Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TEORI SOSIOKULTURAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar

DOSEN PENGAMPU : SITI FAIZAH, M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. M kaluwih Pangertian Junaidi (20972140018)


2. M Maulana Ikhsan (20972140017)

PROGRAM PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI TEBUIRENG JOMBANG
TAHUN 2020/2021
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar merupakan suatu proses yang kompleks ditandai dengan adanya perubahan tingkah
laku, bersifat relatif permanen dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan
sekitar pebelajar baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar
yang dialami ada teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan yaitu teori belajar
behavioristik walaupun ada juga yang telah mengaplikasikan berbagai teori belajar yang ada. Bila
hanya menggunakan paradigma behavioristik maka akan terbentuk pebelajar yang hanya
menjunjung tinggi kekerasan.
Pengetahuan dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan, begitu dengan
pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman
pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran dan keyakinan benar salah. Dari penjelasan ini jelas
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek sebagai hasil
dari proses mengetahui baik melaui indra maupun akal.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena
pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar, sehingga tidak mustahil bermunculan teori-
teori belajar antara lain teori belajar koneksionalisme, kondisioning, behaviorisme dan laian-lain,
yang masing-masing teori mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
Vygotsky seorang psikolog berpandangan bahwa anak membangun sendiri pengetahuan dan
pemahamannya, dan tidak secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan kepadanya (Vygotsky
dalam Mukminan; 35). Pendapat tersebut hampir sama dengan Pieget yang menyatakan bahwa
pembentukan pengetahuan itu terjadi melalui interaksi anak dengan obyek fisik secara langsung dan
anak melakukan sendiri. Kedua hal inilah yang kemudian mendasari munculnya teori sosio-kultural.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana dasar terbentuknya teori sosio-kultural?
2. Apa saja konsep teori sosio-kultural?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori sosio-kultural?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sosio-kultural.
2. Untuk mengetahui konsep teori sosio-kultural
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori sosio-kultural.

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini untuk penulis dan pembaca adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang teori sosio-kultural. Salah satu teori dalam belajar dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dasar Terbentuknya Teori Belajar Sosio-Kultural


Teori sosiokultural atau kognitif sosial menekankan bagaimana seorang anak atau pembelajar
menyertakan kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri
mereka.Santrock (2009:323) mengemukakan bahwa dalam teori kognitif sosial (social cognitive
theory) yang berperan penting dalam pembelajaran ialah faktor sosial, kognitif, serta perilaku
anak.Faktor-faktor kognitif meliputi harapan siswa untuk berhasil sedangkan faktor sosial meliputi
pengamatan siswa terhadap perilaku pencapaian orang tua mereka.
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kulturalyaitu :
A. Piagiet
Menurut piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan system syaraf. Piaget
berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal
dari individu.Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-
orang yang lebih dewasa.Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan
(siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan
kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang
diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi
dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif
yang telah ada dalam dirinya.Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif
yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru. Pendekatan kognitif dalam belajar dan
pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik
juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang
dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya
barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-
akhir ini.

B. Vygotsky
Vygotsky menjelaskan dalam tulisannya pada tahun 1920-an dan 1930-an menekankan
bagaimana interaksi anak dengan orang dewasa memberikan sumbangan terhadap perkembangan
keterampilan. Menurut Vygotsky, orang dewasa yang sensitif memperhatikan kesiapan anak untuk
tantangan baru, dan mereka menyusun kegiatan yang tepat untuk membantu anak-anak
mengembangkan keterampilan baru. Orang dewasa berperan sebagai mentor dan guru,
mengarahkan anak ke dalam zone of proximal development – istilah Vygotsky untuk rentang
keterampilan yang tidak dapat dilakukan anak sendiri tanpa bantuan orang dewasa yang ahli.
Orang tua dapat mendorong konsep angka sederhana, misalnya dengan menghitung bibit biji
kakau dengan anak-anak atau menakar beras untuk dimasak bersama, dan mengisi angka yang tidak
diingat anak.Saat anak berpartisipasi pada pengalaman semacam itu sehari-hari dengan orang tua,
guru, dan orang lain, mereka secara bertahap belajar praktek, keterampilan, dan nilai kebudayaan
(Trianto, 2008:67).
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari
interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan
fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial
atau kelompoknya. Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya.Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.
Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu
kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi
individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut
dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar
anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya
dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif
ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai
seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan Vygotsky.
Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak
terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.Ia menekankan bahwa proses-proses
perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan
orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak
dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-
bidang tersebut.
Lev Vygotsky yang wafat pada usia muda (38 tahun, pada 1934) sudah sangat menyumbangkan
pemikirannya khususnya dalam bidang kognitifisme sosial di antaranya:
a. Proses mental kompleks mulai sebagai kegiatan sosial; sebagaimana anak berkembang, anak
secara bertahap menginternalisasi proses ini dan dapat menggunakannya secara mandiri pada
lingkungan di sekelilingnya.
b. Berpikir dan bahasa awalnya masing-masing berkembang secara mandiri, keduanya menjadi
mandiri saat anak berusia sekitar dua tahun.
c. Anak dapat menyelesaikan tugas yang lebih sulit saat mereka mendapat bantuan dari orang yang
lebih dewasa dan komponen dari diri mereka.
d. Tugas-tugas di dalam perkembangan zona proksimal meningkatkan pertumbuhan kognitif
maksimum.
Bila Vygotsky menekankan pengaruh orang dewasa dalam pembelajaran, Albert Bandura (2006,
dalam Santrock, 2009:323) menekankan bahwa pengaruh antara pengalaman lingkungan dan
perilaku sangat penting, ketika siswa belajar,mereka secara kognitif dapat mewakili atau mengubah
pengalaman mereka. Selanjutnya Bandura mengembangkan sebuah model determinisme timbal-
balik yang terdiri atas tiga faktor utama yaitu, perilaku, lingkungan, dan orang/kognitif.Faktor-faktor
lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku memengaruhi lingkungan, faktor orang (kognitif)
memengaruhi perilaku, dan seterusnya.Faktor-faktor kognitif meliputi, ekspektasi, keyakinan, sikap,
strategi, pemikiran, dan intelegensi.
2. Konsep Teori Sosio-Kultural
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai
dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of
development, zona of proximal development dan mediasi.
a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua
tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori
ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap
pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.Sedangkan fungsi intramental
dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan
internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal ke dalam dua tingkat:
(i) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
(ii) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-
tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi
dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini
disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-
fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses
pematangan.
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan
dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau
semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu:
(i)Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-
regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi
metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(ii)Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Adapun pembagian zona dari Vygotsky, Valsiner

Zone of Proximal Development (ZPD)


Dalam pandangan Vygotsky ZPD diartikan sebagai ruang atau jarak yang mencirikan kapasitas
potensial seseorang untuk berkembang melalui bantuan dari seseorang yang lebih tahu.
Perkembangan kemampun menurut Vygotsky dibagi atas tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah dengan mandiri (tanpa bantuan
orang lain), sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan seseorang. Sebuah
ruang antara tingkat perkembangan potensial dan perkembangan aktual inilah yang disebut sebagai
ZPD. Pada ruang ini, orang dewasa yang lebih tahu dapat melakukan intervensi pada seseorang
untuk mendapatkan tingkat perkembangan potensialnya. Zona ini akan terus ada pada setiap orang
dan berubah sepanjang waktu.
Zone of Free Movement (ZFM)
ZFM merepresentasikan struktur lingkungan yang dibentuk oleh orang dewasa yang membatasi
gerak dan berpikir seseorang. Lingkungan sosial dibentuk oleh orang lain seperti orang tua, guru,
aturan sekolah, kurikulum). Sebagai contoh misalkan mahasiswa Ekonomi belajar konsep statistika,
mereka tidak mempunyai pengetahuan yang jauh tentang statistika namun dalam konteks yang
berhubungan dengan perhitungan pendapatan, penggunaan indeks-indeks ekonomi diperlukan bagi
mereka.
Zone of Promoted Action (ZPA)
Pada ZFM, terdapat sebuah zona yang membolehkan aksi atau gerak dan berpikir, sedangkan
ZPA merepresentasikan sebuah usaha yang dilakukan oleh orang dewasa (misalkan guru terhadap
siswa) untuk mendukung dicapainya suatu kemampuan tertentu. Tepatnya ZPA didefinisikan sebagai
sebuah rangkaian aktivitas, objek-objek, atau area dalam suatu lingkungan tertentu yang
menjelaskan suatu usaha orang dewasa untuk melakukan persuasi kepada seseorang untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu. Artinya ZPA adalah sesuatu yang dipromosikan oleh orang
dewasa tanpa keharusan seseorang untuk menerima apa yang dipromosikan. Sebagai contoh dalam
sebuah universitas, diadakannya mata kuliah pilihan matematika yang menyarankan mahasiswa
untuk mengambil mata kuliah tersebut. Apa yang berada pada ZPA seharusnya berada pada ZPD
seseorang. Artinya jika mahasiswa yang mengambil suatu mata kuliah matematika tertentu tidak
memiliki kemampuan matematika yang baik, namun mereka diasumsikan memilikinya, maka akan
mengakibatkan ketidakmampuan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Zona ini
yang disebut oleh Valsiner merupakan sebuah pembentukan zona ilusi. Konsep ini dikembangkan
oleh Blanton, dkk sebagai Illusionary Zone (IZ).
Illusionary Zone (IZ)
Dalam interaksi di kelas, kadangkala muncul suatu zona dalam ZPA yang muncul. Artinya saat
tertentu muncul suatu keadaan yang sebelumnya tidak dibolehkan, namun setelah adanya interaksi
menjadi muncul. Atau dengan kata lain IZ adalah sebuah zona permisif yang tampaknya guru
kembangkan melalui perilaku dan kebiasaan yang dilakukan ketika interaksi di kelas, yang
sebenarnya tidak dibolehkan (di luar ZFM). Seperti temuan Blanton, Westbrook, dan Carter terdapat
zona baru yang merupakan ZPA namun di luar ZFM. Artinya guru mempromosikan sesuatu di kelas,
yang sebenarnya tidak diperbolehkan atau berada di luar ZFM. Inilah yang dinamakan Illusionary
Zone (IZ). Keberadaan IZ ini merupakan penting untuk memahami ZPD guru.
3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio-Kultural
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa kelebihan:
(i) Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang,
(ii) Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat
perkembangan aktualnya,
(iii) Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan
intermentalnya daripada kemampuan intramental,
(iv) Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah
dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau
pemecahan masalah,
(v) Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi,
yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara
semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kekurangan Kekurangan dari teori sosio-kultural


Kekurangan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses
belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar,
pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu diteliti
oleh para teoriwan perilaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seorang anak yang masih dalam tahap pembelajaran hendaknya memperoleh kesempatan yang
luas untuk mengembangkan zona pengembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan
berkembang. Guru sebagai fasilitator perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan agar
anak dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan yang diberikan dapat dalam
bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau temen yang lebih kompeten.
Bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta belajar kontekstual sangat tepat
digunakan.Bagi anak yang telah mempu belajar secara mendiri perlu ditingkatkan tuntutannya,
sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada dibawahnya.Dengan demikian diperlukan
pemehaman yang tepat tentang karakteristik siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam
pembelajaran. Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk
menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari
konteks sosial dan budaya.

B. Saran
Saran yang bisa diambil dari makalah ini adalah anak harus diberi kesempatan dalam
mengembangkan zona pengembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

Http://codehill2ra1.blogspot.com/2013/02/dasar-terbentuknya-teori-sosio-kultural.html
Http://teori-sosiokultural-konstruktivis.blogspot.com/
Dwi Siswoyo, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Budi Ningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
Rahardi, R. (2011). Valsiner’s Zone Theory as the Teachers’ Zone of Proximal Development.
Proceeding International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education,
Departement of Mathematics Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai