Anda di halaman 1dari 1

GLORIA NOVANA CHARITY TAMPEMAWA

D3 FARMASI
SULAWESI UTARA

Pada masa awal kehidupan atau zaman pra sejarah, manusia pada saat
itu hanya mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme.
Kepercayaan mereka hanya sebatas pada pemujaan terhadap laut,
gunung, tanjung, kolam, pohon, dan tempat-tempat yang mereka anggap
memiliki penghuni (ilah). Selain itu, penghormatan terhadap roh nenek
moyang juga mendapat peran penting pada kepercayaan tersebut.
Penganut animisme dan dinamisme ini disebut ‘agama Khalaik’. Di
salah satu daerah ini kemudian memunculkan kepercayaan kepada
“Aditinggi” yang merupakan raja dari arwah dan ilah-ilah tersebut.
Tempat bersemayam Aditinggi ini di puncak Gunung Awu Siau, dan
Aditinggi pulalah yang memerintah Ilah-ilah gunung lain. Rupanya dari
kepercayaan terhadap Aditinggi inilah asal usul perkataan ‘sasahara’
(kiasan) untuk masuk gereja  yaitu “Sumaka Wulude” yang berarti
mendaki gunung dan kalau diartikan lebih mendalam adalah
menghadap Illahi.
Masyarakat pada zaman itu juga sudah percaya tentang adanya suatu
kekuatan gaib yang sering mempengaruhi kehidupan mereka. Upacara
keagamaan yang mereka adakan biasanya diselenggarakan di pohon-
pohon besar, batu-batu besar, tanjung, kuburan, dan tempat lainnya
yang dianggap keramat. Upacara diadakan secara besar-besaran dengan
diiringi oleh nyanyian puji-pujian kepada si Ghenggona Langi agar dapat
memberikan berkat dan rahmat atas penyembahan dan pengobatan
yang mereka lakukan. Selain dengan nyanyian juga diiringi dengan
tarian-tarian dengan iringan tanggonggong, musik oli, bansi, arababu
dan lain-lain. Upacara tersebut diadakan sekali dalam satu tahun di
tempat-tempat tertentu.

Anda mungkin juga menyukai