Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu . Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT


senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “hukum Islam dan perkembangan masyarakat “ Makalah ini
dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas pembelajaran dengan mata kuliah “ Hukum Islam” pada
Fakultas hukum di Universitas Tadulako. Selain itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai penjabaran materi terkait dengan hukum Islam
dan perkembangan masyarakat. Dengan kerendahan hati, saya memohon maaf apabila terdapat
banyak kesahalan dalam penulisan makalah ini, karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Saya berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM ISLAM
B. PERKEMBANGAN MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT DALAM ISLAM

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Islam merupakan suatu hukum yang memiliki sifat statis dan sekaligus dinamis Statis
berarti suatu hal yang tetap bersumberkan pada Al Qur’an dan hadits dalam setiap aspek
kehidupan. Dinamis berarti mampu menjawab segala permasalahan dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Tempat dan keadaan, serta cocok ditempatkan dalam segala macam
bentuk struktur sosial kehidupan, baik secara individu maupun secara kolektif bermasyarakat
Sekilas bila pemikiran mengenai Hukum Islam ditelaah dari zaman ke zaman, tentulah akan
terlihat berbagai macam corak pemikiran yang tak jarang saling bersinggungan dan saling
bertentangan antara seorang mujtahid dengan mujtahid lainnya. Berdasarkan hal tersebut,
sepatutnya umat Islam tidak perlu beran akan segala macam perbedaan itu. Penulis kara. Umat
Islam juga tidak perle saling fanatik dan mengklaim suatu golongan dengan pemikiran tertentu
adalah paling benar diantara golongan yang lain. Karena hal tersebut hanya dapat menimbulkan
pengerusakan, penghujatan dan permusuhan yang berkepanjangan yang nantinya bisa jadi akan
berdampak pada penodaan terhadap agama Islam itu sendiri Pengembangan masyarakat Islam
(Islamic Community Development) merupakan sebuah bentuk dakwah dengan sasaran semakin
terberdayakan potensipotensi yang ada di masyarakat. Secara implementatif untuk mencapai
sasaran tersebut memerlukan dukungan teoritik yang mapan, sebuah perangkat konseptual dan
operasional yang dapat diaplikasikan. Pertama sasaran pengembangan perlu diperjelas, apa saja
faktor-faktor yang ada di masyarakat dan dipandang mampu mengangkat kualitas kehidupan
dan kesejahteraan, setelah itu apa stretaginya, pelakunya harus siapa, bagaimana
pencapaiannya serta apa saja yang dibutuhkan untuk memperlancar pencapaian itu.

B. Rumusan Masalah
Apa itu hukum islam?
Bagaimana perkembangan hukum islam?
Bagaimana perkembagan masyarakat?
Dan Bagaimana perkembangan masyarakat dalam islam?
C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui hukum islam
Untuk mengetahui perkembangan hukum islam
Untuk mengetahui perkembangan masyarak
Untuk mengetahui perkembangan masyarakat dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Islam
Istilah hukum Islam dapa ditemukan dalam literatur Barat, yaitu dengan
Term Islamic law yang secara harfiah disebut sebagai hukum Islam. Dalam
Penjelasan tentang kata Islamic law, cenderung didefinisikan sebagai keseluruhan
Wahyu Allah yang mengatur kehidupan muslim dengan segala aspek
Kehidupannya. Dari definisi ini terlihat bahwa kata hukum Islam lebih dekat
Pengertiannya kepada kata syari’at Islam. Namun kata Hukum Islam ini telah
Diserap kedalam bahasa Indonesia, dan maknanya berubah menjadi syariat.
Padahal dalam perkembangannya, term kata Islamic law bukanlah ditujukan
Kepada kata syariat, melainkan kepada kata fiqih yang menjadi wilayahnya para
Fuqaha. Sebenarbya ungkapan yang lebih tepat untuk menggambarkan syari’at
Bukanlah Islamic Law melainkan Islamic Jurisprudence. Secara etimologi syariat memiliki dua arti
pertama, diartikan sebagai Tempat air mengalir seperti perkataan orang Arab shara’tu al-ibil idza
waradat Syari’at al-ma’ (Aku memberi minum untaku ketika ia dating ditempat air)6 kedua,
Memiliki pengertian sebagai jalan yang lurus (al-thariq al-Mustaqim wa al-Wadhih)
Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Jatsiyah ayat 18 yang artinya; “
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
Urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
Nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. Sedangkan secara terminologi pengertian syariat
adalah segala yang diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW baik yang terdapat dalam Al-Quran
maupun Al-Sunnah yang diyakini kebenarannya.Namun para ulama juga memberikan definisi
yang sempit tentang syariat, yaitu segala titah yang berhu-bungan dengan tingkah laku manusia
diluar yang mengenai akhlak. Karena itu kata Syariat, merupakan nama lain bagi hukum yang
bersifat amaliah. Adapun kata fiqih sangat erat kaitannya dengan kata syariat. Karena fiqih
Merupakan jabaran sederhana dan praktis dari syariat. Secara etimologi, kata
Fiqih diambil dari kata faqiha yafqahu faqihan yang memiliki makna mengerti atau
Paham, lebih jauhnya adalah paham yang mendalam. Secara terminologi kata
Fiqih, yakni ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang bersifat amalia yang
Diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Dari pemaparan singkat diatas dapat dipahami bahwa
istilah syariat dan Fiqih digunakan untuk mendeskripsikan Hukum Islam. Kedua istilah tersebut
Sama-sama membahas hukum Islam, akan tetapi terdapat perbedaan antara
Keduannya sebagaimana penjelasan di atas. Dimana syariat itu berasal dari
Allah dan Rasul-Nya sebagai pembuat syari`at, sementara fiqih adalah
Pengetahuan para fuqaha tentang syariat atau meerupakan pengejawantahan
Pemikiran mujtahid tentang syariat. Syari’at adalah Hukum Islam yang masa berlaku berifat
qadim atau Sepanjang masa, sedangkan fiqih, merupakan rumusan konkrit dan bersifat
Praktis dari hukum Islam, yang nantinya dapat diaplikasikan dalam suatu kasus,
Atau tempat, atau keadaan, dan atau masa tertentu. Syari’at dan Fiqih memang
Berbeda secara subtansi, tetapi tidak juga dapat dipisahkan. Ketentuan ini
Berlaku karena menghindari terjadinya kerancuan dalam memahami hukum
Islam, baik sebagai sebuah ajaran ataupun sebagai hasil penafsiran, interpretasi,
Pemikiran mujtahid.Ketetapan hukum pada prinsipnya ada yang sudah bersifat tetap dan
Final, tidak menerima dan atau menafikkan pembaharuan dan perubahan.
Ketentuan hukum Islam yang tetap telah diterangkan dan ditetapkan oleh
Alquran dan Sunah secara pasti, jelas dan terperinci. Ketentuan hukum yang
Bersifat final seperti ini bukan lagi menjadi wilayah lapangan ijtihad.11 Selain itu terdapat juga
ketentuan hukum yang tidak tetap atau final, dan dapat berubahubah, ketentuan hukum yang
seperti ini dapat dibedakan menjadi dua macam Yaitu: pertama, hukum yang digali dari dalil-
dalil zhanni namun berubah secara Dinamis. Kedua, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad
sebagai akibat dan Respon dari perkembangan masa.Dalam teori Ushul fiqih, ijtihad hanya dapat
dilakukan pada ranah Tertentu yakni: a) dalil-dalil yang qath’I al-wurudh tetapi zhanni dalalah; b)
dalildalil yang zhanni al-wurudh tapi qath’I al-dalalah; c) dalil-dalil yang zhanni al-wurud
Dan dalalahnya; d) terhadap kasus-kasus yang tidak ada dalil hukumnya.
Berkenaan dengan kasus yang belum ada dalil naqlinya ini, maka para pemikir
Hukum Islam harus mulai memperhatikan secara lebih seksama dan mengkaji
Kembali teori-teori/kaidah-kaidah ushul fiqh yang ada, agar kemudian dapat
Dilakukan ijtihad, yang nantinya akan memberikan fatwa atau pegangan hukum
Yang progresif bagi umat Islam. Aktivitas ijtihad merupakan sebuah keniscayaan untuk terus
dilakukan Oleh setiap mujtahid di setiap zaman guna menjawab dan memberikan solusi
Atas problematika kehidupan sosia yang sesuai memiliki relevansi akurat dengan
Tiap masa dan zamannya. Sejarah telah membuktikan keniscayaan ijtihad ini,
Sejak dari masa Rasulullah hidup dan meneirima wahyu hingga abad modern,
Dinamika ijtihad terus dan terus akan dibutuhkan serta berkembang.
Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa kedua sumber hukum,
Alquran dan Sunnah terdapat teks-teks yang sebagian bersifat qath’i
(aksiomatik) dan sebagian lagi bersifat zhanni (hipotetik). Dalam teks-teks yang
Zhanni inilah intervensi akal manusia dimungkinkan melakukan interpretasiinterpretasi dan
penyesuaian pemaknaan dengan tuntutan perubahan social Melalui aktivitas yang disebut
ijitihad. Bahkan tidak hanya teks-teks zhanni saja, teks-teks qath’I pun sebagaimana yang
disebutkan di atas dapat mengalami Perubahan. Disinilah letak fleksibelitas hukum Islam. Dan
juga hubungan timbal Balik antara hukum Islam dan perubahan social. Karena itu tidak
berlebihan bila Hukum Islam diasumsikan sebagai hukum yang bersifat dinamis dan selalu
Relevan untuk setiap zaman, keadaan dan tempat.
B. PERKEMBANGAN MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT DALAM ISLAM
Pengembangan masyarakat dapat didefinisikan sebagai metode yang yang memungkinkan orang
dapat meningkatkan kualitas hidupnya, serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap
proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Selain itu pengembangan masyarakat juga
merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang diintegrasikan dengan usaha-usaha
pemerintah setempat. Pengembangan ini berguna untuk meningkatkan kondisi masyarakat di
bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya. Sebagai sebuah metode atau pendekatan yang
relatif baru, pengembangan masayarakat menekankan adanya proses pemberdayaan,
partisipasi, dan peranan langsung warga komunitas dalam proses pembangunan di tingkat
komunitas dan antarkomunitas.
[1] Secara khusus pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan
orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan
maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin, usia, dan
kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota
masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan
bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
[2] Kemenangan kaum sosialis nampaknya begitu terasa dengan paradigma desentralisasi
pembangunan yang dipakai pemerintah. UU. No.6 Tahun 2014 Tentang Desa menjadi salah satu
bukti nyata. Desa yang selama ini menjadi obyek pembangunan sejak orde baru sekarang
dikembalikan sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini mengembalikan desa pada masa
penjajahan Belanda dimana ada konstitusi yang mengatur otonomi pembangunanya secara
mandiri.
[3] Pengembangan masyarakat kemudian mengalami perkembangan dalam banyak hal.
Berkembang dalam metode dan pendekatan maupun tujuanya. Sedangkan progres dari
pendekatan ini bisa kita lihat dari beberapa jenis desa binaan. Misal saja pendekatan budaya
yang menjadikan sebuah desa berkembang menjadi desa pariwisata. Desa yang menjadi
percontohan lingkungan karena dikembangkan dengan pendekatan lingkungan misalnya,
semakin banyak pendekatan dalam pengembangan masyarakat membuat outputnya beragam
juga. Sebagai mahasiswa dengan berbagai mandat personal dan sosial maka wajar jika
mahasiswa UIN Walisongo menggagas sebuah pendekatan yang mempunyai ciri spesifik.
Pendekatan tersebut adalah pengembangan masyarakat dengan “agama”.
Selain mandat sosial, pengembangan masyarakat dari aras gagasan sampai tindakan juga
menjadi mandat pendidikan nasional yang tertuang dalam Tri Dharma. Maka menjadi aneh jika
seorang mahasiswa tidak memahami arah dan tujuan dari wacana pengembangan masyarakat
yang bercirikan pemberdayaan dan partisipasi ini. Jika dilempar pertanyaan satire “kenapa
Indonesia tidak bisa maju padahal banyak orang pintar di dalamnya?”, apa yang harus dijawab?
Bagi penulis, kecurigaan perlu kita alamtakan pada tingkat kohesi sosial kita. Jangan-jangan
Indonesia mempunyai orang-orang yang sebatas baik secara personal tapi sangat lemah
dibidang sosial. Maka pemberdayaan masyarakat dengan nilai partisipasi yang terkandung
didalamnaya diaharapkan bisam menjadi sebuah rantai penghubung kehebatan-kehebatan
orang Indonesia yang hebat secara personal menjadi kehebatan secara komunal.
Pengembangan Masyarakat Islam Persoalan Makna Dakwah sebagai proses penyelamatan
manusia Dari berbagai persoalan yang merugikan, merupakan Kerja dan karya besar manusia
-baik secara individual Maupun sosial- yang dipersembahkan untuk Tuhan dan
Sesamanya. Dakwah merupakan kerja sadar dalam Rangka menegakkan keadilan, meningkatkan
Kesejahteraan, menyuburkan persamaan, mencapai Kebahagiaan berdasarkan sistem yang
disampaikan Allah SWT.P0F1P Secara normatif yang dijadikan landasan
Dalam berdakwah adalah al-Quran surat An-Nahl [16] Ayat 125, yang berbunyi
‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوه َُو اَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ك هُ َو اَ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِي ِْل َرب‬
َ َّ‫ك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َسنُ ۗ اِ َّن َرب‬ ُ ‫اُ ْد‬
ْ
َ‫بِال ُم ْهتَ ِد ْين‬
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan Hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah Mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa Yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih Mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.Berdasarkan ayat di atas, dakwah merupakan Kewajiban
mengajak manusia ke jalan Allah dengan cara Hikmah, mau’idhah hasanah, dan mujadalah
secara Ahsan yang diaplikasikan dengan cara bi ahsan al-qaul
Dan bi ahsan al-amal, sebagaimana disebutkan dalam alQuran surat Fushshilat [41]:33.
Dakwah merupakan perwujudan tugas dan fungsi Manusia sebagai khalifah fi al-ardh yang
melekat sejak Awal penciptaan manusia,P1F2P yaitu dalam rangka menumbuhkan dan
mewujudkan keshalehan individual Dan keshalehan sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih
Sayang terhadap sesama dan mewujudkan tatanan Masyarakat marhamah yang dilandasi oleh
kebenaran tauhidP2F3P, persamaan derajat,P3F4P semangat persaudaraan, Kesadaran akan arti
penting kesejahteraan bersama, dan Penegakkan keadilan di tengah-tengah kehidupan
Masyarakat.P 4F5P Tugas dan fungsi manusia sebagaimana Disebutkan di atas merupakan
implikasi dari kedudukan Dan posisi manusia sebagai hamba Allah yang angkat Menjadi petugas-
Nya dengan jabatan sebagai khalifah (wakil Allah) di bumi, sebagaimana ditegaskan dalam
alQur’an, yaitu:
1. Tugas beribadah, yakni menegakkan ke-Esaan Allah, Memberantas segala macam
kemusyrikan dan Melaksanakan pengabdian kepada-Nya, sebagaimana
Firman Allah:
‫س اِاَّل لِيَ ْعبُدوْ ن‬
ُ َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia Melainkan supaya mereka mengabdi kepada Ku.
2. Tugas khalifah, yakni bahwa manusia adalah Khalifah (wakil) Allah di bumi, sebagaimana
firman Allah:
ۖ‫ك‬ َ ‫ك َونُقَدِّسُ ل‬
َ َ ‫ك ال ِّد َما َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد‬ُ ِ‫ض َخلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْ َع ُل فِيهَا َم ْن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف‬ ِ ْ‫ال َربُّكَ لِ ْل َماَل ئِ َك ِة إِنِّي َجا ِع ٌل فِي اأْل َر‬ َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
َ‫قَا َل ِإنِّي أَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak
menjadikan Seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di Bumi itu orang yang akan membuat kerusakan Padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
Mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
Ketahui.
Sebagai khalifah, manusia mengembang tugas Untuk membangun dan memakmurkan bumi ini
dengan Pembangunan yang berparadigma surgawi, yakni Masyarakat mengakui bahwa Allah
adalah Tuhan Mereka dan mereka tidak dihantui rasa takut juga tidak Dibebani keprihatinan,
yaitu:
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬ ٌ ْ‫إِ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا فَاَل َخو‬
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah”, kemudian mereka
tetap istiqamah Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
Mereka tiada (pula) berduka cita. Dengan demikian karakter masyarakat yang
Dibangun memiliki ciri sebagai berikut:
1. La khaufun ‘alaihim, yakni masyarakat yang tidak Mengenal dan tidak dihantui ketakutan,
yaitu Masyarakat yang bersatu, aman, tertib, bersih dan Berakhlak mulia.
2. Walahum yahzanun, yakni masyarakat yang tidak Mengenal dan tidak dibebani kprihatinan
(dukaCita), yaitu masyarakat yang makmur dengan Keadilan yang merata.6Sedangkan tugas
manusia sebagai khalifah untuk Memakmurkan bumi ditegaskan dalam al-Qur’an:
ِ ْ‫هُ َو أَ ْنشَأ َ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬
‫ض َوا ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِيهَا‬
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan Menjadikan kamu pemakmurnya
Sedangkan kunci agar masyarakat terhindar dari Kekhawatiran dan tidak berduka cita, mesti
didasari oleh Adanya keyakinan dan pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan mereka,
sebagaimana ditegaskan dalam alQur’an:
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬ ٌ ْ‫وا َربُّنَا ٱهَّلل ُ ثُ َّم ٱ ْستَ ٰقَ ُموا۟ فَاَل َخو‬
۟ ُ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ قَال‬
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah”, kemudian mereka
tetap istiqamah Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan Mereka tiada (pula)
berduka cita.Tugas di atas, dalam perspektif dakwah Islamiyah Merupakan kegiatan dakwah
dalam bentuk tathwir atau Tamkin, yakni proses pembangunan atau Pengembangan
Masyarakat Islam. Secara etimologis tathwir berarti Pengembangan, dan secara terminologis
berarti kegiatan Dakwah dengan cara transformasi ajaran Islam melalui Aksi amal shaleh berupa
pemberdayaan (taghyîr, tamkîn) Sumber daya manusia, sosial, ekonomi dan lingkungan.
Pada tataran praksis, kata tathwîr identik dengan tamkîn yang berarti pembangunan
masyarakat, yang secara. Spesifik dapat diartikan sebagai Pengembangan Masyarakat Islam
(PMI). Pengertian tamkîn yang diformulasikan sebagai Bentuk transformasi, pada dasarnya
mengacu pada Penjelasan kata makkana.P6F 7P Kata tamkîn dari kata ‫ مكن‬ini Diistimbath dari al-
Quran surat al-A’raf [7]: 10 dan alQuran surat al-Kahf [18]: 84, yang berbunyi sebagai Berikut:
ٰ
َ‫ش ۗ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬َ ِ‫ض َو َج َع ْلنَا لَ ُك ْم فِيهَا َم ٰ َعي‬
ِ ْ‫َولَقَ ْد َم َّكنَّ ُك ْم فِى ٱأْل َر‬
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu Sekalian di muka bumi dan Kami adakan
bagimu di Muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah Kamu bersyukur” (QS. Al-A’raf [7]: 10).
‫َى ٍء َسبَبًا‬ْ ‫ض َو َءاتَ ْي ٰنَهُ ِمن ُك ِّل ش‬ ِ ْ‫إِنَّا َم َّكنَّا لَهُۥ فِى ٱأْل َر‬
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan Kepadanya di (muka) bumi, dan kami Telah
Memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) Segala sesuatu,(QS. Al-Kahf [18]: 84).
Dua ayat di atas dapat memberi pemahaman bahwa Manusia disediakan sarana dan memiliki
potensi untuk Memanfaatkan sarana yang telah disediakan Allah Tersebut. Manusia dalam hal
ini harus melakukan upaya Pengembangan dalam rangka membangun diri dan Masyarakatnya
guna mencapai cita-cita kehidupannya Sesuai dengan aturan Allah, sebagai wujud syukur
Kepadanya. Dalam konteks ini dakwah tathwir Merupakan salah satu bagian perwujudannya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Namun kata Hukum Islam ini telah diserap kedalam bahasa Indonesia, dan maknanya berubah
menjadi syariat. Padahal dalam perkembangannya, term kata Islamic law bukanlah ditujukan
kepada kata syariat, melainkan kepada kata fiqih yang menjadi wilayahnya para fuqaha. Secara
etimologi syariat memiliki dua arti pertama, diartikan sebagai tempat air mengalir seperti
perkataan orang Arab shara’tu al-ibil idza waradat syari’at al-ma’ (Aku memberi minum untaku
ketika ia dating ditempat air)6 kedua, memiliki pengertian sebagai jalan yang lurus (al-thariq al-
Mustaqim wa al-Wadhih) sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Jatsiyah ayat 18 yang
artinya; “ kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui”. Sedangkan secara terminologi pengertian syariat adalah segala yang
diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun Al-Sunnah
yang diyakini kebenarannya.Namun para ulama juga memberikan definisi yang sempit tentang
syariat, yaitu segala titah yang berhu-bungan dengan tingkah laku manusia diluar yang
mengenai akhlak. Secara etimologi, kata fiqih diambil dari kata faqiha yafqahu faqihan yang
memiliki makna mengerti atau paham, lebih jauhnya adalah paham yang mendalam.9 Secara
terminologi kata fiqih, yakni ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang bersifat amalia yang
diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.Dari pemaparan singkat diatas dapat dipahami bahwa
istilah syariat dan fiqih digunakan untuk mendeskripsikan Hukum Islam. Syari’at adalah Hukum
Islam yang masa berlaku berifat qadim atau sepanjang masa, sedangkan fiqih, merupakan
rumusan konkrit dan bersifat praktis dari hukum Islam, yang nantinya dapat diaplikasikan dalam
suatu kasus, atau tempat, atau keadaan, dan atau masa tertentu. Ketentuan hukum yang
bersifat final seperti ini bukan lagi menjadi wilayah lapangan ijtihad.Selain itu terdapat juga
ketentuan hukum yang tidak tetap atau final, dan dapat berubahubah, ketentuan hukum yang
seperti ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: pertama, hukum yang digali dari dalil-
dalil zhanni namun berubah secara dinamis. Dalam teori Ushul fiqih, ijtihad hanya dapat
dilakukan pada ranah tertentu yakni: a) dalil-dalil yang qath’I al-wurudh tetapi zhanni dalalah; b)
dalildalil yang zhanni al-wurudh tapi qath’I al-dalalah; c) dalil-dalil yang zhanni al-wurud dan
dalalahnya; d) terhadap kasus-kasus yang tidak ada dalil hukumnya.Berkenaan dengan kasus
yang belum ada dalil naqlinya ini, maka para pemikir hukum Islam harus mulai memperhatikan
secara lebih seksama dan mengkaji kembali teori-teori/kaidah-kaidah ushul fiqh yang ada, agar
kemudian dapat dilakukan ijtihad, yang nantinya akan memberikan fatwa atau pegangan hukum
yang progresif bagi umat Islam. Sejarah telah membuktikan keniscayaan ijtihad ini, sejak dari
masa Rasulullah hidup dan meneirima wahyu hingga abad modern, dinamika ijtihad terus dan
terus akan dibutuhkan serta berkembang.15 Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa kedua
sumber hukum, Alquran dan Sunnah terdapat teks-teks yang sebagian bersifat qath’I
(aksiomatik) dan sebagian lagi bersifat zhanni (hipotetik). Karena itu tidak berlebihan bila Hukum
Islam diasumsikan sebagai hukum yang bersifat dinamis dan selalu relevan untuk setiap zaman,
keadaan dan tempat. Pengembangan Masyarakat Islam: Persoalan Makna Dakwah sebagai
proses penyelamatan manusia dari berbagai persoalan yang merugikan, merupakan kerja dan
karya besar manusia -baik secara individual maupun sosial- yang dipersembahkan untuk Tuhan
dan sesamanya.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi panduan ataupun penunjang bagi pemahaman tentang
materi Hukum Islam dan perkembangan masyarakat. Saya merayakan agar para pembaca kalau
ingin lebih memahami tentang Hukum Islam dan perkembangan masyarakat bisa mencari
sumber-sumber lain yang lebih lengkap karena saya masih memiliki banyak kekurangan.
Demikian saran yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi orang lain yang ingin
mempelajari lebih dalam tentang hukum Islam dan perkembangan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Hukum Islam
https://core.ac.uk/download/pdf/235260123.pdf
Perkembangan masyarakat
https://akademisi12.blogspot.com/2018/02/makalah-pengembangan-masyarakat.html
Perkembangan masyarakat Islam
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/idajhs/article/download/421/435

Anda mungkin juga menyukai