Nama Produk

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

1.

Pasal tentang Aborsi

Mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam
aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK.
(Liputan6.com/JohanTallo)
Ada juga pasal 471 tentang pengguguran kandungan, yang berbunyi:(1) Setiap orang yang
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal Tindak Pidana Korupsi Pasal tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP juga menuai
kontroversi, hal ini karena hukuman koruptor yang diturunkan menjadi minimal dua tahun
penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal
empat tahun penjara.
Hal ini diatur dalam pasal 604 yang berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".

2. Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Mahasiswa memasang spanduk di pagar saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR,
Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi
UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)
Pasal pertama yang menjadi kontroversi dalam RUU KUHP yakni terkait pasal-pasal
penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur
dalam pasal 218 sampai pasal 220.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan, pasal 219 yang berbunyi:
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar
sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau
menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau
harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui
atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal Pembiaran Unggas
Selanjutnya ada pasal 278 terkait Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman dan
Pekarangan. Pasal tersebut berbunyi:

Barang siapa tanpa wewenang membiarkan unggas ternaknya berjalan di kebun, di tanah
yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak
dua ratus dua puluh lima rupiah. Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya
berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain
dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan alasan tentang ketentuan tersebut masih diatur.
Lantaran Indonesia masih banyak memiliki desa.

"Masyarakat kita banyak yang agraris di mana banyak petani di mana banyak masyarakat
yang membibitkan apa namanya yang nyawah dan lain-lain, ada orang usil dia tidak pidana
badan, dia hanya denda dan itu ada KUHP dan di KUHP lebih berat sanksinya nah kita
buat lebih rendah. Jadi jangan dikatakan mengkriminalisasi," tutur Yasonna.

10. Pasal Pembiaran Unggas dan Hewan Ternak Pasal 278 RUU KUHP secara khusus
mengatur: orang yang membiarkan unggas miliknya berjalan di kebun atau tanah telah ditaburi
benih/tanaman milik orang lain terancam denda sampai Rp10 juta. Lalu, pasal 279 juga
mengancam setiap orang yang membiarkan hewan ternaknya berjalan di kebun, tanah
perumputan, tanah yang ditaburi benih, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau
ditanami, dengan pidana denda maksimal Rp10 juta (kategori II). Bahkan pasal 279 ayat 2
menyatakan, hewan ternak yang dilibatkan dalam pelanggaran ini dapat dirampas negara. Baca
juga: Demo Mahasiswa di Makassar Ricuh, Wartawan Ikut Dipukul Aparat Aliansi mencatat
pasal ini dikutip dari KUHP lama tanpa evaluasi terkait relevansinya. Pidana ini dinilai lebih
tepat menjadi pelanggaran administratif yang diatur Perda, jika memang dibutuhkan.

Baca selengkapnya di artikel "Isi RUU KUHP dan Pasal Kontroversial Penyebab Demo
Mahasiswa Meluas", https://tirto.id/eiFu

RUU KUHP lama :

Pembiaraan ungags pasal 548, barang siapa tanpa wenang membiarakan ungags
ternaknyaberjalan dikebun, di tanah yang sudah di taburi, ditugali atau ditanami, diancam
dengan pidana denda paling besar dua ratus dua puluh lima ribu rupiah.
Perubahan : setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau
tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda
paling banyak kategori II.

Ketentuan pasal ini merupakan materi yang sebelumnya telah diatur dalam kuhp lama, dan saat
ini di wilayah pedesaan masih diperlukan untuk melindungi para petani.

- pasal ini sama dengan banyak pasal dalam RKUHP yang tidak dievaluasi dan hanya mengutip
dari KUHP lama

- perumus sebaiknya melakukan evaluasi apakah ketentuan ini masih relevan atau tidak, dan
seberapa sering pasal ini dipakai

-ketentuan ini sebaiknya diatur dalam tingkat perda sebagai pelanggaran administratif (apabila
masih diperlukan)

5. Pasal Kecerobohan Memelihara Hewan

Pasal 340 RKUHP:Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak Kategori II (denda maksimal Rp 10 juta-red),
setiap orang yang tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya yang
menyerang orang atau hewan. Selain hal di atas, pemilik hewan juga akan
dikenai 6 bulan penjara, apabila:
1. menghasut hewan sehingga membahayakan orang;
2. menghasut hewan yang sedang ditunggangi atau hewan yang sedang
menarik kereta atau gerobak atau yang dibebani barang;
3. tidak menjaga secara patut hewan buas yang ada dalam penjagaannya; atau
4. memelihara hewan buas yang berbahaya tidak melaporkan kepada Pejabat
yang berwenang.

 
Pasal tentang Gelandangan 
Pasal RUU KUHP soal Gelandangan RUU KUHP juga mengatur pemidanaan gelandangan.
Pasal 431 mengancam gelandangan dengan denda maksimal Rp1 juta. Direktur Program ICJR
Erasmus Napitupulu mendesak penghapusan pasal ini sebab ia warisan kolonial yang menilai
gelandangan sebagai: Orang tidak berguna akibat kesalahan dalam hidupnya. Adapun Peneliti
hukum Mappi FH UI Andreas Marbun menilai pasal ini bukan solusi atas masalah gelandangan,
sekaligus aneh. "Lagipula gelandangan, kan, miskin, mana sanggup mereka bayar denda.
Kalau enggak mampu, terus gimana?" Kata Andreas.

Baca selengkapnya di artikel "Isi RUU KUHP dan Pasal Kontroversial Penyebab Demo
Mahasiswa Meluas", https://tirto.id/eiFu

8. Pasal Pengenaan Denda untuk Gelandangan

RUU KUHP mengancam penggelandangan didenda maksimal Rp 1 juta. Selidik


punya selidik, ancaman itu juga sudah berlaku di berbagai daerah, Jakarta salah
satunya. Di ibu kota, penggelandangan maksimal didenda Rp 20 juta. Adapun di
Pekanbaru, maksimal didenda Rp 50 juta

Kedelapan pasal tersebut memang dinilai kontroversial. Banyak yang menilai


bahwa pasal-pasal tersebut tidak sesuai dengan urgensi saat ini, terlalu
membatasi hak-hak warga negara hingga dinilai cacat logika.
RUU KUHP lama
Penggelandangan pasal 505 pasal 1 barang siapa bergelandangan tanpa
pencarian, diancaman karena melakukan pergelandangan dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan.
RUU KUHP perubahan
Pasal 431, setiap orang yang bergelandangandi jalan atau di tempat umum yang
mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak
kategori I.
Keterangan dari menteri hukum dan HAM
- Bukan pidana perampasan kemerdekkaan (penjara)
- Pidana yang diancam hanya denda
- Dapat dijatuhkan pidana alternative (pengawasan / kerja sosial)
- Dapat dikenakan tindakan (misalnya kewajiban mengikuti pelatihan kerja)
Tanggapan terhadap keterangan meteri
- Pasal ini disalin dari KUHP lama dan hadir di RKUHP tanpa adanya
evaluasi

- Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa fakir miskin dan panak
terlantar dipelihara Negara, dengan begitu harusnya dilakukan langkah-
langkah non represif

- Hukum pidana merupakan ultimumremedium, dalam konteks


menggelandang, harusnya pemerintah mengambil langkah yang sejalan
dengan perlindungan dan pemeliharaan sesuai dengan pasal 34 ayat (1)
UUD 1945

- Upaya untuk mengurangi “gelandangan” merupakan ranah lembaga


eksekutif di bidang perlindungan sosial dan melalui program
penanggulangan kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai