2007341045
1. PBB :
1) Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
2) Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP),
yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar.
3) Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (yaitu suatu persentase
tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB.
4) Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas
bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai,
dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
5) Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan
BPHTB :
BPHTB :
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas suatu tanah dan bangunan. Subjek yang berkewajiban untuk
membayar pajak disebut wajib pajak BPHTB.
Objek BPHTB yaitu :
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
2. Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
Bea Materai :
3. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 disebutkan saat terutangnya Bea
Meterai adalah :
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu
diserahkan;
Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat selesainya
dokumen dibuat;
Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia
4. PBB :
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai jual Objek Pajak (NJOP).
Dalam hal menetapkan NJOP, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Antara
lain :
Untuk NJOP Bumi, dasar penetapannya adalah letak, pemanfaatan, peruntuhan dan
kondisi lingkungan.
Sedangkan untuk NJOP Bangunan,dasar penetapannya adalah bahan yang digunakan
di dalam bangunan, rekayasa, letak dan kondisi bangunan.
Selain NJOP, adapa pula Nilai Jual Objek Pajak Tidak kena pajak (NJOPTKP) dan
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). NJOPTKP adalah batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi
dan bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya di berbagai wilayah cenderung berbeda-
beda.
BPHTB :
Dalam pemungutan BPHTB, nilai perolehan objek pajak (NPOP) menjadi dasar
pengenaan BPHTB. Jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari nilai jual
objek pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB)
pada tahun terjadinya perolehan maka dasar pengenaan yang digunakan yaitu
NJOP PBB.
BEA MATERAI :
Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
atau disebut juga Undang-Undang Bea Meterai. Tarif Bea Meterai terbagi 2 (dua),
yaitu Rp 3.000,00 dan Rp 6.000,00. Perbedaan ini didasarkan atas ketentuan dokumen
yang dikenakan.
5. Pengenaan sanksi perpajakan diperlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga perlu untuk wajib pajak memahami sanksi-
sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan
ataupun tidak dilakukan.
a. Sanksi Administrasi Perpajakan
Pada Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum Tata cara Perpajakan
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) atau sebesar 200% (dua ratus
persen) yang diatur dalam Pasal 13A UUP.
Selain itu, besaran sanksi berupa denda sebesar 4 (empat) kali dari jumlah yang
kurang bayar sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan
Umum Tatacara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 seakan menjadi cara pembenar
bagi pemerintah untuk mendapatkan uang pajak dari sanksi pajak. Terhadap wajib
pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dapat dikenakan sanksi. Adapun
sanksi administrasi pajak dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
Sanksi administrasi berupa denda,
Sanksi administrasi berupa bunga,
Sanksi administrasi berupa kenaikan.
b. Sanksi Pidana Perpajakan
Sanksi pidana pada umumnya diterapkan kepada wajib pajak yang melanggar
ketentuan yang di kualifikasikan sebagai tindak pidana pajak. Sanksi pidana
tersebut diterapkan dikarenakan karena adanya unsur kealpaan atau disebut juga
dengan unsur kesengajaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan
negara.
= 400.000.000
NJOP : 1.400.000.000
= 1.395.200.000
= 6.976.000
= 1.800.000.000
= 720.000.000
= 3.600.000
2. BPHTB : 5% x (NJOP-NPOPTKP)
= 5% x (400.000.000 – 60.000.000)
= 5% x 340.000.000
= 17.000.000
3. Justinanda : BPHTB : (NJOP – NPOPTKP) x 5%
= ( 800.000.000 – 60.000.000 ) x 5%
= 740.000.000 x 5%
= 37.000.000
Sanidamaya : BPHTB : (NJOP – NPOPTKP) x 5%
= ( 75.000.000 – 60.000.000 ) x 5%
= 15.000.000 x 5%
= 750.000
4. Besarnya Bea Meterai yang harus dikenakan untuk jenis-jenis dokumen yang tertera di
bawah ini :
5. Dasar hukum Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai, adalah Pasal
5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang
dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang Dokumen yang Bea Meterainya
belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Contoh Kasus :
Tanggal 25 Februari 2014, Mr Richard dari Austriala dan Bapak Budi dari Indonesia
melakukan perjanjian bisnis perdagangan komputer dan bea materai di lunasi si
Australia. Suatu hari ada perselisihan diantara mereka dan pada tanggal 15 November
2014 Mr Richard mengajukan gugatan di pengadilan jakarta karena ingkar janji atas
perjanjian tersebut.
Pertanyanya :
1) Kapan terutang atas dokumen tersebut?
2) Bagaimana cara pelunasan bea materai tersebut?
3) Siapakah yang harus bayar pelunasan bia materai
4) Berapa besarnya nilai bea materai yang terutang?
Jawab :
1) Tanggal 15 november saat menggugat di indonesia pengasilan jakarta
2) Dengan menempel materai tempel atau ssp
3) Tuan Richard
4) Bayar bea materai 200% plus denda bayar 12000 dan materai 6000 jasi 18000