Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Banyak masalah yang dapat di alami selama proses kehamilan oleh ibu. Dan hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap perkembangan janin. Salah satunya yaitu
perkembangan terhadap organ tubuh janin, diantaranya yaitu labioskiziz dan
labiopalatoskizis. Labioskiziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing,
merupakan masalah yang di alamai oleh sebagian kecil masyarakat. Setiap tahun,
diperkirakan 700-10.000 bayi lahir dengan keadaan bibir sumbing.

Merupakan deformitas (kelainan) daerah mulut berupa celah atau sumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian
kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Namun hal tersebut dapat di atasi dengan
kecanggihan alat kedokteran. Bagi penderita yang memiliki perekonomian di atas rata-rata,
dapat dengan segera menjalani tindakan operasi. Namun bagi penderita yang belum mampu
untuk melakukan tindakan operasi tidak perlu merasa khawatir, karena pemerintah sudah
mulai mengadakan bantuan operasi gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.

Selanjutnya kita akan membahas mengenai Delayed Development; saat bayi lahir
dalam tahap perkembangannya akan mempelajari beberapa kemampuan penting (misalnya
berbicara, bergaul dengan lingkungannya, serta berjalan) menurut tahap berkelanjutan yang
dapat diperkirakan dengan peranan motivasi, pengajaran dan dukungan selama
pertumbuhannya. Kemampuan-kemampuan tersebut dikenal sebagai tahapan
perkembangan.Proses perkembangan mencerminkan maturasi organ tubuh terutama sistem
saraf pusat. Perkembangan anak dinilai melalui beberapa sektor perkembangan yaitu
motoric kasar, motorik halus, kognitif, personal sosial dan bahasa, serta aktivitas sehari-
hari.

Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah ketertinggalan secara


signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial
seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak dengan
developmental delayakan tertunda dalam mencapai satu atau lebih perkembangan

1
kemampuannya. Seorang anak dengan Global Developmental Delay (GDD) atau
Keterlambatan Perkembangan Global (KPG) adalah anak yang tertunda dalam mencapai
sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada usianya. Keterlambatan
perkembangan global merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam
kehidupan anak. Ciri khas KPG biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah
daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup
berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam
pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Labiopalatoskizis

Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta


samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna. Merupakan
deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau
semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle.

Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi palatum


primer dan palatum sekunder. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum durum
dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau
keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-
kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan


berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan
factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti
melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan
mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis
meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama
asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih
cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain :

1) Faktor genetik atau keturunan : dimana material genetik dalam khromosom


yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan
khromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 khromosom yang

3
terdiri dari 22 pasang khromosom non sex(kkhromosom 1 – 22) dan 1 pasang
khromosom sex (khromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3
untai khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
khromosom pada setiap selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada
perkembangan otak, jantung dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang
terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000 – 10000 bayi yang lahir.
2) Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat.
3) Radiasi
4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi
rubella dan sifillis, toksoplasmosis dan klamidia
6) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol.
7) Multifaktorial dan mutasi genetic
8) Displasia ektodermal.

2.3 Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak


terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses
nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan
priminen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir,
rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi
palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke 7 sampai 12 minggu.

2.4 Klasifikasi

Bibir sumbing ada beberapa tingkatan juga istilahnya berdasarkan organ yang terlibat
diantaranya: celah di bibir (labioskizis), celah di gusi (gnatoskizis), celah di langit
(palatoskizis). Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya: terjadi di bibir dan langit-
langit (labiopalatoskizis).

4
Bibir sumbing dikatagorikan berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk. Tingkat
kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis
bibir sumbing yang diketahui adalah :

• Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.

• Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

• Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.

2.5 Tanda dan Gejala

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1) Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.


2) Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
3) Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada
celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun
pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik, ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakaan USG.

2.7 Komplikasi

Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya,
yaitu:

1) Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
palatum. Memerlukan penanganan khusus seperi dot khusus, posisi makan yang
benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.

5
2) Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi
maka akan kehilangan pendengaran.
3) Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena
adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat
menghambatnya.
4) Masalah gigi. Pada celah bibir, gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
2.8 Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi
oral pada saluran napas dan sistemik. Pada bayi dengan bibir sumbing dilakukan bedah
elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan
memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi
tersebut bervariasi. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan
kriteria rule often yaitu umur > 10 minggu, BB > 10 pon/5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit >
10.000/ui.

Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini


mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga tindakan operasi
penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi
mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka mendeteksi selesai. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki
“kerusakan horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel
pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih
baik. Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat
penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah
diperbaiki, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.

Berikut adalah tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1) Tahap sebelum operasi

6
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang
dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat
badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10
minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan
pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya
memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan
sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.

Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non
alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses
tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre
maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi
pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak
sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2) Tahap sewaktu operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah
soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh
seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3
bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi
kurang sempurna.

Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat


anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplastydilakukan
sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di
otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. (19)
Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy
7
karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak
sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis)
kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia
8–9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3) Tahap setelah operasi.

Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-
tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan
instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi
dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan
minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi
batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja
sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan
lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat.

2.9 Perawatan

1) Menyusu ibu

Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat pengisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk
mengeluarkan susu dan memberikannya kepda bayi dengan menggunakan botol setelah
dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.

2) Menggunakan alat khusus, seperti :

Dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang
diberi pegangan yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

Dapat juga diberikan dengan menggunakan botol peras, dengan cara memeras botol,
maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.

8
Ortodonsi, yakni pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas
palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitif.

Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang
lidah bayi, kemudian bayi ditepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut
untuk mengeluarkan udara/bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada
bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara. Periksalah bagian bawah hidung dengan
teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung, hal ini suatu
kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut
tersebut untuk sembuh.

2.10 Global Development Delay


Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)
adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak,
diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas
hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan
pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang
akurat maka istilah yang dipergunakan adalah retardasi mental.1,2 Anak dengan KPG tidak
selalu menderita retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial
meskipun aspek kognitif berfungsi baik.

2.11 Tahap Perkembangan Normal pada Anak

2.11.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak


Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi
sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak
menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.

9
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga
dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem
neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut
berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri yang satu sama lainnya
saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain perkembangan menimbulkan perubahan,
pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya,
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan
berkorelasi dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga memiliki
prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan sebagai kaidah atau
pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip
proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan
belajar, serta pola perkembangan dapat diramalkan.

2.11.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin,
genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi,
mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio,
dan psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan
pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan).

10
2.11.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi:
1) Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak melakukan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2) Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3) Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti
perintah, dan sebagainya.
4) Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan
sebagainya.
2.11.4 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan


berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh kembang anak
terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut:

1) Masa prenatal atau masa intra uterin Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
 Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu. 
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum yang
telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi diferensiasi yang
berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
 Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan.
Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur kehamilan 9
minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi
percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah
terbentuk serta mulai berfungsi.

11
 Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer
immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak
esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid)
pada otak dan retina.
2) Masa bayi (umur 0 – 11 bulan) Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
 Masa neonatal (umur 0 – 28 hari) Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap
lingkungan dan terjadi
 Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan) Pada masa ini terjadi
pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus menerus
terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif
selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI sesuai
umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa
bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa
ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.
3) Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan) Pada masa ini, kecepatan
pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
(motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh
kembang anak adalah pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi
pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan
hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak,
mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini,
sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan
ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian
hari.
4) Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan). Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung
dengan stabil. Terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan
meningkatnya keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di
dalam rumah maka lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga
anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima

12
rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan
baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah dengan cara
bermain.

2.12 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular. Tabel
berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG:

Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010):

13
2.13 Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam
beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan.
Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala
dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang dilakukan dokter,
dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali
kunjungan dengan skrining dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG
yang berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana
belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang
dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam
perkembangan milestones yang seharusnya, yaitu:
1) Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan.
2) Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan.
3) Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk.
4) Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan.
5) Anak memiliki masalah komunikasi.
6) Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

2.14 Diagnosis
A. Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara seksama
tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan
perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu
perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda.
Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko biologi akibat dari gangguan
prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit
primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat infant.
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali
beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis,
gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi

14
perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang masih
muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau kekurangan
finansial. Anak yang hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan terlarang,
minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko
kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui
memiliki hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan perilaku, atau
kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama sering dihubungkan
dengan HIV.

B. Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran
lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting
dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan
kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10
Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat
dilakukan saat infant, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta
mengikuti arah cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan
yang lebih mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan
menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan,
kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia
3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan
telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk
dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran
ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro reflex,
hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.

C. Pemeriksaan Penunjang:

15
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan
perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada anak yang sehat.
Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa pemeriksaan
penunjangnya antara lain:
1) Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik rutin untuk
bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai evaluasi inisial
pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari
anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang
spesifik. Sebagai contohnya, bila anakanak dicurigai memiliki masalah dengan
gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik
dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan
menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin
penyakit muscular dystrophy.
2) Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak ditemukan
dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang
spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan KPG.
Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden
yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin
saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu
dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak
dapat dijelaskan.
3) Skrining tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu
dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila
terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
4) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat
epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data
yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan sebagai
rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.
5) Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih
bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih
dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya.

16
2.15 Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara spesifik,
gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat beberapa
penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki beberapa
perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention deficit hyperactivity disorder
(ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).

A. Retardasi Mental Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSMIV,
retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat gangguan
fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui adanya gangguan
fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi
hasil:
1) Ringan , yaitu IQ 50-70
2) Sedang, yaitu IQ 40-50
3) Berat, yaitu IQ 20-40
4) Sangat berat, yaitu IQ <20
B. Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP) Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP,
ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi
faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan
semakin berat risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor
risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak. Bila
terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal
tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan
berdasarkan kriteria Levine, yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus;
tonus otot; evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon,
primitif dan plantar.
C. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ADHD merupakan suatu gangguan
yang terjadi sangat awal dari kelahiran bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan
perkembangan korteks. Tanda ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang
rendah, serta permasalahan sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah
mengarahkan diagnosis ADHD.

17
D. Autism Spectrum Disorder (ASD) Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan
KPG. Beberapa kata kunci adalah gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit
membedakan antara ASD dengan KPG, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil,
afek kurang, berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua
dan ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku lain yakni
motorik, sensorik dan beberapa domain lain.

2.16 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal
itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anakanak belajar dan
berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-
masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai
penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan,
antara lain:
1) Speech and Language
Therapy Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan
bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode
menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk
belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut
digunakan pada anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis
menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan
mengikuti terapi tersebut.
2) Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain,
belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan,
dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan
kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk
menghadapi permasalahannya.
3) Physical Therapy

18
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik
kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,
merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam
terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan,
daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya,
terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak
tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti
melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lainlain. Behavioral therapy
merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan
meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan
terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan
terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran
dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy
dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan.
Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-
behavioural therapy.

2.17 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik,
dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu
sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam
menghadapi permasalahannya. Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.18 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan
diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang
tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya.

19
Walau beberapa anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena
kemampuan anak itu sendiri dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami
kondisi yang progresif (faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya
waktu), akan menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau
mengalami kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan
dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi Pasien

Nama : D. A. N

Umur : 1 Tahun, 9 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Pasir 2 atas

No.RM : 47-59-15

Jaminan Perawatan : BPJS

Tanggal Pemeriksaan : 4, September 2021

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Bibir sumbing sejak lahir
20
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang diantar oleh orang tua nya dengan keluhan kesulitan berbicara
setelah post labioplasty
 Pasien kesulitan dalam membentuk kata.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Post Labioplasy
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
-

3.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi


-

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisa

 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

 Kesadaran : Compos Mentis

 TTV : TD=---/-- N=--x/m SpO2=--%

RR=--x/m SB=--,-0C BB=--Kg

 Kepala

 Mata : Pupil isokor & reaksi cahaya: kanan(+)/ kiri(+),

kongjungtiva tidak anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

 Hidung : Dalam batas normal

 Telinga : Dalam batas normal

 Mulut : Terdapat bekas luka post labioplasty

21
 Leher : pembesaran KGB(-), P↑JVP (-)

 Thorax : Simetris, retraksi(-).

 Jantung : S1, S2 normal, gallop(-), murmur(-).

 Paru-paru : Suara napas vesikuler, rhonki(-), wheezing(-).

 Ekstreminitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema(-/-).

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :-

Pemeriksaan Radiologi :-

3.5 Diagnosis

 Diagnosis :

 Post Labiognatopalatoplasty

 Delayed Development/Speech

 Diagnosis fungsi :

 Impairment : kesulitan berbicara (Disartria)

 Disability : Tidak Ada

 Handicap : Tidak ada

3.6 Management

Terapi + Rehab medik


22
 Latihan Wicara :

 Penguatan otot-otot mulut

 Pembangunan kata

3.7 Prognosis

 Ad Vitam : Dubia

 Ad Fungtionam : Dubia Ad Bonam

 Ad Sanationam : Dubia.

BAB IV
PEMBAHASAN

Cleft Lip and Palate adalah suatu kondisi dimana terdapat celah abnormal di bibir
(labioskisis) dan palatum ( palatoskisis) yang terjadi karena malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya prosesus nasal mediana dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embrionik. Bibir dan palatum berkembang secara terpisah, sehingga memungkin bagi bayi
untuk dilahirkan hanya dengan bibir sumbing atau hanya celah pada palatum atau kombinasi
keduanya (labiopalatoskisis). Beberapa penyebab terjadinya bibir sumbing yaitu ;
 Faktor genetic : Faktor gen penyebab bibir sumbing yang dibawa penderita. Hal ini dapat
berupa : Mutasi gen, Kelainan kromosom : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan.
 Faktor non-genetik
o Defisiensi vit. A & B12
o Obat : aspirin, kortison & insulin pd masa kehamilan trimester 1
o Virus rubella
o Lainnya : radiasi, merokok, alkohol, dll
Gejala dan tanda dari bibir sumbing yaitu: Terjadi pemisahan bibir, Infeksi telinga
berulang, berat badan tidak bertambah, Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika
menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung. Penanganan yang dilakukan pada pasien
dengan tanda dan gejala yang ada ditangani dengan terapi operatif dengan syarat persetujuan

23
orang tua serta rule of ten terpenuhi, setelah keduanya terpenuhi dilakukanlah tindakan
Labioplasty.
Pada kasus ini pasien anak laki-laki berumur 1 tahun 9 bulan mengalami kelainan
kongenital bibir sumbing. Dari hasil anamnesis didapatkan pasien kesulitan dalam berbicara
serta ketidakmampuan untuk membentuk kata dan pemeriksaan fisik dalam batas normal,
hanya mulut tampak bekas luka post labioplasty. Pasien diketahui terdiagnosa Post
Labiognatopalatoschizis. Prognosis pasien post Labioplasty adalah baik secara keseluruhan,
namun karena terjadi rekonstruksi pada mulut pasien sehingga pasien kesulitan berbicara
maka diperlukan terapi lanjutan yang dilakukan oleh bagian Rehabilitasi Medik berupa
Latihan wicara kepada pasien. Prognosis dari pasien ini secara Ad vitam: Dubia, Ad
Fungtionam : Dubia Ad Bonam dan Ad Sanationam : Dubia.

BAB IV
KESIMPULAN

Labiognatopalatoschisiz merupakan suatu deformitas pada daerah mulut berupa celah


atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang,
bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat
sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung,
bibir, alveolus dan palatum durum serta molle.
Terapi yang dapat dilakukan pada Labiognatopalatoschisiz adalah terapi operatif
(Labioplasty) dan fisioterapi berupa terapi latihan wicara. Apabila dilakukan terapi sedini
mungkin pada labiognatopalatoschisiz secara tepat, maka prognosis pada penanganan kasus
Labiognatopalatoschisiz baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: ClinicalPediatric


Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-4.Philadelphia: WB
Saunders; 2001.h.117–47.3.

Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practiceparameter:


Evaluation of the quality standards subcommittee of the American Academy of
Neurology and the practice committee of the child neurologysociety. Neurology
2003;60:67-80.4.

Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi pasien
keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.5.

Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan


Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah
Denpasar.Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Bali
R.sjamsuhidajat, Theddeus O. H. Prasetyono, Reno Rudima et al. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.435-438

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita
Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005

Putu Sulistiawati Dewi. Journa article MANAGEMENT OF CLEFT LIP AND PALATE
(Literature Review), Department of Oral and Maxillofacial Surgery Faculty of
Dentistry, University of Mahasaraswati, Denpasar Bali. 2020

25
26

Anda mungkin juga menyukai