yang
percaya bahwa mereka tidak bertanggung jawab untuk kasus bunuh diri. Suatu
program pencegahan untuk regulasi di negara-negara ini akan mencegah banyak
masalah yang terjadi1.

1
BAB 2
ISI

2.1. Gramoxone
Gramoxone merupakan nama dagang dari paraquat yang paling banyak dipakai
1,BC
. Paraquat yang digunakan lebih dari 120 negara bekerja secara non-selektif
menghancurkan jaringan tumbuhan dengan mengganggu/merusak membran sel.
Paraquat (metil viologen), [C12H14N2]2+, dengan nama kimia 1,1’-dimetil-4,4’-
bipiridinum atau dalam bentuk paraquat diklorida [C12H14N2]Cl2 , merupakan
herbisida golongan bipiridil yang berefek toksik sangat tinggi. Paraquat dapat pula
ditemukan secara komersial sebagai garam metil sulfat (C12H14N2 •
2CH3SO4)1,2.

Gambar 1. Paraquat dan metabolitnya3

Paraquat adalah produk sintesis yang pertama kali dibuat pada tahun 1882
oleh Weidel dan Russo. Pada tahun 1933, Michaelis dan Hill menemukan
kandungan redoks dan disebut senyawa metil viologen. Kandungan paraquat

2
pertama kali dijelaskan pada tahun 1958 dan mulai menjadi produk komersil pada
tahun 1962 4,5.
Paraquat mempunyai ciri berupa 2,4,5:
a. berupa massa padat, tetapi biasanya dalam bentuk konsentrat 20-24%
b. berat molekul 257,2 D
c. pH 6,5 – 7,5 dalam bentuk larutan
d. titik didih pada 760 mmHg sekitar 175oC – 180oC.
e. berwarna kuning keputihan dan berbau seperti ammonia
f. sangat larut di dalam air, kurang larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam
senyawa hidrokarbon
g. stabil dalam larutan asam atau netral dan tidak stabil dalam senyawa alkali
h. tidak aktif akibat paparan sinar ultraviolet

2.2. Asal Paparan


Jenis herbisida seperti paraquat memberikan efek toksik yang berbeda tergantung
bagaimana zat tersebut masuk ke dalam tubuh manusia. Beberapa di antaranya,
yaitu5:
a. Oral
Merupakan jalan masuknya zat yang paling sering yang didasari adanya tujuan
bunuh diri. Tertelannya paraquat juga dapat terjadi secara kebetulan atau dari
masuknya butiran semprotan ke dalam faring, namun biasanya tidak
menimbulkan keracunan secara sistemik.
b. Inhalasi
Belum ada kasus keracunan sistemik yang dilaporkan dari paraquat akibat
inhalasi droplet paraquat yang ada di udara walaupun pada penilitian pada
hewan menunjukkan tingginya keracunan melalui inhalasi. Efek toksik
melalui inhalasi melalui semprotan biasanya hanya berupa iritasi pada saluran
pernapasan atas akibat deposit paraquat pada daerah tersebut.
c. Kulit
Kulit normal yang intak merupakan barier yang baik mencegah absorbsi dan
keracunan sistemik. Namun, jika terjadi kontak yang lama dan lesi kulit yang
luas, keracunan sistemik dapat terjadi dan dapat menyebabkan keracunan yang

3
berat sampai kematian. Kontak yang lama dan trauma dapat memperburuk
kerusakan kulit, namun ini terbilang jarang.
d. Mata
Konsentrat paraquat yang terpercik dapat menyebabkan iritasi mata yang berat
yang jika tidak diobati dapat menyebabkan erosi atau ulkus dari kornea dan
epitel konjungtiva. Inflamasi tersebut berkembang lebih dari 24 jam dan
ulserasi yang terjadi menjadi faktor resiko infeksi sekunder. Jika diberikan
pengobatan yang adekuat, penyembuhan biasanya sempurna walaupun
memakan waktu yang lama.

Gambar 2. Paparan paraquat pada mata6

e. Parenteral
Keracunan sistemik jarang terjadi pada kasus akibat injeksi subkutan,
intraperitonial, dan intravena dari paraquat.

2.3. Farmakokinetik
Penelitian pada tikus dan anjing menunjukkan absorpsi paraquat yang cepat tetapi
tidak sempurna melalui traktus gastrointestinal khususnya lambung, kira-kira
kurang dari 5% diabsorpsi. Informasi absorpsi paraquat melalui lambung pada
manusia belum ada, tetapi bisa diasumsikan hal itu dapat disamakan, namun
masih perlu penilitian untuk mendukung hal tersebut. Absorpsi melalui kulit yang
tidak intak dapat terjadi, namun terbatas hanya sekitar 0,3% dari dosis terapan5.
Paraquat yang terabsorpsi didistribusikan ke semua organ dan jaringan
melalui aliran darah. Paru-paru merupakan organ selektif tempat terkumpulnya

4
paraquat dari plasma melalui suatu proses energi. House et al (1990) menemukan
bahwa waktu paruh paraquat sekitar 5 – 84 jam. Paraquat tidak dimetabolisme
tetapi direduksi menjadi radikal bebas yang tidak stabil, yang kemudian
mengalami reoksidasi untuik membentuk kation dan menghasilkan anion
superoksida5.
Penelitian pada hewan menunjukkan paraquat diekskresi secara cepat oleh
ginjal. Sekitar 80-90% diekskresi dalam waktu 6 jam dan hampir 100% dalam 24
jam. Paraquat dapat menyebabkan nekrosis tubular akut yang dapat
memperlambat ekskresi lebih dari 10-20 hari5.

2.4. Patofisiologi
Ketika masuk dalam tubuh per oral dalam dosis yang adekuat, paraquat
mempunyai efek terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung, dan
organ lainnya. Paru-paru merupakan target organ utama dari paraquat dan efek
toksik yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian walaupun toksisitas melalui
inhalasi terbilang jarang7.
Mekanisme utama yang terjadi ialah paraquat menimbulkan stres oksidatif
melalui siklus redoks (reduksi oksidasi) sehingga membentuk radikal bebas yang
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Radikal bebas merupakan suatu
kelompok bahan kimia baik berupa atom atau molekul dengan reaksi jangka
pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas. Atom atau molekul dengan
elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa
fungsi fisiologis di dalam tubuh. Namun oleh karena mempunyai tenaga yang
sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya
terlalu banyak. Radikal bebas yang terdiri atas unsur oksigen dikenal sebagai
kelompok oksigen reaktif (reactive oxigen species / ROS), seperti anion
superoksida (O2-)7,8,9.
Telah ditemukan bukti bahwa reaksi redoks merupakan reaksi utama yang
bertanggung jawab terhadap toksisitas paraquat. Kation paraquat dapat direduksi
oleh NADPH-dependent mikrosomal flavoprotein reductase menjadi bentuk
radikal tereduksi. Kemudian bereaksi dengan molekul oksigen membentuk kation
paraquat dan ion superoksida (O2-). Paraquat berlanjut ke dalam siklus dari

5
bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi dengan elektron dan oksigen. Paraquat
menyebabkan kematian sel melalui lipid peroksidase atau deplesi NADPH, seperti
yang terjadi pada paru-paru 5, 8.
Brian J. Day (1999) dalam salah satu jurnalnya menggambarkan
bagaimana toksisitas paraquat juga melibatkan nitrc oxide synthase (NOS). NOS
adalah enzim yang memproduksi NO dan molekul lainnya dengan mengkatalisis
oksigen dan NADPH. Teori saat ini menjelaskan NO bereaksi dengan O2- yang
terbentuk dari paraquat untuk menghasilkan toksin peroxynitrit. Dan dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa NOS merupakan diaforase paraquat dan
toksisitas berupa senyawa aktif redoks melibatkan penurunan aktivitas NO.
Diaforase adalah suatu kelas enzim yang memindahkan elektron dari NADH atau
NADPH ke molekul seperti tetrazolium, quinon, dan paraquat. Biasanya diaforase
paraquat merupakan enzim oksidoreduktase yang terdiri dari flavin dan
menggunakan NADH atau NADPH sebagai elektron donor. Pada umumnya
enzim diaforase yang dapat bereaksi redoks dengan paraquat adalah sitokrom
P450 reduktase 8.
Edema paru akut dan kerusakan paru-paru dini dapat terjadi dalam
beberapa jam akibat paparan akut yang berat. Kerusakan lanjut berupa fibrosis
paru, penyebab kematian, yang kebanyakan terjadi 7-14 hari setelah paparan.
Pada pasien yang terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, beberapa di
antaranya meninggal lebih cepat (sekitar 48 jam) akibat kegagalan sirkulasi7.
Baik pneumatosit tipe I maupun tipe II bergerak ke daerah akumulasi
paraquat. Biotrasnformasi dari paraquat di dalam sel-sel tersebut menyebabkan
produksi radikal bebas sehingga terjadi peroksidase lipid dan kerusakan sel.
Cairan protein hemoragik dan leukosit menginfiltrasi alveolus, setelah terjadi
proliferasi fibroblast yang cepat. Terjadi penurunan progresif pada tekanan parsial
oksigen arteri dan kapasitas difusi CO2. Kerusakan berat pada pertukaran gas
tersebut menyebabkan proliferasi yang cepat dari jaringan ikat fibrous di dalam
alveolus dan pada akhirnya kematian akibat asfiksia dan anoksia jaringan7.

6
Gambar 3. Mekanisme toksisitas paraquat10

Paraquat juga bersifat neurotoksik. Paraquat secara struktural menyerupai


neurotoksikan dopaminergik, yaitu 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
(MPTP). Akhirnya telah disadari bahwa paraquat dapat menjadi faktor etiologi
dari penyakit Parkinson 11,12.
Wonsuk Yang (2005) pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan
antara toksistas paraquat terhadap dopaminergik akibat dari proses stres oksidatif
dan disfungsi proteasomal. Dari disertasinya dikemukakan beberapa bukti dan
kesimpulan yang mendukung hal tersebut, di antaranya 12:
a. paraquat meningkatkan konsentrasi ROS pada sel saraf yang diteliti
(SY5Y)
b. paraquat menghambat aktivitas glutathione peroksidase
c. paraquat menurunkan potensial transmembran mitokondria (MTP)
d. paraquat menyebabkan peningkatan malondialdehyde (MDA) yang
mengindikasikan kerusakan oksidatif pada komponen sel yang diteliti

7
e. paraquat menurunkan aktivitas proteasomal, aktivitas mitokondria, dan
tingkat ATP intrasel, yang mengindikasikan disfungsi mitokondria disertai
aktivasi jalur apoptosis
Kerusakan pada tubulus proksimal ginjal sering bersifat reversibel
dibandingkan kerusakan yang terjadi pada jaringan paru-paru. Namun, rusaknya
fungsi ginjal menjadi penting sebagai penentu pengeluaran racun dari paraquat.
Sel tubulus normal secara aktif mengekskresi paraquat melalui urin, secara efisien
membersihkan racun dari dalam darah7.
Nekrosis lokal dari miokardium dan otot rangka adalah kelainan utama
akibat keracunan dibandingkan jaringan otot lainnya, dan secara khas terjadi
sebagai fase kedua. Keracunan paraquat yang lama memberi efek toksik pada otot
lurik dan otot polos berupa miopati akibat degenerasi fiber otot tipe I. Pernah
dilaporkan keracunan melalui proses pencernaan menyebabkan edema cerebral
dan kerusakan pada otak 5,7.

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang timbul bergantung pada dosis atau konsentrasi racun yang pada
akhirnya menjadi dasar prognosis dari kasus keracunan paraquat5, 7,13:
• Dosis rendah, yaitu < 20 mg/kgBB (7,5 ml dalam konsentrasi 20%) tidak
memberikan gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul seperti
muntah atau diare
• Dosis sedang, yaitu 20-40 mg/kgBB (7,5-15 ml dalam konsentrasi 20%)
menyebabkan fibrosis jaringan paru yang masif dan bermanifestasi sebagai
sesak napas yang progresif yang dapat menyebabkan kematian antara 2-4
minggu setelah masuknya racun. Gangguan ginjal dan hati dapat ditemukan.
Sesak napas dapat muncul setelah beberapa hari pada beberapa kasus berat.
Fungsi ginjal biasanya dapat kembali ke normal.
• Dosis besar, yaitu > 40 mg/kgBB (> 15 ml dalam konsentrasi 20%)
menyebabkan kerusakan multi organ, tetapi lebih progresif. Sering disertai
tanda khas berupa ulkus pada orofaring. Gejala gastrointestinal sama seperti
pada konsumsi racun dengan dosis yang lebih rendah namun gejalanya lebih
berat akibat dehidrasi. Gagal ginjal, aritmia jantung, koma, kejang, perforasi

8
oesofagus, dan koma kemudian diakhiri dengan kematian yang dapat terjadi
dalam 24-48 jam akibat gagal multi organ.
Tertelannya paraquat dengan dosis yang sedang (20-40 mg/kgBB) dapat
menyebabkan kelainan morbiditas yang terdiri dari 3 tingkat, yaitu5:
a. Stage I : 1-5 hari. Efek korosif lokal seperti hemoptisis, ulserasi membran
mukosa, mual, diare, dan oligouria.
b. Stage II : dalam 2-8 hari didapatkan tanda-tanda kerusakan hati, ginjal,
dan jantung berupa ikterus, demam, takikardi, miokarditis, gangguan
pernapasan, sianosis, peningkatan BUN, kreatinin, alkali fosfatase, bilirubin,
dan rendahnya protrombin.
c. Stage III : dalam 3-14 hari terjadi fibrosis paru. Batuk, dispnea, takipnea,
edema, efusi pleura, atelektasis, penurunan tekanan O2 arteri yang
menunjukkan hipoksemia, peningkatan gradien tekanan O2 alveoli, dan
kegagalan pernapasan.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan
kesimpulan besar dosis dan toksiknya pada manusia11.
a. Estimasi dosis yang dapat diterima untuk manusia sekitar 0-0,005 mg ion
paraquat/kgBB
b. Estimasi dosis gejala akut 0,006 mg/kgBB
c. Estimasi insiden mortalitas dari keracunan paraquat sekitar 33-50%5
Waktu merupakan faktor penting dalam menentukan seberapa besar
konsentrasi letal. Sebagai contoh, konsentrasi 100 g/L dalam 4 jam setelah
masuknya racun, mengindikasikan 70% kesempatan hidup, tetapi pada 20 jam
mengindikasikan < 10% kesempatan hidup5.
Gejala yang timbul bergantung pada jalur masuk paparan dan konsentrasi
paraquat dalam tipa produknya. Pada kasus tertelannya paraquat yang masif, dapat
bermanifestasi muntah, nyeri abdomen, diare, gagal ginjal dan hati, serta gagal
jantung yang berkembang pada 24 jam pertama. Kadang-kadang diakhiri dengan
kematian akibat gagal jantung akut5.
Gejala dan tanda dini dari keracunan melalui melalui pencernaan di
antaranya rasa terbakar pada mulut, kerongkongan, dada, perut atas, akibat dari
efek korosif paraquat terhadap mukosa. Diare yang kadang-kadang dengan darah

9
juga dapat terjadi. Muntah dan diare dapat berujung hipovolemia. Pusing, sakit
kepala, demam, mialgia, letargi, dan koma adalah contoh lain dari gejala sistemik
dan susunan saraf pusat (SSP). Pankreatitis dapat menyebabkan nyeri abdomen
berat. Proteinuria, hematuri, pyuria, dan azotemia menunjukkan adanya kerusakan
ginjal. Oligouria atau anuria mengindikasikan adanya nekrosis tubular akut 5,7,8.
Oleh karena ginjal merupakan organ yang mengeliminasi paraquat dari
jaringan tubuh, gagal ginjal dapat terjadi akibat terbentuknya konsentrasi tinggi,
termasuk paru-paru. Kelainan patologik ini dapat terjadi dalam beberapa jam
pertama setela masuknya paraquat yang melalui pencernaan. Asidosis metabolik
dan hiperkalemia dapat terjadi akibat gagal ginjal5. Sebelum diberikan terapi
untuk membatasi absorbsi dan efeknya, terjadi suatu reaksi dari konsentrasi
tersebut pada jaringan paru-paru. Hal ini menjadi alasan mengapa metode terapi
untuk mengeliminasi paraquat beberapa jam setelah tertelan dapat menurunkan
angka mortalitas7.
Batuk, sesak napas, dan takipnea biasanya muncul 2-4 hari setelah
tertelannya paraquat, tetapi dapat muncul setelah 14 hari. Sianosis secara progresif
dan sesak napas menunjukkan adanya gangguan pertukaran oksigen pada paru
yang rusak. Pada beberapa kasus, batuk berdahak adalah awal dan manifestasi
terpenting dari kerusakan paru akibat paraquat7.
Traktus gastrointestinal adalah tempat pertama atau keracunan fase I ke
permukaan mukosa melalui proses pencernaan dari zat tersebut. Keracunan ini
bermanifestasi sebagai edema dan nyeri akibat ulseratif pada mulut, faring,
oesofagus, lambung, dan usus. Pada derajat yang lebih tinggi, keracunan
gastrointestinal yang lain berupa kerusakan sel-sel hati yang menyebabkan
peningkatan bilirubin dan enzim hati seperti AST, ALT, dan LDH 13. Beberapa
penelitian menjelaskan tentang fenomena toksisitas pada hati ini dan pada tahun
1977 oleh Cagen dan Gibson menemukan bahwa paraquat tidak bersifat
hepatotoksik pada jenis tikus tertentu 11,14.

10
Gambar 4. Kongesti pulmonal, edema, dan perdarahan akibat keracunan paraquat15

Gejala pada kulit biasanya terjadi pada pekerja tani akibat keracunan
paraquat. Khususnya dalam bentuk konsentrat, paraquat menyebabkan kerusakan
lokal pada jaringan yang terpapar dengan zat tersebut. Kerusakan lokal pada kulit
berupa dermatitis kontak. Kontak yang lama akan menyebabkan eritema, vesikel,
erosi dan ulkus, dan perubahan pada kuku. Walaupun absorbsi melalui kulit
lambat, kulit yang erosif akan mempertinggi tingkat absorbsinya7.
Keracunan fatal dilaporkan telah terjadi akibat kontaminasi paraquat yang
lama, tetapi hal ini terjadi hanya pada kulit yang tidak intak. Kontak yang lama
pada kulit akan menimbulkan pengikisan atau ulserasi, yang cukup untuk
mempermudah absorpsi ke sistemik. Kontak racun pada kuku dapat menyebabkan
bintik putih atau pada kasusu berat dapat terjadi atrofi kuku7.
Sebagai tambahan, beberapa pekerja tani dapat terpapar melalui inhalasi
semprotan dengan gejala perdarahan hidung akibat kerusakan lokal. Namun,
paparan melalui inhalasi tidak menyebabkan keracunan sistemik karena
penguapan dan konsentrasi yang rendah dari paraquat. Kontaminasi pada mata
menyebabkan konjungtivitis berat dan kadang-kadang berlanjut ke kelainan
kornea7.

2.6. Diagnosis
Kualitatif
Pada beberapa fasilitas pelatihan, tes kolorimetri digunakan untuk
mengidentifikasi paraquat dalam urin dan untuk memberikan indikasi seberapa
besar konsentrasi zat yang diabsorpsi. Pada alat terdapat lubang tes untuk paraquat

11
di dalam urin atau aspirat cairan lambung. Biasanya tes ini digunakan pada kasus
darurat untuk konfirmasi adanya keracunan paraquat secara cepat. Metode tes ini
berdasarkan pada reduksi kation paraquat menjadi ion radikal stabil berwarna biru
oleh natrium dithionit 5,7.
Dalam satu volume urin, ditambahkan setengah volume dari urin preparat
1% sodium ditionit dalam 0,1 N NaOH. Perubahan warna diperhatikan dalam
waktu satu menit. Warna biru mengindikasikan adanya paraquat sekitar 0,5 mg/l.
Baik positif dan negatif kontrol sebaiknya dijamin bahwa senyawa dithionitnya
tidak teroksidasi dalam kemasannya7. Tes ini bernilai jika 12 jam setelah
masuknya paraquat dan dapat mendeteksi konsentrasi paraquat dalam urin < 1
mg/L5.
Ketika urin 24 jam diperiksa, tes dithionit terlihat mempunyai beberapa
nilai prognosis. Konsentrasi yang kurang dari 1 mg/l (tidak berwarna biru terang),
pada umumnya menunjukkan tingkat keselamatan, sedangkan konsentrasi lebih
dari 1 mg/l (biru gelap) sering berakibat fatal7.

Kuantitatif
Paraquat dapat diukur di dalam cairan biologis seperti darah dan urin dengan
spektrofotometri, liquid kromatografi, dan metode radioimunoassay. Tes jenis ini
tersedia pada laboratorium klinik dan beberapa industri. Kelangsungan hidup
biasanya dapat tercapai jika konsentrasi dalam plasma tidak melebihi
2;0,6;0,3;0,16;dan 0,1 mg per liter berturut-turut dalam waktu 4, 6, 10, 16, dan 24
jam, setelah masuk ke pencernaan7.
Metode radioimmunoassay yang digunakan untuk mendeteksi paraquat
dalam konsentrasi rendah dalam urin dan plasma pertama kali ditemukan oleh
Levitt (1977). Prosedur tes ini berdasarkan adanya antibodi yang meningkat
terhadap derivat paraquat. Sensivitas dari pemeriksaan ini 6 ng ion paraquat/ml
plasma5.
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang ditemukan oleh
Gill (1983) merupakan pemeriksaan yang berdasrkan ekstraksi paraquat
menggunakan sep-pak C18 cartridge, dengan ethyl viologen (garam 1,1’dimethyl-
4,4’-bipyridium sebagai standar. Kromatografi dapat mendeteksi paraquat dalam

12
urin sekitar 1 mg/L. Spektrofotometri yang telah ditemukan oleh Smith (1993)
berguna pula untuk menilai ekstrak dan reduksi natrium dithionit dalam cairan
biologis5.

2.7. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk keracunan Paraquat. Tujuannya adalah untuk
meringankan gejala dan komplikasi yang ada (perawatan suportif). Lepaskan
semua pakaian yang terkontaminasi. Jika ada suatu bahan kimia yang menyentuh
kulit, cuci area tersebut dengan sabun dan air selama 15 menit, tanpa menggosok
keras, agar tidak menimbulkan lecet yang akan memungkinkan penyerapan lebih
besar dari racun. Jika telah ada kontaminasi pada mata, bilas dengan air selama 15
menit16.
Jika Paraquat tertelan, harus segera dibeikan arang aktif secepat mungkin.
Pasien yang sakit mungkin memerlukan prosedur yang disebut hemoperfusion,
yang menyaring darah melalui arang untuk mencoba untuk mengeluarkan
Paraquat dari paru-paru16.

Gambar 5. Charcoal hemoperfusion16

Prinsip umum pada penatalaksanaan keracunan paraquat antara lain5:

13
a. prioritas yang dipikirkan adalah mencegah absorpsi paraquat lebih lanjut
dengan menyingkirkan semua bahan yang terkontaminasi dari tubuh
b. pemberian oksigen merupakan kontraindikasi dari keracunan paraquat
karena dapat memperbesar pembentukan radikal bebas (superoksida) yang
merupakan patogenesis penyebab kerusakan pada paru-paru
c. bilas lambung harus dipikirkan dalam satu jam pertama setelah masuknya
racun yang melalui saluran pencernaan
d. apabila terjadi asidosis sebaiknya dikoreksi dengan natrium bikarbonat
intravena
e. gagal ginjal akut dapat diterapi dengan hemodialisis
f. efek paparan pada mata dapat dilakukan irigasi dengan air yang mengalir
sekitar 15 menit
Ekskresi paraquat di urin 20-50 kali lebih besar daripada konsentrasi
plasma. Pasien dengan fungsi ginjal yang normal setelah tertelan paraquat
memiliki clearance yang lebih besar dibandingkan dengan creatinine clearance.
Hal ini disebabkan sekresi tubular aktif dan difusi nonionik additif ke laju filtrasi
glomerulus. Paraquat tidak direabsorbsi pada tubulus ginjal; sehingga, memaksa
diuresis tidak akan meningkatkan eliminasi paraquat. Namun diuresis tetap
diperlukan untuk mengurangi konsentrasi paraquat di tubulus ginjal17.
Untuk memaksimalkan pengeluaran paraquat, dekontaminasi GI harus
dilakukan segera setelah tertelan paraquat. Dosis arang aktif untuk dewasa yaitu
30-100 g; untuk anak-anak kurang dari 12 tahun yaitu 15-30 g atau 1-2g/kgBB.
Benzonite clay USP (larutan 7%) diberikan untuk dewasa sebanyak 100-150 g dan
untuk anak-anak kurang dari 12 tahun sebanyak 2g/kgBB. Dosis untuk fuller’s
earth (larutan 30%) yaitu 100-150 g untuk dewasa dan 2 g/kgBB untuk anak-anak
kurang dari 12 tahun17.

2.8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat keracunan paraquat16:
• Sindrom distress pernapasan akut
• Lubang di esofagus
• Inflamasi pada daerah antara paru-paru (mediastinitis)

14
• gagal ginjal
• Jaringan parut pada paru-paru (fibrosis paru)

2.9. Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan paparan. Beberapa orang mungkin
mengalami gejala respiratori ringan yang dapat sembuh total, sementara yang
lainnya mungkin mengalami perubahan permanen pada paru-paru. Jika seseorang
menelan racun, kematian dapat terjadi tanpa pertolongan medis segera16.

15
BAB 3
PENUTUP

Gramoxone merupakan nama dagang dari paraquat. Paraquat (metil viologen)


merupakan herbisida golongan bipiridil yang berefek toksik sangat tinggi1,2.
Jenis herbisida seperti paraquat memberikan efek toksik yang berbeda
tergantung bagaimana zat tersebut masuk ke dalam tubuh manusia. Paraquat dapat
terpapar secara oral, inhalasi, kulit, mata, dan parenteral5.
Ketika masuk dalam tubuh per oral dalam dosis yang adekuat, paraquat
mempunyai efek terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung, dan
organ lainnya. Paru-paru merupakan target organ utama dari paraquat dan efek
toksik yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian7.
Gejala klinis yang timbul bergantung pada dosis atau konsentrasi racun5,
7,13
. Pada beberapa fasilitas pelatihan, tes kolorimetri digunakan untuk
mengidentifikasi paraquat dalam urin dan untuk memberikan indikasi seberapa
besar konsentrasi zat yang diabsorpsi. Paraquat dapat diukur di dalam cairan
biologis seperti darah dan urin dengan spektrofotometri, liquid kromatografi, dan
metode radioimunoassay7.
Tidak ada pengobatan khusus untuk keracunan Paraquat. Tujuannya
adalah untuk meringankan gejala dan komplikasi yang ada (perawatan suportif).
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan paparan16.

BAB 4

16
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 53.34.79


Nama lengkap : Togar Sialoho
Tanggal lahir : Umur : 33 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Desa urung simalungun No. Telepon : -
Pekerjaan : Status : Menikah
Pendidikan : SMP Jenis Suku : - Agama :Kristen

Dokter Muda : Ira Mendrofa

Dokter : dr.Taufik

Tanggal : 12 Oktober 2012 Jam : 02.30 WIB

ANAMNESIS
Autoanamnesis Alloanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Mual muntah

Deskripsi : Hal ini dialami os sejak ± 1 hari yang lalu setelah os


meminum racun rumput. Perut terasa panas (+), badan
terasa panas (+), sesak nafas (+), deman (-), BAK (+)
normal, volume racun rumput yang diminum ±2 sendok
makan .
RPT/RPD : Jantung (-), DM (-), Asma (-)
RPO :-
RIWAYAT KELUARGA : tidak dijumpai

RIWAYAT PRIBADI

Riwayat imunisasi
Tahun Jenis imunisasi
- -
17
Hobi : tidak ada yang khusus
Olah Raga : tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : tidak ada yang khusus

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum: Abdomen:
Pasien lemah Soepel, ttb massa, nyeri tekan (-),
tympani, peristaltic (+) normal
Kulit: Ginekologi:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Kepala dan leher: Alat kelamin:
Dalam batas normal Dalam batas normal
Mata: conj. Palp inf pucat (-) Ginjal dan Saluran Kencing:
Dalam batas normal
Telinga: Hematologi:
Dalam batas normal Tidak ada keluhan

Hidung: Endokrin/Metabolik:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan: Muskuloskeletal:
Tidak ada keluhan Tidak ada kelainan
Pernafasan: Sistem saraf:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Payudara: Emosi:
Tidak ada keluhan Terkontrol
Jantung: Vaskuler:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit Ringan
Sedang Berat

18
Gizi  BB: 61 Kg, TB: 163 Cm
RBW= 22,95% (kesan normoweight)

TANDA VITAL
Kesadaran Compos Mentis Deskripsi:
Komunikasi baik, rasa awas
terhadap lingkungan baik
Nadi (HR) 84x/i Reguler, t/v: kuat
Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan : 130/80 mmHg Lengan kanan : 130/80 mmHg
Lengan kiri : 130/80 mmHg Lengan kiri : 130/80 mmHg
Temperatur Aksila: 36,8 °C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 28 x/menit Deskripsi: reguler

KULIT: ikterus (-), petekie (-), purpura (-), hematoma (-), edema (-), turgor kulit
baik.

KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-).

MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil
isokor, ka=ki, ø 3mm

TELINGA: dalam batas normal

HIDUNG: dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal

TORAKS

19
Depan Belakang
Inspeksi Simetris Simetris

Palpasi Stem fremitus paru kanan Stem fremitus paru kanan sama
sama dengan paru kiri. Kesan dengan paru kiri. Kesan normal
normal
Perkusi Sonor pada hemitoraks kanan. Sonor pada hemitoraks kanan.
Sonor memendek sampai beda Sonor memendek sampai beda
pada lapangan tengah dan pada lapangan tengah dan bawah
bawah hemitoraks kiri. hemitoraks kiri.
Auskultasi SP: vesikular SP: vesikular
ST: - ST: -

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR II-III Sinistra
Kanan : Parasternal dextra
Kiri : 1 cm medial LMC Sinistra
Jantung : HR: 84 x/i,reguler, intensitas cukup
M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2,
desah (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Hati: ttb
Limpa : ttb
Schuffner : -, Haecket : -
Ginjal : ttb
Perkusi : shifting dullness (-)
Auskultasi : peristaltik normal, double sound (-).

PINGGANG
Tapping pain (-), ballotement (-)

20
EKSTREMITAS:
Superior : edema (-/-)
Inferior : edema (-/-)

ALAT KELAMIN:
Tampak darah di OUE

Rectal Toucher (RT):


Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : (+) normal
Refleks Patologis : (-)

BICARA
Dalam batas normal

PENJAJAKAN
Berikut ini adalah hasil penjajakan diagnosis os, berupa hasil laboratorium,
konsultasi, dan pemeriksaan penunjang :

Hasil Laboratorium IGD dan Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan
Tabel 3.1 Hasil Lab Hematologi
Satuan Rujukan 11/10
HEMATOLOGI
Hb g% 13.2-17.3 14.40
Eritrosit 106/mm3 4.20-4.87 4.55
Leukosit 103/mm3 4.5-11.0 15.67
Hematokrit % 43-49 40.60
Trombosit 103/mm3 150-450 233
MCV fL 85-95 89.20
MCH Pg 28-32 31.60

21
MCHC g% 33-35 35.50
RDW % 11.6-14.8 13.10
MPV fL 7.0-10.2 8.90
PCT % 0,21
PDW fL 9,6
Hitung Jenis :
Neutrofil % 37-80 86.20
Limfosit % 20-40 4.60
Monosit % 2-8 9.10
Eosinofil % 1-6 0.00
Basofil % 0-1 0.100
Neutrofi Absolut 103/μL 2.7-6.5 13.50
Limfosit Absolut 103/μL 1.5-3.7 0,72
Monosit Absolut 103/μL 0.2-0.4 1,43
Eosinofil Absolut 103/μL 0-0.10 0.00
Basofil Absolut 103/μL 0-0.1 0.02
KESAN :
Tanggal 11 Oktober 2012
Eritrosit : Leukositosis

Tabel 3.2 Hasil Laboratorium Patologi Klinik


Rujukan Satuan 11/10
KIMIA KLINIK
Analisa Gas Darah
• pH 7,35-7,45 7,433
• Pco2 38-42 mmHg 37,1
• pO2 85-100 mmHg 99,8
• Bikarbonat 22-26 mmol/L 24,2

• Total CO2 19-25 mmol/L 25,4


(-2) - (+2) mmol/L 0,3
• Kelebihan Basa
95-100 % 97,0
• Saturasi O2

Metabolisme Karbohidrat <200 mg/dL 115.00


Ginjal
• Ureum <50 detik 62,00
• Kreatinin 0,70-1,20 detik 2.56
Elekrolit
• Natrium (Na) 135-155 mEq/L 138

22
• Kalium (K) 3,6-5,5 mEq/L 4,0
• Klorida (Cl) 96-106 mEq/L 105

Urinalisa dan Sedimen Urin

Tabel 3.5 Hasil Urin rutin


Hasil Urinalisa dan Sedimen Urin
Warna Kuning Jernih
Protein - Epitel 0-1
Reduksi - Leukosit 0-1
Bilirubin - Eritrosit 0-1
Urobilinogen +

RESUME DATA DASAR

Nama Pasien : Togar


No RM : 53.00.39

KELUHAN UTAMA : Mual muntah

Hal ini dialami os sejak ± 1 hari yang lalu setelah os meminum racun rumput.
Perut terasa panas (+), badan terasa panas (+), muntah (+), sesak nafas (+), deman
(-), BAK (+) normal, volume racun rumput yang diminum ±2 sendok makan .
RPT/RPD : Jantung (-), DM (-), Asma (-)
RPO :-
Dari pemeriksaan vital sign didapati kesan: hipertensi dan dypsnoe
Dari pemeriksaan fisik dijumpai kesan: normal.
Dari pemeriksaan laboratorium dijumpai kesan: leukositosis
Dari pemeriksaan urinalisa dijumpai kesan: normal

23
24
Follow Up Pasien

P
Tanggal S O A
Terapi Diagnostik
11/10/12 Nyeri di Sens : CM Intoksikasi • Tirah baring
pinggang TD : 140/90 mmHg gramoxom • IVFD RL 20 gtt/i
HR : 78 x/i • Inj. Transamin 1 amp/8
RR : 28 x/i jam
T: 36,3 °C • Vit. B Comp 2x1
• NGT terpasang
12/10/12 Nyeri di Sens : CM Intoksikasi • Tirah baring
pinggang TD : 130/90 mmHg Gramoxon • NGT terpasang
HR : 80 x/i • Kateter terpasang
RR : 30 x/i
• IVFD RL 20 gtt/i
T: 36, 5°C
• Inj Metoclopamide 1
amp/8 jam
• Inj ranitidine 1 amp/12
jam
• Inj. Metilprednisolon

25
125 mg/12 jam
• Inj furosemide 1
amp/12 jam
• Inj. Vit C 1 gr/ hari
• Fluimucil caps 1x1
13/10/12 Gelisah Sens : CM Intoksikasi • Tirah baring • Cek
TD : 120/80 mmHg gramoxon + AKI • NGT terpasang elektrolit
HR : 96 x/i stg injuri • Kateter terpasang ulang
RR : 20 x/I • Cek KGD,
• IVFD RL 20 gtt/i
T: 36,5°C RFT, darah
• Inj Metoclopamide 1
amp/8 jam lengkap

• Inj ranitidine 1 amp/12


jam
• Inj. Metilprednisolon
125 mg/12 jam
• Inj furosemide 1
amp/12 jam
• Inj. Vit C 1 gr/ hari
• Fluimucil caps 1x1

26
14/10/12 Nyeri di Sens : CM Intoksikasi • Tirah baring
pinggang TD : 140/90 mmHg Gramoxon • NGT terpasang
HR : 76 x/i • Kateter terpasang
RR : 28 x/i
• IVFD RL 20 gtt/i
T: 36, 5°C
• Inj Metoclopamide 1
amp/8 jam
• Inj ranitidine 1 amp/12
jam
• Inj. Metilprednisolon
125 mg/12 jam
• Inj furosemide 1
amp/12 jam
• Inj. Vit C 1 gr/ hari
• Fluimucil caps 1x1
15/10/12 Nyeri di Sens : CM Intoksikasi • Tirah baring PAPS
pinggang TD : 120/90 mmHg Gramoxon • NGT terpasang
HR : 80 x/i • Kateter terpasang
RR : 24 x/i
• IVFD RL 20 gtt/i
T: 36, 5°C

27
• Inj Metoclopamide 1
amp/8 jam
• Inj ranitidine 1 amp/12
jam
• Inj. Metilprednisolon
125 mg/12 jam
• Inj furosemide 1
amp/12 jam
• Inj. Vit C 1 gr/ hari
• Fluimucil caps 1x1

28
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Seorang pasien laki-laki, berusia 33 tahun, dengan keluhan utama mual muntah
sejak ± 1 hari yang lalu setelah os meminum racun rumput. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosa dengan
intoksikasi gramoxone.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mishra AK, Pandey AB. Paraquat. Available from : http://www.panap.net/


uploads/ media/paraquat_monograph_PAN_AP.pdf
2. Anonym. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards-Paraquat. Available
from : http://www.cdc.gov/niosh/npg/npgd0478.html
3. Anonym. Paraquat. Available from:
http://www.inchem.org/documents/jmpr/jmpmono/v076pr19.htm
4. Bronstein 5. Herbicides. In : Dart RC, Ed. Medical Toxicology. 3rd ed.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 2004: 1515-24
5. Ashton C, Leahy N. Paraquat. Available from :
http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim399.htm
6. Anonym. The ocular surface toxicity of Paraquat. Br J Ophthalmol
2002;86:350–362
7. Anonym. Paraquat. Available from : npic.orst.edu/RMPP/rmpp_ch12.pdf
8. Day BJ et al. A Mechanism of Paraquat Toxicity Involving Nitric Oxide
Synthase. PNAS;96(22):12760-12765
9. Anonym. Free Radical Introduction. Available
from : http://www.exrx.net/Nutrition/Antioxidants/Introduction.html
10. Saeed SAM, et al. 2001. Acute diquat poisoning with intracerebral
bleeding. Postgrad Med J 2001;77:329–332
11. Marrs TC, Adjei A. Pesticide residues in food-2003-Joint FAO/WHO
Meeting on Pesticide Residues - PARAQUAT. Available from :
http://www.inchem.org/documents/jmpr/jmpmono/v070pr19.htm
12. Yang W. The Bipyridyl Herbicide Paraquat-Induced Toxicity In Human
Neuroblastoma SH-S5Y5 Cells: Relevance To Dopaminergic Pathogenesis.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16263688
13. Wesseling C et al. Paraquat in Developing Countries. Int J Occup Environ
Health:1-23
14. Thundiyil JG et al. Acute Pesticide Poisoning:A Proposed Classification
Tool. Available from : http://www.who.int/bulletin/volumes/86/3/07-
041814/en/
15. Anonym. Signs and Symptoms of Paraquat Poisoning. Available from:
http://chemweb.calpoly.edu/cbailey/377/PapersF2000/Jeff/symptoms.htm
16. Anonym. Paraquat poisoning – Treatment. University of Maryland
Medical Center. Available from:
http://www.umm.edu/ency/article/001085trt.htm
17. Sullivan JB, Krieger GR. 2001. Clinical Enviromental Health and Toxic
Exposure. 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA. p.1100

30

Anda mungkin juga menyukai