Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pasca salin merupakan penyebab kematian maternal yang
penting meliputi hampir ¼ dari seluruh kematian meternal di seluruh dunia.
Penyebab perdarahan pasca salin yang paling sering adalah uterus tidak dapat
berkontraksi baik untuk menghentikan perdarahan dari bekas insersi plasenta
(tone), trauma jalan lahir (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang
menghalangi kontraksi rahim yang adekuat (tissue), dan gangguan
pembekuan (thrombin). Saat ini telah dikeluarkan rekomendasi untuk
melaksanakan manajemen aktif persalinan kala III sebagai upaya pencegahan
perdarahan pasca salin, akan tetapi masih terdapat beberapa permasalahan
yang belum terselesaikan seperti kesepakatan langkah-langkah intervensi,
metode-metode yang terbaik, dan syarat-syarat yang diperlukan untuk
pemakaian langkah-langkah tersebut secara aman.
Selain mortalitas maternal, morbiditas maternal akibat kejadian
perdarahan pasca salin juga cukup berat, sebagian bahkan menyebabkan cacat
menetap berupa hilangnya uterus akibat histerektomi. Morbiditas lain
diantaranya yaitu anemia, kelelahan, depresi, dan risiko tranfusi darah.
Histerektomi menyebabkan hilangnya kesuburan pada usia yang masih relatif
produktif sehingga dapat menimbulkan konsekuensi sosial dan psikologis.
Selain itu di ketahui bahwa perdarahan pascasalin yang masif dapat
mengakibatkan nekrosis lobus anterior hipofise yang menyebabkan Sindroma
Sheehan’s.
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu
tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh
perdarahan post partum. Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung
pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah
dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang
masih tinggi di Indonesia (46 %) serta fasilitas transfusi darah yang masih
terbatas menyebabkan Perdarahan Pascapersalinan dan akan menganggu
penyembuhan pada masa nifas terhadap proses involusi, dan laktasi. Sebagai
patokan, setelah persalinan selesai maka keadaan akan disebut “aman” bila
kesadaran dan tanda vital ibu baik, kontraksi uterus baik, dan tidak ada
perdarahan aktif/merembes dari vagina, tentunya juga dilakukan pengawasan
yang baik selama masa nifas.
Perdarahan Pascapersalinan dapat menyebabkan kematian ibu 45 %
terjadi 24 jam pertama setelah kelahiran bayi, 68-73 % dalam satu minggu
setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu setelah bayi lahir (Sarwono,
2009). Trias keterlambatan pun sudah lama di ketahui menjadi penyebab
terjadinya kematian maternal yaitu terlambat merujuk, terlambat mencapai
tempat rujukan, dan terlambat mendapat pertolongan yang adekuat di tempat
rujukan. Dua faktor yang pertama sering terjadi di negara-negara
berkembang. Sedangkan faktor ketiga bisa terjadi baik di negara berkembang
maupun di negara maju. The Confidential Enquiries menekankan bahwa
kematian karena perdarahan pasca salin disebabkan “too little done & too
late“, oleh karena itu perdarahan pasca salin yang merupakan komplikasi
obstetri ini merupakan masalah yang sangat menantang bagi para klinisi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada

ibu dengan perdarahan kala IV primer, yang menggunakan pola pikir

ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney.

2. Tujuan Khusus

Dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu asuhan kebidanan pada ibu

dengan perdarahan kala IV primer, penulis mampu:

a. Menjelaskan konsep dasar teori pada ibu dengan perdarahan kala IV

primer.
b. Melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu pada ibu dengan

perdarahan kala IV primer dengan menggunakan pendekatan

manajemen kebidanan menurut Varney.

1) Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif.

2) Mengidentifikasi diagnosa/masalah, yang terdiri atas penentuan

diagnosa atau masalah yang sesuai dengan keadaan klien.

3) Mengidentifikasi masalah potensial.

4) Mengidentifikasi kebutuhan segera.

5) Mengembangkan rencana atau intervensi asuhan secara menyeluruh.

6) Melakukan implementasi sesuai dengan rencana asuhan yang telah

disusun.

7) Melakukan evaluasi tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan,

dengan mengkaji ulang pengetahuan klien setelah dilakukan

intervensi dan implementasi.

c. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin

d. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu dengan perdarahan

kala IV primer menggunakan catatan SOAP.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari
normal,apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital dan kesadaran,
maka penanganan harus segera dilakukan (Sarwono,2009). Definisi
tersebut sama dengan (Prawiroharjo, 2002) Perdarahan postpartum adalah
perdarahan setelah bayi lahir, sedangkan tentang jumlah perdarahan, di
sebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik 90/100
x/menit, kadar Hb 8 gr%.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir termasuk perdarahan karena retensio
plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih
dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar,
2005). Dan definisi perdarahan adalah kehilangan darah secara abnormal.
Rata-rata kehilangan darah selama kelahiran pervaginam yang ditolong
dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml, tapi belum dipelajari
dan diuji, kehilangan darah rata-rata selama secsio sesaria sekitar 1000 ml
(Varney, 2008).

2. Klasifikasi Perdarahan Post Partum


Menurut Wiknjosastro (2005), perdarahan post partum
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Perdarahan post partum primer : sejak kelahiran sampai 24 jam pasca
partum.
b. Perdarahan post partum sekunder : 24 jam sampai 6 minggu pasca
partum
c. Dan menurut Sarwono (2008), perdarahan post partum dibagi
menjadi :
1) Perdarahan post partum primer : terjadi dalam 24 jam pertama
dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri,berbagai robekan jalan
lahir,dan sisa sebagaian plasenta. Juga karena inversio uteri yang
jarang terjadi.
2) Perdarahan post partum sekunder : terjadi setelah 24 jam
persalinan, biasanya karena sisa plasenta.

3. Etiologi Perdarahan Postpartum Primer


a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan
cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika
uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta,
maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari
bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan
diantara serabut otot tadi (JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik,
2007).
Perdarahan post partum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum, karena perlukaan pada
jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan post partum. Atonia uteri dapat terjadi karena
proses persalinan yang lama, perdarahan rahim yang berlebihan pada
waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar, persalinan
yang sering dijumpai (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia
uteri, rahim membesar dan lembek.
Perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan masase
perdarahan dan suntikan ergometin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat,
dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan
temponade uterus vaginal. Yaitu dimasukan tampon ke dalam rahim
sampai rongga rahim terisi penuh (Wiknjosastro, 2005).
b. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir setengah jam
sesudah bayi lahir (Wiknjosastro, 2002).
c. Laserasi jalan lahir atau trauma jalan lahir
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi dan robekan yang
dialami selama proses melahirkan baik yang normal ataupun dengan
tindakan. Jalan lahir harus diinspeksi sesudah tiap kelahiran selesai
sehingga sumber perdarahan bisa dikendalikan. Tempat-tempat
perdarahan tersebut mencakup : lokasi episiotomi, vulva, vagina dan
serviks serta uterus yang ruptur. Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua tersering dari perdarahan post partum. Robekan dapat
terjadi bersamaan dengan atonia uteri.perdarahan post partum dengan
uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
servik atau vagina (Wiknjosastro, 2005).
d. Kelainan faktor bekuan darah
Afibrinogemi atau hipofibrinogemi dapat terjadi setelah
abrupsio/solusio plasenta, retensio uteri, janin mati yang lama di
dalam rahim dan pada emboli cairan ketuban. Salah satu teori
etiologik memperkirakan bahwa bahan tromboplastik yang timbul dari
degenerasi dan otolisis desidua serta plasenta dapat memasuki
sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta
penurunan fibrinogen yang beredar. Kegagalan tersebut yaitu
kegagalan pada mekanisme pembekuan, menyebabkan perdarahan
yang tidak dapat dihentikan dengan yang biasanya dipakai untuk
mengendalikan perdarahan.
Kelainan bekuan periportal adalah faktor yang beresiko tinggi
pada perdarahan masa nifas tetapi umumnya sangat jarang terjadi.
Pasien dengan masalah pembekuan dapat menimbulkan perdarahan
postpartum, karena ketidakmam-puannya untuk membentuk bekuan
darah yang stabil di tempat pelekatan plasenta (Manuaba, 2007).

4. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah
dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh
darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix,
vagina dan perineum (Khaidir, 2008).

Kehilangan Darah
Atonia Uteri (Tonus)
Penatalaksanaan Manajemen > 500 ml, 24 jam
Kala III : pertama (primer) Robekan Jalan Lahir
Oxytocin (Trauma)
PTT
masase uterus Retensio Placenta
(Tissue)
Penanganan umum : Gangguan Pembekuan
Selalu siapkan tindakan gawat darurat
Tata laksana persalinan kala iii secara Darah (Trombin)
aktif
Minta pertolongan pada petugas lain
untuk membantu bila
dimungkinkan.
Lakukan penilaian cepat keadaan umum
ibu meliputi kesadaran,
nadi,tekanan darah,pernapasan ,dan
Perdarahan hebat
suhu.
Jika terdapat syok lakukan segera
penanganan.
Periksa kandung kemih,bila penuh
kosongkan. syok kem
Cari penyebab perdarahan dari lakukan atian
pemeriksaan untuk menentukan
penyebab perdarahan.
5. Tanda Gejala
Manifestasi klinis terjadinya perdarahan post partum primer menurut
Vietha (2008), adalah :
a. Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi
b. Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam)
c. Perdarahan > 500 cc/24 jam
d. Distensi kandung kemih
Terjadi perdarahan rembes atau mengucur, saat kontraksi uterus
keras, darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok,
padapemeriksaan inspekulo terdapat robekan pada vagina, serviks atau
varises pecah dan sisa plasenta tertinggal (Purwadianto, dkk, 2000). Dan
menurut Sarwono (2009), ialah terjadinya perdarahan lebih dari
normal,apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun,pucat,limbung,berkeringat dingin,sesak nafas, serta
tensi <90 mmHg dan nadi >100 x/mnt).
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok
yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu
lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia
tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan
darah menurun. Diagnosis perdarahan dipermudah apabila pada tiap-tiap
persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam
kala III dan satu jam berikutnya (Mochtar, 2005).
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum menurut Mochtar
(2005), adalah :
a. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
b. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
c. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
1) Sisa plasenta dan ketuban.
2) Robekan rahim.
3) Plasenta suksenturiata.
d. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises
yang pecah.
e. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, Clot
Observation Test (COT), dan lain-lain.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdarahan Postpartum


a. Perdarahan pascapersalinan dan usia
Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu Wanita yang
melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada
usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan
akan lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal
pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5
kali lebih tinggi daripada perdarahan post partum yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali setelah
usia 30-35 tahun. (WHO memberikan rekomendasi sebagaimana
disampaikan Seno (2008), seorang ahli kebidanan dan kandungan
dari RSUPN Cipto Mangunkusumo).
b. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009),
paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan
grandemultipara.
Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang
pernah melahirkan bayi aterm.
Klasifikasi Paritas :
1) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak,
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).
2) Multipara
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009).
3) Grandemultipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam
kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas
yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang
terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang
termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu
yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini
dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan post partum
menjadi lebih besar. WHO, 2002:79 menguraikan paritas tinggi
memiliki resiko abrupsi plasenta
c. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu
serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan
tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama
perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang
mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini
perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi
dengan cepat (Wiknjosastro, 2005).
d. Perdarahan pascapersalinan dan anemia kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika
hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan
akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah
nilai normal.
Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini
mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya
jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat
dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman
oksigen ke organ-organ vital (Anderson, 2007).
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama
saat kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi
berakibat negatif seperti :
1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan,baik sel tubuh
maupun sel otak,
2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen
yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga
dapat memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada
bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2007).
Setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh, apabila
cadangan Fe minimal akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume
30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34
minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30%, dan
hemoglobin sekitar 19%. Hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11
gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia
hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%
(Manuaba, 2010).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga
akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada
ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri.
Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia
uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak (Manuaba, 2007). Dan
(WHO,2002) menyatakan bahwa anemia pada saat kehamilan akan
beresiko terjadi DIC (koagulasi intravaskular diseminata).
e. Perdarahan pascapersalinan dan faktor medis
Faktor medis (Depkes, 2001).
1) Anemia
2) Penyakit-penyakit lain, misalnya diabetes melitus,hepatitis.
f. Perdarahan pascapersalinan dan faktor yang sering terjadi
Faktor umum terjadinya perdarahan post partum menurut Mochtar
(2005), adalah :
1) Keadaan umum ibu yang lemah karena Anemia
Ibu yang mengalami anemia akan mengalami kekurangan O2 yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang mengalir di tubuh menjadi
berkurang, lalu menyebabkan tenaga ibu berkurang dan selanjutnya
kontraksi uterus pun juga mengalami kelemahan. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya perdarahan.
2) Multiparitas
Ibu yang sudah bekali-kali melahirkan anak. Keadaan uterusnya
akan mengalami perubahan dalam hal keelastisitasan. Semakin
elastic dan besar ukuran uterus tersebut maka kontraksi tersebut akan
semakin lambat sehingga perdarahan pun terjadi.
3) Pasca tindakan operasi
Seorang ibu yang telah mengalami operasi di bagian alat kandungan
akan menjadi lebih rawan mengalami perdarahan. Hal ini
dikarenakan kemungkinan terbukanya kembali luka bekas oprasi
sehingga perdarahan akan terjadi dari luka tersebut.
4) Distensi uterus berlebih
Keadaan distensi uterus ini dapat terjadi pada kehamilan kembar,
kehamilan dengan hidramnion, dan janin yang besar. Sama halnya
dengan multiparitas, ukuran uterus pada kehamilan ini akan lebih
besar dan bisa menyebabkan lemahnya kontraksi.
5) Kelelahan ibu
Kelelahan ibu ini dapat terjadi pada persalinan prolong labour atau
partus lama yaitu partus >12 jam atau kala I fase laten >8 jam atau
pada patograf melebihi garis waspada. Negleted labour atau partus
terlantar. Partus terlantar ini adalah kelanjutan dari partus lama
dimana ibu yang sudah mengalami partus lama dan tidak
mendapatkan penanganan lebih lanjut, sehingga terjadilah partus
terlantar.
6) Trauma persalinan
Yaitu terjadinya robekan pada vagina dan perineum, servik, fornik,
uterus.
7) Gangguan kontraksi
Terjadinya covalaire uteri atau timbulnya bercak-bercak pada uterus.
Keadaan ini biasa terjadi pada kasus solusio plasenta.

7. Komplikasi
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah hipotensi, anemia, dan
turunnya berat badan. Penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat
genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme
dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi (Rochmat,
2008).
Akibat jangka panjang dari HPP yang parah dan syok dapat berupa
Sindrom Sheehan. Sindrom ini disebabkan oleh hipovelemia yang dapat
mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis ini dapat
mempengaruhi fungsi endrokrinyang mana mengakibatkan kegagalan
laktasi dan penuaan dini (WHO, 2002).

8. Penatalaksanaan
a. Pengelolaan umum, menurut (PONED, 2006) :
1) Selalu siapakan tindakan gawat darurat
2) Tata laksana persalinan kala II secara aktif
3) Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu ibu bila
memungkinkan
4) Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran
dan TTV
5) Jika terdapat syok lakukan segera penanganan syok
6) Perikasa kandung kemih, bila penuh segera kosongkan
7) Cari penyebab perdarahan dari melakukan pemeriksaaan untuk
menentukan penyebab perdarahan.
b. Penanganan umum, menurut (Manuaba, 2001)
Perbaikan keadaan umum dengan :
1) Pemasangan infus
2) Transfusi darah
3) Pemberian antibiotik
4) Pemberian uterotonika
5) Pada keadaan gawat dilakukan rujukan ke rumah sakit
c. Pada robekan serviks, vagina dan perineum, perdarahan diatasi
dengan jalan menjahit/heacting.
d. Penanganan khusus :
1) atonia uteri
2) retensio plasenta
3) inversio uteri
4) rupture uteri
e. Pemeriksaan Penunjang, menurut Doenges (2001) :
1) Golongan darah : menentukan Rh, golongan ABO, dan
pencocokan silang
2) Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan atau
peningkatan jumlah sel darah putih (SDP) (perpindahan ke
kiri,dan penigkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi)
3) Kultur uterus dan vaginal : mengesampingkan infeksi
pascapartum
4) Urinalisasi : memastikkan kerusakan kandung kemih
5) Profil koagulasi : penigkatan degradasi kadar produk
finrin/penurunan kadar fibrinogen
6) Sonografi : menentukkan adanya jaringan plasenta yang
tertahan.
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan pada ibu nifas dengan perdarahan postpartum
primer
I. PENGKAJIAN
a. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Nama :
Umur : Perdarahan post partum yang mengakibatkan
kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan post partum
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
post partum meningkat kembali setelah usia 30-
35 tahun. (WHO memberikan rekomendasi
sebagaimana disampaikan Seno (2008) seorang
ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN
Cipto Mangunkusumo).
Agama :
Suku/ Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

2. Keluhan utama:
Umumnya klien mengeluh keluar keringat dingin, sesak nafas,
limbung (lemas) (Sarwono,2009).

3. Riwayat Kesehatan Klien


a) Riwayat Kesehatan yang lalu
1) Penyakit/ Kelainan Reproduksi :
2) Penyakit Kardiovaskuler :
3) Penyakit Darah :
4) Ibu yang mengalami anemia akan mengalami
kekurangan O2 yang mengakibatkan sirkulasi darah yang
mengalir di tubuh menjadi berkurang, lalu menyebabkan
tenaga ibu berkurang dan selanjutnya kontraksi uterus
pun juga mengalami kelemahan. Keadaan inilah yang
menyebabkan terjadinya perdarahan (Mochtar, 2005).
5) Penyakit Paru-paru :
6) Penyakit Saluran Pencernaan :
7) Penyakit Hati :
Hepatitis yang terjadi selama kehamilan dapat
menyebabkan karioamnionitis selama persalinan (WHO,
2002).
8) Penyakit Ginjal & Saluran Kencing
9) Penyakit Endokrin :
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan
diabetes melitus akan meningkatkan resiko janin
terjadinya makrosomia, dan trauma persalinan (Sarwono,
2010).
10) Penyakit Saraf :
11) Penyakit Jiwa :
12) Penyakit Sistem imunologi :
13) Penyakit Infeksi :
b) Riwayat Kesehatan sekarang :
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati,
2009).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit DM kebanyakan adalah penyakit keturunan, bukan
penyakit menular (Misnadiarly, 2006).

5. Riwayat Menstruasi
Merupakan dasar untuk menentukan usia kehamilan dan
perkiraan taksiran partus (Varney, 2006).

6. Riwayat Obstetri

Kehamilan Persalinan Anak Nifas


L
S J
No. A a
u e Abnor
n U Tmp J BB k
a Peny n Pnlg Peny HM malita Peny
a K t K /PB t
m i s
k s
i s
i

a) Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat


persalinan buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca
persalinan (Suryani, 2008).
b) Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa anemia
bermakna sebagai faktor risiko yang mempengaruhi
perdarahan postpartum primer. Ibu yang mengalami anemia
berisiko 2 kali mengalami perdarahan postpartum primer
dibanding ibu yang tidak mengalami anemia.
c) Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan diabetes
melitus akan meningkatkan resiko janin terjadinya
makrosomia, dan trauma persalinan (Sarwono, 2010).
d) Kehamilan dengan hipotiroid menyebabkan sindrom
seperti hiperemesis, PIH, perdarahan pascapartum dan
sindrom seperti perdarahan pascapartum (Varney, 2008).
e) Polihidramnion menyebabkan perdarahan pascapartum
segera yang disebabkan atoni uterus akibat distensi
berlebihan (Buku Ajar Asuhan Kebidanan, 2007).
f) Penyakit Von Willebrand meningkatkan resiko perdarahan
pascaprtum (Samuels, 2002 dalam Buku Ajar Asuhan
Kebidanan, 2007).

7. Riwayat Kontrasepsi :

8. Pola Fungsional Kesehatan :

Pola Keterangan
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori.
Nutrisi Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein,
banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan
Diuresis terjadi berhubungan dengan pengurangan
volume darah, hal ini berlangsung sampai 2-3 hari post
partum
Setelah plasenta lahir estrogen menurun sehingga
Eliminasi tonus otot seluruhnya berangsur pulih kembali, tapi
konstipasi mungkin tetapi terjadi dan mengganggu
hari-hari pertama post partum.
Kesulitan untuk berkemih dapat menunjukkan
hematoma (Doenges,2001:488)
Karena lelah sehabis bersalin ibu harus beristirahat,
tidur terlentang selama 2 jam postpartum kemudian
Istirahat
boleh miring-miring kekanan dan kekiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli
Aktivitas Terjadi kelelahan yang berlebihan (Doenges, 2001).
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan
terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri
Personal sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Hygiene Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha,
2009).
Kebiasaan

Seksualitas
9. Psokososiokultural Spiritual :
Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah
(Dewi, 2011).

10. Data Bayi


a) Lahir tanggal : Jam :

b) Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

c) Antropometri : BB :………… gr. PB :……….. cm

LK :………… cm

LD :………… cm

LP :…………. Cm

LILA :………..cm
d) Kecacatan : Ada/tidak

e) IMD : ( ) Ya ( ) Tidak

f) Eliminasi

 BAK : f : ……x/hari, warna : ........., konsistensi :

……

 BAB : f : ……x/hari, warna : ......…, konsistensi :…

g) Nutrisi : ASI/PASI/Lainnya :……………..

b. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran : Biasanya kesadaran akan menurun sampai

syok (Sarwono, 2009).

b) Tanda Vital : Pada perdarahan pascapersalinan dapat

menyebabkan perubahan tanda vital dimana

tensi <90 mmHg dan nadi >100 x/mnt

(Sarwono, 2009), pernapasan menjadi lebih

cepat (Mochtar, 2005).

c) Antropometri :

(1) Tinggi Badan :

Tinggi badan merupakan salah satu ukuran

pertumbuhan seseorang. Tinggi badan dapat diukur

dengan stasiometer atau tongkat pengukur (Tambunan,

2011).

(2) BB sebelum hamil :


(3) BB sekarang :

Massa tubuh di ukur dengan pengukuran massa atau

timbangan. Indeks massa tubuh digunakan untuk

menghitung hubungan antara tinggi dan berat badan,

serta menilai tingkat kegemukan (Priharjo, 2006).

(4) Lila :

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Kepala : Kepala merupakan organ tubuh yang penting dikaji

karena dikepala terdapat organ-organ yang sangat

berperan dalam fungsi kehidupan.Inspeksi dengan

memperhatiakan bentuk kepala terdapat benjolan

atau tidak, nyeri tekan dan dan kebersihan kepala

(Priharjo, 2006).

Wajah : Dapat tampak pucat, menunjukkan tanda anemik

(Doenges, 2001).

Mata : Konjungtiva pucat (Doenges, 2001).

Hidung : Hidung di kaji untuk mengetahui keadaan bentuk

dan fungsi hidung bagian dalam, lalu sinus-sinus

(Tambunan, 2011).

Mulut : Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut

(Tambunan, 2011). Pemeriksaan mulut bertujuan

untuk menilai ada tidaknya trismus, halitosis dan

labioskisis. Trismus yaitu kesukaran membuka


mulut. Halitosis yaitu bau mulut tidak sedap karena

personal hygiene yang kurang. Labioskisis yaitu

keadaan bibir tidak simetris. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan pada gusi untuk menilai edema atau

tanda-tanda radang (Uliyah, 2008).

Telinga : Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran

telinga, gendang telinga/membran timpani, dan

pendengaran. Teknik yang di gunakan adalah

inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan pendengaran

dilaksanakan dengan bantuan garfutala untuk

mengetahui apakah pasien mengalami gangguan

pendengaran atau tidak (Uliyah, 2008).

Leher : Teknik yang di gunakan adalah inspeksi dan palpasi.

(Tambunan, 2011). Tujuan pengkajian leher secara

umum adalah mengetahui bentuk leher serta organ-

organ penting yang berkaitan. Pembesaran kelanjar

limfe dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,

misalnya peradangan akut/kronis.pembesaran limfe

juga terjadi dibeberapa kasus seperti tuberculosis

atau sifilis. Palpasi kelenjar tyroid dilakukan untuk

mengetahui adanya pembesaran kelenjar tyroid yang

biasanya disebabkan oleh kekurangan garam

yodium. (Priharjo, 2006)

Dada : Mengkaji kesehatan pernafasan (Priharjo, 2006).

Payudara : Payudara mencapai maturitas yang penuh selama

masa nifas kecuali jika laktasi disupresi. Payudara


akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula-

mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap

perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi (

Ambarwati, 2009). Kolostrum merupakan ekskresi

cairan dengan viskositas kental, lengket dan

berwarna kekuningan pada hari pertama sampai hari

keempat postpartum ASI transisi yang keluar setelah

kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak

hari ke-4 sampai hari ke-10 ASI matur disekresi

pada hari ke-10 dan seterusnya, tampak berwarna

putih, kandungannya relatif konstan. Mengkaji

simetris atau tidak, konsistensi, ada pembengkakan

atau tidak, puting menonjol/tidak, dan lecet/tidak

(Ambarwati, 2009).

Abdomen : Pada nulipara tidak tampak striae, otot-otot biasanya

kencang dan pada multipara striae mungkin terdapat,

otot-otot sering kendur, linea nigra dapat terlihat

(Varney, 2008).

Genetalia : Lochea rubra (1-3 hari, kehitaman), lochea

sanguilenta (3-7 hari, putih bercampur merah),

lochea serosa (7-14 hari, kekuningan/kecoklatan),

lochea alba (>14 hari, putih). Lochea adalah ekskresi

cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai

reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi

asam yang ada pada vagina normal. Keluar darah


dari vagina; bekuan-bekuan besar dikeluarkan saat

masase uterus, perubahan warna kemerahan atau

kebiruan pada kulit perineum/bokong (Doenges,

2001).

Ekstre- : Inspeksi untuk mengecek apakah ada varices ?

mitas (Ambarwati, 2009).

Palpasi

Kepala : Kepala merupakan organ tubuh yang penting dikaji

karena dikepala terdapat organ-organ yang sangat

berperan dalam fungsi kehidupan. Palpasi untuk

mengetahui adanya nyeri tekan atau tidak (Priharjo,

2006).

Mata : Tidak teraba oedema pada kelopak mata.

Telinga : Tidak teraba oedem, benjolan atau massa.

Hidung : Tidak teraba oedem, polip, benjolan atau massa.

Leher : Palpasi pada leher dilakukan untuk mengetahui

keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar tyroi dan

trakea. Pembesaran kelanjar limfe dapat disebabkan

oleh berbagai penyaki, misalnya peradangan akut/

kronis.pembesaran limfe juga terjadi dibeberapa

kasus seperti tuberculosis atau sifilis. Palpasi

kelenjar tyroid dilakukan untuk mengetahui adanya

pembesaran kelenjar tyroid yang biasanya

disebabkan oleh kekurangan garaam yodium

(Priharjo, 2006).
Dada : Tidak teraba benjolan atau massa pada payudara,

payudara teraba tegang, dapat teraba noduli-noduli,

akibat hipertrofi kelenjar alveoli (Mochtar, 2008).

Payudara : Mengkaji konsistensi, ada pembengkakan atau tidak,

putting menonjol/tidak, dan lecet/tidak

(Ambarwati, 2009).

Ketiak : Tidak teraba benjolan.

Abdomen : TFU setinggi pusat (bayi lahir), 2 jari bawah

pusat (uri lahir), pertengahan sympisis-pusat (1

minggu), tidak teraba, diatas sympisis (2

minggu), tidak teraba/50 gram (6 minggu),

sebesar normal (8 minggu). Setelah janin lahir,

uterus secara berangsur-angsur akan menjadi kecil

sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Cek kontraksi uterus dan konsistensinya, cek

diastasis rectis abdominalis. kandung kemih bisa

buang air/tidak bisa buang air (Ambarwati, 2009).

Pembesaran uterus, lunak, sulit dipalpasi dan

kadang nyeri tekan abdominal (Doenges, 2001).

Genitalia : Lakukan eksplorasi sisa plasenta,ketuban dan

robekan (Mochtar, 2005).

Ekstermitas:Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan

tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan

darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,

ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro,

2005).
Auskultasi

Dada : Terdengar suara nafas vesikuler, irama jantung

terdengar normal, frekuensi jantung >100 x/mnt

(Sarwono, 2009), pernapasan menjadi lebih cepat

(Mochtar, 2005).

Abdomen : Bising peristaltik usus orang dewasa normalnya

adalah 5-35 x/menit.

Perkusi : -

3. Pemeriksaan Penunjang :
a) Golongan darah
b) Jumlah darah lengkap
c) Kultur uterus dan vaginal
d) Urinalisasi
e) Profil koagulasi
f) Sonografi
(Doenges, 2001).

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : Papah, ........jam Postpartum dengan perdarahan
Postpartum Primer
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Tidak ada

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Diagnosis potensial :
Pada Ibu : Infeksi Puerperalis, Syok Hemoragik, Kematian
(Rochmat, 2008), Sindrom Sheehan,jarang (WHO,
2002).
Pada Bayi : Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN/TINDAKAN SEGERA


1. Terapi oksigen
2. Pasang infus (doenges,2001)
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian transfusi darah.

V. INTERVENSI
1. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor

sirkulasi ke jaringan.

2. Pasang infus I.V dari cairan isotonik atau elektrolit dengan 18 G


atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk
darah (misalnya, plasma, trombosit) sesuai indikasi
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multiple dari cairan untuk

meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah

pembekuan.

3. Kaji dan catat jumlah,tipe dan sisi perdarahan.


Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena, dan

adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa

banding dan menentukan kebutuhan penggantian.

4. Pantau hipotensi atau takikardi,sianosis dasar kuku,membran


mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini merupakan hipovelemik dan terjadinya

syok. Dan sianosis tanda akhir dari hipoksia.

5. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan


tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan

reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat


meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan

darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.

6. Pasang kateter urinarius.


Rasional : Memberikan pengkajian lebih akurat terhadap fungsi

ginjal dan perfusi relatif volume cairan.

7. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus.


Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa

banding. Peningkatan kontraktilitas miomentrium dapat

menurunkan kehilangan darah.

8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi, oxytocin.


Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol

dan miometrium,menutup sinus vena yang terpajan,dan

menghentikan hemoragi pada adanya atoni.

9. Berikan terapi antibiotik.


Rasional : Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk mencegah

infeksi atau mungkin diperlukan untuk infeksi yang

disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau

hemoragi (Doenges, 2001).

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum primer adalah perdarahan yang melebihi batas
normal ( > 500 ml) dalam 24 jam pertama segera kelahiran bayi. Perdarahan
Postpartum primer ini juga disebut perdarahan postpartum dini/early.
Penyebab dari perdarahan postpartum primer yaitu atonia uteri, laserasi jalan
lahir, retensio plasenta,gangguan pembekuan darah. Kondisi tersebut
membutuhkan penangangan khusus sesuai penyebab. Apabila dalam kondisi
ini klien mengalami syok akibat perdarahan maka atasi syok tersebut.setelah
pengangan perdarahan primer selesai ditangani, selalu pantau keadaan klien
selama 2 jam pasca perdarahan, dan terus pantau hingga kondis klien
membaik.

B. Saran
Bila mendapatkan sebuah kasus atau klien dengan perdarahan Kala IV
primer, tenkes harus mampu mengidentifikasi segera kondisi klien, dan
mampu melakukan penatalaksanaan secara umum unutk perbaikan kondisi
klien serta mampu mengetahui penyebab yang ada sehingga tenkes mampu
menegakkan diagnosis yang tepat terhadap kondisi klien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai