Anda di halaman 1dari 59

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN I

PEMBUATAN SIMPLISIA

Hari / tanggal : Selasa / 25 Februari 2020

Nama : Mubin

NIM : 61608100818040

Kelompok : 10 (sepuluh)

Dosen pembimbing : Suhaera.,M.Pharm.Sci

Asisten dosen

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

INSTITIUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini Fenomena meningkatnya penggunaan obat tradisional di
masyarakat, menunjukkan adanya pergeseran minat masyarakat menuju
konsep ‘Back To Nature’ . Tentunya masyarakat Indonesia telah menyadari
akan keanekaragaman hayati yang dimilikinya, dan mulai banyak masyarakat
Indonesia menggunakan obat tradisional. WHO merekomendasi penggunaan
obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit. WHO juga mendukung upaya-upaya
dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat herbal untuk
meminimalisir efek samping dari obat tradisional meski pun efek samping
obat tradisonal relatif lebih ringan dibandingkan dengan obat-obat kimia
karena obat tradisional Hal ini dikarenakan bahan baku ramuan tradisional
sangat alami atau tidak bersifat sintetik. Meskipun demikian, obat herbal yang
baru tetap harus melewati uji klinis yang sama dengan obat-obatan sintetik.
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber bahan obat tradisional
yang telah digunakan rakyatnya secara turun-temurun sejak zaman nenek
moyang terdahulu. Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah selain
karena bahan bakunya mudah diperoleh, faktor ekonomi turut
memengaruhi.Sebagian besar rakya Indonesia hidup di pedesaan yang
menyebabkan sulitnya jangkauan obat modern, komunikasi dan transportasi,
juga daya beli yang relative rendah.
Penggunaan obat tradisional memiliki daya tarik tersendiri bagi
masyarakat karena selain murah juga alami dan dianggap amandibandingkan
obat sintetis yang mahal dan menyakitkan Penggunaan obat tradisional
memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena selain murah juga alami
dan dianggap aman dibandingkan obat sintetis yang mahal dan menyakitkan .
Oleh karna itu saat ini peneliti banyak mengembangkan obat dengan dari
bahan Alam dan memanfaatkan bahan alam yang selama ini belum banyak
terexplorer di dunia industri.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mampu melakukan
pembuatan simplisia.

1.3 Prinsip Praktikum


Pesetra melakukan proses pembuatan simplisia mulai dari tahap awal
hingga tahap akhir.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional umumnya hanya
didasarkan atas pengalaman/warisan tanpa mengetahui kandungan kimianya
secara detail. Tumbuhan tersebut jika ditelaah lebih lanjut mempunyai
kandungan kimia aktif biologis. Potensi bahan kimia tersebut dapat
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, pertanian, dan industri. Penelitian dan
penggunaan obat tradisional pada saat ini lebih digalakkan. Di bidang
kesehatan, telah banyak tumbuhan obat yang diketahui dengan jelas struktur
molekulnya dan digunakan secara global dalam pengobatan berbagai
penyakit (Achmad, 1995).
Simplisia adalah bentuk jamak dari simpleks yang berasal dari
kata simple, yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk
menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya
atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat
batasan tentang simplisia sebagai berikut: simplisia adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan
(Widyaningrum, 2011).
Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan
alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa
pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
Dikeringkan (Dapertemen kesehatan RI :1989).
Secara umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas
gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Sebagai contoh,
merica dengan nama spesies Piperis albi maka nama simplisianya disebut
Piperis albi fructus. Fructus menunjukkan nama bagian tanaman yang
digunakan yaitu buahnya (Tjitrosoepomo, 2001).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru  mengalami proses
setengah jadi, seperti pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral (Prasetyo &Entang, 2013)
Cara pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yaitu sortasi basah,
perajangan, pengeringan, sortasi kering,  pengepakan dan penyimpanan
(Prasetyo &Entang, 2013) :
1. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat bahan-bahan asing seperti kerikil,
rumput, batang, daun, akar yang telah rusa, serta kotoran lain harus
dibuang.
2. Pencucian bahan
Pencucian bahan dilakukan untuk  menghilangkan  tanah dan kotoran lain
yang melekat  pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air
bersih misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM.
3. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan,  pengepakan dan penggilingan.
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan mutu atau  perusakan simplisia.
5. Sortasi Kering
Tujuan sortasi kering ini untuk memisahkan benda-benda tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal
pada simplisia kering.
6. Pengepakan dan Penyimpanan
Pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat
mengakibatkan  kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan, pewadahan persyaratan gudang simplisia, cara sortasi.
2.2 Uraian Bahan
1. Air (FI Edisi III Hal  96)
        Nama Resmi            :   AQUA DESTILLATA
        Nama Lain               :   Aquadest, air suling
        Rumus Molekul       :   H2O
        Berat Molekul         :   18,02
        Pemerian                 :   Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
        Kelarutan                 :   Larut dengan semua jenis larutan
        Penyimpanan            :   Dalam wadah tertutup kedap
        Kegunaan                 :   Zat pelarut
2. Nyireh
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Xylocarpus
Spesies : Xylocarpus granatum J. Koenig
3. Keben
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Lecythidales
Famili : Lecythidaceae
Genus : Barringtonia
Spesies : Barringtonia asiatica (L.) Kurz
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat yang digunakan


1. Gunting
2. Kertas hvs
3. Keranjang
3.2 Bahan yang di gunakan
1. Daun keben
2. Daun nyireh
3. Air suling
3.3 Cara Kerja

Pengumpulan bahan baku daun keben dan daun nyireh.

Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran yang ada pada daun

Daun keben dan nyireh di cuci bersih dengan air mengalir.

Dilakukan proses perajangan dengan menggunakan gunting atau pisau


ataupun alat perajang khusus jika tersedia.

Simplisia kemudian di keringkan

Simplisia yang telah kering kemudian di lakukan sortasi kering untuk


menghilangkan kotoran yang masih tersisa

Simplisia di timbang kemudian di buat menjadi serbuk menggunakan alat


penyerbukan hingga halus.

Serbuk yang sudah halus kemudian di ayak lalu di timbang dan masukkan
dalam wadah.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan simplisia daun
keben dan daun nyireh. Proses pertama dimulai dengan proses pengumpulan
tumbuhan yang akan digunakan dimana oada praktikum ini kami menggunakan
tumbuhan keben dan nyireh. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian daun.
Daun dimplisia yang telah terkumpul in kemudian dipilah atau disortasi
untuk memisah kan kotoran yang menempel pada daun atau terbawa bersama
simplisia saat proses pemanena. Setelah dilakukan sortasi daun kemudian di
timbang. Daun kemudian dicuci bersiah dengan menggunakan air bersih yang
mengalir. Hal ini dimaksudkan untuk menghiklangkan kotoran-kotoran yang
masih menempel pada saimplisia
Daun yang sudah di bersihkan kemudian di rajang dengan menggunakan
ukuran kurang lebih 1 cm. halini dimaksudkan agar saat proses pengeringan
tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Alat yang digunakan untuk
merajang berupa pisau atau gunting bersih.
Proses berikutnya adalah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan
dengan cara di angin-anginkan dan diletakkan pada ruangan dengaN SUHU
KAMAR SAMpai simplisia terlihat kering. Setelah itu dilakukan sortasi kering
untuk membersihkan simplisia dari kotoran yang mungkin masih ada.
Kemudian Simplisia di timbang lalau dibuat menjadi serbuk menggunakan alat
penyerbukan hingga halus. Serbuk yang sudah halus kemudian di ayak lalu di
timbang dan masukkan dalam wadah.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
2. Tahapan pembuatan simplisia yaitu pengumpulan bahan baku, sortasi
basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering,  pengepakan dan
penyimpanan serta pemeriksaan mutu.

5.2 Saran
1. Sebaiknya gunakan alat perajang yang bersih saat melakukan proses
perajang agar simplisia tidak terkontaminasi.
2. Selalu jaga kebersihan ketika bekerja di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1995, Peranan tumbuhan hutan tropis dalam pengembangan obat-
obatan. Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik. Simpul
Nasional APINMAP dan UNESCO, Bogor, 10-12 Oktober 1995.

Depkes RI.,1998. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Prasetyo &Entang, 2013, Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan


Simplisia), Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB, Bengkulu.

Tjitrosoepomo, G., 2001., Morfologi Tumbuhan., Gadjah Mada UniversityPress.,


Yogyakarta

Widyaningrum, MPH. 2011. Kitab Tanaman Obat Nasional. Media Pressindo.


Jakarta
LAMPIRAN
JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN II

MASERASI

Hari / Tanggal : Selasa / 25 Februari 2020

Nama : Mubin

NIM : 61608100818040

Kelompok : 10 (sepuluh)

Dosen pembimbing : Suhaera.,M.Pharm.Sci

Asisten dosen :

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

INSTITIUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman dahulu minat masyarakat untuk kembali memanfaatkan
kekayaan alam, seperti tumbuh-tumbuhan, semakin meluas. Berbagai ramuan
obat dari alam yang sejak dahulu kala telah digunakan oleh nenek moyang kita
kini mendapat perhatian yang besar. Para ahli terus-menerus mengadakan
penelitian dan pengujian terhadap sejumlah tumbuhan yang berkhasiat untuk
pengobatan, baik dalam negeri maupun di luar negeri.
Menurut perkembangannya, saat ini obat tradisional Indonesia dibagi
menjadi dua kelompok yakni obat kelompok jamu dan obat kelompok
fitoterapi (fitofarmaka). Dalam kaitannya tersebut, dalam farmasi terdapat
bidang ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan khususnya
komponen kimia yang terkandung dalam tumbuhan tersebut yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat.
Orang-orang telah memanfaatkan tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari.
Salah satunya adalah untuk menyembuhkan penyakit, berdasarkan senyawa
kimia yang terdapat dalam tumbuhan tertentu. Seperti halnya makhluk hidup
yang lain, tumbuhan melakukan metabolisme yang akan menghasilkan
senyawa kimia yang bermanfaat. Senyawa metabolit terbagi atas dua, yaitu
metabolit primer dan metabolit sekunder. Senyawa metabolit primer seperti
karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Sedangkan senyawa metabolit
sekunder antara lain alkaloid, flavanoid, saponin, tannin, steroid, vitamin dan
minyak atsiri. Cara yang digunakan untuk menarik atau mengisolasi senyawa
kimia tersebut disebut ekstraksi. Adapun, ektraksi yang dapat dilakukan
adalah ekstraksi dengan metode maserasi.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan ekstraksi senyawa metabolit
sekunder dengan metode maserasi yakni perendaman sampel dengan pelarut
yang cocok. Sampel yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah simplisia
daun keben dan nyireh.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
memahamiekstraksi pada daun keben dam nyirehmenggunakan metode
maserasi.
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menarik dan
mengidentifikasi komponen kimia pada daun keben dan nyirehmenggunakan
metode maserasi.
1.3 Prinsip Praktikum
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cairan merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuaipada temperatur kamar, terlindung
dari cahaya. Cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel. Isi
sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel
dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar
dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan diluar sel dan didalam sel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan
medium pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula. Ekstraksi dapat
dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh sesudah pemisahan
cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”. Micelle ini dapatdiubah
menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinctura atau sebagai
produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering.
(Agoes.G,2007)
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.
Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan
memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode
ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan
merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada
dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau
lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu.(Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman,
mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan
melakukan perebusan dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud,
2001).
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin
(Sudjadi, 1988).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat
digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin,
tiraks dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai
berikut :
 Modifikasi maserasi melingkar
 Modifikasi maserasi digesti
 Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
 Modifikasi remaserasi
 Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan
lebih mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif
dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga set yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik
di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif
di dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001)
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang
sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam
bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan
75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur
kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5
hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian ampasnya
diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian
disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup
dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan
yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
2.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol, ethyl-alkohol.
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan dalam
eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Pelarut.
4. Nyireh
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Xylocarpus
Spesies : Xylocarpus granatum J. Koenig
5. Keben
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Lecythidales
Famili : Lecythidaceae
Genus : Barringtonia
Spesies : Barringtonia asiatica (L.) Kurz
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat yang digunakan


1. Toples kaca
2. Batang pengaduk
3. Corong kaca

3.2 Bahan yang di gunakan


1. Bahan
2. Etanol 70%
3. Simplisia daun keben
4. Simplisia daun nyireh

3.3 Cara Kerja


Dimasukkan satu bagian simplisia sebanyak 300 gram ke dalam botol gelap

Ditambahkan 3 liter pelarut etanol 70%, dimana tiap pada proses maserasi
digunakan sebanyak 2 buah botol gelap.

Kemudian direndam selama 6 jam pertama sambil sesekali di aduk, lalu


disimpan di tempat yang terlindung cahaya matahari.

Kemudian didiamkan selam 18 jam laludisaring menggunakan kain flannel


maka di dapat maserat I, ampasnya direndam lagi dengan etanol 70% .Proses
ekstraksi dilakukan 3 kali sehingga di dapat maseratII dan III.

Semua maserat di uapkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh


ekstrak kental.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan ekstraksi pada sampel daun keben dan
nyirehdengan menggunakan metode maserasi. Maserasi adalah salah satu
proses ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia dalam bejana
dengan cairan penyari selama beberapa hari dengan temperatur kamar dan
terlindung dari cahaya. Ekstraksi ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik
senyawa metabolit sekumetode ini sangat cocok untuk bahan berupa daun
yang sifat bahannya tidak tahan terhadap suhu tinggi (Yulianingsih, 2006).
Tujuan dari ekstraksi ini yaitu untuk menarik senyawa metabolit sekunder
yang terkadung pada simplisia.
Pertama-tama simplisia yang telah siap ditimbang sebanyak 250 g dan
dimasukkan kedalamtoples kaca. Selanjutnya diukur cairan penyariatau
pelarut yang akan digunakan sebanyak 3 liter menggunakan gelas ukur.
Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 70%. dipilih pelarut etanol
karena etanol adalah pelarut yang baik dalam melarutkan metabolit sekunder
yang ada pada sampel daun keben dan nyireh. Kemudian cairan pelarut
ditambahkan kedalamtoples kaca yang telah berisi sampel sehingga sampel
terendam oleh pelarut . Proses perendaman dilakukan selam 24 jam, pada 6
jam pertama sampel sesekali diaduk kemudian didiamkan selam 18 jam.
pengadukan dillakukansecara manual pada suhu ruang dan tanpa terkena
cahaya. Pengadukan bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar
serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya derajat konsentrasi yang
sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan diluar sel
(Damayanti, 2012).Setelah 24 jam proses maserasi dihentikan, diperoleh
ekstrak daun keben dan nyireh yang kemudian dilanjutkan dengan proses
penyaringan. Penyaringan diakukan untuk memisahkan antara sampel dengan
cairan penyari yang mengandung zat aktif (Anis, 2011).Setelah dilakukan
penyaringan hasil dari maserasi atau maserat di uapkan dengan rotary
evaporator hingga di dapatkan ekstrak kental.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Ekstraksi adalah metode pemisahan satu atau beberapa zat terlarut atau
solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
2. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa
hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
5.2 Saran
1. Diharapkan praktikan dapat dengan teliti dalam melakukan penimbang
dan penyaringan ekstrak agar memperoleh hasil ekstrak yang baik.
2. Selalu gunakan APD yang lengkap saat melakukan percobaan di
laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.

Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains


Dan tekhnologi, Universitas Hasanuddin : Makassar.

Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan


Pertama. Penerbit PT Kalman Media Pustaka : Jakarta

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, hal 167-177, Fakultas Farmasi, Universitas


Gadjah Mada.

Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas


Hasanuddin : Makassar.
LAMPIRAN
JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN III

EKSTRAKSI

Hari / tanggal : Selasa / 2 Maret 2020

Nama : Mubin

NIM : 61608100818040

Kelompok : 10 (sepuluh)

Dosen pembimbing : Suhaera.,M.Pharm.Sci

Asisten dosen :

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

INSTITIUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa
(tropik) dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis
tumbuhan, tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan
industri khususnya tumbuhan berkasiat obat. Masyarakat Indonesia secara
turun-temurun telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bahan
obat tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan
terhadap berbagai jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional
akan terus berlangsung terutama sebagai obat alternatif, hal ini terlihat pada
masyarakat daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan modern.
Dalam masa krisis ekonomi seperti saat ini, penggunaan obat tradisional lebih
menguntungkan karena relatif lebih mudah didapat, lebih murah dan dapat
diramu sendiri, selain itu bahan bakunya dapat ditanam di halaman rumah
sebagai penghias taman ataupun peneduh halaman .
Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan.
Kecepatan terbentuknya uap tergantung atas kejadian difusi uap melalui
lapisan batas cairan yang bersangkutan. Disini berlaku prinsip pemindahan
massa dan tekanan parsiel merupakan tenaga dorongnya. Pemekatan berarti
peningkatan jumlah partialsolute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut
tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kenal atau pekat.
Metode penguapan ada banyak misalnya penguapan sederhana, Fereeze-
Drying, Hairdryer, rotavapor dan lain-lain. Semua metode tersebut memiliki
cara berbeda tetapi hasil yang diinginkan sama yaitu menghilangkan kadar
cairan penyarinya. Selain itu berbagai metode diatas juga memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing, misalnyasaja untuk metode rotavapor
penggunaannya relatif mahal tetapi hasilnya lebih baik.
Oleh karena itu, praktikum penguapan perlu dilakukan agar praktikan
dapat mengeratui perbedaan antara metode yang satu dan lainnya dan
mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami cara penguapan
ekstrak dari tumbuhan daun keben dan nyireh. Adapun Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk menghilangkan cairan pelarut dan mendapatkan ekstrak
tumbuhan daun keben dan nyirehyang lebih pekat.

1.3 Prinsip praktikum


menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun
dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umun


Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat
cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert
ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa
mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan
jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut.
Namun, sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya
(Utami, 2010).
Secara umum ekstraksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu ekstraksi
mekanik dan khemis. Ekstraksi mekanik merupakan proses kimia dengan
prinsip ekstraksi biomassa menjadi energi dengan memberikan tekanan atau
peremasan biomassa sehingga kandungan minyak akan keluar. Ekstraksi
mekanik bisa disebut juga sebagai proses pemisahan cairan dari padatan yang
sebelumnya telah diperlakukan pengecilan ukuran dan pemasakan pada
sampel yang akan diekstrak. Hasil akhir yang diperoleh pada proses ekstraksi
adalah cairan, sedangkan sisa dari proses ini berupa ampas yang masih bisa
dimanfaatkan untuk keperluan lain. Ekstraksi khemis adalah pemisahan
komponen berdasarkan sifat kimianya dan dibagi menjadi dua macam, yaitu
rendering dan rolventextraction (Pambudi, 2008).
Selain itu ada satu hukum yang berlaku dalam ekstraksi yaitu hukum
”Like Dissolves Like” yang artinya senyawa polar hanya akan larut dalam
pelarut polar sedangkan senyawa non-polar akan larut dalam pelarut non
polar (Underwood, 1986).
VaccuumRotary Evaporator adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan
suatu larutan dari pelaturnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan
kimia tertentu yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan biasanya
ditempatkan dalam suatu dalam suatu labu yang kemudian dibantu dengan
sebuah pemanas, dan diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh
suatu pendingin atau kondensor dan ditampung dalam suatu tempat.
Kecepatan alat ini sangat cepat, apabila dibantu dengan vakum (Senjaya dan
Surakusumah, 2007).
Prinsip kerjanya adalah memisahkan suatu senyawa atau zat dari
sumbernya melalui pemanasan secara vacum. Rotary evaporator yang khas
memiliki sebuah pemanasan air untuk menjaga pelarut dari pendinginan
selama proses evaporasi. Pelarut dipisahkan secara vacum, ditangkap dengan
sebuah kondensator dan dikumpulkan untuk kemudahan pembuangan.
Banyak laboratorium menggunakan aspirator air vacum, sehinngga sebuah
rotavap tidak dapat digunakan untuk udara dan materi-materi yang sensitif
pada air kecuali kalau tindakan pencegahan khusus dilakukan.
Komponen yang utama suatu rotary evaporator adalah suatu sistem ruang
hampa, terdiri dari suatu ruang hampa memompa dan suatu pengontrol, suatu
botol yang dapat berputar dapat dipanaskan pada rendaman cairan yang
dipanaskan, dan suatu pemadat dengan suatu air kondensasi yang
mengumpulkan botol. Ini mengijinkan bahan pelarut itu untuk dipindahkan
tanpa pemanasan berlebihan. Penguapan di bawah ruang hampa dapat
dilakukan suatu rig (minyak) penyulingan standard. Bagaimanapun, aparat
penguap yang berputar mempunyai suatu keuntungan kunci. Ketika botol
penguapan berputar, cairan dikeluarkan dari botol dengan gerakan yang
sentrifugal. Ini menciptakan suatu area permukaan lebih besar cairan dan
karenanya mempertimbangkan penguapan lembut cepat (Mardi, 2005).
Pada tumbuhan terdapat pigmen hem yang mengandung bei dan pigmen
yang mengandung klorofil. Pelarut polar seperti benzena tidak dapat
memecah klorofil dari bentuk kompleksnya. Pemecahan tersebut hanya dapat
dilakukan dengan cara ekstraksi. Telaah turunan klorofil biasanya dilakukan
dengan pemurnian. Berdasarkan bobot kering daun hijau maka klorofil yang
dikandung kurang lebih 1 % (Robinson, 1995).
2.2 Uraian Bahan
1. Nyireh
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Xylocarpus
Spesies : Xylocarpus granatum J. Koenig
2. Keben
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Lecythidales
Famili : Lecythidaceae
Genus : Barringtonia
Spesies : Barringtonia asiatica (L.) Kurz
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat yang digunakan


1. Rotary evaporator
2. Corong
3. Beker gelas

3.2 Bahan yang digunakan


1. Maserat daun keben
2. Maserat daun nyireh

3.3 Cara Kerja


Disiapkan alat dan bahan

Dimasukkan maserat daun keben atau nyireh yang sebelumnya telah di saring
kedalam labu alas bulat

Dilakukan pemasangan pada lubang kondensor dengan labu alas bulat

Dinyalakan pompa vakum dan ditekan tombol power on pada rotary


evaporate

Dinyalakan tombol pemutar labu alas bulat pada kecepatan yang diinginkan

Diatur suhu yang diinginkan

Ditunggu hingga diperoleh ekstrak kental, ditandai dengan terbentuknya


gelembung-gelembung udara yang pecah-pecah pada permukaan ekstrak atau
jika sudah tidak ada lagi pelarut yang menetes pada labu alas bulat
penampung pelarut.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan ekstraksi dari hasil maserasi atau maserat
daun keben dan nyireh dengan menggunakan rotary evaporator. Maserat di
masukkan ke dalam labu penguapan pada rotary evaporator. kemudian
dievaporasi menggunakan rotary evaporator. Labu penguapan akan diputar
dalam air yang telah dipanaskan pada suhu tertentu. Pemutaran labu
penguapan membantu dan mempercepat proses pemisahan zat terlarut dari
pelarutnya. Saat didalam labu akan terjadi proses penguapan dimana proses
penguapan ini dilakukan hingga diperoleh ekstrak kental yang ditandai
dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara yang pecah-pecah pada
permukaan ekstrak atau jika sudah tidak ada lagi pelarut yang menetes pada
labu alas bulat penampung.
Keuntungan dari pemanasan dengan air adalah panasnya merata. Terlebih
lagi, labu penguapan terus berputar, sehingga panasnya makin
merata.Kelebihan dari rotary evaporator karena pemanasnya menggunakan
air sehingga lebih merata, labu penguapan penguapannya berputar dan
kondensornya bekerja secara vacum sehingga akan mempercepat penguapan.
Fungsi dari air yaitu supaya mendinginkan pelarut yang teruapkan. Titik didih
alkohol lebih besar daripada titik didih air.
Langkah-langkah penggunaan rotary evaporator adalah pemanas air diisi
dengan air hingga ¼ wadah. Kemudian, labu destilasi dilepas lalu diisi
dengan sampel. Electric rotary dan pemanas air disambungkan dengan
sumber listrik. Saklar untuk menghidupkan rotary evaporator secara
keseluruhan, pemanas air, dan saklar untuk menghidupkan rotary evaporator
secara elektrik dinyalakan. Suhu pemanas air diatur dengan suhu yang
dikehendaki, pada percobaan ini sekitar 75° C. Setelah suhu mencapai panas
yang dikehendaki, pemanas air diatur naik secara elektrik mendekati labu
dengan menekan tombol pengatur naik/turun. Labu destilasi dimasukkan ke
dalam air sedalam ¾ labu. Labu diputar pada kecepatan serendah mungkin
dengan memutar tuas pemutar labu. Selang (pendingin balik) dipasang pada
keran air, kemudian aliran diatur supaya lambat mengalir. Setelah itu mesin
pompa penghisap udara dinyalakan. Hisapan diatur dengan membuka kancing
(bocorkan) sampai hisapan terukur agar tidak terlalu kuat. Rotary evaporator
dapat selesai digunakan jika pemisahan pelarut telah menjadi bubuk atau
pasta. Semua saklar dimatikan, destilat diambil, kemudian dituangkan ke
dalam cawan porselin. Selanjutnya pengeringan dilakukan dengan
menggunakan eksikator hingga kering. Arus listrik dicabut.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut.
2. Prinsip rotary evaporator adalah memisahkan suatu senyawa atau zat dari
sumbernya melalui pemanasan secara vacum.

5.2 Saran
1. Selalu berhati-hati saat menggunakan alat yang ada dilaboratorium.
2. Sebaiknya dalam penggunaan rotary evaporator selalu diawasi oleh dosen
atau laboran yang ada di laboratorium untuk menghindari terjadinya
kesalahan saat penggunaan alat.
DAFTAR PUSTAKA

Mardi, Z. D. 2005. Kandungan Kimia Minyak Atsiri Tumbuhan


PandanusamaryllifoliusRoxb. http://www.pustakaskripsi.com/kandungan-
kimia-minyak-atsiri-tumbuhan-pandanus-amaryllifolius-roxb-508.html. 26
Oktober 2015.

Pambudi, N.A. 2008. Menyulap Biomassa menjadi Energi.


http://netsains.com.menyulap-biomassa-menjadi-energi/. 25 Oktober 2015.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB-Press, Bandung.

Senjaya, Y. A. dan Surakusumah, W. 2007. Potensi Ekstrak Daun Pinus (Pinus


merkusii) Sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan. Jurnal
Perennial, 4(1): 1-4.

Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta

Utami, D.N. 2010. Ekstraksi. http://majarimagazine.com. 31 Oktober 2010.


LAMPIRAN
JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN VI

SKRINING FITOKIMIA

Hari / tanggal : Selasa / 10 Maret 2020

Nama : Mubin

NIM : 61608100818040

Kelompok : 10 (sepuluh)

Dosen pembimbing : Suhaera.,M.Pharm.Sci

Asisten dosen :

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

INSTITIUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya
secara alamiah serta fungsi biologinya. Kebanyakan tumbuhan menghasilkan
metabolit sekunder, metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah
metabolisme. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat
dibagi ke dalam tiga kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid, steroid,
dan saponin) alkaloid dan senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin).
Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas.
Pengobatan tradisional ini terus dikembangkan & dipelihara sebagai warisan
budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian, penelitian,
pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan dengan pendekatan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat tradisional biasanya digunakan dalam
bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh dari pemberi
pelayanan pengobatan.
Bukti empiris tentang penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional
oleh nenek moyang kita selama beratus-ratus tahun terbukti relatif aman. Jika
digunakan secara benar, obat tradisional jarang sekali menimbulkan efek
samping. Beragam upaya dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat
obat dimulai dari mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung di
dalamnya serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan
ciri khas. Namun, tidak semua tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri
khas itu dapat dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Penelitian dan
pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri
berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama dari segi
farmakologi maupun fitokimianya penelitian dilakukan berdasarkan indikasi
tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat
yang teruji secara empiris.
1.2 Maksud dan tujuan praktikum
Maksud dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk mengidentifikasi
kandungan kimia apa yang terdapat dalam ekstrak daun keben dan nyireh.
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk
mengidentifikasi kandungan kimia apa yang terdapat dalam ekstrak daun
keben dan nyireh dengan mereaksikan dengan beberapa pereaksi kimia.

1.3 Prinsip Praktikum


Ekstrak daun keben dan nyireh di reaksikan dengan beberapa pereaksi
tertentu sehingga meberikan reaksi yang berbeda-beda antara satu pereaksi
dengan peraksi lainnya. Perbedaan reaksi inilah yang menunjukkan terdapat
beberapa senyawa yang berbeda di dalam ekstrak tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan
menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan dalam
skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metoe ekstraksi (Kristianti
dkk., 2008).
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapisan
senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat. Cara ini digunakan
untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongan. Informasi awal
dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologu dari
suatu tanaman. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tanin, saponin,
kurkumin, kuinon, steroid atau terpenoid (Teyler V. E, 1988).
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder y ang disintesis dari
asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009).
Flavonoid adalah seny awa fenol, sehingga warnanya berubah bila
ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu
antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil,
khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987).
2. Alkaloida
Merupakan golongan zat tambahan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian
dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, sering kali bersifat
optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (Teyler. V. E, 1988). Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa
pereaksi pengendap . pereaksi mayer memberikan endapan warna putih.
Pereaksi dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida
dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika
setelah penyemprotan dengan pereaksi dragendorff membentuk warna
jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
3. Kuinon
Adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromor
pada benzokuinon, yang terdiri atas 2 gugus karbonil yang berkonjugasi
dengan 2 ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon
dapat dipilah menjadi 4 kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Untk memastikan adanya suatu
pigmen termasuk kuinonatau bukan, reaksi warna sederhana masih tetap
berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah
kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila
terjadi oksidasi oleh udara (Harborne. J. B, 1987).
4. Tanin
Merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik yang
banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada daun, buah dan
batang. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan dan
membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam
kehijauan dengan logam besi tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh dalam angiospermae terdapat khusus pada jaringan kayu.
Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk
kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Didalam tumbuhan, letak
tanin terpisah dari protein dan enzin sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak
misalnya bila hewan memakannya maka reaksi penyamakan dapat terjadi.
Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencerna
hewan pemakan tumbuhan (Gunawan, 2004).
5. Saponin
Merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang terbesar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air
dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan
penambahan asam (Leswara, 2005).
2.2 Uraian Bahan
1. Kloroform (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : CHLOROFORM
Nama lain : Kloroform
RM / BM : CHCl3 / 119,38
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas,
rasa manis dan membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah
larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak
atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Amonia ( FI Edisi III hal. 86)


Nama Resmi : AMMONIA
Nama lain : Amonia
RM / BM : NH3 / 35,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk
kuat.
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat di tempat yang sejuk
Kegunaan : Zat tambahan

3. Asam Clorida (Depkes RI, 1979 Halaman 53)


Nama resmi : ACIDUM HIDROCHIORIDUM
Nama lain : Asam Clorida, Asam Garam
RM / BM : HCl / 36,5
Pemerian :cairan tidak berwarna, berasap dan bau merangsang
jika diencerkan dua bagian air asap dan bau hilang.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup
Kegunaan : sebagai zat tambahan
4. FeCl3 ( Ditjen POM edisi III 1979 : 659)
Nama Resmi : FERRI CHLORIDA
Nama Lain : Besi (III) Klorida
RM/BM : FeCl3 / 162,5
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas
warna jingga dari garam hidrat yang telah
berpengaruh oleh kelembapan
Kelarutan : Larut dalam air, lautan berpotensi berwarna jingga
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

5. Natrium Nitrit (Ditjen POM, 1979 : 714)


Nama resmi : Natrii nitrit
Nama Lain : Natrium nitrit
RM/BM : NaNO2/69,00
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut
dalam etanol 95 % P
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai larutan baku /penitran
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

6. Natrium Hidroksida (Depkes RI, 1979 Halaman 421)


Nama resmi : NATRII HIDROCIDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : Na(OH)/40
Pemerian : bentuk batang massa hablur air keping-keping,
keras dan rapuh dan menunjukkan susunan hablur
putih mudah meleleh basa sangat katalis dan
korosif segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air
Kegunaan : sebagai zat tambahan.
7. Na2CO3 (Ditjen POM edisi III 1979 : 400)
Nama Resmi : NATRII CARBONAS
Nama Lain : Natrium karbonat
RM/BM : Na2CO3 / 124,00
Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, Lebih mudah larut dalam
air mendidih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

8. Reagen mayer
Pereaksi mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida

9. Reagen dragendorff
pereaksi dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida
dalam nitrit berair.

10. Reagen lieberman-bouchhardat


Mengandung asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat dan etanol.
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat yang digunakan


1. Tabung raksi dan rak tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Spatula
4. Beker gelas
5. Batang Pengaduk
6. Bunsen
7. Penjepit

3.2 Bahan yang digunakan


1. Klorofor
2. Ammonia
3. Prereaksi Mayer
4. Pereaksi Dragendorf
5. Pereaksi Liberman-Burchard
6. Serbuk Mg
7. HCL Pekat
8. HCL 1N
9. FeCl3
10. NaNO2
11. AlCl3
12. NaOH.
13. Na2CO3
3.3 Cara kerja
1. Identifikasi senyawa alkaloid

2. Identifikasi senyawa tanin

3.

Identifikasi senyawa saponin

4. Identifikasi senyawa flavonoid


5. Identifikasi senyawa steroid dan trirerpenoid
BAB VI

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak daun
keben dan nyireh. Skrining dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang
terdapat pada simplisia yang telah dibuat apakah memenuhi persyaratan yang
berlaku atau tidak.

Prosedur fitokimia yang digunakan untuk meidentifikasi kandungan zat aktif


dengan penapisan. Penapisan merupakan pengujian kimia yang bersifat sederhana
dengan menggunakan reagen yang selektif terhadapngan senyawa tertentu yang
memiliki limit deteksi yang rendah.

Hasil identifikasi alkaloid pada daun keben dan nyireh dengan penambahan
pereaksi Meyer menghasilkan endapan putih sedangkan pada penambahan
pereaksi Dragendorff menbentuk warna kuning. Hal tersebut sudah sesuai dengan
teori dari Depkes Ri yang menyatakan bahwa suatu zat mengandung alkaloid
positif jika diidentifikasi dengan pereaksi tersebut diatas menghasilkan endpan
atau keruh.

Pada identifikasi tanin, dilakukan dengan pembahan etanol pada masing-


masing eksterak keben dan nyireh kemudian diambil 1 ml dan ditambahakn FeCl3
2-3 tetes. Menghasilkan warna biru kehitaman yang artinya sampel positif
mnegandung tanin.
Pada identifikasi saponin setelah ekstrak keben dan nyireh masing-masing
ditambahkan 10 ml air dan dikocok ±1 menit lalu ditambahkan 2 tetes HCL 1N
menunjukkan hasil yang positif yaitu terbentuknya busa yang stabil selama ±7
menit.

Identifikasi terhadap flavonoid dilakukan dengan cara ekstrak ditambahkan air


panas lalu didihkan selama 5 menit. Diambil filtratnya kemudian ditambah
dengan serbuk Mg dan asam klorida pekat. Kedua sample menujukkan hasil
positif yaitu dengan terbentuknya warna merah.

Identifikasi yang terakhir adalah steroid. Sampel ditambahkan 3-5 tetes


pereaksi libermann-burchard.Hasil positif jika terbentuk warna biru atau hijau.
Hasilnya adalah ekstrak daun nyireh positif mengandung steroid sedangkan
ekstrak daun keben negatif atau tidak mengadung steroid.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat denan cepat
memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia
tertentu.
2. Hasil skrining fitokimia dari ekstrak daun keben yaitu positif
mengandung alkaloid, tanin safonin, flavonoid, triterpenoid dan negatif
mengandung steroid
3. Hasil skrining fitokimia dari ekstrak daun nyireh yaitu positif
mengandung alkaloid, tanin, saponin, flavonoid dan steroid.

5.2 Saran
1. Sebaiknya selalu gunakan APD yang lengkap saat praktikum dengan
bahan kimia yang berbahaya.
2. Selalu jaga kebersihan laboratorium sebelum dan setelah praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Didik dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid I,
Penebar Swadaya, Jakarta.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Terbitan Kedua, diterjemahkan oleh Dr.
Kosasih Padmawinata dan Dr. Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung, Hal :
70

Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar


Fitokimia. Surabaya: Airlangga UniversityPress. Hal. 23, 47.

Leswara, 2005, Buku Ajar Kimia Organik, Ari Cipta, Jakarta.

Tyler, V.E, et al. (1988). Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger.
Philadelphia.
LAMPIRAN
JURNAL PRAKTIKUM FRAMAKOGNOSI

INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA BATAM

NAMA : Mubin
PRODI : SI Farmasi
HARI/TANGGAL : Selasa/9 Juni 2020
MATA KULIAH : Farmakognosi
JAM / WAKTU : 09:00 WIB
JUDUL PRAKTIKUM : Fraksinasi dan Karakterisasi
TUJUAN : Memahami apa itu fraksinasi dan karakterisasi
DASAR TEORI
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair denga zat cair.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu
daru non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar
akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut
semi polar dan yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar (Harborne,
1987). Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan metode corong pisah atau
kromatografi kolom. Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam camuran antara
dua fase pelarut yang memiliki massa jenis berbda yang tidak bercampur
(Haznawati, 2012). Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lain
berupa pelarut organik lipofilik seperti eter, MTBE, diklormetana, kloroform
atau etil asetat. Kebanyakan pelarut organik berada diatas fase air kecuali
pelarut yang memiliki atom unsur halogen.
Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar abu total,
kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan
susut pengeringan, dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keseragaman
mutu simplisia agar memenuhi persyaratan standar simplisia dan
ekstrak.Penentuan kadar abu total sesuai dengan Apriantono (1988) dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu Pengabuan cara langsung (Cara Kering),
Pengabuan cara tidak langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua
zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC, zat yang tertinggal
kemudian ditimbang(Sudarmadji, 1996).  Sampel ditempatkan dalam suatu
kurs porselen. Krusporselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam
pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan
maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah
itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu
masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalamkrus dan catat sebagai berat b
gram. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang
umumnya berwarna putih abu-abu (Tamiang, 2011).
ALAT YANG DIGUNAKAN
 Corong pisah
 Furnace
 Statif dan Penjepit
 Desikator
 Beker gelas
BAHAN YANG DIGUNAKAN
 Ekstrak daun keben
 Ekstrak daun nyireh
PROSEDUR KERJA
Fraksinasi
1. Percobaan dimulai dengan memasukan ekstrak hasil maserasi dengan etil
asetat dan air kedalam corong pisah kemudian kocok-kocok tunggu dan
diamkan hingga terbentuk pemisahan dua lapisan dan pisah bagian airnya
2. hasil pemisahan menghasilkan fraksi 1, kemudian ditambahkan kembali
air, kocok-kocok tunggu hingga terbentuk pemisahan dua lapisan dan
dipisahkan bagian airnya
3. hasil pemisahan menghasilkan fraksi 2 dan cuplik fraksi yang diperoleh,
kemudian tambahakan kembali air kedalam corong, kocok-kocok tunggu
hingga terjadi pemisahan, dan dipisahkan bagian airnya.
4. hasil pemisahan menghasilkan fraksi 3 dan cuplik fraksi yang diperoleh,
kemudian tambahakan kembali air kedalam corong.
5. pada penambahan pelarut air yang ketiga ditambahkan NaCl 10%
sebanyak 5ml berfungsi untuk memperjelas pemisahan lapisan yang terjadi
karena pemisahan yang terbentuk tidak terlalu jelas.
6. Setelah ditambahkan nampak pemisahan yang jelas dan dipisahkan bagian
airnya, kemudian dilakukan hal yang sama hingga terjadi pemisahan,
dipisahkan bagian airnya yaitu lapisan bawah.
7. Cuplik fraksi yang diperoleh yaitu menghasilkan fraksi 4.

Karaktrrisasi ( penetapan Kadar abu )


a. Mengeringkan cawan porselen di dalam oven dengan suhu 105oC selama 1
jam.
b. Setelah keluar dari oven, mendinginkan cawan porselen dalam desikator
selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan menimbangnya.
c. Menimbang sampel sebanyak ± 5 gram dalam cawan yang sudah
dikeringkan kemudian mengovennya pada suhu 105oC selama 5 jam.
d. Mendinginkan cawan yang berisi sampel dalam desikator selama 15 menit
dan menimbangnya hingga beratnya konstan.
e. Kemudian mengarangkan sampel yang berada dalam cawan pada sebuah
kompor listrik hingga tidak mengeluarkan asap.
f. Memasukkan cawan porselen berisi sampel yangsudah diarangkan ke
dalam tanur bersuhu 600oC selama 6 jam hingga prosespengabuan
sempurna.
g. Memasukkan cawan porselen berisi abu ke dalam oven dengan suhu
105oCselama 1 jam.
h. Kemudian mendinginkan dalam desikator dan menimbangnya. Tahapan
ini dilakukanhingga mencapai bobot yang konstan.
REAKSI-REAKSI / HASIL PENGAMATAN /GAMBAR
Pada proses fraksinasi di gunakan alat corong pisah. Corong pisah memiliki
tutup pada bagian atasnya dan sebuah kran di bagian bawahnya. Ketika
menggunakan corong pisah untuk mencampurkan bahan yang menghasilkan gas
maka setiap beberapa waktu kran corong pisah harus di buka untuk mengeluarkan
gas didalamnya. Saat membuka krannya, perhatikan bahwa posisi cairan tidak
berada pada mulut tabung, serta tidak diarahkan gas yang keluar kepada manusia
karena berbahaya. juga perlu di perhatikan saat memasukkan bahan kedalam
corong pisah untuk selau ingat menutup kran corong pisah terlebih dahulu. Ketika
melakukan proses fraksinasi menggunakan corong pisah maka antara air, pelarut
dan zat lainnya akan terjadi pemisahan menjadi beberapa fase atau lapisan.
Kebanyakan pelarut organik berada diatas fase air kecuali pelarut yang memiliki
atom unsur halogen.pemisahan terjadi karena perbedaan polaritas dan masa jenis
pada larutan tersebut. Tujuan dilakukannya fraksinasi adalah untuk memisahkan
komponen-komponen senyawa aktif dari ekstrak yang telah dihasilkan.
Proses fraksinasi dilakukan dengan air, pelarut digunakan untuk
memisahkan senyawa yang terdapat dalam ekstrak hasil maserasi dengan etil
asetat dimana sampel mengandung pelaut yang memiliki senyawa polar, maka
akan ditarik oleh air kemudian dipisahkan bagian airnya.
Pada uji penetapan kadar abu total digunakan alat yaitu furnace. Furnace
disini digunakan sebagai alat pengabuan. Furnace berbeda dengan oven,
perbedaannya yaitu suhu oven lebih rendah dibandingkan dengan suhu furnace
yaitu berkisar antara 105ºC. Penentuan kadar abu total dimaksudkan untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan
yang digunakan dan penentuan abu total berguna sebagai parameter nilai gizi
bahan makanan
Kesimpulan :

Anda mungkin juga menyukai