Anda di halaman 1dari 13

Pengembangan Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang Kedelai) Sebagai

Minuman Probiotik Tinggi Isoflavon dan Rendah Kalori dengan


Pemanis Alami Daun Stevia Rebaudiana Bertoni.

Disusun Oleh:
1. Intan Wulandari 062119020
2. Nurzehan 062119026
3. Devi Intan Septianingsih 062119043
4. Siti Kholisoh 062119057
5. Raden Thasya Puteri 062119058

Kelas : Reguler (VA)

Dosen Pengampu:
Ade Heri Mulyati, M.Si.,

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................5
2.1. Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang Kedelai)..................................................................5
2.2. Minuman Probiotik..................................................................................................6
2.3. Isoflavon...................................................................................................................6
2.4. Rendah Kalori dan Antidiabetes...............................................................................8
BAB III METODE KERJA...........................................................................................................10
3.1. Pembuatan Pemanis Alami dari Daun Stevia Rebaudiana Bertoni.........................10
3.2. Pembuatan Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang Kedelai).............................................11
3.1. Tahap Analisis.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) tahun 2018 mengalami
peningkatan sebesar 0,5% hingga 8,3% dibandingkan dengan kejadian PTM pada
tahun 2013 (hasil utama RISKESDAS 2018, 2019). Salah satu penyebab dari
peningkatan kejadian PTM adalah diet atau pola makan tidak sehat sebagai akibat
dari terjadinya transisi pola konsumsi pangan, yaitu pola konsumsi pangan lokal
menjadi pola konsumsi pangan cepat saji. Hal ini dibuktikan oleh data yang
menunjukkan bahwa 36,8% penduduk Indonesia mengonsumsi makanan siap saji
dengan frekuensi 2-3 kali dalam seminggu. Umumnya makanan cepat saji
memiliki komposisi gula, lemak, garam, dan energi tinggi. Berdasarkan data
konsumsi pangan Indonesia, diketahui bahwa rata-rata penduduk Indonesia
mengonsumsi gula (4,8%), lemak (26,5%), dan natrium (52,7%) yang melebihi
kebutuhan harian.
Konsumsi makanan tinggi lemak dapat meningkatkan kadar serum Low
Density Lipopotein (LDL), sehingga menyebabkan oksidasi serum LDL yang
akan membentuk senyawa radikal bebas. Untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi lemak dan melindungi sel dari kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas dapat dilakukan dengan mengonsumsi pangan tinggi antioksidan.
Soyghurt dapat diperuntukan sebagai alternatif minuman tinggi
antioksidan. antioksidan utama dalam kacang kedelai adalah isoflavon yang
bioavailabilitasnya akan meningkat selama proses fermentasi. Isoflavon pada
kedelai dapat menurunkan resiko penyakit jantung dengan membantu
menurunkan kadar kolesterol darah. Protein kedelai telah terbukti mempunyai
efek menurunkan kolesterol yang dipercaya karena adanya isoflavon didalam
protein tersebut. Pembuatan soyghurt yang baik ditentukan melalui masa
fermentasi susu kedelai oleh bakteri asam laktat (BAL) ( Winarno, 1980).
Selain memiliki nilai gizi yang tinggi, soyghurt bisa pula dikonsumsi
sebagai makanan atau minuman rendah kalori dengan mengganti pemanisnya
dengan pemanis daun stevia. Stevia Rebaudiana Bertoni termasuk familia
Compositae. Stevia berasal dari distrik Amambai dan Iquaqu, perbatasan
Paraguay- Brazil-Argentina. Tumbuhan itu tumbuh liar atau dibudidayakan oleh
penduduk setempat dan dikenal dengan nama lokal Caa-hehe, Caaenhe atau Kaa-
he-e.
Penggunaan stevia sebagai pengganti gula pasir karena gula stevia
mempunyai tingkat kemanisan 200-300 kali kemanisan dari pemanis yang berasal
dari gula tebu, tetapi pemanis stevia ini berkalori rendah, tindak mengganggu rasa
minuman sirop, relatif tidak berbahaya karena tidak mengandung zat yang bersifat
karsinogenik dan telah dipasarkan dijepang, Taiwan dan Korea ( Inglet, G.E.,
1981). Rasa manis ini dihasilkan dari daun tanaman stevia tersebut yang
disebabkan adanya kandungan Glikoside dalam daun stevia tersebut. Glikosida ini
merupakan suatu senyawa yang terdiri dari gula dan bukan gula (aglukon).
Kelebihan lain menggunakan pemanis stevia adalah tidak menyebabkan kanker,
tidak menyebabkan karies gigi, mencegah obesitas, menurunkan tekanan darah
tinggi.
Penelitian yang dilakukan Labiba,dkk., (2020) menjelaskan bahwa
soyghurt (yoghurt susu kacang kedelai) telah memenuhi klaim tinggi isoflavon
berdasarkan acuan label gizi, dengan rasio penambahan kacang kedelai sebesar
25%, dengan kadar air (81,74%), kadar abu (0,49%), kadar lemak (11,61%),
kadar protein (5,98%), kadar genistein (240,46 μg/g), kadar daidzein (173,02
μg/g), tingkat keasaman (4,63), dan total BAL (3,7 x 107koloni/ml). Hal ini
menunjukkan bahwa soyghurt berpotensi sebagai minuman tinggi isoflavon.
Berdasarkan latar belakang dan studi literatur yang telah dilakukan bahwa
soyghurt berpotensi sebagai minuman tinggi isoflavon, tetapi penelitian terdahulu
masih menggunakan gula pasir sebagai pemanis minumannya, sedangkan
penelitian soyghurt dengan pemanis rendah kalori belum dilakukan. Oleh karena
itu, pada penelitian ini dilakukan penelitian soyghurt sebagai minuman tinggi
isoflavon dan rendah kalori menggunakan pemanis dari daun Stevia Rebaudiana
Bertoni.
1.2. Rumusan Masalah
Kacang kedelai memiliki kandungan senyawa kimia utama yaitu
isoflavon yang dapat difermentasi menjadi minuman yoghurt susu kacang kedelai
(soyghurt) sebagai minuman probiotik yang tinggi isoflavon. Hal ini terbukti dari
penelitian yang telah dilakukan dan didukung dari komposisi fitokimia yang
dimiliki kacang kedelai (Labiba dkk., 2020). Tetapi belum ada studi yang
mengembangkan pengujian soyghurt minuman probiotik tinggi isoflavon dengan
menggunakan pemanis alami berkalori rendah dari daun Stevia Rebaudiana
Bertoni.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi soyghurt
(yoghurt susu kacang kedelai) sebagai minuman probiotik yang tinggi kadar
isoflavonnya dan rendah kalori dengan menggunakan pemanis dari daun Stevia
Rebaudiana Bertoni.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang Kedelai)


Soyghurt atau yoghurt susu kacang merupakan produk fermentasi susu
kedelai dengan menggunakan bakteri, yaitu Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus bulgaricus yang telah umum digunakan dalam proses pembuatan
yogurt (Koswara, 1995). Bahan baku utama dari pembuatan soygurt ini adalah
susu kedelai yang diperoleh dengan cara perendaman kacang kedelai,
penggilingan dan penyaringan (ekstraksi). Dibandingkan dengan yogurt,
soygurt mempunyai beberapa keuntungan yaitu menggunakan kultur dalam
jumlah yang lebih kecil, pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar, lebih
kaya akan cita rasa dan jika dilakukan dalam rumah tangga, hanya memerlukan
1/6 dari harga yogurt di pasaran. Apabila dilihat dari segi gizinya, soygurt
mengandung kadar protein yang lebih tinggi dari yogurt (Winarno, 1984).
Hasil dari fermentasi sari kedelai tidak mengandung laktosa ataupun
kolesterol sehingga sangat baik untuk kesehatan, soyghurt juga dapat
menurunkan kolesterol total dan akumulasi trigliserida hati pada proses stress
oksidatif, mengurangi perut kembung, menghancurkan patogen yang tidak
diinginkan. (Cuenca et al., 2011; Irkin dan Eren, 2008).
Menurut penelitian Cavalini et al. (2009) juga menunjukkan bahwa
pemberian soyghurt pada hewan percobaan dapat meningkatkan kadar HDL
serta mencegah peningkatan autoantibodi terhadap LDL. Selain itu dalam
fermentasi sari kedelai terdapat senyawa antikolesterolemia yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sari non fermentasi. Konsumsi soyghurt juga bermanfaat
bagi keseimbangan ekosistem saluran cerna dengan cara meningkatkan populasi
bakteri probiotik dan menurunkan populasi bakteri patogen (Cheng et al.,
2005).
Komposisi nutrisi soyghurt mirip dengan susu, bahkan lebih lengkap dan
jumlahnya relatif lebih banyak, diantaranya kandungan vitamin B komplek,
kalsium dan protein. Selama proses fermentasi soyghurt berlangsung maka
terjadi sintesis vitamin B komplek, khususnya vitamin B1 (thiamin), vitamin
B2 (riboflavin), antioksidan daidzein, genestein, glisitein, basitracin, dan
beberapa asam amino essensial penyusun protein (Susanto dan Budiana, 2005).
Pada proses pembuatan soyghurt (fermentasi sari kedelai) sedikit sulit,
karena karbohidrat yang terdapat dalam sari kedelai berbeda dengan susu sapi,
pada susu sapi terdapat laktosa sedangkan pada sari kedelai tidak terdapat
laktosa (gula susu) melainkan karbohidrat yang dimiliki sari kedelai terdiri dari
golongan oligosakarida yang tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dan
sumber karbon bagi kultur starter bakteri. Agar proses fermentasi berhasil,
sebelum diinokulasi sari kedelai harus ditambah dengan gula. Gula yang dapat
digunakan antara lain sukrosa (gula pasir), glukosa, laktosa, fruktosa, dan susu
bubuk skim (Santoso, 2009).
2.2. Minuman Probiotik

Minuman probiotik merupakan salah satu jenis minuman fungsional yang


belakangan ini banyak dikembangkan serta memiliki manfaat kesehatan dan
mengandung mikroba hidup. Minuman probiotik diproses menggunakan
probiotik dari berbagai jenis bakteri. Pada produk-produk probiotik, salah satu
jenis mikroorganisme yang banyak digunakan sebagai mikroba probiotik adalah
bakteri asam laktat (BAL). Beberapa galur BAL yang berpotensi sebagai
agensia probiotik adalah Bifidobacterium, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus
casei, Lactobacillus acidophillus. (Dasar and Barrow (1985) dalam Harmayani,
dkk., 2001). Probiotik yang terkandung di dalam minuman probiotik memiliki
beberapa keuntungan yaitu dari segi nutrisi maupun terapeutik. Dari segi nutrisi
probiotik dapat meningkatkan jumlah produksi riboflavin, niasin, thiamin,
vitamin B6, vitamin B12, asam folat; meningkatkan jumlah ketersediaan
kalsium, besi, mangan, tembaga, dan fosfor bagi tubuh; serta meningkatkan
daya cerna dari protein serta lemak (Thantsha et al., 2012).
Dari segi teurapeutik, bakteri probiotik diklaim dapat mencegah
terjadinya beberapa kondisi seperti lactose intolerance, alergi, diare,
menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker usus besar, serta menghambat
keberadaan bakteri patogen yang terdapat di dalam sistem pencernaan (Halim
dan Zubaidah, 2013). Salah satu contoh minuman probiotik adalah soyghurt,
menurut Tamime dan Robinson (2007) soyghurt merupakan produk fermentasi
seperti yoghurt yang terbuat dari susu kedelai dengan menggunakan bakteri
probiotik seperti Streptococcus thermophillus, Lactobacillus acidophilus dan
Lactobacillus bulgaricus.
2.3. Isoflavon
Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan senyawa
polifenolik. Stuktur kimia dasar dari isoflavon hampir sama seperti flavon,
yaitu terdiri dari 2 cincin benzen (A dan B) dan terikat pada cincin C piran
heterosiklik, tetapi orientasi cincin B nya berbeda. Pada flavon, cincin B diikat
oleh karbon nomor 2 cincin tengah C, sedangkan isoflavon diikat oleh karbon
nomor 3 (Schmidl dan Labuza, 2000).
Isoflavon pada kedelai terdapat dalam empat bentuk, yaitu (1) bentuk
aglikon (non gula) : genistein, daidzein, dan glycitein; (2) bentuk glikosida:
daidzin, genistin dan glisitin; (3) bentuk asetilglikosida : 6”-O-asetil daidzin,
6”-Oasetil genistin, 6”-O-asetil glisitin; dan (4) bentuk malonilglikosida : 6”-O-
malonil daidzin, 6”-O-malonil genistin, 6”-Omalonil glisitin. Isoflavon utama
pada kedelai terdirI dari genistein (4’,5’7-tryhydroxyisoflavone) dan daidzein
(4’,7-dihydroxyisoflavone), serta turunan β-glikosida, gensitin dan daidzin.
Ditemukan juga sejumlah kecil senyawa isoflavon lainnya seperti glycitein
(7,4’-dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan glikosidanya (Wang dan Murphy,
1994). Secara alami, isoflavon pada kedelai hampir seluruhnya terdapat dalam
bentuk β-glikosida (glikon).
Studi klinis maupun epidemiologis beberapa peneliti menunjukkan peran
isoflavon kedelai dalam memberikan perlindungan dan menjaga kesehatan
tubuh, serta mencegah timbulnya berbagai penyakit. American Dietetic
Association (ADA) melaporkan bahwa konsumsi pangan alami akan
memberikan efek positif bagi kesehatan apabila dikonsumsi sebagai menu
pangan secara teratur pada dosis yang efektif. Indiana Soybean Board (1998)
menyarankan konsumsi isoflavon per hari sebesar 30-40 mg, sedangkan
Cassidy et al. (1994) menyatakan bahwa isoflavon sebesar 50 mg per hari sudah
cukup untuk memperoleh pengaruh klinis/biologis dalam tubuh.
Senyawa bioaktif isoflavon yang mengandung gugus fenolik telah
dilaporkan mempunyai kemampuan sebagai antioksidan dan mencegah
terjadinya kerusakan akibat radikal bebas melalui dua mekanisme, yaitu :
mendonorkan ion hidrogen (Saija et al., 1995; Arora et al., 1998), dan bertindak
sebagai scavenger radikal bebas secara langsung (Arora et al., 1998; Nijveldt et
al., 2001).
Dengan berperan sebagai antioksidan, isoflavon mempunyai kemampuan
untuk mencegah peroksidasi lipid. Dalam hal ini, isoflavon berfungsi sebagai
antioksidan primer karena berperan sebagai akseptor radikal bebas sehingga
dapat menghambat reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid. Castelluccio
et al., (1996) menyatakan bahwa antioksidan senyawa flavonoid dapat
mendonorkan hidrogen pada radikal bebas sehingga menghasilkan radikal stabil
berenergi rendah yang berasal dari senyawa flavonoid yang kehilangan atom
hidrogen. Radikal antioksidan yang terbentuk menjadi lebih stabil melalui
proses resonansi dalam struktur cincin aromatiknya, sehingga tidak mudah
untuk terlibat pada reaksi radikal yang lain (Lee et al., 2004).
2.4. Rendah Kalori dan Antidiabetes
Gula merupakan salah satu contoh pemanis alami yang paling populer di
masyarakat. Selain pemanis alami, terdapat juga pemanis sintetik. Pemanis
sintetik yang terbuat dari bahan kimia misalnya sakarin, siklamat, aspartam,
sukralosa, dan sebagainya. Pemanis-pemanis sintetik tersebut ternyata
mengandung berbagai kelemahan jika dilihat dari sudut pandang kesehatan.
Sebagai contohnya, zat pemanis sintetik sakarin dan siklamat merupakan jenis
zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes atau
konsumen dengan diet rendah kalori, ternyata dapat bersifat karsinogenik,
apabila digunakan secara berlebihan dan berkesinambungan dalam jangka
waktu yang lama (Mudjajanto, 2005). Padahal, kedua jenis pemanis sintetik
tersebut adalah yang banyak digunakan pada industri pangan. Adapun jenis
pemanis alami rendah kalori yang tidak berdampak negatif terhadap kesehatan
tubuh sangat diharapkan oleh masyarakat. Pemanis alami rendah kalori ini juga
dapat menjadi altenatif pemanis bagi para penderita diabetes yang menurunkan
kadar gula darah pada penderita diabetes tersebut. Yang bisa digunakan sebagai
antidiabetes.
Antidiabetes merupakan suatu aktivitas yang diberikan oleh senyawa
tertentu yang dapat mengobati penyakit diabetes. Hubungan antara konsumsi
gula dan penyakit diabetes adalah akibat asupan gula yang tinggi membuat
pankreas bekerja keras untuk memproduksi insulin yang dibutuhkan dalam
menormalkan kadar gula dalam darah. Produksi insulin yang berlebihan pada
akhirnya dapat menimbulkan kelelahan pankreas sehingga produksi insulin
akan menurun. Hal ini dapat berakhir dengan tingginya kadar gula dalam tubuh
dan akan mengakibatkan diabetes. Diabetes akan membuat banyak komplikasi
dalam tubuh.
Diet rendah kalori menyebabkan tubuh berada dalam kondisi lapar
sehingga lemak terbakar dan organ vital dapat terbebas kembali. Alhasil,
produksi insulin normal kembali, begitu pula dengan kinerjanya.(Djas, 2005).

2.1. Stevia Rebaudiana Bertoni


Stevia Rebaudiana Bertoni termasuk familia Compositae merupakan
tumbuhan tahunan berbentuk perdu basah, Tinggi tanaman 60-70 cm bercabang
banyak .Jumlah Kromosom 2n = 22. Duduk daun berhadapan, tunggal,
bentuknya sederhana lonjong dan langsing serta tepi daun bergerigi halus.
Tangkai daun pendek, tulang daun menyirip dan pada permukaan daun bagian
bawah kelihatan menonjol. Panjang helaian daun antara 2-5 cm (Anonim 1985).
Nama Stevia rebaudiana Bertoni Mengabadikan dua nama peneliti tumbuhan,
Dr. Moises Bertoni dan Dr. Ovidio Rabaudi (Tjasadiharja,1982).
Stevia berasal dari distrik Amambai dan Iquaqu, perbatasan Paraguay-
Brazil ± Argentina. Tumbuhan itu tumbuh liar atau dibudidayakan oleh
penduduk setempat dan dikenal dengan nama lokal Caa-hehe, Caaenhe atau
Kaa- he-e.
Terdapat senyawa glikosida yang diekstrak dari tanaman herbal dengan
spesies Stevia rebaudiana Bertoni. Senyawa glikosida steviolnya mempunyai
potensi, fungsi dan karakteristik pemanis yang lebih besar dari jenis-jenis
pemanis lainnya. Stevia mempunyai tingkat kemanisan 200 sampai dengan 300
kali dari sukrosa (Phillip, 1987).
Penggunaan steviosida dari Stevia rebaudiana Bertoni merupakan salah
satu terobosan baru dalam bidang pangan sebagai pemanis yang rendah kalori.
Contohnya pada produk yoghurt biasanya menggunakan pemanis untuk
meningkatkan rasanya, seperti sukrosa, dan pemanis berintensitas tinggi seperti
aspartam. Namun demikian, sebagian konsumen juga menghendaki yoghurt
rendah kalori. Oleh karena itu, perlu adanya pemanis yang digunakan untuk
substitusi gula dengan nilai kalori rendah sehingga konsumen tidak
dikhawatirkan dengan nilai kalori tersebut. Sehingga salah satu pemanis yang
dapat digunakan adalah steviosida. Steviosida adalah pemanis yang berbentuk
serbuk putih halus dan berintensitas tinggi, yang diisolasi dan dimurnikan dari
daun Stevia. Selain karena potensinya sebagai pemanis, Stevia rebaudiana
(Bertoni), tidak berbahaya, mengandung kalori yang rendah sampai dengan nol
kalori (Moraes et al, 2001).
Karena stevia tidak mengandung kalori, total asupan kalori harian akan
berkurang jika mengganti asupan gula dengan stevia. Cara ini bisa membantu
menjaga atau mengurangi berat badan, asalkan tidak makan secara berlebihan,
sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes atau bagi yang takut gemuk
yang bisa digunakan sebagai diet rendah kalori.
Diet rendah kalori menyebabkan tubuh berada dalam kondisi lapar
sehingga lemak terbakar dan organ vital dapat terbebas kembali. Alhasil,
produksi insulin normal kembali, begitu pula dengan kinerjanya. Kelebihan lain
dari ekstrak daun stevia adalah memiliki aktivitas penurunan kadar gula darah
yang berarti (efek hipoglikemik) (Djas, 2005). Hal ini sangat berarti bagi
kesehatan masyarakat dan penderita diabetes pada khususnya. Dengan efek
hipoglikogikemik yang berarti maka keseimbangan kadar gula darah dapat
dijaga. Oleh karena itu, ekstrak daun stevia ke depan sangat berpotensi untuk
menjadi pemanis alami rendah kalori dan menjaga keseimbangan gula darah.
BAB III
METODE KERJA

3.1. Pembuatan Pemanis Alami dari Daun Stevia Rebaudiana Bertoni


a. Persiapan Sampel Daun Stevia
Daun Stevia yang akan digunakan dicuci bersih denagn air,
kemudian digunting kecil-kecil dan selanjutnya dikeringkan pada
temperature 40oC. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi
kadar air, supaya masa penyimpanan yang agak lama dan dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan yang diinginkan. Setelah kering
dilakukan penyeragaman ukuran sampel dengan cara ditumbuk atau
diblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Wuryantoro,2014).
Selanjutnya ditentukan kadar air dalam sampel daun Stevia tersebut
dengan kadar air maksimal sebesar 10%.
b. Tahap Ekstraksi Padat-Cair
Setelah sampel daun Stevia dihaluskan, dilakukan proses ekstraksi
padat-cair dengan pelarut aquades, dilakukan dengan metode ekstraksi
cara panas. Ekstraksi sistem panas dilakukan dengan menggunakan
pelarut air, dan perbandingan padatan:cairan adalah 1:10, dengan
temperature bervariasi yaitu 40oC, 55oC, dan 70oC (Buchori, 2007),
selama 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Ekstraksi ini dilakukan untuk
penentuan kondisi operasi atau optimum.
c. Ekstraksi Cair-Cair (pembuatan Gula Pasir)
Selanjutnya adalah proses deklorofilisasi pada filtrat hasil ekstraksi
padat-cair dengan menambahkan kloroform dan dimurnikan dengan
menambahkan etanol 30% dan karbon aktif, kemudian dipanaskan pada
temperatur 60oC selama 15 menit.
Proses ekstraksi ini dilakukan untuk menjernihkan gula cair
Steviosida dari kotoran yang menyertainya atau untuk memperoleh gula
cair dengan visualisasi yang baik. Selain itu dilakukan pula ekstraksi
dengan kombinasi pelarut etanol 30% dan air dengan perbandingan 30:70,
40:60, dan 50:50. Penjernihan larutan dilakukan dengan menambahkan
bentonit.
d. Tahap Analisis Gula Pasir
Pada tahap ini, gula cair hasil ekstraksi stevia dikarakterisasi dengan
cara menentukan konsentrasi gula (% brix), gugus fungsi, pH, indeks
bias, berat jenis, dan panjang gelombang dengan menggunakan
instrument spektrofotometer FTIR.
3.2. Pembuatan Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang Kedelai)

a. Tahap Pembuatan Susu Kacang Kedelai


menyortir kacang kedelai dan mencuci. Kemudian, merendam
kacang kedelai dengan air (1:3) selama 12 jam, lalu ditiriskan. Setelah itu,
menerendam kacang kedelai dengan air dan NaHCO 3, 0,5% selama 30
menit, lalu bilas dengan air mengalir. Selanjutnya memisahkan kacang
kedelai dengan kulit ari. Kemudian, memblender kacang kedelai dengan
air (85oC) selama 10 menit, setelah itu menyaring sari kacang kedelai
dengan kain blacu. Setelah itu, mencampur sari kacang kedelai dengan
gula pasir dan bubuk susu skim. Kemudian, memanaskan susu kacang
kedelai hingga bersuhu 80oC. Terakhir, mendinginkan susu kacang
kedelai hingga bersuhu 42oC.
b. Tahap Pembuatan Soyghurt
membuat kultur bakteri starter dengan cara menambahkan bakteri
starter ke dalam 100-200 ml susu kacang kedelai. Lalu, menginokulasikan
susu kacang kedelai dengan kultur bakteri starter. Kemudian,
menginkubasi soyghurt ke dalam inkubator sederhana selama 18 jam
dengan suhu 35-37oC. Terakhir, mendinginkan soyghurt di dalam kulkas
dengan suhu 4 oC untuk menghentikan proses fermentasi.
3.1. Tahap Analisis
a. Gula Cair hasil ekstraksi stevia dikarakterisasi dengan cara menentukan
konsentrasi gula (% brix), gugus fungsi, pH, index bias, berat jenis, dan
panjang gelombang menggunakan Instrumen FTIR.
b. Soyghurt dilakukan analisis uji proksimat, yaitu uji kadar air, kadar abu
yang sesuai dengan SNI 01-2981-2009, uji kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat, dan kadar isoflavon bebas (Genistein dan Daidzein).
c. Tahap Analisis SIfat Fisik untuk soyghurt, yaitu uji viskositas, pH, Total
Bakteri asam laktat (BAL).
DAFTAR PUSTAKA

Arora, A., M.G. Nair, and G.M. Strasburg. 1998. Structure – activity relationships for
antioxidant activities of a series of flavonoids in a liposomal system. Free
Radic. Biol. & Med.
Cassidy, A., S. Bingham, and K.R.D. Setchell. 1994. Biological effects of soy protein
rich in isoflavones on the menstrual cycle of premenopausal woman. Am J.
Clin. Nutr
Castelluccio, C., G.P. Bolwell, C. Gerrish, and C. Rice-Evans. 1996. Differential
distribution of ferulic acid to the major plasma constituens in relation to its
potential as an antoxidant. J. Biochem.
Coward, L., M. Smith, M. Kirk, and S. Barnes. 1998. Chemical modification of
isoflavones in soyfoods during cooking and processing. Am. J. Clin. Nutr.
Heim, K.E., A.R. Tagliaferro, and D.J. Bobilya. 2002. Flavonoid: chemistry,
metabolism and structure-activity relationship. J. Nutr. Biochem.
Hanifah, nurul. 2016. PENGARUH PENAMBAHAN DAUN JERUK PURUT,
SEREH, DAN JAHE TERHADAP AROMA LANGU (BEANY FLAVOR).
http://lib.unnes.ac.id/28124/1/5401410083.pdf. Diakses pada tanggal 2
Oktober 2021.
Harmayani, Ngatirah, Rahayu, Endang, Utmi, Tyas, 2001. Ketahanan dan Viabilitas
Probiotik bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan Kulture Kering
dengan Metode Freeze Drying da Spray Drying. Jurnal teknologi Pangan Vol
XII Uiversitas Gajah Mada
Halim, Christine N dan Elok Zubaidah. 2013. Studi Kemampuan Probiotik Isolat
Bakteri Asam Laktat Penghasil Eksopolisakarida Tinggi Asal Sawi Asin
(Brassica juncea). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 1
Indiana Soybean Board. 1998. Isoflavone Concentration in Soy Foods
www.soyfood.com.nutrition/isoflavon econcentration.html.
Lee, J., N. Koo, and D.B. Min. 2004. Reactive oxygen species, aging, and
antioxidative nutraceuticals. Compre Rev. in Food Sci. and Food Safety.
Labiba, Naila Maziya, dkk. 2020. Pengembangan Soyghurt (Yoghurt Susu Kacang
Kedelai) Sebagai Minuman probiotik Tinggi Isoflavon. Jakarta: Universitas
Pembangunan Nasional “VETERAN”. Joinly published by IAGIKMI 7
Universitas Airlangga.
Naim, M.B., Gestetner, S. Zilkah, Y. Bilk, and A. Bondi. 1974. Soybean isoflavone,
characteristic, determination and antifungal activity. J. Agric. Food Chem.
Nijveldt, R.J. et al. 2001. Flavonoids : a review of probable mechanism of action and
potential applications. Am. J. Clin. Nutr.
Nurkhasanah. 2019. KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA MINUMAN PROBIOTIK SOY-
YAMGHURT.http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15748/14
7051008.pdf?sequence=1&isAllowed=y. diakses pada tanggal 2 Oktober
2021.
Oteiza, P.I., A.G. Erlejman, S.V. Verstraeten, C.L. Keen, and C.G. Fraga. 2005.
Flavonoid-membrane interactions : A protective role of flavonoids at the
membrane surface? Clin. & Dev. Immunol.
Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. CRC Press,
Boca Raton, USA.
Schmild, M.K. and T.P. Labuza. 2001. Essentials of Functional Foods. Aspen
Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland.
Santoso, 2009. Susu dan yoghurt kedelai. Laboratorium Kimia Pangan Faperta. Uwg,
http://labfpuwg.files.wordpress.com/2010/02/susudanyoghurtkedelai.
Thantsha, M.S., et al. 2012. Probiotics – What They Are, Their Benefits and
Challenges : New Advance In The Basic and Clinical Gastroenterology.
University Of Pretoria : South Afrika
Tamime, A.Y. and R.K. Robinson. 2007. Yoghurt science and technology. 3rd ed.
Abington, Cambridge, England: Woodhead Publishing Ltd, CRC Press, LLC,
NW, USA
Widyani, R. R., dan Suciaty, T., 2008. Prinsip pengawetan pangan. Swagati Press.
Cirebon. 85 halaman.
Winarno, F. G., 1992. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D., 2003. Pengantar teknologi
pangan. Gramedia, Jakarta.
Wahyudi, A., dan Samsundari, S., 2008. Bugar dengan susu fermentasi. Universitas
Muhammadiyah Malang Press, Malang.
Wang, H. and P.A. Murphy. 1994. Isoflavone content in commercial soybeans foods.
J. Agric. Food Chem.
Zubik, L. and M. Meydani. 2003. Bioavability of soybean isoflavon from aglycone
and glucoside form in american women. Am. J. Clin. Nutr.

Anda mungkin juga menyukai