Anda di halaman 1dari 3

Pertemuan antara Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dengan Forum

Komunikasi Nasional (Forkonas) Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Delegasi berbagai
Kabupaten/Kota Calon Pemekaran se-Indonesia di Komplek Parlemen Senayan Jakarta pada
Senin, 24 September 2018 lalu, sontak membuat wacana pemekaran Kabupaten Garut Selatan
kembali ramai diperbincangkan.1

Namun demikian, meski berbagai aspek administratif telah selesai, hingga kini hal tersebut
masih terganjal oleh Moratorium / penghentian sementara yang diberlakukan oleh pemerintah
Pusat sejak beberapa tahun silam hingga batas waktu yang tak ditentukan. Adapun alasan
pemerintah Pusat masih memberlakukan Moratorium hingga kini, tiada lain karena persoalan
anggaran.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), setidaknya
dibutuhkan dana senilai Rp. 200 miliar bagi pemekaran sebuah Kabupaten/Kota. Sedangkan
saat ini, wilayah yang menginginkan pemekaran berjumlah 173 usulan, meliputi 16 DOB
Provinsi dan 157 DOB Kabupaten/Kota. Artinya, dibutuhkan dana puluhan trilyun agar
seluruh usulan pemekaran tersebut bisa dikabulkan.2

Terlepas dari Moratorium tersebut, sejatinya pemekaran wilayah, baik itu Provinsi,
Kabupaten/Kota, Desa dan seterusnya merupakan suatu keniscayaan. Pasti. Tak mungkin
dihindari. Mengingat bahwa seiring bergeraknya waktu, pertumbuhan penduduk terus
terjadi. Dan dengan demikian, berbagai wilayah yang dalam pola kehidupan sebelumnya
bersifat sederhana, perlahan berubah menjadi kompleks/rumit. Sehingga, institusi khusus
yang diperuntukkan guna mengurusnya secara spesifik, mutlak dibutuhkan, yang dalam taraf
tertentu bisa berupa Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa dan seterusnya. Bila pemekaran
adalah sesuatu yang bersifat niscaya, lain halnya dengan kesiapan kita dalam menyambut
pemekaran itu yang bersifat relatif. Artinya, bisa siap, bisa tidak.

Dalam PP No. 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah dijelaskan bahwa bila sebuah daerah ingin dimekarkan, maka daerah
tersebut harus memenuhi beberapa prasyarat yang merupakan indikator kesiapan daerah.
Syarat-syarat tersebut mencakup syarat administrasi dan syarat teknis.

1
Diakses online di: http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/09/24/dpd-ri-desak-pemerintah-hentikan-
moratorium-pemekaran-daerah-430572, pada 15 Oktober 2018)
2
Kebijakan Penataan Daerah Terkait daerah Otonom Baru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014. 2017. Kementerian Dalam Negeri RI.
Syarat administrasi untuk pembentukan Kabupaten/ Kota mencakup adanya:

1. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota Induk tentang persetujuan pembentukan calon


daerah Kabupaten/Kota;
2. Keputusan Bupati/Walikota Induk tentang persetujuan pembentukan calon daerah
Kabupaten/Kota;
3. Keputusan DPRD Provinsi Induk tentang persetujuan pembentukan calon daerah
kabupaten/kota;
4. Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon daerah Kabupaten/Kota;
5. Rekomendasi Mendagri;

Sementara itu, syarat teknis kesiapan terdiri dari 11 indikator, yakni kemampuan ekonomi,
potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan,
keamanan, pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan
rentang kendali pelaksanaan pemerintahan daerah.3

Terkait persyaratan administratif, setelah sekian lama diperjuangkan, kini seluruhnya telah
hampir rampung dan hanya menyisakan satu hal saja, sebagaimana yang telah disinggung
sebelumnya, yakni Rekomendasi Mendagri yang kemudian disepakati oleh Pemerintah
dengan Dewan Perwakilan Rayat (DPR). Namun demikian, terkait persyaratan teknis yang
terdiri dari belasan indikator tersebut, hingga kini belum dilakukan penilaian yang pasti,
melalui studi, misalnya, yang menyatakan bahwa kita telah berstatus siap.

Oleh karena itu, tanpa menafikan upaya para pihak yang terus memperjuangkan pemekaran
Garut Selatan, bagi saya memastikan bahwa kita akan siap kala pemekaran itu terjadi adalah
sesuatu yang jauh lebih penting. Sebab tanpa kepastian atas kesiapan tersebut, bukan tidak
mungkin bahwa DOB Garut Selatan yang kelak ada, justru akan mengikuti jejak ‘para
pendahulunya’, yakni daerah baru yang alih-alih menjadi daerah maju, justru malah menjadi
daerah miskin baru yang 90% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya
bergantung pada pemerintah Pusat.4

Jika kita sepakat bahwa persiapan pemekaran Garut Selatan sebagai sebuah cita-cita bersama
adalah yang terpenting, maka seluruh elemen yang mendambakannya, secara serempak mesti
menjadikan itu sebagai sebuah proyek Rekayasa Sosial (Social Engineering), suatu upaya

3
Badan Perencanaan Pembangunan. 2008. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah. (Diakses online di :
http://www.undp.org/content/dam/indonesia/docs/pemekaran_ID.pdf , pada 15 Oktober 2018).
4
PP No. 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah
perubahan sosial secara terencana (Planned Social Change). Dan sebagaimana yang terjadi
dalam berbagai perubahan sosial pada umumnya, perubahan sosial yang terencana ini
memerlukan beberapa hal, di antaranya: aktor/pelaku, metode/strategi/taktik, perencanaan
waktu, penetapan skala prioritas, biaya dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai