Anda di halaman 1dari 5

rongga pleura.

Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah


karena Mycrobacterium tubercolosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tubercolosa.
Klitotoraks paling sering disebabkan oleh trauma duktus torasikus atau
sumbatan yang secara sekunder menyebabkan ruptur saluran limfa besar.
Penyakit ini dijumpai pada keganasan yang timbul di dalam rongga toraks yang
menyebabkan obstruksi saluran limfa utama. Kanker yang terletak jauh dapat
bermetastasis melalui limfa dan tumbuh di dalam limfa kanan atau duktus
torasikus untuk menyebabkan obstruksi.
A. PATHOFLOW

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc
tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
sostophrenicus. Apabila cairan tidak tampak pada foto psoterior-anterior (PA)
maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral. Dengan foto toraks posisi
lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak
penyakit pleural pada tuberkulosis kronis tahap lanjut.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar dapat
menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi
kemungkinan penyebab dari efusi pleura.

Pemeriksaan cairan pleura hasil thoraksentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa
cairan hemoragi, eksudat dan transudat.

Haemorrhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada klien dengan adanya keganasan paru
atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkulosis.

Yellow exudate pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongesif,
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.

Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi.


b. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas (produksi mukus berlebih).
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera (kimia).
e. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis: penurunan nafsu makan akibat sesak napas
sekunder terhadap penekanan strukur abdomen; mual muntah.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum;
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
R/: multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum seperti pada
TB paru.

a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan kelemahan umum;


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Hasil Yang Diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2
x 24 jam diharapkan pasien toleransi dalam beraktiftas.
Kriteria Evaluasi:
1) Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas.
R/: mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang
diharapkan.
2) Tunda aktifitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat
dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan aktifitas
secara bertahap untuk mengidentifikasi toleransi.
R/: gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktifitas.
Konsumsi oksigen meningkat jika aktifitas meningkat dan daya tahan
tubuh klien bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat diantara
aktifitas.
3) Bantu klien dalam melaksanakan aktifitas sesuai dengan
kebutuhannya. Beri klien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai
aktifitas.
R/: membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat
peningkatan aktifitas.
4) Konsultasikan dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau
bertambah berat saat istirahat.
R/: hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi
khususnya gagal napas.
f. Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian mengenai prognosis
penyakit; persepsi mendekati kematian.
Hasil Yang Diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1
x 24 jam diharapkan klien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria Evaluasi: Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan
mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respons nonverbal klien
tampak lebih rileks dan santai. Intervensi :
1) Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping yang ada.
R/: pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stres.
2) Ajarkan teknik relaksasi.
R/: mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.
3) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
R/: hubungan saling percaya membantu memperlancar proses
terapeutik.
4) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
R/: tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.
5) Bantu klien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
R/: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, maka perasaan yang mengganggu dapat
diketahui.

D. DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2012. Asuhan keperawatan


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka
Muttaqin, Arif. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Breanda G. Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika
Somantri, Irman. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
(http.doc-alfari.blogspot.nl/2011/05/komplikasi-efusi-pleura.html), diakses
pada 6 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai